• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

B. Implikasi

Supervisi akademik seyogyanya harus dapat membantu guru-guru untuk meningkatkan kompetensi yang mereka punyai sehingga menjadi tenaga pendidik yang kompeten. Melalui supervisi akademik, seorang kepala sekolah dapat memberi bimbingan, motivasi, arahan, dan binaan agar guru yang belum kompeten menjadi kompeten sementara guru yang sudah kompeten menjadi lebih kompeten dengan pembinaan yang berkelanjutan. Dengan demikian melalui supervisi akademik, kepala sekolah dapat meningkatkan profesionalisme guru.

Sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan supervisi akademik ialah seberapa jauh kegiatan ini dapat merubah prilaku guru dalam membelajarkan anak didik.

Sehingga dapat dilihat bahwa esensi dari supervisi akademik adalah perbaikan terhadap pembelajaran peserta didik, seperti yang diutarakan William dalam bukunya Zepeda dan Kruskamp (2007) “role as instructional supervisor is to support the teachers so that they provide the best education possible for the students”

Berdasarkan pengamatan di lapangan terkait dengan pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah SMA Negeri 1 Padang Panjang diketahui bahwa supervisi akademik kepala sekolah selama kurun waktu ± 2 (dua) tahun

belakangan ini tidak lagi berjalan dengan baik. Hal ini diketahui dari beberapa wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan dengan beberapa nara sumber;

kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru di lingkungan sekolah ini.

Selama ini supervisi akademik kepala sekolah belum lagi menyentuh esensi dari isi Permen no. 13 tahun 2007, salah satunya tentang pelaksanaan fungsi kepala sekolah sebagai supervisor akademik di sekolah. Dalam Permen ini telah dinyatakan bahwa sebagai supervisor akademik, kepala sekolah berkewajiban untuk merencanakan program supervisi akademik, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dengan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi, dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Akan tetapi dari fakta lapangan, diperoleh informasi bahwa supervisi akademik kepala sekolah tidak berjalan seperti yang diharapkan, tidak terprogram dan tidak terencana. Dari jadwal supervisi yang telah disusun oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum, tidak sekalipun kepala sekolah menjalankan kegiatan tersebut. Sehingga pelaksanaan supervisi akademik serta tindak lanjut dari kegiatan tersebut juga tidak ada.

Kepala sekolah di awal tahun ajaran seharusnya sudah membuat perencanaan tentang pelaksanaan supervisi untuk melihat realita kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran siswa yang akan dilakukan guru. Sehingga kepala sekolah dengan pasti dapat mengetahui kondisi dari masing-masing guru, kelebihan dan kelemahannya sehingga pada akhirnya kepala sekolah dapat memberikan pelayanan dan bimbingan yang tepat untuk masing-masing guru.

Sergiovanni dalam Depdiknas (2007) menegaskan bahwa refleksi praktis

penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid- murid di dalam kelas?, aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan- pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik, kepala sekolah dapat membuat pemetaan terhadap kemampuan guru-guru sehingga dapat ditetapkan tindak lanjut atau pembinaan yang tepat bagi masing-masing guru.

Jelas bahwa supervisi akademik kepala sekolah sangat diperlukan untuk membantu dan membina mereka mengembangkan kemampuan yang mereka punyai. Selain itu, kehadiran kepala sekolah di dalam kelas ketika mensupervisi guru-guru merupakan suatu bentuk perhatian dari kepala sekolah. Dengan adanya jadwal dan program supervisi yang jelas dari kepala sekolah, guru-guru akan selalu memperhatikan performa mereka. Diharapkan sebelum masuk kelas, guru- guru sudah tahu dan paham dengan apa yang akan mereka lakukan dengan siswa di kelas. Sementara bagi kepala sekolah supervisi akademik dapat menjadi wacana untuk menjalin komunikasi yang baik dengan guru-guru. Dengan program

supervisi akademik, kepala sekolah dapat mengetahui potensi yang dimiliki guru dan juga mengetahui kebutuhan-kebutuhan guru. Sehingga kedua belah pihak dapat saling mengerti tentang peran dan tindakan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan akademik. Dengan alasan ini maka seharusnyalah kepala sekolah secara konsisten dan berkelanjutan melakukan supervisi akademik terhadap semua guru.

Seperti sudah diutarakan sebelumnya bahwa tidak terlaksananya supervisi akademik kepala sekolah sebagaimana mestinya disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya terkait dengan status sekolah ini sebagai Sekolah Menengah Atas (SMA) bertaraf internasional. Sehubungan dengan ketetapan ini maka untuk kelas-kelas internasional, mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) disampaikan secara bilingual, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran. Kepala sekolah merasa tidak cakap untuk melakukan supervisi di kelas-kelas ini karena ketidakmampuan beliau dalam berbahasa Inggris. Hal ini dapat dipahami karena kemampuan akan suatu bahasa adalah suatu keahlian dan ketidakmengertian akan penggunaan dan maksudnya dapat berakibat kesalahan dalam memberikan informasi yang ingin disampaikan. Dalam sistem pendidikan nasional kita jelas dinyatakan bahwa menurut ketentuan yang ada pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dll, yang sesuai dengan kekhususannya (Sisdiknas, 2007). Sebagai akibat dari tidak adanya supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru yang mengajar di kelas internasional ini maka guru-guru yang mengajar di kelas lain pun tidak disupervisi.

Dalam kondisi seperti ini meskipun kepala sekolah tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik, bukan berarti supervisi akademik ditiadakan akan tetapi pelaksanaan supervisi akademik bisa disiasati dengan cara lain. Perlu disadari bahwa supervisi akademik tidak terfokus pada penggunaan bahasa semata tetapi banyak hal yang dapat dicermati, misalnya bagaimana guru memberdayakan siswanya, manajemen kelasnya, interaksi siswa dengan guru dan dengan sesamanya, dan lain sebagainya. Setelah itu semua jawaban dari pertanyaan ini bisa didiskusikan dan dibicarakan kepada guru tersebut. Dengan demikian, kepala sekolah dapat mengetahui potensi-potensi yang dimiliki guru- guru, kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki serta pembinaan yang mereka butuhkan. Sehingga melalui suatu analisa, kepala sekolah dapat menetapkan upaya yang efektif untuk mengatasi masalah yang ada untuk meningkatkan kinerja guru.

Hal lain yang menjadi kendala kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik ialah rasa segan beliau terhadap guru-guru, terutama guru-guru yang tua dan senior. Perasaan segan dan toleransi yang tinggi banyak mempengaruhi sikap kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik. Dari pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan didapat informasi bahwa kepala sekolah bersikap seperti ini karena beliau menyadari bahwa beban tugas guru-guru sudah berat;

dengan jam mengajar yang lebih banyak dibanding guru-guru di sekolah lain, keharusan untuk membuat perangkat mengajar dalam bahasa Inggris dan tuntutan prestasi yang harus lebih baik dari sekolah lain. Sementara dari segi kesejahteraan, pihak sekolah tidak bisa memberi lebih kepada guru-guru tersebut karena keterbatasan dana. Sebagai implikasinya kepala sekolah merasa supervisi

akademik yang akan beliau lakukan akan menambah beban guru-guru yang secara kualitas sebagian besar sudah baik.

Apapun kondisinya, sesuai dengan ketentuannya supervisi akademik harus dilaksanakan dengan baik sebagai salah satu wujud kerja kepala sekolah sebagai supervisor akademik. Dalam menjalankan tugas tersebut sepatutnyalah kepala sekolah melakukannya secara profesional dengan mengesampingkan rasa segan dan urusan personal supaya semua kendala dapat diatasi dengan baik. Seyogyanya kepala sekolah menyadari bahwa tidak semua guru memiliki kemampuan dan dedikasi yang sama, terutama guru-guru muda. Mereka harus dibimbing dan terus dibina agar kompetensi yang mereka punyai dapat berkembang hingga mencapai profesional. Begitupun dengan guru-guru yang senior, hendaknya supervisi akademik dapat menjadi wacana pembinaan yang berkesinambungan dalam mencapai visi misi sekolah.

Faktor lain yang menjadi kendala supervisi akademik kepala sekolah ialah kesibukkan kepala sekolah dan ketersediaan dana sekolah. Sebagai kepala sekolah dengan peranan yang cukup berat, manajer dan supervisor, tentu kepala sekolah cukup sibuk dengan segala kegiatan yang berkenaan dengan peranannya tersebut.

Sebagai implikasi dari beban tugas yang banyak tersebut kepala sekolah susah membagi waktu dan tenaganya untuk menjalankan semua peran tersebut dengan baik. Akibatnya ada peran-peran tertentu yang diabaikan. Ditambah lagi dengan perannya sebagai supervisor akademik yang menghendaki kemampuan dan perhatian khusus di bidang akademik. Wiles dan Bondi (2004) mengemukakan bahwa,”supervisors should be “resident experts” in many of the new areas affecting schools”. Maksudnya supervisor seharusnya menjadi ahli dalam banyak

hal yang baru untuk mempengaruhi sekolah. Jelas bahwa untuk menjadi supervisor akademik, tugas kepala sekolah tidak kalah beratnya dengan peranan kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator (EMASLIM). Kedepannya mungkin kepala sekolah harus lebih komit dan bijaksana dalam merencanakan kegiatan supervisi akademiknya sehingga kesibukan apapun tidak lagi menjadi kendala bagi kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Seandainya kegiatan ini berbenturan dengan kegiatan yang lain, kepala sekolah bisa saja menjadwalkan kembali pelaksanaan supervisi akademik itu atau memberi kewenangan kepada guru-guru lain seperti ketua kelompok kerja guru (KKG) untuk melakukan supervisi terhadap guru-guru yang berada dalam satu bidang studi. Hal ini dilakukan dengan syarat bahwa guru- guru tersebut telah dipersiapkan sebelumnya dengan pengetahuan tentang supervisi dan hal-hal yang terkait dengan supervisi akademik tersebut.

Keterbatasan dana seharusnya tidak menjadi alasan bagi kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik. Menurut ketentuannya kegiatan supervisi akademik tidak harus menambah pembelanjaan sekolah karena ini merupakan tugas kepala sekolah yang wajib dilakukan. Akan tetapi karena melibatkan orang lain (sehubungan kepala sekolah tidak cakap berbahasa Inggris sementara guru yang akan disupervisi adalah guru yang mengajar secara bilingual) maka dapat dipahami jika kepala sekolah merasa berkewajiban untuk memberikan insentif kepada orang tersebut. Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi karena supervisi akademik kepala sekolah bisa disiasati dengan bijaksana oleh kepala sekola sehingga guru-guru tetap mendapatkan layanan dan bimbingan dari kepala sekolah terkait dengan perbaikan pengajaran mereka.

Di samping hal di atas, permasalahan lain yang ditemukan ialah kepala sekolah terlalu toleran dan tidak bersikap tegas terhadap guru-guru yang tidak disiplin dan melanggar aturan. Akibatnya, guru yang suka malas dan tidak disiplin akan sering melakukan hal yang sama karena tidak mendapat teguran dari kepala sekolah. Atau guru yang tidak biasa melakukan hal tersebut jadi ikut-ikutan untuk berbuat hal yang sama. Untuk menghindari hal tersebut, seharusnya kepala sekolah punya keberanian dan ketegasan dalam menindak guru-guru yang melanggar disiplin atau malas.

Kenyataan lain yang tidak kalah pentingnya ialah melakukan evaluasi terhadap program supervisi yang telah dilakukan. Hal ini penting untuk dilakukan karena dari hasil evaluasi tersebut kepala sekolah mengetahui kondisi dari masing-masing guru, kemudian kepala sekolah dapat menyusun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau membantu guru tersebut menjadi lebih baik dan profesional. Namun, karena supervisi tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya maka evaluasinya pun tidak berjalan dengan baik. Sebagai akibatnya, kepala sekolah tidak memiliki data yang lengkap dan menyeluruh tentang kemampuan guru-guru. Meskipun secara umum beliau sudah mempunyai gambaran tentang kemampuan masing-masing guru tapi secara administrasi sekolah tidak memiliki data tentang hal tersebut. Jika sekolah memiliki data yang lengkap dari hasil supervisi maka semua itu akan bermanfaat untuk menetapkan langkah-langkah dan upaya yang efektif untuk memberdayakan guru-guru.

Sementara itu, dilihat dari perspektif peningkatan mutu input pendidikan, Permendiknas No. 13 tahun 2007 merupakan suatu kemajuan positif dalam upaya mencari dan menetapkan figur kepala sekolah yang bermutu. Disisi lain,

penetapan Standar Kepala Sekolah memang sangat positif di masa keterbukaan dengan akuntabilitas publik yang semakin baik sekarang ini. Permen ini tentu tidak berdiri sendiri sebagai satu piranti hukum dalam mengatur dan upaya meningkatkan mutu Standar Pendidikan Nasional kita. Ditjen PMPTK telah menyusun suatu pedoman tentang Pengembangan Mutu Kepala Sekolah untuk dua jalur yakni dari rekrutmen calon kepala sekolah (contohnya program Quality Assurance) dan jalur peningkatan mutu kepala sekolah yang sudah dan sedang menjabat. Untuk bisa diangkat sebagai Kepala Sekolah, seorang guru yang lulus seleksi harus mengikuti Sertifikasi melalui Diklat Cakep 900 jam yang diakhiri dengan Uji Kompetensi. Jika dinyatakan lulus sebagai Cakeppun masih harus melalui Uji Publik dihadapan beberapa unsur stake-holders dimana sekolah itu berada. Jika uji publik (semacam pemaparan visi dan misi lengkap dengan beberapa perencanaan) ini dapat dilalui barulah yang bersangkutan dapat diangkat dan ditempatkan di suatu sekolah sebagai kepala sekolah definitif. Sedangkan bagi kepala sekolah yang sedang menjabat, prosesi peningkatan mutu dilakukan dengan Uji Kompetensi.

Dokumen terkait