BAB II TINJAUAN UMUM
C. Implikasi Akibat Fitnah
30
Rakhmat, adalah perwujudan dari amal buruk sebagian dari bangsa kita. Beberapa orang di antara kita mengambil kekayaan negara, dan jutaan orang harus membayar utang.
Segelintir orang merusak hutan, tetapi semua makhluk menderita. Sampai di sini, mungkin ada yang bertanya, apakah ini bertentangan dengan prinsip keadilan Ilahi? Seseorang berbuat salah, tapi orang lain menanggung akibatnya.
Bukankah Tuhan berkata: “Tidaklah seseorang akan menanggung dosa yang lain.” Jawabnya singkat. Yang tidak akan ditanggung adalah dosa. Dampak atau akibat akan mengenai bukan hanya kepada yang berbuat dosa, sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Anfal ayat 26 di atas. Seperti seorang bapak yang membakar rumahnya. Di rumah itu ada anaknya yang sedang tidur pulas, anak itu mati terbakar. Bapak yang membakar tentu saja masih hidup. Anak itu dikenai dampak dosa bapaknya, tetapi dia tidak menanggung dosa apa pun. Dia bahkan mendapat pahala mati syahid, karena menjadi korban kekejaman bapaknya. Si bapak menanggung dosa berlipat ganda sesuai dengan jumlah korban yang menderita karena dampak dosanya.
31
saja secara sepihak ditujukan kepada pelaku fitnah sebagai pihak otoritas yang mengendalikan tindakan tersebut. Namun demikian, pihak pelaku fitnah dalam konteks al-Qu’an lebih dimintai tanggungjawab dan pelaku tersebut dipandang sebagai pihak yang mnegendalikan tindakan mem-fitnah. Dan bagaimanapun, implikasi akhir dari tindakan fitnah bertujuan untuk, boleh saja menyiksa, mendatangkan bencana, membunuh dan atau untuk mengorbankan sisi kemanusiaan itu sendiri. Bahkan bagi al-Razi, kata cobaan (‘azab) seperti yang diperlihatkan oleh orang-orang munafik yang enggan berusaha memikirkan atau tadabbur dengan masyarakat muslim dan bahkan menentangnya; karena itu al-Qur’an memberi penegasan secara keras berupa azab dunia (‘azab al-dunya:
lihat dalam surat al-Tawbah ayat 126.) Atas dasar yang demikian, maka persoalan fitnah dengan dampak dan pengaruh yang begitu besar terhadap masyarakat, oleh kalangan tafsir menggambarkan ikut melahirkan sejumlah petaka baik dari segi materi maupun dalam kontek non-materi sebagai berikut:
Pertama, menurut ibn Abbas, masyarakat akan diuji sekali atau dua kali dalam setahun dengan penyakit. Kedua, menurut Mujahid mereka dicoba dengan musim penceklik atau gagal panen/krisis ekonomi, bencana alam dan serba kesulitan.
Ketiga, menurut Qatadah adalah masyarakat yang enggan berjihad dan berperang untuk membela agama Allah.34 Pada
34 al-Razi, Tafsir al-Kabir, Jilid ke-18, (Beyrut: Dar al-Fikr, 1993), hlm. 201.
32
point yang terakhir dapat diinterpretasikan dengan memberi penjelasan di mana masyarakat begitu mudah terpengaruh terhadap dinamika dan perkembangan zaman. Tingkat pengaruh ini seakan-akan mewarnai perubahan dalam konteks keagamaan, sehingga setiap manusia secara implisit begitu sering berhubungan dengan persoalan-persoalan fitnah; dan ini lantaran kata fitnah yang disebutkan dalam al-Qur’an selalu memiliki kompleksitas yang berimplikasi secara praktis sebagai salah satu bentuk paling radikal bagi keberagaman seseorang.
Padahal di lain sisi dengan segala kompleksitas ajarannya, Islam pada waktu yang sama juga adalah agama pemersatu (jamaah) dan ini merupakan fitrah manusia. Dengan demikian, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk lebih waspada terhadap suatu berita yang diterima. Suatu pesan yang akan diterima memerlukan pendalaman dan reaksi keseimbangan dengan sumber informasi. Menurut Islam, perilaku manusia dan tindakannya dalam kehidupannya adalah salah satu dari fenomena aqidahnya. Untuk itu, setiap orang diminta untuk berpegang teguh pada aqidah yang telah ditetapkan dan digariskan oleh Islam. Oleh karena itu, tauhid dan iman adalah hal yang paling pertama dan utama dalam kehidupan berislam serta menjadi kebutuhan paling mendasar setiap muslim untuk
menyempurnakan pribadinya dalam mengarungi
kehidupannya.
33
Dengan demikian, penguatan akidah (fondasi tauhid) adalah langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw; dan ini termasuk bagaimana beliau mencoba untuk membenahi pribadi para Shahabatnya agar mereka menjadi pilar pertama dalam bangunan umat Islam. Kekokohan aqidah di dalam jiwa manusia tentu akan mengangkat dirinya dari materialism rendah dan mengarahkannya kepada kebaikan, kelurusan, kesucian, dan kemuliaan. Apabila akidah telah berkuasa dalam jiwa, maka ia akan melahirkan sifat-sifat utama seperti keberanian, kedermawanan, kebajikan, dan pengorbanan.
Seseorang yang berpegang pada akidah tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada fitnah. Oleh karena itu, kiranya kata fitnah dalam al-Qur’an dapat diterjemahkan sebagai peletak dasar keimanan seseorang dalam rangka memperkuat persatuan umat. Atau dengan kata lain, sekiranya keimanan seseorang telah menjadi menu spiritual kesehariannya, sejatinya dia akan “jijik” melakukan tindakan men-fitnah terhadap saudaranya [seagama dan sebangsa] dan bahkan tindakan seperti itu [sekiranya dilakukan] sama halnya dengan memakan daging saudaranya sendiri.
Dalam al-Qur’an sendiri banyak dijelaskan tentang fitnah dan bahaya dari fitnah bahkan dikatakan bahwa fitnah lebih kejam dari membunuh, seperti dalam firman Allah SWT:
ْ دوووَشَأُْةوووَن تِف لاَوْ مُكووووُجَر خَأْ ُِووو يَحْ نووو مْمُهووووُجِر خَأَوْ مُهووووُمُت فِقَثُِْووو يَحْ مُهووووُلُت قاَو
ْنِ ووووَفِْهوووويِفْ مُكوُلِتاووووَقُيْىووووَّتَحِْماَرووووَح لاِْدِجوووو سَم لاَْدوووونِعْ مُهوُلِتاووووَقُتََُْوِْلوووو تَق لاْ َنووووِم
َْنيِرِفاَك لاْءاَزَجَْكِلَذَكْ مُهوُلُت قاَفْ مُكوُلَتاَق
Artinya:
34
“Dan bunuhlah mereka dimanapun kamu temui mereka, kemudian usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidil Haram terkecuali jika mereka perangi kamu di tempat tersebut. Jika mereka perangi kamu maka perangilah mereka.
Demikianlah balasan untuk orang kafir.” (QS.Al-Baqarah : 191).
Jadi dari ayat diatas yaitu fitnah merupakan salahsatu perbuatan yang dapat menimbulkan kekacauan. Fitnah juga dapat menimbulkan dampak buruk seperti merenggangkan hubungan antara teman, dan memunculkan rasa benci terhadap teman, dapat merampas harta, dapat menyakiti hati orang lain dan juga dapat mengganggu kebebasan seseorang dalam beragama.
Selain dalam surat Al-Baqarah ayat 191. Larangan dan bahaya fitnah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 217 dan At-Taubah ayat 49.
ْنووَعْ دووَصَوْ روويِبَكِْهوويِفْ لاووَتِقْ لووُقِْهوويِفٍْلاووَتِقِْماَرووَح لاِْر هووَّشلاِْنووَعَْكَنوُلَأوو سَي
ْ ِليِبووَس
ُْةوووَن تِف لاَوِْ ّاللهَْدووونِعُْروووَب كَأُْهووو نِمِْهوووِل هَأُْجاَرووو خِإَوِْماَروووَح لاِْدِجووو سَم لاَوِْهوووِبْ رووو فُكَوِْ ّالله
ْ ِنِإْ مُكِنووووويِدْنوووووَعْ مُكو دُروووووَيَْىوووووَّتَحْ مُكَنوُلِتاوووووَقُيْ َنووووووُلاَزَيََُْوِْلووووو تَق لاْ َنوووووِمُْروووووَب كَأ وووَعْ مُكنوووِمْ دِدوووَت رَيْنوووَمَوْ اوُعاَ َتووو سا
ْ توووَ ِبَحَْكَِـوووَل وُأَفْ رِفاوووَكَْووووُهَوْ توووُمَيَفِْهوووِنيِدْن
َْنوُدِلاَخْاَهيِفْ مُهِْراَّنلاُْباَح صَأَْكَِـَل وُأَوِْةَرِخلآاَوْاَي ن دلاْيِفْ مُهُلاَم عَأ
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) mengenai berperang di bulan haram. Katakanlah “Melakukan perang pada bulan haram merupakan (dosa) besar. Tetapi menghalangi orang di jalan Allah dan ingkar kepada-Nya (menghalangi orang yang masuk) Masjidil Haram dan juga mengusir penduduk yang ada disekitarnya lebih besar (dosanya) menurut pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Mereka tidak akan pernah berhenti perangi kamu
35
sampai murtad, jika sanggup. Barangsiapa orang yang murtad dari agamanya, kemudian dia mati dalam keadaan kekafiran maka akan sia-sia amalnya di dunia maupun di akhirat dan mereka merupakan penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya (QS.Al-Baqarah:217)”.
ْ ةَ ي ِحُمَلَْمَّنَهَجَّْنِإَوْ اوُ َقَسِْةَن تِف لاْيِفََُْأْي نِت فَتََُْوْي لْنَذ ئاُْلوُقَيْنَّمْمُه نِمَو نيِرِفاَك لاِب
ََْ
Artinya:
“Diantara mereka ada orang berkata “berilah saya izin (tidak berperang) dan janganlah menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.” Ketahuilah bahwa orang yang terjerumus ke dalam fitnah dan sesungguhnya Jahannam itu benar meliputi orang kafir. (QS.At- Taubah:49).
Fitnah merupakan salahsatu hal yang paling dilarang bukan hanya dalam kehidupan sosial tapi agama pun sangat melarang hal itu.
Ketika seseorang memfitnah maka dia bisa menghancurkan hidup orang lain yang bisa saja sampai korban fitnah itu sengsara di dunia.
Oleh karena itu, ketika ada suatu berita maka jangan langsung percaya sebelum diketahui kebenarannya, sebab jangan sampai kita mempercayai fitnah. Allah berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 6.
ُْنَّيَبَتَفٍْ َبَنِبْ قِساَفْ مُكَءاَجْ نِإْاوُنَمآْ َنيِذَّلاْاَه يَأْاَي
ٍْةَلاَهَجِبْاًم وَقْاوُبيِصُتْ نَأْاو
َْنيِمِداَنْ مُت لَعَفْاَمْ ٰىَلَعْاوُحِب صُتَف
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang orang fasik membawa berita maka periksa berita tersebut dengan teliti agar tidak menyebabkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang nantinya akan menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan tersebut”.
36
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika kita ada seseorang yang menyampaikan berita tentang orang lain maka alangkah baiknya untuk memastikan atau mencaritahu sendiri tentang berita itu, itu sebagai bentuk kehati-hatian untuk terhindar dari fitnah, sebab fitnah bukanlah perkara kecil melainkan fitnah merupakan salahsatu dosa besar.35
35 https://aceh.tribunnews.com/2014/06/16/dosa-berbuat-fitnah diakses pada 29, Januari, 2020
37 BAB III