• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Bahasa Menurut Gorys Keraf

2. Berdimensi waktu (measurable time), tujuan dakwah haruslah konkret dan bisa diantisipasi kapan terjadinya.

3. Layak (feasible) tujuan dakwah hendaknya berupa suatu tekad yang realistis.

4. Luwes, senantiasa bisa disesuaikan atau sensitif terhadap perubahan situasi dan kondisi umat atau peka terhadap perubahan situasi dan kondisi umat.

5. Bisa dipahami (understandable), tujuan dakwah haruslah mudah dipahami dan dicerna.33

Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut:

yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Dengan cara menyampaikan kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Kejujuraan dalam bahasa berarti mengikuti aturan-aturan yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak berarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran.34

Sedangkan sopan-santun yang di maksud disini adalah memberi penghargaan atau menghormati orang secara jelas, kejelasan dengan demikian akan diukur dalam kaidah berikut, yaitu kejelasan dalam tatanan kata dan kalimat, kejelasan dalam pengungkapan fakta, kejelasan dalam mengutarakan ide secara logis dan kejelasan dalam penggunaan perbandingan. Gaya bahasa bisa di katakan menarik dapat diukur melalui beberapa komponen seperti variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas) dan penuh daya khayal (imajinasi). Penggunaan variasi akan mengindari monotoni dalam nada, struktur dan pilihan kata.35

34 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), 1.

35 Ibid, 113.

1. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Berdasarkan gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapat dibedakan: gaya bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan.36

a. Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan- kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang di harapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.

Gaya bahasa resmi ini biasa di gunakan dalam acara seperti upacara, wisuda, dan acara keagamaan.

b. Bahasa Tidak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal.

Bentuknya tidak terlalu konservatif. Bahasa tak resmi biasanya digunakan dalam acara yang lebih santai, seperti acara reuni, seminar, acara ulang tahun.

c. Gaya Bahasa Percakapan

Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun disini harus

36 Ibid, 117.

ditambahkan segi-segi morfologi dan sintaksis, yang secara bersama–sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Bahasa percakapan ini digunakan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan orang lain.37

2. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara.

Gaya bahasa berdasarkan nada di kelompokkan menjadi tiga yaitu gaya bahasa sederhana, gaya bahasa mulia bertenaga dan gaya menengah.38

a. Gaya sederhana

Gaya ini digunakan secara efektif, pembicara harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup. Seperti ketika dosen mengajar di depan mahasiswa dan mahasiswinya maka gaya bicara berdasarkan nadanya akan sederhana, namun yang diucapkan harus bersumber dari pengetahuan yang tinggi.

b. Gaya mulia dan bertenaga

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakan sesuatu.

Menggerakan sesuatu tidak saja mempergunakan tenaga dan

37 Ibid, 119.

38 Ibid, 121.

vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. gaya dengan bernada mulia dan bertenaga ini digunakan oleh komandan upacara.

c. Gaya Menengah

Gaya menengah adalah gaya yang biasanya mempergunakan metafora bagi pilihan katanya. Gaya yang tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga bersifat lembut-lembut, dan mengandung humor yang sehat.

3. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat.

Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting atau semakin kurang penting dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi. Jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.39

39 Ibid, 83.

Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat sebagai yang dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut:

a. Klimaks

Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.

Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang sebenarnya merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi. Bila klimaks itu terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya, maka ia disebut anabasis.

b. Antiklimaks

Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu. Contoh penggunaan gaya bahasa antiklimaks adalah sebagaimana berikut:

1) Kita hanya dapat merasakan betapa besarnya perubahan dari bahasa Melayu ke bahasa Indonesia, apabila kita mengikuti pertukaran pikiran, polemik, dan pertentangan yang berlaku sekitar bahasa Indonesia dalam empat puluh tahun ini antara pihak guru sekolah lama dengan angkatan peneliti baru sekitar tahun tiga puluhan, antara pihak guru dengan pihak kaum jurnalis yang masih terdengar gemanya dalam Kongres Bahasa Indonesia dalam tahun 1954.

2) Ketua pengadilan negeri itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan tidak terkenal namanya (mengandung ironi).

3) Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibu kota negara, ibu kota - ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Indonesia.

Antiklimaks dinyatakan sebagai dalam kalimat terakhir masih efektif karena hanya mencakup soal tata tingkat. Tata tingkat ini biasa terjadi karena hubungan organisatoris, hubungan usia atau besar kecilnya suatu barang. Tetapi bila yang dikemukakan adalah persoalan atau gagasan yang abstrak, sebaiknya jangan menggunakan gaya antiklimaks.

Seperti halnya dengan gaya klimaks, antiklimaks dapat dipakai sebagai suatu istilah umum yang masih mengenal spesifikasi lebih lanjut. Dekrementum adalah antiklimaks yang berwujud menambah ide yang kurang penting pada suatu ide

yang penting seperti pada contoh pertama di atas. Dan bila antiklimaks itu mengurutkan sejumlah ide yang semakin kurang penting, maka disebut katabasis seperti diperlihatkan pada contoh kedua dan ketiga. Sebaliknya, bila dari suatu ide yang sangat penting tiba-tiba menukik ke suatu ide yang sama sekali tidak penting, maka antiklimaks itu disebut batos, misalnya:

“Engkaulah raja yang mahakuasa di daerah ini, seorang hamba yang pengecut dari tuanmu yang pemurah.”

c. Paralelisme

Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa- frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya ini lahir dari struktur kalimat yang berimbang. Contoh kalimat menggunakan gaya bahasa paralelisme:

1) Sangatlah ironis kedengaran bahwa menderita kelaparan dalam sebuah daerah yang subur dan kaya, serta mati terbunuh dalam sebuah negeri yang sudah ratusan lahun hidup dalam ketentraman dan kedamaian.

2) Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberanlas. (Tidak baik: bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi kita juga harus memberantasnya.)

3) Baik golongan yang tinggi manapun golongan yang rendah, harus diadili kalau bersalah. (Tidak baik: baik golongan yang tinggi maupun mereka yang rendah kedudukannya, harus diadili kalau bersalah.)

Perlu kiranya dingatkan bahwa bentuk paralelisme adalah sebuah bentuk yang baik untuk menonjolkan kata atau kelompok kata yang sama fungsinya. Namun bila terlalu banyak digunakan, maka kalimat-kalimat akan menjadi kaku dan mati.

d. Antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang. Perhatikan contoh berikut:

1) Mereka sudah kehilangan bangak dari harla bendanya, tetapi mereka jus telah banyak memperoleh keuntungan daripadanya.

2) Kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semuanya mempunyai kewajiban terhadap keamanan bangsa dan negara.

e. Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam bagian ini, hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbul bermacam-macam variasi repetisi. Repetisi, seperti halnya dengan paralelisme dan antitesis, lahir dari kalimat yang berimbang. Contoh penggunaan gaya bahasa repetisi adalah sebagaimana berikut:

1) Anggota-anggota masyarakat dalam lingkungan suatu kebudayaan tahu akan adat-istiadat, kebiasaan dan undang- undang, tahu bagaimana ia mesti berkelakuan dalam lingkungan masyarakat dan kebudayaan, dan ia tahu juga menafsirkan kelakuan sesamanya dalam masyarakat dan kebudayaan itu, sehingga ia dapat mereaksi terhadapnya dengan cara yang selayaknya.

2) Atau maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam?

E. Youtube

Youtube merupakan salah satu situs website yang menggunakan internet untuk menjalankan fiturnya, dimana dengan Youtube, seorang pengguna dapat mengunggah atau menampilkan video maupun animasi agar dapat dilihat dan dinikmati orang banyak.

Banyaknya pengguna Youtube, sangat menguntungkan sebuah promosi dengan menggunakan media tersebut.40 Pada dasarnya, Youtube merupakan sebuah website yang memfasilitasi penggunanya untuk berbagi video yang mereka miliki, atau sebatas menikmati berbagai video klip yang diunggah oleh berbagai pihak. Terdapat berbagai macam video yang dapat diunggah ke situs ini, seperti misalnya video klip musik dari musisi tertentu, film pendek, film televisi, trailer film, video edukasi, video tutorial berbagai macam aktivitas, dan masih banyak lagi.41

Situs video Youtube sebagai salah satu bagian dari social networking dalam kategori media sosial dalam perkembangannya telah menghasilkan berbagai dampak nilai-nilai bagi para penggunanya.

Kemudahan dalam berhubungan satu dengan yang lain tanpa dipengaruhi jarak dan waktu. Perkembangan dan kecepatannya dalam

40 Gede Lingga Ananta Kusuma Putra, “Pemanfaatan Animasi Promosi Dalam Media Youtube,” Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur," SENADA, 2 (Februari, 2019), 260.

41 Ibid, 264.

mencapai sebuah popularitas telah terwujud bagi para penggunanya.42 Popularitas Youtube diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan jumlah pengguna. Sebelumnya, Youtube mencatat jumlah penonton bulanan terdaftar (logged-in monthly users) sebesar 1,5 miliar pada pertengahan 2017.43

42 Edy Chandra, “Youtube, Citra Media Informasi Interaktif Atau Media Penyampaian Aspirasi Pribadi,” Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 2 (Oktober, 2017). 409.

43 Haryadi Mujianto, “Pemanfaatan Youtube Sebagai Media Ajar Dalam Meningkatkan Minat Dan Motivasi Belajar,” Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian, 1 (2019), 136.

BAB III

Dokumen terkait