WINDA WULANDARI
H. Indi kator Keberhasilan
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatnya hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Himpunan setelah diterapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Make A- Match. Dan siswa dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh nilai terbaik (minimal sesuai KKM = 65).
No Skor Kategori
1.
2.
3.
4.
5.
00-54 55-64 65-79 80-89 90-100
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas hasil-hasil penelitian yang memperlihatkan peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe make a-match dari Siklus I ke Siklus II dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu data tentang hasil pengamatan, sedangkan data tentang hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu skor rata- rata, median, modus, skor ideal, rentang skor, , frekuensi, deviasi standar, koefisien variansi, skor terendah dan skor tertinggi yang dicapai siswa setiap Siklus.
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus I
Tes hasil belajar pada siklus ini dilaksanakan dalam bentuk ulangan harian.
setelah selesai panyajian materi untuk Siklus I. Adapun deskripsi hasil belajar matematika pada Siklus I ini dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut:
TABEL 2.1. Hasil Analisis Statistika Deskriptif Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus I
Statistik Nilai Statistik
Ukuran Sampel
Skor Ideal
Skor Rata-Rata
Modus
Median
Skor Terendah
Skor Tertinggi
Rentang Skor
Deviasi standar
Koefisien Variansi
30
100
64,83
70
70
40
85
45
15,28
23,56
Berdasarkan tabel 2.1 terlihat bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a-match adalah 64,83 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai yaitu 0. Skor tertinggi 85 dan skor terendah yang diperoleh 40 dengan standar deviasi 15,28. Jika skor hasil belajar siswa di atas dikelompokkan ke dalam lima kategori maka diperoleh distribusi skor seperti ditunjukkan pada tabel 2.2 sebagai berikut:
TABEL 2.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus I
No Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
00-54 55-64 65-79 80-89 90-100
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
8 3 11
8 0
26,66 10,00 36,02 26,66
0
JUMLAH 30 100
Berdasarkan Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 diperoleh informasi bahwa hasil balajar dari 30 siswa memiliki skor rata-rata 64,83 dari skor ideal 100. Menurut kategori skor hasil belajar pada Bab III, skor rata-rata ini temasuk dalam kualifikasi sangat rendah. Nilai modus sebesar 70 menunjukkan bahwa skor ini merupakan skor dengan frekuensi terbanyak yaitu 8 orang siswa. Nilai median sebesar 70 memberikan indikasi bahwa 10,00% siswa atau 3 orang siswa memperoleh skor hasil belajar rendah dan 26,66%
siswa atau 8 orang siswa memperoleh skor hasil belajar siswa sangat rendah.
Adapun ukuran dispusi yang meliputi deviasi standar, koefisien variansi dan rentang skor yang relatif sangat rendah menunjukkan bahwa penyebaran skor hasil belajar siswa tidak terlalu jauh dari skor rata-rata. Dengan perkataan lain penyebaran skor hasil belajar siswa cenderung bersifat homogen dengan skor terkecil 40 (kategori sangat rendah) dan skor terbesar adalah 85 (kategori tinggi).
2. Analisis Deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus II
Hasil analisis deskriptif terhadap skor perolehan siswa setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a-match selama Siklus II dapat dilihat pada lampiran dan disajikan pada tabel 3.1 sebagai berikut:
TABEL 3.1. Deskripsi Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
Statistik Nilai Statistik
Ukuran Sampel
Skor Ideal
Skor Rata-Rata
Modus
Median
Skor Terendah
Skor Tertinggi
Rentang Skor
Deviasi standar
Koefisien Variansi
30
100
75,33
60
75
50
95
45
14,13
18,75
Berdasarkan tabel 3.1 terlihat bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a-match adalah 75,33 dari skor
ideal yang mungkin dicapai yaitu 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai yaitu 0. Skor tertinggi 95 dan skor terendah 50 yang diperoleh dengan standar deviasi 14,13. Jika skor hasil belajar siswa di atas dikelompokkan ke dalam lima kategori maka diperoleh distribusi skor seperti ditunjukkan pada tabel 3.2 sebagai berikut:
TABEL 3.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus II
No Skor Kategori Frekuensi Persentase
1.
2.
3.
4.
5.
00-54 55-64 65-79 80-89 90-100
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1 8 8 4 9
3,33 26,66 26,66 13,33 30,00
JUMLAH 30 100
Setelah digunakan kategorisasi pada tabel 3,2 di atas, terlihat bahwa dari 30 orang siswa yang dijadikan subjek penelitian, 1 orang siswa atau 3,33% yang berada pada kategori sangat rendah, 8 orang siswa atau 26,66% yang berada pada kategori rendah, 8 orang siswa atau 26,66% berada pada kategori sedang, 4 orang siswa atau 13,33% berada pada kategori tinggi dan 9 orang siswa atau 30,00% berada pada kategori sangat tinggi. Apabila skor rata-rata hasil belajar tes Siklus II yaitu 75,33 dikategorisasikan ke dalam kategorisasi standar (skala lima) maka skor tersebut berada pada kategori sedang. Berdasarkan tabel 3.1 dan tabel 3.2 dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Ahmad Yani
Makassar pada siklus II adalah 75,33 dari skor ideal 100, atau berada dalam kategori sedang.
Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a-match pada setiap siklus, tercatat pada tabel di bawah ini:
TABEL 4.1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Tiap Siklus
No. Siklus
Skor Perolehan
Ideal Terendah Tertinggi Rata-rata Median
1.
2.
Siklus I Siklus I
100 100
40 50
85 95
64,83 75,33
70 75
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa pada Siklus I adalah 64,83 dan skor rata-rata hasil belajar matematika pada Siklus II adalah 75,33. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a-match dari kategori sangat rendah menjadi kategori sedang.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor setelah Proses Pembelajaran dari Siklus I dan Siklus II
No. Skor Kategori Frekuensi Persentase
Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
1. 00 – 54 Sangat rendah 8 1 26,66 3,33
2. 55 – 64 Rendah 3 8 10,00 26,66
3. 65 – 79 Sedang 11 8 36,02 26,66
4. 80 – 89 Tinggi 8 4 26,66 13,33
5. 90 – 100 Sangat tinggi 0 9 00,00 30,00
Dari hasil analisis deskriptif di atas menunjukkan bahwa setelah pemberian tindakan selama dua siklus, skor rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pada Siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa yaitu 64,83 yang apabila dikategorisasikan ke dalam kategorisasi standar (skala lima) maka ia berada pada kategori rendah. Pada siklus II meningkat menjadi 75,33 yang apabila dikategorikan ke dalam skala lima maka berada pada kategori sedangi. Data hasil penelitian mengenai skor rata-rata hasil belajar siswa pada Siklus I dan Siklus II yang terdapat pada lampiran, menunjukkan bahwa jumlah siswa yang memperoleh nilai yang lebih baik atau mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II sebanyak 30 rang. Dari 30 jumlah siswa yang mengalami peningkatan tidak semuanya berada pada kategori tinggi akan tetapi 1 orang siswa yang berada pada kategori sangat rendah, 8 orang siswa yang berada pada kategori rendah, 8 orang siswa berada pada kategori sedang, 4 orang siswa yang berada pada kategori tinggi dan 9 orang siswa yang berada pada
kategori sangat tinggi. Ini berarti bahwa pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a-match dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan himpunan di kelas VII SMP Ahmad Yani Makassar.