BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Implementasi nilai pendidikan karakter terhadap variasi
a. Strategi penerapan nilai pendidikan karakter terhadap variasi Bahasa 1) Pendekatan personal
Dalam proses pendidikan, terdapat berbagai unsur yang dapat mempengaruhi kesuksesan peserta didik. Salah satunya adalah peran pendidik.
Pendidik merupakan unsur terpenting yang memiliki pengaruh yang luar biasa bagi peserta didik. Pengaruh kuat yang diberikan pendidik salah satunya melalui personal touch-nya atau pendekatan personal yang ditunjukkan dalam kesehariannya kepada peserta didik. Pendekatan personal yang dilakukan seorang pendidik akan memberikan kekuatan dan motivasi kepada anak didiknya. Hal ini berlaku di segala jenjang pendidikan mulai jenjang dasar dan menengah hingga jenjang pendidikan tinggi. Pendekatan personal ini merupakan kunci untuk memberikan dan menularkan nilai-nilai positif yang dimiliki seorang pendidik. Untuk itu penting bagi seorang pendidik memiliki sikap, nilai dan perilaku yang sepantas dan selayaknya sebagai pendidik.
Dalam implementasinya, pendidikan karakter umumnya diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan pelajaran. Sekolah memiliki peran yang sangat urgen dalam pendidikan karakter seorang siswa. Apalagi bagi siswa yang tidak mendapatkan
pendidikan karakter sama sekali di lingkungan dan keluarga mereka. Selain itu penggunaan bahasa juga sangat ikut berpengaruh terhadap pembentukan karakter siswa. Seperti halnya siswa di sekolah SMK Negeri 3 Bulukumba, dimana implementasi pendidikan karakter memberikan pengaruh signifikan terhadap karakter siswa itu sendiri. Seperti yang diungkapan oleh ibu Yayu Arnita, S.Pd.,M.Pd, 38 tahun, guru mapel Bahasa Indonesia mengatakan bahwa:
“Besar sekali pengaruhnya dan memang siswa itu memang rata-rata haus dengan perhatian seperti itu. Jadi pada dasarnya mereka anak baik Cuma ada potensinya yang berbeda beda ada yang harus banyak ada yang sedang ada juga yang hanya perlu di lengkapi dan Alhamdulillah ketika dimasukkan nilai-nilai karakter itu mungkin dia menyesali sikapnya bahakan ketika keluar dari sekolah atau telah seasai sangat memberikan perubahan yang lebihbaik.”(Hasil wawa ncara 30 Juli 2019).
Selain itu ibu Nurmala, S.Pd., M.Pd, (45 Tahun) guru mata pelajaran Bahasa Indonesia juga mengatakan bahwa:
“Iya jelas ada. Karena di dalam pendidikan karakter kita dituntut untuk merubah siswa agar menjadi lebih baik dari awal siswa baru memasuki fase tingkatan ini pasti memiliki karakter yang berbeda dengan begitu disinilah kita jadikan satu semua karakternya kita rubah kearah yang lebih baik lagi.”(Hasil wawancara, 30 Juli 2019).
Hal ini juga dikatakan oleh ibu Hj. Johriah S.Pd, (51 Tahun) selaku Guru Mata Pelajaran PKN, beliau mengatakan bahwa:
“Iya sangat berpengaruh dengan adanya pendidikan nilai karakter maka akan membantu atau merubah siswa yang sebelumnya memiliki karakter yang buruk dapat berubah kearah yang lebih baik lagi. Selain itu guru juga menjadi tauladan bagi siswa baik dalam berbicara maupun dalam bertingkah laku yang baik agar siswa juga dapat meniru hal tersebut.”(Hasil wawancara Rabu, 07 Agustus 2019).
Didalam mengimplementasikan pendidikan karakter perlu adanya beberapa strategi atau cara yang harus dipersiapkan atau digunakan agar pendidikan karakter dapat dengan mudah disalurkan atau diterapkan. Yaitu
melalui pendekatan personal antara guru ddengan siswa. Seperti yang katakan oleh ibu Yayu Arnita S.Pd, (38 Tahun), guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengatakan bahwa:
“Biasanya ibu lihat materinya seperti contohnya sebuah cerita rakyat yang didalamnya terdapat beberapa nilai religius, akhlak dan moral. Nah disitulah anak-anak dapat belajar bagaimana cara membentuk karakter yang baik. Karena kadang kalau kita menjelaskan materi secara langsung beda cara penerimaanya siswa ketika kita memasukkan nilai-nilai karakter itu melaui sebuah kisah atau cerita itu lebih cepat mereka cerna dan diterapkan karena sifatnya manusia kadang ketika ada film yang ia kagumi tokohnya biasanya dia juga akan meniru tokoh tersebut. Sehingga dengan pemberian materi cerita atau kisah yang terdapat banyak nilai- nilai karakter maka akan sangat membantu siswa dalam menanamkan nilai tersebut dalam dirinya. selain itu juga dilakukan pendekatan personal.”(Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Hal yang sama juga dikatakan oleh ibu Nurmala, S.Pd, M.Pd. (45 Tahun), guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengatakan bahwa:
“Dengan melakukan pendekatan secara personal terhadap setiap siswa dengan begitu kita dapat dengan mudah membaca karakter siswa dan siswa juga lebih mudah untuk terbuka.”(Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan nilai pendidikan karakter perlu diadakan pendekatan secara personal antara siswa dengan guru sehingga siswa dapat diberikan motovasi sesuia dengan nilai karakter apa yang kurang dengan siswa tersebut.
2). Pendekatan klasikal
Pendekatan klasikal adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengajar memberi penjelasan kepada sejumlah murid secara lisan. Pada dasarnya dengan bentuk pengajaran klasikal seorang pengajar dapat mengajar suatu kelompok dengan jumlah murid yang tidak terbatas. Selama pengajaran klasikal,
murid harus seperti yang dikatakan oleh guru mata pelajaran PKN ibu Hj. Joharia S.Pd, (51 Tahun) yang mengatakan bahwa:
“Penerapannya, dimulai dari penyusunan silabus, RPP meliputi kegiatan pendahulu, inti dan penutup sudah dicantumkan pendidikan karakter dengan strategi pembelajaran metode Tanya jawab, diskusi, dan penugasan baik individu maupun berkelompok. Selain itu adapun nilai pendidikan karakter yang diterapkan diantaranya nilai religius dimana setiap siswa wajib untuk ikut sholat berjamaah, siswa diharapkan selalu berkata benar dan dapat dipercaya, serta demokratis dimana setiap siswa harus menghormati perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.”
(Hasil wawancara Rabu, 07 Agustus 2019).
Dari beberapa hasil wawancara diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam menerapkan nilai pendidikan karakter harus ada strategi, cara atau metode setiap guru yang harus dipersiapkan untuk mengaplikasikan nilai pendidikan karakter itu sendiri salah satu diantaranya yang paling umum yaitu dengan cara melakukan pendekatan secara klasikal serta memposisikan diri sebagai tauladan agar dapat memberikan contoh berperilaku atau berbicara yang sopan dan baik kepada siswa.
b. Nilai-nilai pendidikan karakter terhadap variasi bahasa
Sekolah sebagai lembaga formal yang sangat berperan penting dalam memberikan pendidikan karakter terhadap setiap peserta sudah sangat mengupayakan berbagai cara seperti pendidikan karakter diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dikelas. Nilai-nilai karakter disisipkan dalam pembelajaran baik secara tersirat maupun tersurat. Serta dilakukan dengan pembiasaan perilaku dalam kehidupan sehai-hari disekolah. Akan tetapi proses pembentukan karakter disekolah akan saling tarik-menarik dengan pembentukan
karakter lain diluar sekolah, yang tidak jarang justru bertentangan dengan nilai- nilai diseklah. Sebab siswa tidak hidup didalam ruang hampa, tetapi berada dalam lingkungan yang mempengaruhinya. Dimana harus ada kesetaraan atau kerja sama yang baik antara pihak sekolah, orang tua dan angota masyarakat.
1) Nilai religious
Nilai religious adalah nilai kerohanian yang tertinggi, bersifat mutlak dan abadi, serta bersumber pada kepercayaan dan keyakinan dalam diri manusia.
Contoh nilai religious adalah seseorang yang mengajarkan perintah agamanya seperti sholat.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan Arini Al- Zahra, (17 Tahun) salah satu murid kelas XII Jurusan TKJ di SMK Negeri 3 Bulukumba mengatakan bahwa :
“Tidak pernah. karena saya tidak tinggal dengan orang semenjak umur saya masih 2 tahun sebab orang tua saya bercerai dan sudah punya keluarga masing-masing. Saya hanya tinggal bersama nenek tetapi nenek sering memberitahukan ke saya agar selalu rajin beribadah seperti sholat limat waktu dan mengaji. Selain itu guru juga membekali kita dengan pendidikan karakter seperti halnya setiap hari jumat di sekolah diadakan pengajian setiap pagi dimana kita selalu diarahkan agar menuju masjid mengikuti kegiatan tersebut serta wajib mengikuti sholat dzuhur berjamaah disekolah.”(Hasil wawancara 06 Agustus 2019).
Berdasarkan hasil pemaparan dari informan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa nilai religious merupakan salah satu nilai pendidikan karakter yang karap kali dterapka kepada siswa baik oleh orang tua maupun guru disekolah sebab hal tersebut sangat berkaitan dengan agama kita masing-masing yang merupakan suatu pondasi bagi diri kita sendiri seperti wajib dalam melaksanakan ibadah.
2) Nilai Toleransi
Toleransi berarti sabar dan menahan diri. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama, dan antar golongan.
Dari hasil wawancara peneliti dengan informan Musfatul Awalil, (17 tahun) siswa kelas XII jurusan TKR yang mengatakan bahwa:
“Biasa kak seperti kita harus selau menghargai orang yang lebih tua dari kita ketika berbicara. Maksudnya ketika ada orang yang lebih tua dari kita kak harus kita dengar baik-baik apa yang disampaikan tidak boleh dipotong pembicaraannya kalau belum selesai. Menerima pendapat orang lain, serta tidak membeda-bedakan dalam hal memilih teman.” (Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa toleransi merupakan suatu nilai yang sangat penting sebab kita sebagai manusia berasal dari ras, suku dan agama yang berbeda-beda serta ketika melakukan interaksi sosial dengan orang lain maka harus ditanamkan yang namanya toleransi kepada sesame sebab bisa saja tidak saling sependapat oleh karena aitu kita saling menghargai satu sama lain.
3) Nilai Disiplin
Disiplin berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap aturan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat kita ketahui bahwa hakikat dari nilai disiplin ialah perilaku individu yang menunjukkan pada ketaatan pada sebuah aturan tertentu dan apabila melanggarnya akan dikenakan sanksi yang berlaku.
Dari hasil wawancara dengan Rita Syahra, (17 Tahun) siswa kelas XII jurusan TKR mengatakan bahwa:
“Orang tua dirumah memang selalu memberikan pendidikan karakter kak.
Misalnya seperti ketika berkumpul di ruang keluarga kita di ajar ketika berbicara dengan orang yang lebih tua tidak boleh berbicara dengan kasar atau dengan nada suara yang keras/tinggi dan tidak boleh berbicara kotor ke orang tua maupun orang lain. biasanya kalau kita kedapan begitu kak dimarahiki baik dengan berupa lisan maupun menegur secara fisik. Begitupun dengan guru pada saat proses pembelajaran melarang kita untuk menggunakan bahasa lain selain bahasa Indonesia jika melanggar dikenakan sanksi”. (Hasilwawancara 30 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti ddengan informan, maka dapat disimpulkan bahwa didalam ruang lingkup sekolah siswa selalu dituntut untuk belajar disiplin dan mematuhi tata tertib disekolah seperti tidak dating terlambat dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan prosedur sekolah begitupun dengan lingkup keluarga mereka sudah diajarkan yang namanya disiplin.
4) Nilai Komunikatif
Komunikatif merupakan suatu keadaan saling dapat berhubungan (mudah dihubungi), dan juga mudah dipahami (dimengerti). Orang yang komunikatif adalah orang yang mampu berbahasa sedemikian rupa sehingga pesan yang
disampaikannya dapat diterima dengan baik, juga mudah dihubungi (dengan arti memberi respon saat dihubungi) atau tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan Muhammad Wahyudin, (18 Tahun) siswa kelas XII jurusan TKR mengatakan bahwa:
“Biasa kak kalo sesama teman akrabki berbicara atau cerita apa yang dia sampaikan bisa kita terima dengan baik meskipun ada kata yang sedikit menyinggung tapi masih bisa diambil bercanda selain itu kita juga biasa diberi arahan oleh orang tua agar dapat memilih teman yang pembawaan dan karakternya yang baik. Begitupun dengan guru diekolah mereka selalu membagi kelompok dengan rata pada saat proses pembelajaran agar kita dapat saling berbaur antara yang pintar dan bodoh begitupun sebaliknya antara yang nakal dengan tidak”.(Hasil wawancara 06 Agustus 2019).”
Dari hasil wawancara yang di berikan informan peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya pendidikan karakter tidak hanya didapatkan siswa disekolah tetapi diruang lingkup kelurganya sejak kecil mereka sudah dibekali yang namanya pendidikan karakter bagaimana tata cara berbicara atau bersikap yang baik dan sopan atau mana yang baik atau mana yang buruk. Jadi ketika berada didalam ruang lingkup sekolah maka peran orang tua akan diambil alih oleh guru, kepala sekolah maupun tenaga pendidik yang lain untuk memberikan pelajaran pendidikan karakter kepada setiap siswa hingga siswa dapat menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter itu sendiri terhadap dirinya sendiri maupun ke orang lain.
c. Kesulitan atau kendala dalam menerapkan nilai pendidikan karakter
Adanya variasi bahasa yang digunakan oleh siswa disekolah SMK Negeri 3 Bulukumba tentunya juga memberikan sedikit kesulitan yang dihadapi guru
tenaga pendidik selaku orang yang paling berperan dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter. Sebab kita ketahui adanya penggunaan bahasa yang tidak sopan atau kotor yang digunakan atau diucapkan oleh siswa sangat berpengaruh kepada bagaimana karakter atau perilaku siswa itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh ibu Yayu Arnita, S.Pd.,M.Pd. 38 (Tahun) Guru Bahasa Indonesia ang mengatakan:
“Lumayan ada, apalagi siswa yang didalamnya terdiri atas laki-laki semua disitu agak berat memang sedikit tantangannya karena ketika mereka tidak sekelas dengan lawan jenisnya maka tidak ada rasa malu sehingga mereka lebih leluasa dalam berinteraksi atau mengeluarkan bahasa yang tidak sopan.”(Hasil wawancara 06 Agustus 2019).
Hal yang sama juga dirasakan oleh ibu Nurmala S.Pd.,guru (38 Tahun) guru Bahasa Indonesia, yang mengatakan bahwa:
“Iya ada. Susah untuk mempersatukan karakternya sebab mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda ada yang keras dan lembut. Sebab yang namanya karakter tidak dengan begitu mudah bisa diubah.”(Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Ibu Hj. Joharia S.Pd, (51 Tahun) selaku guru mata pelajaran PKN juga menambahkan bahwa:
“Kesulitannya yaitu penerimaan siswa berbeda karena latar belakang kebiasaan dan lingkungan keluarga yang berbeda serta kurang intensnya komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa.” (Hasil wawancara 07 Agustus 2019).
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan nilai pendidikan karakter kepada siswa tidak dapat dilakukan dengan mudah. Ada beberapa kesulitan yang harus dihadapi oleh setiap guru karena yang namanya karakter seseorang memang susah buat diubah apalagi beberapa siswa berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda jadi pembawaannya juga
berbeda-beda sesuai dengan apa yang ia dapatkan didalam keluarganya maupun dilingkungan sekitarnya. Selain itu dikarenakan sekolah ini siswanya kebanyakan lebih didominasi oleh laki-laki yang memang agak lebih sulit sedikit untuk dapat mendengar apa yang disampaikan dibandingkan dengan perempuan.
d. Faktor penyebab siswa menggunakan bahasa yang tidak sopan
Jika dilihat dari adanya berbagai macam variasi bahasa yang digunakan oleh siswa, terdapat perbedaan karakter atau perilaku yang sangat signifikan antara siswa yang selalu berbicara atau berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang sopan dan benar dengan siswa yang sering menggunakan bahasa yang tidak sopan atau bahkan menggunakan bahasa yang kotor atau tidak pantas buat diucapkan sebagai orang yang berpendidikan. Tentunya juga akan berpengaruh pada hubungan sosial siswa tersebut dengan siswa yang lainnya.ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau alasan kebanyakan siswa menggunakan bahasa yang tidak sopan, kotor dan kasar yaitu karena adanya faktor dari latar belakang keluarga, pergaulan, serta emosi yang tidak bisa dikontrol. Jadi karakter seseorang sudah bisa ditebak dari cara penggunaan bahasa yang ia gunakan sudah dapat mencerminkan bagaimana karakter seseorang tersebut. Hal tersebut sejalan dengan yang dipaparkan oleh Rita Syahra (17 Tahun), siswa kelas XII jurusan TKJ, yang mengatakan bahwa:
“Jujur pernah kak. Manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Kadang kala ketika sedang berbicara dengan sesama teman, biasanya kita mengucapkan kata yang kasar contohnya (maaf) asu kau, sundala ini anak eh, setan, baga’ begitu kak. Alasannya biasa karena faktor emosi kak, biasa kalau dia kata-katai duluanki dengan bahasa kasar pasti biasa kita balas juga ki kak.”(Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Hal yang sama juga dikatan oleh Musfatul Awalil (17 Tahun), siswa kelas XII Jurusan TKR Muhammad Wahyudin, siswa kelas XII Jurusan TKR yang mengungkapkan bahwa:
“Pernah, paling sering menggunakan bahasa yang kotor ketika tidak sadar, atau lagi bercanda dengan teman. Saya menggunakan bahasa itu biasanya ketika emosi. Alasannya karena spontan dan terbawa suasana.”
(Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Selain itu, Muhammad Wahyudin (18 Tahun) siswa kelas XII Jurusan TKR mengatakan bahwa:
“Sering kak. Alasannya biasa karena emosi atau reflex saja dikarenakan di lingkungan tempat tinggal atau pergaulan biasanya sering saya dengar kata-kata yang tidak pantas sehingga kita juga akan ikut terbiasa akhirnya terbawa ikut masuk sampai dilingkungan sekolah.”(Hasil wawancara 06 Agustus 2019).
Selain beberapa informan diatas, Arini Al-Zahra (17 Tahun), siswa kelas XII jurusan TKJ juga mengungkapkan alasan mengapa dia mengucapkan atau menggunakan bahasa yang tidak sopan atau kasar.
“Sering kak. Itu karena faktor bawaan dari luar mungkin kak serta lingkungan sekitar tempat tinggal dan pergaulan dimana rata-rata anak remaja sekarang ketika berkumpul sudah sangat terbiasa mengeluarkan kata yang tidak sopan maupu kotor seperti anjing, sinting, dll. Karena sudah terbiasa, makanya sangat mudah untuk diucapkan ketika sedang berbicara dengan sesame teman maupun orang lain.”(Hasil 06 Agustus 2019).
Sejalan dengan hal tersebut, dengan adanya penggunaan variasi bahasa yang digunakan oleh siswa tentunya juga memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter siswa tersebut seperti yang diungkapkan oleh ibu Nurmala, S.Pd., M.Pd (45 Tahun) guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang mengatakan bahwa:
“Jelas ada. Karena kita sebagai guru meskipun hanya mendengar bahasa atau kata yang diucapkan oleh siswa itukan sudah dapat mencerminkan sedikit bagaimana karakter siswa tersebut. Terlebih lagi ketika kita berada di dalam proses belajar mengajar sangat jelas sekali bagaimana karakter siswa tersebut ketika berada di dalam kelas jika dilihat dari segi penggunaan bahasa yang ia gunakan ataupun kata-kata yang secara spontan atau tidak sopan untuk diucapkan. Meskipun disekolah siswa selalu dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan sopan ketika sedang berbicara.”(Hasil wawancara 30 Juli 2019).
Hal yang sama juga dikatakan oleh Yayu Arnita, S.Pd., M.Pd (38 Tahun), guru bahasa Indonsia yang mengatakan bahwa:
“Iye. Pengaruhnya yaitu biasa dari faktor lingkungan, seperti contohnya ketika dirumah orang tuanya memarahi anaknya dengan menggunakan bahasa daerah maupun lingkungan bermainnya akhirnya siswa tersebut juga ikut terbawa bawa menggunakan bahasa daerah atau bahasa yang tidak sopan didalam lingkungan sekolahnya sehingga dengan adanya penggunaan bahasa tersebut maka juga dapat memberikan cerminan terhadap bagaimana karakter siswa tersebut.” (Hasil wawancara 06 Agustus 2019).
Dari beberapa argument yang disampaikan oleh informan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa rata-rata siswa di sekolah SMK Negeri 3 Bulukumba memang sudah terbiasa dalam hal mengucapkan atau menggunakan bahasa yang tidak sopan, kasar bahkan bahasa kotor yang disebabkan karena faktor lingkungan sekitar tempat tinggal mereka maupun teman pergaulannya dimana karena kebiasaan mendengar bahasa tersebut diucapkan maka secara tidak sadar mereka juga akan mengucapkan kata tersebut ketika sedang berkumpul dan bercerita baik didalam rumah hingga dibawa sampai kedalam ruang lingkup sekolah. Alasan siswa menggunakan atau mengucapkan bahasa tersebut pada umumnya karena faktor emosi atau ketika berbincang dengan teman dimana bahasa tersebut diambil bahan candaan atau bahan bullyiang sehingga akan saling balas membalas satu sama lain sehingga dengan penggunaan bahasa yang tidak
sopan tersebut sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap setiap siswa yang disebabkan karena faktor lingkungannya sendiri baik itu berasal dari lingkungan keluarganya sendiri.
Dari berbagai informasi yang didapatkan dari informan, maka peneliti dapat menyimpulkan secara keseluruhan bahwa, pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.
Dimana sekolah merupakan lembaga formal yang paling penting setelah orang tua sebagai tempat untuk menerapkan pendidikan karakter. Karakter seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satu diantaranya yang paling berpengaruh adalah Bahasa. Penggunaan suatu bahasa menggambarkan ciri suatu daerah pada individu seseorang. Oleh karena itu, seseorang akan dinilai berprilaku baik atau buruk dan tingkat pendidikan dari cara berbahasanya. Faktor yang paling berpengaruh biasanya berasal dari latar belakang keluarga siswa itu sendiri, lingkungan sekitar dan pergaulan sehingga siswa yang kebiasaan mendengar bahasa atau kata-kata tersebut lambat laun juga akan ikut menggunakannya sehingga memberikan sedikit kesulitan terhadap guru dalam proses menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter agar dapat diaplikasikan oleh siswa terhadap dirinya sendiri. Sehingga perlu adanya kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat sekitar agar dapat menjadi tauladan dan mencontohkan hal yang baik kepada peserta didik.