BAB II KAJIAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori…
5. Humor
Humor sudah ada sejak manusia mengenal bahasa atau bahkan lebih tua. Humor sebagai salah satu sumber rasa gembira yang sudah menyatu dengan kelahiran manusia. Humor berasal dari kata latin umor yang berarti
„cairan‟. Sejak 400 SM orang Yunani kuno beranggapan bahwa suasana hati manusia ditentukan oleh empat macam cairan di dalam tubuh yaitu:
1. Darah (sanguis), 2. Lendir (phlegm),
3. Empedu kuning (choler), 4. Empedu hitam (melanchholy).
Darah menentukan suasana gembira, lendir menentukan suasana tenang atau dingin, empedu kuing menentukan suasana marah, dan empedu hitam untuk suasana sedih. Kelebihan empedu kuning menyebabkan jadi angkuh, pendendam, ambisius,dan licik (Mannser, 2011).
Teori megenai cairan itu merupakan upaya pertama untuk menjelaskan tentang sesuatu yang disebut humor. Namun demikian ajaran yang disusun oleh Plato itu tampaknya sudah tidak ada hubungannya dengan pengertian umum di zaman sekarang ini. Dalam perkembangan selanjutnya, selama berabad-abad lahirnya segala macam teori yang berupaya untuk mendefinisikan humor yang mengacu pada artian humor seperti yang sekarang lazim dimaksudkan yang ada hubungannya dengan
segala sesuatu yang membuat orang menjadi tertawa gembira (Setiawan, 2013).
Indonesia secara informal, humor juga sudah menjadi bagian dari kesenian rakyat, seperti ludruk, ketoprak, lenong, wayang kulit, wayang golek, dan sebagainya. Unsur humor di dalam kelompok kesenian menjadi unsur penunjang bahkan menjadi unsur penentu daya tarik.
Humor yang dalam istilah lainnya sering disebut dengan lawak banyolan, dagelan dan sebagainya menjadi lebih terlembaga setelah Indonesia merdeka, seperti munculnya grup-grup lawak Atmonadi Kwartet Jaya, Loka Ria, Srimulat, Surya Grup, dan lain-lain (Widjaja, 2012).
Perkembangan lain terjadi pada media massa cetak baik majalah maupun surat kabar Tahun 60-an terbit beberapa majalah humor, namun tidak bertahan lama. Diantaranya adalah majalah STOP. Surat kabar membuka rubrik khusus untuk humor. Cerita-cerita lucu, anekdot, karikatur, dan kartun sering dijumpai pada media massa cetak (Kusmartiny, 2015).
James Danandjaya (dalam Suhadi, 2016) berpendapat bahwa fungsi humor yang paling menonjol yaitu sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri seseorang, perasaan itu bisa disebabkan oleh macam-macam hal seperti ketidak adila sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau golongan dan kalangan dalam kebebasan gerak, seks, atau kebebasan mengeluarkan pendapat. Jika ada
ketidakadilan biasanya timbul humor yang berupa protes sosial atau kalangan seks, biasanya menimbulkan humor mengenai seks.
Beberapa fungsi humor yang sejak dulu sudah dikenal masyarakat kita antara lain :
1. Fungsi kebijaksanaan orang dan penyegaran yang membuat orang mampu memusatkan perhatian untuk waktu yang lama.
2. Fungsi itu dapat kita amati di dalam pertunjukan wayang di mana Punakawan muncul untuk menyegarkan suasana.
Humor Punakawan biasanya mendidik serta membijaksanakan orang (dalam Hendarto, 2015). Dari keterangan tersebut dapatlah dijelaskan bahwa penyaluran ketegangan lewat humor sangat positif karena membawa kesejahteraan jiwa. Jika semua perasaan tidak puas dan ketegangan yang dialami tidak disalurkan akan membawa bencana tidak hanya bagi yang memendam tetapi juga untuk orang lain atau masyarakat sekitarnya.
Sujoko (2002) berpendapat bahwa di Indonesia kalangan mahasiswa gemar menggunakan humor sebagai sarana kritik sosial.
Kegemaran itu menunjukkan bahwa mahasiswa adalah personal yang sedang dididik untuk menjadi manusia yang kritis serta harus bersikap skeptis sehingga jalan pikirannya akan menjadi ilmiah, tidak begitu saja menerima semua yang dihidangkan. Dengan ditanamkannya sikap itu tidak heran apabila mereka akan protes bila melihat orang yang seharusnya
menjadi penuntun mereka, malah menyeleweng atau membuat terobosan seenak hatinya serta bersifat munafik (Sumarthana, 2010).
Sangat beralasan jika mereka (mahasiswa) memilih humor sebagai media protes sosial sebab media itu paling sesuai dengan kepribadian tradisional bangsa kita yang tidak suka dikritik secara langsung. Dengan adanya sikap itu di negara kita, protes tidak langsung mempunyai pengaruh yang lebih ampuh dibandingkan dengan protes yang langsung.
Kritik yang disampaikan secara tertulis sering menimbulkan bencana, berbeda jika kritik disajikan dalam bentuk humor. Protes sosial dalam humor tidak mungkin ditanggapi secara serius karena yang menyuarakan sama sekali tidak bertanggung jawab. Tanggung jawab dalam protes sosial berupa humor sudah diambil kolektif sehingga kolektifanlah yang bertanggung jawab. Sementara itu, Jatiman (dalam Suhadi, 2016) bahwa sosiolog dan staf pengajar UI, mengatakan sebagai berikut.
Sarana sebagai kritik sosial adakalanya humor juga dibuat sebagai alat aktualisasi diri. Dalam lingkungan tertentu segolongan orang yang tidak berdaya untuk melemparkan kritik langsung dan mencoba melakukannya dengan menciptakan humor tentang yang bersangkutan.
Fungsi humor yang lain adalah sebagai rekreasi. Dalam hal ini humor berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup sehari-hari yang bersifat rutin sifatnya hanya sebagai hiburan semata. Selain itu,
humor juga berfungsi untuk menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin (Setiawan, 2013 ).
Emil Salim (dalam Suhadi, 2016) berpendapat bahwa salah satu cara untuk menyampaikan kritik juga merupakan bagian dari proses menjalin komunikasi sosial antara manusia. Untuk komunikasi yang sifatnya serius, pesan-pesan yang akan disampaikan biasanya tidak mudah terjalin antara kedua belah pihak. Jika pertemuan merupakan pertemuan baru maka medium humor dalam tahap komunikasi akan mempercepat terbukanya pintu keakraban. Bahkan Kartono Muhammad (dalam Suhadi, 2016) berpendapat bahwa humor yang baik adalah humor yang dapat menertawakan diri sendiri atau humor otokritik.
Meskipun membuat diri pribadi sakit hati, humor otokritik merupakan sesuatu yang menunjukkan kedewasaan sikap. Artinya, mampu memberi kritik terhadap diri sendiri serta dapat pula secara terbuka menerima opini orang lain. Pada akhirnya untuk menjadikan humor yang baik harus melihat situasi dan kondisi. Humor dilakukan dengan tidak terlalu berlebihan agar mutu humor tetap terjaga. Humor sebagai sarana komunikasi sosial diharapkan dapat dipahami dan diterima oleh berbagai ragam individu
Menurut Sujoko (2002) bahwa humor dapat berfungsi untuk:
(1). Melaksanakan segala keinginan dan segala tujuan gagasan.
(2) Menyadarkan orang bahwa dirinya tidak selalu benar.
(3) Mengajar orang melihat persoalan dari berbagai sudut.
(4) Menghibur.
(5) Melancarkan pikiran.
(6) Membuat orang menoleransi sesuatu.
(7) Membuat orang memahami soal pelit.
Teori humor jumlahnya sangat banyak tidak satu pun yang persis sama dengan yang lainnya, tidak satu pun juga yang bisa mendeskripsikan humor secara menyeluruh dan semua cenderung saling terpengaruh (Setiawan, 2013). Humor yang paling awam ialah sesuatu yang lucu yang menimbulkan kegelian atau tawa. Humor identik dengan segala sesuatu yang lucu yang membuat orang tertawa. Pengertian awam tersebut tidaklah keliru dalam Ensiklopedia Indonesia (2010) seperti yang dinyatakan oleh Setiawan (2013) bahwa humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu karena keganjilannya atau ketidakpantasannya yang menggelikan. Paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik.
Lebih lanjut teori humor dibagi dalam tiga kelompok (Manser, 2011) yaitu:
a) Teori Superioritas dan Meremehkan yaitu jika yang menertawakan berada pada posisi super sedangkan objek yang ditertawakan berada pada posisi degradasi (diremehkan atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan Francis Bacon (dalam Gauter, 2012) berpendapat bahwa orang tertawa apabila ada sesuatu yang menggelikan dan di
luar kebiasaan. Menggelikan diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi aturan atau sesuatu yang sangat jelek. Lelucon yang menimbulkan ketertawaan juga mengandung banyak kebencian.
Lelucon selalu timbul dari kesalahan/kekhilafan yang menggoda dan kemarahan.
b) Teori mengenai ketidakseimbangan, putus harapan, dan bisosiasi.
Arthur Koestler (Setiawan,2013) berpendapat bahwa hal yang mendasari semua bentuk humor adalah bisosiasi yaitu mengemukakan dua situasi atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus. Konteks tersebut menimbulkan bermacam-macam asosiasi.
c) Teori mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari tekanan. Humor dapat muncul dari sesuatu kebohongan dan tipuan muslihat dapat muncul berupa rasa simpati dan pengertian dapat menjadi simbol pembebasan ketegangan dan tekanan dapat berupa ungkapan Awam atau Elit dapat pula serius seperti satire dan murahan seperti humor jalanan. Humor tidak mengganggu kebenaran. Fuad Hasan dalam tulisan Humor dan Kepribadian (2011) membagi humor dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Humor pada dasarnya berupa tindakan agresif yang dimaksudkan untuk melakukan degradasi terhadap seseorang.
2. Humor adalah tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan melalui cara yang ringan dan dapat dimengerti dengan akibat kendornya ketegangan jiwa. Setiawan (dalam Suhadi, 2016)
berpendapat bahwa humor itu adalah rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental, ia bisa berupa rasa, atau kesadaran di dalam diri kita (sense of humor) berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun dari luar diri kita. Bila dihadapkan pada humor, kita bisa langsung tertawa lepas atau cenderung tertawa saja misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di dalam batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental untuk tertawa bukan rangsangan fisik seperti dikili-kili yang mendatangkan rasa geli namun bukan akibat humor.
Jenis humor menurut Setiawan (2010) bahwa dapat dibedakan menurut kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan kita humor dibagi menjadi tiga jenis yakni :
a. Humor personal yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita misalnya bila kita melihat sebatang pohon yang bentuknya mirip orang sedang buang air besar.
b. Humor dalam pergaulan kelucuan yang diselipkan dalam pidato atau ceramah di depan umum.
c. Humor dalam kesenian atau seni humor. Humor dalam kesenian masih dibagi menjadi seperti berikut. Humor lakuan, misalnya: lawak, tari humor, dan pantomim lucu. Humor grafis, misalnya: kartun, karikatur, foto jenaka, dan patung lucu.
Humor literatur, misalnya: cerpen lucu, esei satiris, sajak jenaka, dan semacamnya. Jika yang digunakan adalah kriterium maksud dalam komunikasi dalam humor ada tiga jenis komunikasi, yaitu:
1. Si penyampai memang bermaksud melucu dan si penerima menerima sebagai lelucon.
2. Si penyampai tidak bermaksud melucu namun si penerima menganggap lucu.
3. Si penyampai bermaksud melucu namun si penerima tidak menganggap lucu (Manser,2011). Dalam komunikasi keberhasilan seorang komunikator dalam berkomunikasi adalah jika pesan yang disampaikannya cepat diterima oleh komunikator sesuai dengan apa yang dimaksud si komunikator. Keberhasilan seorang pelaku humor ketika stimulus humor yang dilancarkannya diterima oleh penerima humor sebagaimana yang dimaksud oleh pelaku humor tersebut. Stimulus humor adalah kelucuan yang mengharapkan senyum atau tawa sebagai efek dari penerima humor (Widjaja, 2012).
Indonesia humor menjadi bagian dari kesenian rakyat, humor bisa mengurangi rasa sakit seseorang yang menonton komedi atau terlibat sesuatu yang berhubungan dengan lelucon. Terbukti bisa mengurangi rasa sakit yang dialaminya, kemudian humor bisa mengoptimalkan fungsi otak.
Melalui humor dan tawa, seluruh syaraf, otot mengendur, sehingga memberi suasana hati menjadi tenang dan nyaman. Akhirnya bisa memberi respons positif keotak, sehingga otak tersebut bekerja lebih optimal.
Selain itu humor bisa membuat rileks, seperti latihan pada umumnya humor membuat orang tertawa lepas, seseorang bisa melawan stress, kronis, dan merasa rileks ataupun santai. Kemudian humor bisa membangkitkan imajinasi dan daya kreatif, ini cocok seperti yang diungkapkan seorang ahli yang bekerja lebih dari 35 tahun meneliti di bidang kreativitas Robert Alan Black Phd.
Alan Black menemukan bahwa humor kelucuan atau gurauan memiliki tempat tersendiri dalam proses kerja yang serius. Humor sebagai sarana kelucuan terbukti efek membangkitkan imajinasi dan daya kreatif.
Saat pandemik ini seseorang membutuhkan imun dalam dirinya. Humor bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hal tersebut telah dibuktikan LeeBerk dan Stanley A Tan dari Loma Linda, califormia. Pada (2006) mereka menemukan dua hormon, bete endorphin (mengurangi depresi) meningkat 27 persen dan human growth/HGN (yang membantu kekebalan tubuh) meningkat 87 persen ketika menonton video lucu.
Humor bisa juga mengurangi stres, peneliti menemukan bahwa humor dan lelucon membantu mengurangi tingkat 3 hormon yang berhubungan dengan stres yaitu kortisol (hormone stres), epinefrin
(adrenalin) dan hormone dopac. Dua hal penting dalam humor adalah bisa mengurangi rasa takut dan baik untuk pernafasan dan pencernaan.
Humor merupakan alat kebahagiaan yang paling mendasar. Secara fisiologis humor menutupi rasa takut yang dialami seseorang. Humor mengubah presektif seseorang mengenai memori yang menyakitkan pada masa lalu dan menggantikannya dengan kebahagiaan. Dengan tertawa, seseorang bisa disebut tengah berlatih pernafasan perut, punggung kaki dan otot-otot wajah. Kemudian bisa memperlancar fungsi usus sebagai organ pijat perut, dan memperkuat otot-otot perut.
Kegiatan ini menguntungkan bagi pencernaan serta penyerapan.
Karena tertawa membantu membakar kalori dan bermanfaat untuk menurunkan berat badan. Dari berbagai sudut tersebut bisa dikatakan humor sangat berguna bagi manusia. Saat humor telah dipersepsikan salah, tentu benar adanya bila Indonesia menjadi darurat humor. Saat humor dipidanakan sudah saatnya bangsa ini intropeksi diri bahwa humor berbalut kritik sekalipun. Tentu ada kebaikan dibaliknya ketika pembuat Jokes dan siapa saja yang menyebarkan humor mulai dikriminalisasi, saat itulah bangsa ini menuju titik terendah.
Partnow mendefinisikan humor merupakan sebuah ketidak sempurnaan dalam sebuah bentuk atau bentuk lainnya yang melengkapi unsur “hasrat ingin tertawa” dalam sebuah kejadian yang dihadirkan secara cerdas dimana bangkitnya gairah untuk tertawa atau senyuman yang memenuhi „hasrat ingin tertawa‟ hadir sebagai bentuk kekaguman. Humor
merupakan aktifitas komunikasi dimana sebuah pesan yang secara sengaja maupun tidak sengaja disadari dan diinterpretasikan sehingga megakibatkan seseorang lainnya tertawa.
Humor merupakan sebuah aktifitas komunikasi tidak sepenuhnya mampu dijelaskan melalui teori-teori komunikasi lainnya. Humor merupakan sebuah peristiwa yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, humor dikaji dengan berbagai sudut pandang mulai dengan sudut pandang filsafat, psikologis, sosiologis dan komunikasi.
Secara umum humor dan lelucon dapat menujukkan siapa kita dan bagaimana kita berfikir tentang sesuatu serta pada akhirnya bagaiamana kita berinteraksi dengan orang lain dengan menggunakan humor atau lelucon (Lynch, 2002:423). Namun demikian humor tidak dapat dijelaskan melalui sebuah teori umum yang memaparkan ekspresi individu hingga fungsinya secara umum. Humor dalam level individual banyak dikaji melalui psikologi. Kajian humor dalam psikologi menitikberatkan pada faktor motivasi individu dalam menggunakan humor. Stand up comedy sebagai sebuah seni pertunjukan yang menampilkan seorang comic menampilkan humor dalam pertunjukannya menjadi sebuah objek kajian menarik dalam kajian-kajian humor.
Teori-teori yang menjelaskan tentang humor yang dibangun dalam psikologi dapat membantu untuk memahami bagaimana humor „bekerja‟.
Terdapat tiga teori utama yang berusaha menjelaskan kenapa humor
digunakan yaitu superiority theory, relief tension theory, dan incongruity theory.
1. Superiority Theory
Humor diasumsikan sebagai tindakan superioritas. Humor superioritas seringkali diasosiasikan dengan mentertawakan orang lain.
Thomas Hobbes (dalam Lynch, 2002: 426) berpendapat bahwa merujuk pada proses adaptasi ketika seseorang mampu melakukan adaptasi dan menempatkan rasa senang ketika beradaptasi dalam sebuah masyarakat dan bukan menjadi orang yang konyol (ridicule).
Humor superioritas membantu untuk menghindar dari agresi dan anggapan ketidak sopanan agar diterima dalam sebuah kelompok masyarakat. Humor dalam mengekspresikan superioritas merupakan sebuah mekanisme kontrol atau bentuk resistensi. Dalam stand up comedy terdapat teknik impersonation, yaitu teknik membuat humor dengan meniru-niru sosok tokoh yang terkenal (Pragiwaksono, 2012:157).
Penonton dalam posisi superior „mentertawakan tokoh‟ yang diperagakan oleh comic. Lazimnya comic menirukan ciri khas yang dimiliki oleh seorang tokoh dengan sedikit „memodifikasinya‟ hingga membuat kekonyolan.
2. Relief Tension Theory
Ketika lelucon digunakan untuk mengurangi ketegangan atau stres, humor dapat dikatakan berfungsi relief. Fungsi ini sering digunakan ketika negosiasi atau mediasi melalui pengurangan ketegangan dan meningkatkan kepercayaan diantara kedua belah pihak. Bagi dunia kesehatan, humor dapat digunakan untuk mengurangi stres fisik dan emosi. Dengan tertawa terjadi pergerakan organ tubuh yang kompleks sehingga dapat membersihkan pernafasan dan meningkatkan oksigen bahkan dianggap dapat membantu melawan infeksi.
Herbert Spencer merupakan orang pertama yang berpendapat bahwa tertawa dapat meningkatkan energi fisik melalui pengendalian rasa yang dianggap tidak menyenangkan. Sementara itu, Sigmund Freud (dalam Littlejohn, 2009: 481) berpendapat bahwa menggunakan teori tersebut sebagai dasar dalam penelitiannya yang berjudul Jokes and Their Relation to the Unconcious. Freud berpendapat bahwa lelucon serupa dengan mimpi karena memungkinkan ide terlarang untuk muncul kepermukaan. Freud menjelaskan bahwa, relief humor memiliki dua sifat.
Sifat pertama yaitu menyembuhkan dengan membiarkan ketegangan dan energi untuk dilepaskan. Kedua, humor merupakan bentuk penyamaran dari perlawanan dan bentuk resistensi terhadap sebuah persetujuan.
Lelucon kemudian menjadi sebuah representasi pembangkangan terhadap penguasa dan pembebasan dari sebuah tekanan.
3. Incongruity Theory
Tertawa hadir dari sebuah kesadaran bahwa ada sesuatu yang tidak konsisten dengan logika yang digunakan dalam mempersespsi sebuah peristiwa (Lynch, 2002: 428). Humor hadir dalam situasi ketika mengintrepretasikan suatu realita yang tidak lazim. Sesuatu dapat dianggap lucu bila tidak logis, atau irasional, paradoxical, tidak koheren, keliru, atau tidak semestinya. Humor dianggap sesuatu yang melibatkan kegiatan intelektualitas seseorang. Humor didasarkan pada aspek kongnisi seseorang, karena melibatkan persepsi individual terhadap peristiwa, orang atau simbol. Demikian dalam stand up comedy, „belokan‟ dari sebuah setup atau disebut punchline merupakan bentuk inkonsistensi dari cerita yang dibangun dalam setup. Sebuah punchline yang berhasil merupakan sesuatu yang tidak logis, irasional, keliru, atau tidak semestinya. Monroe (dalam Rakhmat, 2002: 133) berpendapat bahwa “bawalah khalayak anda untuk meyakini bahwa akan berbicara yang biasa (set up), kemudian katakan sebaliknya (puns atau punchline)”.
Kajian humor dalam level sosial menjelaskan tentang bagaimana fungsi humor dalam masyarakat. Dalam kajian ini terdapat asumsi bahwa bila humor menciptakan sebuah fungsi, maka akan muncul sebuah disfungsi sebagai sebuah „akibat‟. Hal tersebut diistilahkan sebagai paradox of humor. Terdapat dua pasang fungsi humor dalam
masyarakat yang saling bertentangan yaitu: identifikasi, diferensiasi, kontrol, dan resistensi.
1. Identifikasi dan Diferensiasi
Humor diciptakan secara bersama dalam sebuah kelompok untuk meningkatkan kohesifitas kelompok dan menegaskan persepsi umum tentang sesuatu dalam kelompok tersebut. Sehingga humor yang tercipta dalam sebuah kelompok hanya akan „dimengerti‟ oleh anggota kelompok.
Demikian humor berfungsi dalam mengidentifikasi anggota kelompok dan bukan anggota kelompok. Sementara itu, humor berfungsi juga sebagai diferensiasi yang membedakan sebuah kelompok dengan lainnya.
Diferensiasi humor terjadi dalam membatasi perbedaan kelompok sosial seperti, gender, ras, agama, atau hal-hal lainnya. Demikian humor dalam sebuah bit pada stand up comedy, cerita humor yang dibangun merupakan sebuah cerita yang dimengerti bersama oleh comic dan audiensnya.
2. Kontrol dan Resistensi
Humor merupakan dasar bagi sebuah kohesifitas kelompok.
Sebagai sebuah kontrol sosial, humor dapat menjadi sebuah bentuk penyesuaian (conformity) anggota kelompok dalam sebuah kelompok.
Humor dapat dijadikan salah satu usaha penegakan norma sosial dalam sebuah kelompok masyarakat. Humor di masyarakat seringkali menjadi sarana kita mentertawakan diri dan lingkungan sosial kita, disinilah
kemudian humor dianggap sebagai mekanisme kontrol sosial.
Demikianpun humor dalam sebuah pertunjukan stand up comedy, seringkali menjadi kritik sosial terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
Sebagai sebuah bentuk resistensi, humor dapat berisi pesan-pesan perlawanan terhadap sesuatu. Holdaway (dalam Lynch, 2002: 436) berpendapat bahwa humor dapat berfungsi dalam melepaskan ketegangan, dan memelihara status quo dengan cara yang tidak lazim. Demikian sebuah humor dalam stand up comedy, seringkali menjadi sebuah bentuk resistensi terhadap kesewenangan yang dilakukan oleh pihak berkuasa atau bahkan sebuah individu.
Sementara kajian psikologi memusatkan pada humor dalam level individu, kajian sosiologi memusatkan pada level sosial, dan kajian komunikasi mencoba menghubungkan diantara keduanya.
Mempertimbangkan pendapat Owen H. Lynch (dalam Littlejohn, 2009:
480) bahwa “secara fundamental humor merupakan kegiatan komunikasi”
maka humor menjadi kajian penting dalam pengembangan ilmu komunikasi. Demikianpun Giddens berpendapat bahwa: “traditionally, individual level action and societal level structures have been difficult to connect”, namun kajian humor dalam peristiwa spesifik dapat mengatasi hambatan tersebut (dalam Lynch, 2002:423). Dimulai dengan mengkaji kerangka dialektikal, selanjutnya peneliti tidak hanya dapat memahami
fungsi humor dalam setting sosial, namun juga sekaligus dapat memahami bagaimana humor „bekerja‟ serta simbol-simbol yang digunakan dalam membangun humor tersebut.
6. Humor Ceramah Ustaz Das’ad Latif
Bahasa humor dalam ceramah ustadz Das‟ad Latif yaitu tugas utamanya mendengarkan ceramah atau nasihat dalam meningkatkan iman dan taqwa. Dengan mendengarkan nasihat secara tidak langsung kita dapat mengoreksi amal ibadah kita, maka dikatakan oleh Rasulullah Saw”Adinu Nasihah, Adinu Nasihah, Adinu Nasihah”, yaitu Agama nasihat, Agama nasihat, Agama nasihat.
Ustadz Das‟ad Latif adalah salah satu Ustadz yang kini mencuri perhatian masyarakat luas konten ceramahnya tegas, berani dan penuh guyon. Video ceramahnya bersebaran di YouTobe. Sekarang anak-anak generasi milenial yang tertarik sama ustadz yang kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan itu.
Ustadz Das‟ad Latif menjadi viral dan menjadi perbincangan banyak orang karena sosok nyetrik, agak tengil dan kadang ngeselin tetapi ini membuat banyak orang jadi ganrung dan selalu mencarinya di mana saja. Ustadz Das‟ad Latif ini bukanlah manusia yang nyata bentuknya.
Melainkan hanyalah seorang ustadz yang sering membawakan ceramahnya yang memiliki karakter konyol dengan cara khasnya sendiri. Setiap yang mendengar ceramah ini pasti dibuat terpingkal-pingkal dengan gayanya yang santai.