Keanakeragaman fauna yang terdapat di kawasan Warisan Budaya Dunia Jatiluwih dibedakan menjadi dua kelompok yaitu fauna yang dibudidayakan dan fauna yang tidak dibudidayakan. Fauna yang dibudidayakan terutama adalah sapi, kambing, ayam, itik, babi, kerbau dan kelinci. Sedangkan untuk jenis fauna yang tidak dibudidayakan diantaranya katak, jangkrik, burung liar dan ular.
Fauna umum yang terdapat di cagar alam Hutan Batukaru juga berfungsi sebagai perlindungan terhadap fauna langka seperti jenis-jenis burung endemic Jawa dan Bali, Walik Kepala Ungu (Ptilinopus porphyreus), Serindit Jawa (Loriculus pusillus), Tepus Pipi Perak (Stachyris melanothorax), Takur Tohtor (Megalaima armillaris), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Cinenen Jawa (Orthotomus sepium), dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi).
Tabel 4. 10
Potensi Fauna Dominan di Kawasan Hutan Batukaruu
No. Nama Hewan Nama Ilmiah
1 Elang Haliastur sp
2 Landak Hystrix brachyura
3 Kera abu Macaca fascicularis
4 Kijang Muntiacus muncak
5 Musang Paradoxurus hermaprodituds
6 Kera hitam Presbytis aygula
7 Cerukcuk Pycnonotus goievier
8 Jelarang Ratufa bicolor
9 Burung kipas Riphidura javanica
10 Alap-alap Acciptiter badois
11 Sesap madu Antheptes malacensis
12 Rangkong Buceros rhinoceros
13 Sri gunting Dicrupus renifer
14 Bangau putih Egretha sp
15 Kepecit Estrilda amandava
16 Ayam hutan Gallus sp
Page
109
No. Nama Hewan Nama Ilmiah
17 Raja Udang Halcyon sp
18 Tupai Sciurus nonatus
19 Kupu Raja Helena Troides Helena
20 Punglor Zoothera sp
21 Deluk Melogale orientalis
22 Trenggiling Manis javanica
23 Kadal Mabouya multifasciata
24 Ular Kobra Naja sputatrix
25 Ular Hijau -
26 Cicak terbang -
27 Kupu raja Amprysus Troides amprysus 28 Kupu-kupu biasa Hypolimnas bolina
29 Capung merah -
30 Capung biru -
31 Capung jarum -
32 Belalang Phopus viridulis
33 Penggerek batang -
34 Jangkrik Grillus sp
Sumber: BKSDA (2010)
Selain itu, Cagar Alam juga merupakan tempat perlindungan bagi spesies elang, yaitu tujuh jenis Elang, yang terdiri dari Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Bondol (Haliaestur indus), Elang Laut Dada Putih ( Haliaestus leucogaster), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Elang Ular (Spilornis cheela), dan Elang Perut Karat (Hieraetus kienerii). Dan beberapa jenis burung endemik dan dilindungi seperti Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Takur Tohtor (Megalaima armillaris), dan Tepus Pipi Perak (Stachyris melanothorax).
Gambar 4. 15 Burung Cekakak Jawa (i) dan Tepus Pipi perak (ii)
Cagar Alam Hutan Batukaru juga merupakan perlindungan terhadap habitat bagi beberapa jenis satwa yang dilindungi seperti Kijang (Muntiacus muntjak), Kucing Hutan
i ii
(Felis bengalensis), Trenggiling (Manis javanica), Landak (Hystrix brachiura), dan Lutung/Budeng (Trachypithecus auratus).
Gambar 4. 16 Kijang (i) dan Lutung (ii)
Kawasan Subak Jatiluwih yang menjadi lokasi penelitian, jenis fauna yang terdapat di wilayah studi berdasarkan Tabel 4.6 yaitu Burung Bangau Putih atau Burung Kokokan.
Burung Kokokan merupakan satwa dalam ekosistem perairan yang dapat ditemukan pada kawasan danau, pantai, dan rawa. Burung Kokokan merupakan burung yang telah mengalami kelangkaan, beberapa spesies family burung ini termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.
4.3 Analisis Daya Dukung Lingkungan Wisata
Perhitungan kapasitas daya dukung dari suatu kawasan yang dikembanagkan oleh Cifuentes (1992) dapat digunakan untuk mengetahui jumlah wisatawan yang dapat diterima secara optimal atau efektif tanpa mengakibatkan kerusakan pada suatu kawasan.
Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran kemampuannya.
Analisis daya dukung lingkungan wisata digunakan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat tetap terwujud.
4.3.1 Analisis Daya Dukung Fisik
Daya dukung fisik dalam penelitian ini merupakan jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung oleh luas area subak jatiluwih yang dijadikan sebagai obyek wisata dengan pertimbangan kebutuhan wisatawan terhadap area tersebut untuk berwisata dengan nyaman dan faktor rotasinya.
Tabel 4. 11
Luas Sub Subak Jatiluwih
Sub Subak Luas Ha Luas m2
Sub Subak 36 360.000
i ii
Page
111
Sub Subak Luas Ha Luas m2 Umakayu
Sub Subak
Gunungsari 37 370.000
Sub Subah Telabah
Gede 74.1 741.000
Sub Subak
Kedamaian 45.4 454.000
Sub Subak Umadui 8,6 86.000 Sub Subak Besi
Kalung 48 480.000
Total 249,1 2.491.000
Berdasarkan Rumus 3-1 maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:
: 249,1 Ha atau 2.491.000 m2
: 65 m2
: 08.30-17.30 (9 jam per hari);
Kunjungan wisata : 3 Jam Untuk memperoleh nilai maka:
Daya dukung fisik kawasan Subak Jatiluwih dihitung berdasarkan Rumus 3-1 yaitu:
Perhitungan daya dukung fisik dengan menggunakan Rumus 3-1 menunjukkan bahwa kawasan Subak Jatiluwih secara fisik pemanfaatannya mampu menampung sejumlah 114.969 orang/hari. Kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih pada tahun 2016 yaitu 2013.009 orang/tahun, jika dihitung per hari maka jumlah wisatawan dibagi dengan jumlah hari selama 1 tahun yaitu 364 hari maka diperoleh jumlah wisatawan sebesar 585 orang/hari.
Jumlah kunjungan wisatwan pada tahun 2016 per harinya berada dibawah nilai daya dukung fisik yaitu sebesar 114.923 orang/hari. Penilaian daya dukung fisik pada penelitian ini masih mengabaikan faktor - faktor biofisik di lapangan. Nilai daya dukung fisik digunakan untuk menghitung nilai daya dukung riil yang dibatasi oleh kondisi biofisik lingkungan area wisata setempat yaitu lansekap, curah hujan, kelerengan, erosi tanah dan
fauna. Nilai daya dukung fisik sebesar 114.923 orang/hari selanjutnya menjadi input dalam penilaian analisis daya dukung riil.
4.3.2 Analisis Daya Dukung Riil
Daya dukung riil adalah jumlah kunjungan wisatawan yang dapat ditampung oleh suatu kawasan dengan mempertimbangkan faktor koreksi sesuai dengan karakteristik kawasannya. Berdasarkan kondisi kawasan di Subak Jatiluwih maka peneliti memakai beberapa faktor koreksi diantaranya yaitu lansekap atau bentang alam, curah hujan, kelerengan, erosi tanah, dan fauna.
Tabel 4. 12
Faktor Koreksi Real Carrying Capacity
Variabel Sumber
Jenis fauna Data Primer 3,5 Shannom-Weaner Potensi Lansekap Data Primer 27 Sustri (2003) Kelerengan Data Sekunder 100 Muta`ali (2012) Kepekaan Erosi Tanah Data Sekunder 75 Muta`ali (2012) Curah Hujan Data Sekunder 7 Schmid-Ferguso