BAB IV HASIL PENELITIAN
IV.1 H ASIL P ENELITIAN P RE - INTERVENSI
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1000 HPK anak. Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting berikut dikumpulkan dari berbagai sumber seperti literatur terkait kondisi stunting, publikasi Kemenkes, publikasi World Bank/Bank Dunia mengenai stunting pada 2017. Beberapa faktor tersebut dapat digambarkan dalam Tabel 4.1 sebagai berikut:
Komponen Deskripsi
Praktik pengasuhan yang kurang baik
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Bayi usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif, anak usia 0-24 bulan tidak menerima MPASI yang cukup.
Kondisi Kesehatan Keluarga pada 1000 HPK
Ibu hamil mengalami defisiensi nutrisi seperti anemia dan kekurangan energi kronik (KEK), ibu hamil dengan perawakan pendek, ibu hamil risiko tinggi yang dapat menyebabkan bayi lahir prematur, usia kehamilan terlalu muda atau terlalu tua, jarak kehamilan terlalu dekat atau terlalu jauh, pasangan atau anggota keluarga merokok.
Keterbatasan
Layanan Kesehatan dan Pendidikan
Keterbatasan layanan ANC, ibu hamil melakukan ANC kurang dari 4 kali, ibu hamil belum mengkonsumsi TTD secara memadai, keterbatasan layanan post natal care (Posyandu Balita), kehadiran anak di Posyandu yang tidak sesuai target, keterbatasan akses pembelajaran dini (PAUD) yang berkualitas, tidak mendapatkan akses memadai ke layanan imunisasi.
Akses rumah tangga atau keluarga ke makanan bergizi
Harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal, komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibandingkan New Delhi, India.
Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura.*
Akses ke lingkungan bersih dan sanitasi
1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka, 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
Tabel 4.1 Faktor yang berkontribusi pada kejadian stunting
* Menurut sumber: Ringkasan 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Sekretariat Wakil Presiden RI tahun 2017, Riskesdas 2013, SDKI 2012, SUSENAS.
Dari hasil observasi pada kondisi nyata di Puskesmas, data sekunder dari Laporan Kegiatan Bulanan KIA, dan diskusi dengan pemegang program dan bidan wilayah, didapatkan beberapa
prioritas masalah yang dihadapi oleh Puskesmas I Melaya, antara lain praktik pengasuhan yang kurang baik, kondisi kesehatan keluarga pada 1000 HPK yang kurang baik, dan akses ke lingkungan bersih dan sanitasi yang kurang baik.
Beberapa masalah tersebut dijelaskan secara lebih detail sebagai berikut:
A. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan ibu dan anak dalam periode 1000 HPK.
B. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebutuhan gizi ibu dan anak dalam periode 1000 HPK.
C. Terdapat berbagai kendala dalam pemberian ASI eksklusif.
D. Terdapat berbagai kendala dalam pemberian MPASI yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kebutuhan anak.
E. Banyaknya ibu hamil mengalami anemia.
F. Banyaknya usia kehamilan terlalu muda, di bawah usia 20 tahun.
G. Mayoritas keluarga memiliki anggota keluarga yang merokok.
H. Masih ada rumah tangga yang BAB di ruang terbuka.
I. Masih ada rumah tangga yang belum memiliki akses ke air bersih, termasuk air minum dan air untuk kebutuhan rumah tangga.
IV.1.2 Analisis Prioritas Masalah
Karena berbagai keterbatasan, maka daftar masalah yang sudah diperoleh harus dikerucutkan menjadi prioritas masalah yang paling penting diselesaikan. Pada mini project ini akan menggunakan metode Matriks Kriteria I x T x R.
Matriks Kriteria I x T x R terdiri atas Importance (pentingnya masalah), Technical feasibility (kelayakan teknis), dan Resources availability (sumber daya yang tersedia). Importance diukur menggunakan penjumlahan dari beberapa parameter, yaitu:
- P: Prevalence (besarnya masalah)
- S: Severity (besarnya akibat yang ditimbulkan) - RI: Rate of Increase (kenaikan besar masalah)
- DU: Degree of Unmet Need (derajat kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi) - SB: Social Benefit (keuntungan sosial jika masalah diselesaikan)
- PB: Public Concern (kepedulian masyarakat) - PC: Political Climate (suasana politik)
Semua parameter ini memiliki aspek yang mungkin tumpang tindih, sehingga tidak perlu dimasukkan semuanya. Parameter tersebut masing-masing diberi skor 1-5, dengan nilai 1 dianggap tidak penting, hingga nilai 5 dianggap sangat penting. Nilai akhir adalah perkalian dari ketiga aspek I, T, dan R.
No Daftar Masalah I T R IxTxR
P S RI DU SB PB PC Sum
A Pengetahuan mengenai kesehatan
4 5 4 5 3 3 3 27 5 5 675
B Pengetahuan mengenai kebutuhan gizi
4 5 4 5 3 3 3 27 5 4 540
C ASI eksklusif 3 3 3 3 5 4 5 26 3 3 234
D MPASI yang sesuai
2 4 3 4 4 5 5 27 3 3 243
E Ibu hamil
dengan anemia 5 4 5 4 5 4 4 31 4 5 620
F Usia kehamilan
terlalu muda 3 3 2 2 4 1 3 18 2 2 72
G Kebiasaan
merokok 5 2 5 1 1 1 1 16 4 4 256
H Kebiasaan BAB di ruang terbuka
1 1 1 2 2 2 1 10 1 1 10
I Akses air
bersih 2 2 2 3 2 2 1 14 1 1 14
Tabel 4.2 Matriks Kriteria I x T x R untuk Analisis Prioritas Masalah
Dari hasil penentuan prioritas masalah, ditemukan tiga masalah dengan prioritas paling tinggi, yaitu pengetahuan orang tua mengenai kesehatan ibu dan anak dalam periode 1000 HPK, pengetahuan orang tua mengenai kebutuhan gizi ibu dan anak dalam periode 1000 HPK, dan banyaknya ibu hamil yang mengalami anemia. Tingkat pengetahuan merupakan faktor determinan yang sangat penting, karena tingkat pengetahuan yang baik adalah kunci dalam perubahan sikap dan perilaku yang berkontribusi dalam penyelesaian masalah-masalah lainnya, termasuk kejadian anemia pada kehamilan. Sehingga, diputuskan untuk melakukan intervensi terhadap dua aspek
sekaligus yaitu tingkat pengetahuan orang tua mengenai kesehatan dan gizi, terutama berkaitan dengan angka kejadian anemia pada kehamilan.
IV.1.3 Menentukan Akar Penyebab Masalah
Setelah memilih masalah spesifik yang dianggap paling penting, maka masalah tersebut perlu dieksplorasi untuk mencari kemungkinan penyebabnya. Analisis faktor risiko dari masalah menggunakan diagram tulang ikan (fish bone/ishikawa) yang ditampilkan melalui Gambar 4.1 sebagai berikut.
Gambar 4.1 Diagram Tulang Ikan untuk Menentukan Akar Penyebab Masalah
IV.1.4 Menentukan Prioritas Alternatif Penyelesaian Masalah
Metode penyelesaian masalah didapatkan dari hasil diskusi dengan pembina, pemegang program, dan bidan wilayah di Puskesmas I Melaya.
Kondisi yang membatasi metode yang akan digunakan antara lain: waktu, target audiens, lingkungan, dan luaran (outcome) yang ingin dicapai. Pelaksana juga mempertimbangkan kemampuan laksana berkaitan dengan statusnya sebagai tenaga kesehatan (dokter internsip) yang bekerja di FKTP (Puskesmas), sehingga solusi yang diberikan juga berkaitan dengan status dan kemampuan pelaksanaan saat ini. Luaran (outcome) yang ingin dicapai adalah peningkatan
pengetahuan orang tua mengenai kesehatan dan gizi yang berkaitan dengan anemia pada kehamilan. Alokasi waktu yang ada dari awal observasi dan penentuan prioritas masalah, perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan adalah enam bulan, dengan waktu efektif untuk pelaksanaan +- 1 bulan. Target audiens adalah orang tua, khususnya ibu hamil, tak terbatas dengan status anemianya. Faktor audiens berkaitan dengan faktor lingkungan berupa kondisi sosial, budaya, dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh audiens. Dengan demikian, alternatif solusi yang diajukan adalah melakukan kegiatan penyuluhan sebagai tenaga kesehatan, untuk mengedukasi masyarakat dalam hal ini ibu hamil secara langsung, dengan menggunakan sarana berupa media edukasi. Mempertimbangkan faktor lingkungan (sosial, budaya, tingkat pendidikan), maka penyuluhan dilakukan dengan cara pemaparan materi dan diskusi secara lisan dan dengan menggunakan media edukasi (media cetak). Penentuan lokasi dilaksanakannya penyuluhan adalah dengan menentukan wilayah dengan angka kejadian anemia pada ibu hamil dan angka kejadian terduga stunting yang relatif tinggi untuk memaksimalkan efektivitasnya.
Alternatif solusi kemudian diprioritaskan sesuai dengan kemampuan laksana dan pengaruh terhadap akar penyebab. Metode dalam membuat prioritas alternatif penyelesaian masalah yang digunakan dalam mini project ini adalah matriks kriteria (M x I x V) / C.
Matriks kriteria (M × I × V)/C terdiri atas Magnitude (besarnya kemampuan solusi dalam mengatasi masalah), Importance (seberapa permanen solusi tersebut mampu bertahan), Vulnerability (seberapa cepat solusi tersebut mampu mempengaruhi masalah), dan Cost (seberapa besar biaya implementasi masalah tersebut). Keempat komponen diberi skor 1-5, dengan komponen M, I, dan V diberikan skor tinggi jika kemampuan mempengaruhinya besar, sedangkan komponen C diberi skor tinggi seiring dengan peningkatan biaya. Kemudian prioritas (P) dihitung dengan mengalikan M, I, V sebagai bagian dari Effectivity dan dibagi dengan C yang merupakan komponen Efficiency.
No. Alternatif Penyelesaian Masalah
Effectivity Efficiency
C
M x I x V
M I V C
1. Melakukan penyuluhan di Puskesmas menggunakan media lisan dan cetak
3 3 4 2 18
2 Melakukan penyuluhan di Posyandu menggunakan media lisan dan cetak
4 4 3 1 48
3 Melakukan penyuluhan di kelas ibu hamil menggunakan media lisan dan cetak
5 5 5 1 125
4 Melakukan edukasi/
konseling secara individu (pada ibu hamil anemia) secara lisan
4 4 5 3 26,67
5 Melakukan edukasi dengan
bermitra dengan
sekolah/UKS
2 1 1 5 0,4
6 Melakukan edukasi dengan kampanye di sosial media (media elektronik, audiovisual) dan survei daring (online).
1 2 2 4 1
Tabel 4.3 Matriks Kriteria (M × I × V)/C untuk Menentukan Prioritas Alternatif Penyelesaian Masalah
Dari hasil penentuan prioritas alternatif penyelesaian masalah, maka didapatkan bahwa melakukan penyuluhan di kelas ibu hamil menggunakan media lisan dan cetak adalah solusi prioritas yang paling efektif dan efisien untuk dilaksanakan.
Selanjutnya, pemilihan lokasi kelas ibu hamil yang menjadi lokasi prioritas pelaksanaan kegiatan intervensi ditentukan berdasarkan tingkat kegentingan (urgency) yang paling tinggi. Waktu pelaksanaan kegiatan kelas ibu hamil menyesuaikan dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh Puskesmas I Melaya.
IV.1.5 Data Prevalensi Balita Stunting
Data prevalensi balita stunting di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023 ditampilkan dalam Grafik 4.1. Data tersebut kemudian dihitung rata-rata, sehingga didapatkan rata-rata prevalensi balita stunting di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023 yang ditampilkan dalam Grafik 4.2.
Grafik 4.1 Prevalensi stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023
Grafik 4.2 Rata-rata prevalensi stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023
Diketahui bahwa rata-rata prevalensi balita stunting tertinggi berada di Desa Ekasari dengan rata-rata 8,65, diikuti oleh Desa Tukadaya dengan rata-rata 8,40, dan Desa Candikusuma dengan rata-rata 7,30.
IV.1.6 Data Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil
Data prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023 ditampilkan dalam Grafik 4.3. Data tersebut kemudian dihitung rata-rata, sehingga didapatkan rata-rata prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023 yang ditampilkan dalam Grafik 4.4.
Grafik 4.3 Prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023
Grafik 4.4 Rata-rata prevalensi anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023
Diketahui bahwa rata-rata prevalensi anemia pada ibu hamil tertinggi berada di Desa Manistutu dengan rata-rata 12,73, diikuti oleh Desa Warnasari dengan rata-rata 8,61, Desa Nusasari dengan rata-rata 8,32, Desa Melaya dengan rata-rata 7,80, dan Desa Tukadaya dengan rata-rata 7,50.
IV.1.7 Menentukan Prioritas Lokasi Kegiatan Intervensi
Penentuan prioritas lokasi untuk dilakukan kegiatan intervensi berupa penyuluhan ditentukan dengan penjumlahan rata-rata prevalensi stunting pada balita dengan rata-rata prevalensi anemia pada ibu hamil dari masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas I Melaya periode Oktober 2022 hingga Maret 2023, yang terangkum dalam Tabel 4.1 sebagai berikut:
Desa Rata-rata prevalensi stunting pada balita (n1)
Rata-rata prevalensi anemia pada ibu hamil (n2)
Jumlah (n1+n2)
Prioritas
Melaya 6,85 7,80 14,65 III
Nusasari 4,51 8,32 12,83 V
Ekasari 8,65 3,75 12,4 VI
Warnasari 4,74 8,61 13,35 IV
Candikusuma 7,30 5,09 12,39 VII
Tuwed 3,56 0,81 4,37 VIII
Tukadaya 8,40 7,50 15,9 I
Manistutu 2,70 12,73 15,43 II
Blimbingsari 0,64 0,00 0,64 IX
Tabel 4.4 Penentuan prioritas lokasi intervensi
Dari hasil penentuan prioritas di atas, didapatkan Desa Tukadaya sebagai lokasi prioritas pelaksanaan kegiatan intervensi.
IV.1.8 Karakteristik Demografi Responden
Hasil penelitian mengenai karakteristik responden serta variabel-variabel lain yang didapatkan dari hasil kuesioner ditampilkan dalam Tabel 4.5
Karakteristik n %
Usia rata-rata (SD) 25,86 (±5,01)
Pendidikan terakhir
SD 4 28,57
SMP 0
SMA/SMK/Sederajat 10 71,43
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 14 100
Status paritas
Nullipara 7 50
Primipara 5 35,71
Multipara 2 14,29
Usia kehamilan
Trimester I 0
Trimester II 8 57,14
Trimester III 6 42,86
Riwayat anemia sebelumnya
Ya 4 28,57
Tidak 10 71,43
Riwayat rutin melakukan ANC
Ya 14 100
Tidak 0
Riwayat menerapkan PHBS
Selalu (>90%) 9 64,28
Sering (70-80%) 4 28,57
Kadang-kadang (40-60%) 1 7,14
Tidak pernah (<40%) 0
Tabel 4.5 Karakteristik Demografi Responden
Tabel 4.5 menampilkan karakteristik demografi responden. Didapatkan sebanyak 14 responden. Rata-rata usia responden adalah 25,86 tahun dengan standar deviasi (SD) ± 5,01.
Mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMA/SMK/Sederajat yaitu sebanyak 10 orang (71,43%), sementara 4 orang responden memiliki tingkat pendidikan tamat SD (28,57%).
Seluruh responden bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (100%). Diketahui bahwa mayoritas responden yang menghadiri kelas ibu hamil belum pernah melahirkan sebelumnya (nullipara) yaitu sebanyak 7 orang (50%), diikuti dengan ibu hamil yang pernah melahirkan satu kali sebelumnya (primipara) sebanyak 5 orang (35,71%) dan ibu hamil yang pernah melahirkan lebih dari satu kali (multipara) sebanyak 2 orang (14,29%). Diketahui responden yang hadir di kelas ibu hamil usia kehamilan trimester II yaitu sebanyak 8 orang (57,14%), dan trimester III sebanyak 6 orang (42,86%). Sebanyak 4 orang responden terdiagnosis anemia pada saat ANC di Puskesmas dengan kadar Hb <11 g/dl selama kehamilan saat ini (28,57%), sementara 10 orang lainnya memiliki kadar Hb >11 g/dl (71,43%).
Seluruh responden rutin memeriksakan kehamilannya di FKTP sesuai dengan WHO Focused Antenatal Care (FANC) model, yaitu minimal 4 kali pertemuan yang terbagi menjadi minimal 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Kunjungan ANC dilihat melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak 13 responden melakukan ANC rutin di bidan praktik mandiri, sementara 1 responden melakukan ANC rutin di klinik dokter umum. Mayoritas responden menyatakan selalu menerapkan PHBS, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dan menyiapkan makanan, memakai alas kaki di luar rumah, menggunakan jamban sehat, memiliki sumber air bersih di rumah, dan membuang sampah pada tempatnya, yaitu sebanyak 9 orang (64,28%), sebanyak 4 orang menjawab sering (28,57%), dan 1 orang menjawab kadang-kadang (7,14%).
IV.1.9 Tingkat Pengetahuan Responden tentang Anemia pada Kehamilan Sebelum Intervensi
Dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan pada responden mengenai anemia pada kehamilan dengan menggunakan kuesioner. Gambaran pengetahuan reponden mengenai anemia pada kehamilan sebelum intervensi ditampilkan dalam Tabel 4.6.
Pertanyaan Frekuensi
n %
Apakah Anda pernah mendengar tentang anemia? Ya 14 100
Tidak 0
Apa itu anemia? Benar 14 100
Salah 0
Berapakah rentang nilai normal hemoglobin pada Ibu hamil?
Benar 4 28,57
Salah 10 71,42
Bagaimana cara mencegah anemia? Benar 2 14,28
Salah 12 85,71
Apa saja gejala yang umum pada anemia akibat
kurang zat besi? Benar 14 100
Salah 0
Apakah perdarahan selama menstruasi/haid yang banyak dapat menyebabkan anemia?
Benar 13 92,85
Salah 1 7,14
Apa saja makanan tinggi zat besi? Benar 14 100
Salah 0
Apa saja dampak anemia? Benar 14 100
Salah 0
Tabel 4.6 Gambaran Pengetahuan Responden tentang Anemia pada Kehamilan Sebelum Intervensi
IV.1.10 Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden dalam Mengkonsumsi TTD Sebelum Intervensi
Dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden dalam mengkonsumsi TTD dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner disajikan dalam bentuk pilihan ganda di mana responden dapat memilih lebih dari 1 jawaban, dan dapat menambahkan alternatif jawabannya sendiri. Gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku reponden dalam mengkonsumsi TTD sebelum intervensi ditampilkan dalam Tabel 4.7.
Pertanyaan n % Apa penyebab anemia? Pola makan tidak bergizi seimbang 9 64,28
Infeksi (mis. Infeksi cacing dalam sistem pencernaan)
0
Kehilangan darah dalam jumlah banyak 6 42,85 Usia kehamilan terlalu muda (< 20 tahun) 1 7,14 Apa tatalaksana/
pengobatan jika mengalami anemia?
Suplemen zat besi/vitamin 11 78,57
Transfusi darah 0
Mengobati infeksi kecacingan 0
Semua pilihan benar 3 21,42
Apakah Ibu rutin minum
TTD? Ya 14 100
Tidak 0
Adakah kesulitan selama
minum TTD? Sulit mendapatkan/ membeli TTD 0
Minum TTD tidak terlalu penting, karena tidak anemia
2 14,28
Hanya minum TTD di saat ingin saja 2 14,28
Terkadang lupa minum TTD 8 57,14
Kesulitan Lainnya 0
Tidak kesulitan 2 14,28
Tabel 4.7 Gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku reponden dalam mengkonsumsi TTD sebelum intervensi
Mayoritas responden, yaitu 9 orang mengatakan bahwa pola makan yang tidak bergizi seimbang dapat menyebabkan anemia (64,28%), 6 orang (42,85%) menyatakan kehilangan darah dalam jumlah banyak berkontribusi pada anemia, dan 1 orang (7,14%) menjawab bahwa usia kehamilan terlalu muda dapat berkontribusi pada anemia. Mayoritas responden, yaitu 11 orang mengetahui bahwa suplemen zat besi merupakan salah satu tatalaksana jika mengalami anemia (78,57%), dan 3 orang responden yang menjawab bahwa suplemen zat besi/TTD, transfusi darah, dan mengobati penyakit infeksi merupakan tatalaksana jika mengalami anemia (21,42%). Seluruh responden (100%) menyatakan merasa rutin minum TTD, yang diukur dengan menjawab “Ya”
pada pertanyaan “Apakah Ibu rutin minum TTD?” pada kuesioner. Meski demikian, hanya 2 responden yang mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi TTD (14,28%).
Mayoritas responden menjawab kendala terbesarnya adalah lupa minum TTD, yaitu sebanyak 8 orang (57,14%). Responden lainnya menjawab minum TTD tidak terlalu penting karena tidak anemia dan hanya minum TTD di saat ingin saja, masing-masing 2 responden (14,28%).