• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

C. Implikasi Kajian Disertasi

1. Implikasi secara teoritis yaitu adanya perubahan paradigma yang mana pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak- banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yang disetarakan dengan nilai harga emas, dan untuk memulihkan

kerugian keuangan negara perlu dilakukan sita umu sebagai jaminan pengembalian kerugian keuangan negara, yang mana akan menjadi perubahan dalam regulasi sebagai ius cnstitutum.

Implikasi Praktis dari penelitian ini ialah menjadi pedoman bagi para Lembaga penegak hukum dan pejabat untuk meningkatkan kerjasama dan koordinasi, sehingga adanya persepsi yang sama dalam memahami unsur- unsur tindak pidana korupsi. Hakim dalam menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti kerugian negara disetarakan dengan nilai harga emas. Meningkatkan kesedaran hukum masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam menciptakan pemerintahan yang bebas dan bersih dari korupsi. Serta mengimplimentasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pedomanan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

menghitung kerugian keuangan negara atau dapat pula ditafsirkan institusi yang berwenang dalam penanganan perkara korupsi.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di segala bidang untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Tujuan bangsa Indonesia, sebagaimana Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alenia ke 4, yakni melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah melalui perangkat hukum yang berlaku merupakan hal yang mutlak diwujudkan, tidak ada artinya melindungi segenap bangsa dan tumpah darah jika ternyata masih ada penderitaan yang dirasakan rakyat berupa ketimpangan hak ekonomi yang mencerminkan ketidaksejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.110

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum111, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat yang merupakan aktivitas

110 Ridwan, Kebijakan Penegakan Hukum Pidana dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Jurnal Jure Humano, Volume1 Nomor 1, 2009, hal 74.

111 Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Sebagai negara hukum minimal harus mempunyai cirri khas atau unsur yang terdiri dari : Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; Jaminan hak asasi manusia (warga negara); Pembagian kekuasaan (distribution of power) dalam negara; Pengawasan dari badan peradilan. Sri Sumantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hal 4, sebagaimana dikutip Mien Rukmini, Perlindungan Hak Asasi Manusia Melalui Asas Praduga Tak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2005, hal 37.

hidupnya harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma yang berlaku dalam masyarakat.112

Tindak pidana Korupsi113 telah menjadi masalah global antar negara, tergolong kejahatan transnasional114. Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan.

Korupsi merupakan permasalahan serius, tindak pidana korupsi dapat

112 Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia karena hukum merupakan aturan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan, karena tanpa hukum tidak dapat membayangkan akan seperti apa nantinya negara ini.

113 Korupsi sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Semua lapisan masyarakat bahkan telah fasih mengatakan suatu perbuatan merupakan korupsi.

Seseorang yang menyembunyikan uang bukan miliknya dapat dikatakan korupsi. Padahal mereka tidak mengetahui secara jelas maksud dan arti kata korupsi menurut pandangan hukum. Korupsi sudah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat. Untuk di Indonesia kata korupsi telah dikenal sejak zaman hindia belanda, dimana asal kata dari bahasa belanda yakni corruptie (korruptie). Jadi tidak heran kata korupsi telah diketahui dan menjadi kata sehari-hari. Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 4. Transparency International Indonesia (TII) menggunakan definisi korupsi menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk kepentingan pribadi. Dari definisi tersebut terdapat tiga unsur : Menyalahgunakan kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan (baik sektor publik ataupun swasta); memiliki akses bisnis dan keuntungan materi, dan keuntungan pribadi (yang tidak selalu diartikan hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarga atau teman-temannya). J. Pope, Strategi Memberantas Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003, hal 6. Dengan dikenalnya korupsi oleh masyarakat, menandakan praktik korupsi telah lama terjadi bahkan sebelum kata korupsi dikenal luas. Korupsi disebabkan beberapa hal yang bervariasi dan beraneka ragam. Salah satu penyebab korupsi adalah tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi/keluarga/kelompok/golongannya sendiri. Dengan mendasarkan pada motif keuntungan pribadi atau golongan ini, jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja karena masalah korupsi terkait motif yang ada pada setiap insan manusia untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau golongan, I. G. M. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi : Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal 31.

114 Dalam Resolusi Corruption in Government (Hasil Kongres PBB ke-8 Tahun 1990) dinyatalan korupsi tidak hanya terkait berbagai kegiatan Economic Crime, tetapi juga dengan Organized Crime, illicit drug trafficking, money laundering, political crime, top hat crime, dan bahkan transnational crime.

membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi115, dan juga membahayakan secara politik116, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat tahun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.117 Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.118

Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam 3 tahapan yaitu elitis, endemic dan sistemik. Pada tahap Elitis, korupsi dianggap sebagai patologi yang khas dikalangan elite. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu ditahap kritis korupsi menjadi sistemik dimana setiap individu dapat terjangkit penyakit yang serupa.119

Korupsi bukan hal baru, korupsi sejalan sejarah manusia, mungkin sama dengan kejahatan lain, dimana kejahatan merupakan masalah sosial

115 Banyak sebab terus meningkatnya kasus korupsi di Indonesia. Seperti dikemukakan B. Soedarso, pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab paling gampang dihubungkan misalnya kurang gaji pejabat, buruknya ekonomi, mental pejabat kurang baik, administrasi dan manajemen yang kacau yang menghasilkan adanya prosedur berliku dan sebagainya. Andi Hamzah, Op, Cit, hal 12.

116 Korupsi di negara Indonesia sudah dalam tingkat kejahatan korupsi politik.

Kondisi Indonesia sangat memprihatinkan, karena korupsi menyerang dunia politik serta perekonomian bangsa. Korupsi politik dilakukan orang atau institusi yang memiliki kekuasaan politik atau oleh konglomerat yang melakukan hubungan transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan. Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 1.

117 Kejahatan akan terus bertambah dengan cara berbeda bahkan dengan peralatan semakin canggih dan modern sehingga kejahatan semakin meresahkan masyarakat

118 Tindak pidana korupsi mendapat perhatian lebih dibandingkan tindak pidana lain di berbagai negara karena dapat menimbulkan dampak negatif yang meluas di suatu negara. Dampak yang ditimbulkan menyangkut berbagai aspek kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan politik, serta merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. Ibid, hal 3.

119 Ermansjah Djaja, Mendesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PPU-IV/2006, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 11.

yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia atau masyarakat dan negara tertentu, tetapi merupakan masalah oleh seluruh masyarakat di dunia.

Kejahatan sebagaimana dikatakan Saiichiro Uno merupakan suatu universal phenomena, tidak hanya jumlahnya saja yang meningkat, juga kualitasnya dipandang serius dibanding masa-masa lalu.120 Begitu pula korupsi adalah masalah sosial yang selalu menjadi problem sampai saat ini bagi bangsa Indonesia. Cikal bakal korupsi bisa saja lahir dari penguasaan atas suatu wilayah dan sumber daya alam oleh segelintir kalangan yang mendorong manusia untuk saling berebut dan menguasai.

Perhatian terhadap korupsi dalam catatan sejarah telah dimulai ribuan tahun lalu. Di India korupsi menjadi permasalahan serius sejak 2300 tahun lalu. Hal ini terbukti adanya tulisan seorang Perdana Menteri Chandragupta tentang 40 cara mencuri kekayaan negara.121 Kerajaan Cina ribuan tahun lalu telah menerapkan kebijakan yang disebut Yang-Lian, yaitu hadiah untuk Pejabat Negara yang bersih, sebagai insentif untuk menekan korupsi.

Tujuh abad silam, Dante menyebut para koruptor akan tinggal di kerak negara dan Shakespeare mengangkat tema-tema korupsi dalam berbagai karyanya.122

Pesatnya kejahatan korupsi melahirkan kesepakatan masyarakat internasional, termasuk Indonesia untuk saling bekerjasama dalam pemberantasan korupsi, hal ini ditandai penandatanganan deklarasi

120 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Semarang, 1994, CV Ananta, hal. 11.

121 Robert C Tilman, “Emergence of black market Bureucracy: Administration, Development and Corruption in the New States” dalam “Controling Corruption” Robert Klitgaard, University of California Press, 1988 hal. 7

122 Noonan John t.Jr, “Bribers” New York Macmillion, 1984 dalam Vito tanzi

“Corruption Arround the World”, IMF Papers, Vol 45 No. 4 Desember 1998 hal. 1.

pemberantasan Korupsi di Lima, Peru pada tanggal 7-11 september 1997 dalam Konfrensi Anti Korupsi yang dihadiri 93 negara, deklarasi dikenal sebagai declartion of 8 th International Conference Against Corruption. Dalam konfrensi tersebut diyakini bahwa korupsi merusak tatanan moral masyarakat, mengingkari hak sosial dan ekonomi, terutama kalangan kurang mampu dan lemah.123

Bahwa sulitnya memberantas korupsi salah satunya dikaitkan modus operandi yang semakin canggih, sehingga pemberantasan korupsi lewat hukum cendrung tersendat dikarenakan selalu tertinggal dibandingkan laju perkembangan modus operandi kejahatan, akibatnya hukum yang merupakan suatu sistem sering terjadi kekosongan sub sistem terkait upaya menjerat pelaku korupsi. Sehingga hukum harus selalu dbenahi dan diperbaharui untuk menarik pelaku korupsi dengan jerat hukum, jika tidak banyak pelaku korupsi berlindung dari balik lemahnya aturan yang tidak bisa menjerat pelaku.

Secara sederhana korupsi diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan/kepercayaan untuk keuntungan pribadi, juga mencakup perilaku pejabat di sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri, memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang yang dekat dengan pejabat birokrasi dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan.

Korupsi merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi saat ini.

Korupsi sudah membudaya karena dalam praktiknya telah begitu erat dengan prilaku dan kebiasaan hidup pejabat dan penyelenggara negara di

123 Wijayanto Ridwan Zachrie, Korupsi Mengorupsi Indonesia, sebab, akbiat dan prospek pemberantasan, Jakarta, 2009, PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 555.

Indonesia. Bukan hanya menjadi wabah penyakit yang dapat membawa kehancuran perekonomian negara, korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan ekonomi masyarakat.

Fenomena korupsi mengancam bagi perekonomian negara, karena melalui korupsi negara banyak dirugikan khususnya dalam hal kerugian keuangan negara. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pembangunan nasional serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, usaha pemberantasan korupsi harus ditingkatkan dan diintensifkan. Semangat pemberantasan korupsi harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Pemberantasan korupsi membutuhkan penanganan ekstra keras dan membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dan serius dari pemerintah yang berkuasa.

Menurut mantan, Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan bahwa tindak pidana korupsi telah melukai dan menyakiti kaum miskin melalui ketidakproporsionalan atau ketimpangan alokasi pendanaan, menurunkan kemampuan pemerintah untuk melakukan pelayanan mendasar terhadap warga negaranya, menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan, serta berpengaruh buruk terhadap investasi dan dana bantuan luar negeri. Selain menghambat investasi, tindak pidana korupsi itu sendiri adalah hambatan terbesar untuk merealisasikan keseimbangan pendapatan, kesejahteraan, akses pendidikan, bahkan pemberantasan kemiskinan.124

Di Indonesia, korupsi telah berkembang pesat dan tergolong sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Karena itu penanganan kejahatan korupsi tidak bisa dilakukan secara biasa, diperlukan langkah-

124 Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Korupsi Kajian terhadap Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Convention Againt Corruption (UNCAC), (Bandung: Refika Aditama, 2015), Hal 7

langkah luar biasa.125 Korupsi dianggap merusak karena sifatnya merugikan masyarakat dan negara. Korupsi menempatkan Indonesia pada jajaran negara terkorup didunia.126 Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan persidangan kasus tindak pidana korupsi dalam kurun waktu Januari 2020 hingga Desember 2020. Hasilnya, total kerugian negara diakibatkan praktik korupsi sepanjang tahun 2020 mencapai Rp. 56,7 triliun.127 Sementara uang pengganti yang kembali ke negara atas kerugian kasus korupsi pada 2020 hanya berjumlah Rp. 8,9 triliun.128

Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi berbagai pihak dari pada memberantasnya129, padahal tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan prilaku kriminal cenderung sulit ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus

125 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

126 Fazzan, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Korupsi di Indonesia daam Perspektif hukum Pidana Islam, Vol. 14 Nomor 2, 2015, hal. 147.

127 https://nasional.kontan.co.id/news/icw-sepanjang-2020-kerugian-negara-akibat- korupsi-mencapai-rp-567-triliun

128 https://nasional.kompas.com/read/2021/03/22/data-icw-2020-kerugian-negara- rp-567-triliun-uang-pengganti-dari-koruptor-rp

129 Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia merupakan salah satu sumber atau sebab meluasnya korupsi. Saat ini masyarakat Indonesia lebih cenderung mengikuti orang yang melakukan korupsi, dibandingkan memberantas korupsi tersebut. Hal ini yang dikemukakan Syed Hussein Alatas yang menyebutkan mayoritas rakyat yang tidak melakukan korupsi seharusnya berpartisipasi dalam memberantas korupsi yang dilakukan minoritas. Cara ini disebut Siskamling (Sistem Keamanan Keliling). Penyebab korupsi lain adalah manajemen kurang baik dan kontrol kurang efektif dan efisien yang didukung pula modernisasi yang membawa perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat. Andi Hamzah, Op, Cit, hal 16.

bebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya.

Dalam perkembangan pemberantasan korupsi saat ini difokuskan pada tiga isu pokok, yaitu pencegahan, pemberantasan, dan pengembalian aset hasil korupsi (asset recovery).).130 Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya terletak pada upaya pencegahan serta pemberantasan dalam hal pemidanaan pelaku saja tetapi juga meliputi upaya pengembalian kerugian negara dari hasil tindak pidana korupsi.

Pengembalian kerugian negara dimaksudkan agar kerugian negara yang timbul dapat ditutupi oleh pengembalian dari hasil korupsi itu sehingga tidak memberikan dampak lebih buruk. Pengembalian kerugian dari hasil tindak pidana korupsi akan membuat pelaku tidak dapat menikmati hasil perbuatannya.

Hal ini dapat dilakukan dengan merampas barang-barang tertentu yang diperoleh atau dihasilkan dalam suatu tindak pidana sebagai pidana tambahan selain pidana pokok seperti penjara dan denda yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pemulihan kerugian keuangan negara dengan upaya pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dalam kenyataannya masih menghadapi hambatan, baik pada tataran prosedural maupun pada tataran teknis.

130 Haswandi, Pengembalian Aset Tindak Pidana Korupsi Menurut Sistem Hukum Indonesia Dalam Mewujudkan Negara Hukum Kesejahteraan, Jurnal Litigasi Vol. 16(2), 2015, Hal 3.

Hal ini berkaitan pula dengan tidak diaturnya secara tegas terkait pembayaran uang pengganti yang tidak dibayar sepenuhnya oleh terdakwa atau terpidana. Besarnya kerugian keuangan negara dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi seperti yang diuraikan diatas, jelas berdampak pada kondisi keuangan negara yang secara langsung berakibat tersendatnya pelayanan oleh pemerintah dan kelanjutan pembangunan.

Korupsi yang berdampak pada kerugian keuangan negara bisa menimbulkan gejolak di masyarakat sehingga bisa melahirkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika terjadi krisis kepercayaan, akan melahirkan kondisi chaos dan ini tentu berbahaya bagi kelangsungan kehidupan bernegara dan berbangsa.

Pelbagai upaya dilakukan dalam merumuskan kebijakan hukum pidana untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, diantaranya adalah upaya untuk menghalangi atau menutup kemungkinan para pelaku kejahatan (termasuk koruptor) menikmati hasil kejahatannya.

Misalnya penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 KUHAP, Pemblokiran sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, ataupun pembekuan rekening dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor Nomor 10 tahun 1998. Selain itu dapat juga dijadikan perbuatan sebagai penadahan ataupun pencucian uang money loundryng seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor

15 tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Melakukan double criminality seperti ini, merupakan upaya memberantas suatu tindak pidana dengan membuatnya sebagai tidak menguntungkan, karena perbuatan-perbuatan lain seperti menyembunyikan, memperjualbelikan, atau menyamarkan hasil tindak pidananya merupakan tindak pidana tersendiri.

Bahkan pernah tercetus ide untuk memperluas rumusan tindak pidana dalam undang-undang korupsi sehingga mencakup tiga kelompok (yang sekarang hanya dua kelompok) yaitu tindak pidana korupsi, tindak pidana lain berkaitan tindak pidana korupsi dan tindak pidana setelah terjadi korupsi. Hal yang tersebut terakhir ini adalah penarikan money laudering menjadi tindak pidana korupsi dan kriminalisasi bentuk-bentuk pembantuan setelah tindak pidana korupsi terjadi.131 Berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupso, KPK mengelompokkan tindak pidana korupsi ke dalam tujuh bentuk/jenis. Ketujuh jenis tindak pidana korupsi tersebut, adalah kerugian keuangan negara; suap menyuap;

penggelapan dalam jabatan; pemerasan; perbuatan curang; benturan kepentingan dalam pengadaan; dan gratifikasi.132

Tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Selain tujuh jenis tindak pidana korupsi

131 Barda Nawawi. Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan kejahatan, Bandung, 2001, Citra Aditya bakti.

132 Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, Agustus 2006, hal. 16-17.

tersebut, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana tersebut tertuang dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU Tipikor, yaitu: merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi; tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar; bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka; saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu; orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu; dan saksi yang membuka identitas pelapor.

Terkait ketentun dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 kedua Pasal tersebut mengatur perbuatn korupsi yang ada unsur kerugian keuangan negara. Dalam hal terdakwa melakukan tindak pidana korupsi yang berakibat pada kerugian keuangan negara, maka dapat dikenakan pidana tambahan berupa pidana uang pengganti. Dalam Undang-undang tersebut formulasi yang mengatur tentang pengembalian kerugian keuangan negara dirumuskan dalam Pasal 18 UUTPK, yaitu : (1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Ketentuan dalam Pasal 18 merupakan aturan terkait upaya pengembalian kerugian keuangan negara oleh pelaku tindak pidana korupsi. Pidana pembayaran uang pengganti merupakan konsekuensi dari akibat tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sehingga untuk mengembalikan kerugian tersebut diperlukan sarana yuridis yakni dalam bentuk pembayaran uang pengganti kerugian negara. Apabila tidak diganti maka harta koruptor akan dirampas dan dilelang.

Penyelamatan uang negara ini menjadi penting dilakukan, mengingat ada fakta dan fenomena yang terjadi selama ini bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan hanya dapat menyelamatkan 10-15 persen saja dari total uang yang dikorupsi.133 Ketua Mahkamah Agung

133 Ismansyah. www.ejournal.unp.ac.id., diakses tanggal 4 April 2022, sebagaimana dikutip dalam “Pengembalian Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi Melalui Pembayaran Uang Pengganti dan Denda”, Guntur Rambey, De Lega Lata, Volume I, Nomor 1, Januari – Juni 2016, hal. 137-161.

Dokumen terkait