BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Konsep Respon
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon
Secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang menurut Robbins dan Judge dalam Wibowo (2013), diantaranya sebagai berikut:
a. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya.
b. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat- sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindakan- tindakan, dan ciri- ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.
c. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang.
Menurut Sunaryo (2004) dalam Hariyanti (2015) faktor yang dapat mempengaruhi respon sebagai perilaku dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Faktor Genetik atau Faktor Endogen
Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu.
Faktor genetik berasal dari dalam individu (endogen), antara lain:
1) Jenis Ras
Semua ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda dengan yang lainnya, ketiga kelompok terbesar yaitu ras kulit putih (Kaukasia), ras kulit hitam (Negroid) dan ras kulit kuning (Mongoloid).
2) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku berdasarkan pertimbangan rasional. Sedangkan wanita berperilaku berdasarkan emosional.
3) Sifat Fisik
Perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya.
4) Sifat Kepribadian
Perilaku individu merupakan manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai pengaduan antara faktor genetik dan lingkungan. Perilaku manusia tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu.
5) Bakat Pembawaan
Bakat menurut Notoatmodjo (2012) adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu lebih sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.
6) Intelegensi
Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, oleh karena itu kita kenal ada individu yang intelegensi tinggi yaitu individu yang dalam pengambilan keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sedangkan individu yang memiliki intelegensi rendah dalam pengambilan keputusan akan bertindak lambat.
b. Faktor Eksogen atau Faktor dari Luar Individu Faktor yang berasal dari luar individu antara lain:
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dalam interkasi manusia dengan lingkungan.
a) Usia
Menurut Sarwono (2011), usia adalah faktor terpenting juga dalam menentukan sikap individu, sehingga dalam keadaan diatas responden akan cenderung mempunyai perilaku yang positif dibandingkan umur yang dibawahnya. Menurut Hurlock (2013) masa dewasa dibagi menjadi 3 periode yaitu masa dewasa awal (20-40 tahun), masa dewasa madya (41-60 tahun) dan masa dewasa akhir (>61 tahun). Menurut Santrock (2003) dalam Apritasari (2018), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik, transisi secara intelektual, serta transisi peran sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncaak dari perkembangan sosial masa dewasa.
Penelitian Ashra dan Amalia (2018) menyebutkan terdapat hubungan antara usia dengan respon atau perilaku perawat,
dari hasil uji statistik Chi-Square Test diperoleh p value = 0,02 (p< = 0,05), maka Ho ditolak sehingga ada hubungan yang bermakna antara umur dengan waktu tanggap penangganan kasus gawat darurat di IGD Puskesmas Kumanis Kabupaten Sijunjung tahun 2016.
b) Pendidikan
Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan tidak dapat menjadi dapat. Menurut Notoatmodjo (2012), pendidikan mempengaruhi perilaku manusia, beliau juga mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran, sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tepat dalam menentukan perilaku serta semakin cepat pula untuk mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan.
Pendidikan Keperawatan diselenggarakan berdasarkan kebutuhan akan pelayanan keperawatan, seperti yang tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 Ayat (6), yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Adapun sebutan gelar untuk jenjang pendidikan tinggi keperawatan adalah:
1. Pendidikan jenjang D3 keperawatan dengan sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep);
2. Pendidikan jenjang S1 + Ners (Nurse) yaitu (level Sarjana plus Profesi), lulusannya mendapat sebutan Ners (Nurse) atau (Ns) dan (S. Kep);
3. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan (M. Kep);
4. Pendidikan jenjang spesialis keperawatan
Selain pendidikan yang sifatnya formal, pendidikan informal bisa didapat melalui pelatihan. Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk mengembangkan sumber daya manusia.
Perawat ruang intensif menjadi orang yang bekerja digaris depan mempunyai tantangan dalam merawat pasien kritis, dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, mampu mengambil keputusan segera dan tepat, mampu melakukan evaluasi dan mampu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain. Berdasarkan alasan tersebut, penting bagi
perawat yang bekerja di ruang intensif dibekali tentang asuhan keperawatan yang terstandar untuk digunakan di ruang intensif, baik melalui pendidikan maupun pelatihan. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang nomor 44 tahun 2009 pasal 3 yang menyatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia. Dalam rangka meningkatkan kemampuan terkait pelayanan perawat ICU dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Pada penelitian ini hasil ukur pelatihan responden atau perawat ruang intensif, dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang pernah mengikuti pelatihan dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pelatihan dan kelompok yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Hal ini berdasarkan penelitian Ahmil (2018) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar prosedur operasional triage di Ruang IGD RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini menggunakn hasil ukur variabel pelatihan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Pernah dan 2.
Tidak pernah, selain itu berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai p value sebesar 0,041 (0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pelatihan gawat darurat dengan
kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO triage di ruang IGD RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah.
c) Pekerjaan
Bekerja adalah salah satu jalan yang dapat digunakan manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dalam berkarya manusia menemukan sesuatu serta mendapatkan penghargaan dan pencapaian pemenuhan diri menurut Azwar (2016). Menurut Nursalam (2017) pekerjaan umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu dan kadang cenderung menyebabkan seseorang lupa akan kepentingan kesehatan diri. Selain jenisnya masa kerja berhubungan dengan respon seseorang dalam bertindak, sebab masa kerja biasanya dijadikan tolak ukur seseorang tentang suatu masa kerja, seseorang yang memiliki masa kerja yang lama memiliki tingkat penguasaan pengetahuan, keterampilan dan respon yang baik.
Pada penelitian ini hasil ukur masa kerja atau masa kerja responden perawat ruang intensif, dibagi menjadi dua yaitu ≤5 tahun dan >5 tahun. Hal ini berdasarkan penelitian Ashra &
Amalia (2016) tentang hubungan karakteristik perawat dengan waktu tanggap penangganan kasus gawat darurat di IGD Puskesmas Kumanis Kabupaten Sijunjung Tahun 2016. Selain itu hasil penelitian menunjukan nilai p value sebesar 0,02
(0,05) yang berarti ada hubungan masa kerja perawat dengan waktu tanggap penangganan kasus gawat darurat di IGD Puskesmas Kumanis Kabupaten Sijunjung Tahun 2016.
d) Agama
Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi dan berperilaku individu.
e) Sosial Ekonomi
Lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial, lingkungan sosial dapat menyangkut sosial. Menurut Nasirotun (2013) status sosial ekonomi adalah posisi dan kedudukan seseorang di masyarakat berhubungan dengan pendidikan, jumlah pendapatan dan kekayaan serta fasilitas yang dimiliki. Menurut Sukirno (2013) pendapatan merupakan hasil yang diperoleh penduduk atas kerjanya dalam satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan.
Pendapatan merupakan dasar dari kemiskinan. Pendapatan setiap individu diperoleh dari hasil kerjanya. Sehingga rendah tingginya pendapatan digunakan sebagai pedoman kerja.
Mereka yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang rendah cenderung tidak maksimal dalam berproduksi. Sedangkan
masyarakat yang memiliki gaji tinggi memiliki motivasi khusus untuk bekerja dan produktivitas kerja mereka lebih baik dan maksimal.
f) Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau peradaban manusia, dimana hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.