156
INHIBITION OF Rhizophora mucronata BARK EXTRACT AGAINST
157 PENDAHULUAN
Periodontitis merupakan salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat. Angka kejadian periodontitis bervariasi pada berbagai negara di dunia dan memperlihatkan kecenderungan terjadinya peningkatan. Penelitian yang dilakukan di Brazil pada tahun 2005 menunjukkan prevalensi periodontitis agresif pada usia 12 – 25 tahun sebesar 6,5% dan meningkat menjadi 9,9% 1. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus terutama dari tenaga-tenaga kesehatan gigi dan mulut untuk memahami etiologi, patologi serta cara penangananya termasuk pengobatan alternatif yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada.
Penyakit Periodontal merupakan peradangan dan juga perubahan resesif pada gingiva dan periodontal. Gingivitis adalah suatu proses peradangan yang terbatas pada gingiva dan tidak ada kehilangan perlekatan. Kondisi gingivitis dapat ditimbulkan oleh plak, selain itu perubahan pada gingiva dapat dipengaruhi oleh faktor hormonal dan sistemik, atau sebagai efek samping obat. Sedangkan periodontitis terjadi apabila tingkat keparahan inflamasi telah mencapai jaringan penyangga yang letaknya lebih profundal, seperti tulang alveolar 2. Periodontitis memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dibanding gingivitis, karena periodontitis memiliki sifat kerusakan yang irreversible dan dapat menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal hingga resorpsi tulang alveolar 3.
Faktor etiologi penyakit periodontal biasanya diklasifikasikan menjadi faktor lokal dan sistemik, efek kedua faktor ini saling berhubungan. Faktor lokal menyebabkan terjadinya peradangan yang merupakan proses patologis utama dalam penyakit periodontal, sedangkan faktor sistemik mengontrol respon jaringan terhadap faktor lokal, jadi efek iritasi lokal secara dramatis dapat diperparah oleh kondisi sistemik yang tidak menguntungkan 4.
Salah satu contoh faktor lokal periodontitis adalah akumulasi plak. Plak terdiri dari bakteri-bakteri patogen rongga mulut. Bakteri-bakteri patogen yang diduga memiliki peranan penting sebagai penyebab kerusakan jaringan periodontal adalah Actinobacillus actinomycetemcommitans (Aa), Porphyromonas gingivalis, Tannerella forshytensis, Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum, Selenomonas dan Capnocytophaga yang merupakan bakteri-bakteri jenis anaerob gram negatif 5. Bakteri – bakteri tersebut disebut dengan bakteri mixed periodontopathogen yang berada dalam rongga mulut pasien dengan kelaian periodontitis. Salah satu cara untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan pengendalian plak. Pengendalian plak dapat melalui 2 cara yaitu, secara mekanik dan kimiawi. Secara mekanik dapat dilakukan dengan scaling dan root planing, sedangkan
158 kimiawi dengan cara pemberian antimikroba lokal. Keberhasilan perawatan tergantung pada terhentinya proses kerusakan jaringan, menghilangkan atau mengontrol faktor penyebab serta perubahan kondisi mikroba seperti pada kondisi jaringan yang sehat dan normal 4.
Salah satu tujuan perawatan penyakit periodontal adalah menghilangkan atau menurunkan jumlah bakteri patogen, namun tujuan ini sering tidak tercapai dengan perawatan konvensional seperti scaling and root planning dibutuhkan perawatan secara kimiawi berupa antibiotika 6. Antimikroba konvensional (antibiotik) seperti minosiklin, doksisiklin, clyndamisin dan lain-lain sering digunakan untuk menunjang terapi penyakit periodontal, namun meskipun memiliki potensi inhibitor pertumbuhan mikroba yang kuat, antimikroba konvensional (antibiotik) dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadi resisten, reaksi alergi, dan reaksi toksik 4. Sehingga, diperlukan terapi alternatif untuk mengobati penyakit periodontal tanpa efek samping 7. Mangrove sebagai flora pesisir memiliki beberapa kandungan yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan alternatif. Salah satu spesiesnya adalah Rhizophora mucronata. Rhizophora mucronata memiliki kelebihan dibandingkan jenis mangrove lainnya ditinjau dari daerah penyebaran, kemudahan untuk ditemukan, dan manfaatnya yang beragam 8. Kemampuan antibakteri mangrove kemungkinan besar disebabkan oleh senyawa-senyawa kimia aktif yang terkandung di dalamnya, seperti alkaloid, flavanoid, tanin, saponin, dan lain-lain 9. Kandungan kimia aktif yang terdapat pada tanaman mangrove khususnya spesies Rhizophora mucronata memiliki kemampuan sebagai antibakteri 10. Diketahui pula bagian kulit dan kayu batang mangrove memiliki kandungan kimia aktif yang tinggi termasuk tanin, karena pada bagian tersebut terdapat floem yang bertugas menyalurkan hasil fotosintesis 11.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat ekstrak kulit batang mangrove dengan spesies Rhizophora mucronata terhadap bakteri mixed periodontopathogen, sehingga dapat dijadikan bahan dasar pengobatan alternatif untuk penyakit periodontal. Selain itu penulis juga tertarik terhadap kekayaan alam bahari termasuk potensi-potensi yang dimiliki tumbuhan mangrove sebagai bahan pengobatan alternatif baru bagi rakyat Indonesia, khususnya pengobatan di bidang kedokteran gigi.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ekstrak kulit batang spesies mangrove Rhizophora mucronatadapat menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodonthopatogen. Tujuan umum penelitian ini adalah megetahui daya hambat ekstrak kulit
159 batang bakau besar (Rhizophora mucronata) terhadap pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian true eksperimental. Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah the post test only control group design yang berarti dalam rancangan penelitian ini didapatkan dua kelompok variabel yang dipilih secara random (R). Kelompok pertama atau beberapa kelompok diberi perlakuan sedangkan terdapat kelompok lainnya yang tidak diberikan perlakuan (kelompok kontrol) 12. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini menggunakan metode simple random sampling.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri mixed periodontopathogen kultur biakan pasien dengan periodontitis kronis dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya. Ekstrak kulit batang bakau besar (Rhizophora mucronata) adalah simplisia yang diperoleh dari hasil pengulitan kayu pohon Rhizophora mucronata di balai pengelolaan hutan mangrove wilayah I, Wonorejo, Surabaya.
Kulit kayu yang diambil berasal dari pohon Rhizophora mucronata yang sudah cukup tua.
Ekstrak kulit kayu bakau besar (Rhizophora mucronata) merupakan ekstrak etanol 95%
dari kulit kayu Rhizophora mucronata dengan menggunakan metode Perkolasi dan terdiri dari konsentrasi 5 mg/ml; 10 mg/ml, 20 mg/ml, 40 mg/ml dab 80 mg/ml 9. Metode perkolasi ini dilakukan dengan menggunakan etanol p.a (95%) sebagai pelarutnya. Sepuluh gram bahan kering Rhizophora mucronata digunakan untuk setiap variabel. 12.
Setelah proses pengekstrakan selesai, tahap berikutnya adalah proses pelarutan ekstrak dengan pelarut aquades. Ekstrak dilarutkan dalam bahan pelarut hingga diperoleh konsentrasi yang diinginkan. Selanjutnya ekstrak Rhizophora mucronata yang akan diuji, terlebih dahulu diaduk hingga bahan tercampur homogen dengan pelarutnya menggunakan vortex selama 10 detik. Setelah itu disterilisasi dengan syringe mikroporus membrane diameter 0,02µm untuk menjaga kemurnian dan mencegah kontaminasi mikroorganisme lain dalam ekstrak Rhizophora mucronata 7. Berikutnya adalah proses inokulasi bakteri mixed periodontopatogen pada media MH Agar menyiapkan 1 petri dish berisi MH agar steril yang terdiri dari 2 kelompok kontrol dan 5 kelompok perlakuan. Mengambil biakan bakteri mixed periodontopatogen dari BHI cair yang telah disetarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland 0,5. Mengusapkan biakan tersebut pada seluruh permukaan lempeng MH agar steril dengan menggunakan lidi kapas steril 13.
160 Setelah tahapan persiapan ekstrak dan inokulasi bakteri telah selesai maka tahap berikutnya adalah proses kerja uji daya hambat ekstrak Rhizophora mucronata terhadap pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen dengan cara mencelupkan kertas saring yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam ekstrak R. mucronata selama 10 detik pada kelompok perlakuan. Untuk kelompok kontrol negatif, kertas saring dicelupkan pada aquades selama 10 detik, sedangkan untuk kontrol positif, digunakan 1 ml minosiklin 0,1 %.
Meletakkan kertas saring tersebut pada media agar mixed periodontopathogen dengan menggunakan pinset steril agak ditekan – tekan. Memasukkan petri dish ke dalam inkubator selama 2x24 jam dengan suhu 370C dalam suasana anaerob.
Mengukur zona hambat ekstrak R. mucronata yang berupa area jernih di sekitar kertas saring dengan menggunakan digital calipers (dalam satuan mm). Pengukuran tersebut dilakukan dari batas jernih terakhir yang berdekatan dengan koloni di sebelah kiri hingga batas jernih terakhir yang berdekatan dengan koloni di sebelah kanan yang diukur pada jarak daerah jernih terpanjang 14.
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan rangkaian proses pengujian daya hambat ditemukan data yang kemudian dideskripsikan sebagai berikut.
Tabel 1. Daya hambat ekstrak Rhizophora mucronata terhadap pertumbuhan mixed periodontopathogen
Replikasi Daya Hambat Kelompok dan Ekstrak Rhizophora mucronata
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7
1 6.00 45.00 6.28 6.54 6.54 7.30 11.37
2 6.00 45.55 6.25 6.49 6.49 7.37 11.75
3 6.00 45.21 7.12 7.35 7.35 7.72 11.32
4 6.00 45.20 6.90 7.46 7.46 7.41 10.49
5 6.00 45.25 6.12 6.35 6.35 7.17 10.83
6 6.00 45.23 6.14 6.30 6.30 7.73 13.58
Rerata ± std. deviasi
6,00 ± 0,000
45,24 ± 0,177
6,23 ± 0,029
6,51 ± 0,021
6,91 ± 0,026
7,71 ± 0,019
13,54 ± 0,032 Ekstrak kulit
batang R.
mucronat 5 mg/ml
161 Gambar 1. Grafik rerata diameter daya hambat Rhizophora mucronata
Dari grafik di atas dapat dilihat kontrol kelompok K7 sebagai (konsentrasi ekstrak 80 mg/ml) memiliki daya hambat paling besar dibandingkan kelompok ekstrak lainnya (K3, K4, K5, K6,), kontrol negatif (K1) tidak memiliki daya hambat, sedangkan kelompok K2 (Kontrol positif minosiklin 0,1 %) memiliki daya hambat terbesar pada penelitian ini. Uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05 untuk setiap perlakuan sehingga data dapat dikatakan normal. Kemudian dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Pada uji statistik one way ANOVA diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata dapat menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen.
Berdasarkan analisis post hoc (LSD) ketahui pada kelompok ekstrak (K3, K4, K5, K6, K7), semakin besar konsentrasi, semakin besar secara signifikan pula daya hambatnya. Pada kelompok kontrol (K1, K2), kelompok kontrol positif (K2) memiliki daya hambat lebih daya hambat lebih besar bermakna dibandingkan kontrol negatif, sedangkan Kelompok kontrol positif juga menunjukkan daya hambat terbesar secara bermakna dibandingkan kelompok lainnya termasuk kelompok ekstrak
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data, semakin besar konsentrasi ekstrak menunjukkan semakin besar pula daya hambat yang timbul. Hal ini dapat disebabkan oleh senyawa-senyawa kimia aktif termasuk senyawa aktif bersifat antibakteri yang terkandung dalam ekstrak tersebut.
162 Maka semakin besar konsentrasinya semakin banyak pula kandungan senyawa aktif di dalamnya dan semakin besar pula efek yang ditimbulkan oleh ekstrak tersebut, termasuk daya antibakteri. Alasan ini juga dapat menjelaskan ketika kelompok ekstrak dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif aka nampak perbedaan nyata dimana kelompok ekstrak memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan kelompok negatif, karena akuades steril sebagai kelompok negatif tidak memiliki kandungan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada kelompok ekstrak.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, daya hambat pertumbuhan bakteri yang dimiliki oleh Rhizophora mucronata disebabkan oleh kandungan-kandungan kimia yang terdapat di dalamnya. Terdapat beberapa kandungan kimia yang dapat berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri, seperti tanin, alkaloid, terpenoid dan saponin. Tanin yang terkandung dalam Rhizophora mucronata adalah tanin terkondensasi 15. Rhizophora mucronata memilki kandungan tanin sebesar 26 %. Terdapat tiga mekanisme aktivitas tanin sebagai antimikroba yaitu pertama, tanin bersifat astringen (zat yang menciutkan); tanin dapat membentuk kompleks dengan enzim mikroba ataupun substrat. Kedua, tanin masuk melalui membran mikroba, untuk mencapai membran tanin harus melalui dinding sel mikroba. Dinding sel terbuat dari polisakarida dan protein yang berbeda yang memungkinkan tanin untuk masuk.
Ketiga, tanin membentuk kompleks dengan ion metal. Kebanyakan tanin memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada molekulnya, yang dapat mengikat ion-ion metal seperti Cu, dan Fe.
Tanin mereduksi ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme 16.
Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut 17. Dalam senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang mengandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino 18. Kemudian akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan dan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang berakibat kematian sel pada bakteri.
Senyawa saponin dapat melakukan mekanisme penghambatan dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel. Hal ini disebabkan saponin memiliki molekul yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik, bagian yang hidrofobik berikatan dengan ujung hidrofobik protein bakeri, sedangkan bagian
163 hidrofilik yang bebas akan melarutkan protein sehingga merusak membran sel bakteri 19.
Mekanisme senyawa terpenoid atau triterpene sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengrangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati 20. Senyawa lainnya yang diperkirakan terkandung dalam ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata adalah flavanoid. Flavanoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol. Senyawa fenol memiliki mekanisme kerja dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara inaktivasi protein (enzim) pada membran sel 21. Fenol berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak, sedangkan sebagian besar struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri mengandung protein dan lemak 22.Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi terganggu, yang akan berakibat pada lolosnya makromolekul, dan ion dari sel. Sehingga sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya, dan terjadilah lisis 16.
Meskipun telah dapat disimpulkan bahwa dengan konsentrasi-konsentrasi 5 mg/ml, 10 mg/ml, 20mg/ml, dan 80 mg/ ml ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata dapat menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen, namun hasil diameter daya hambat yang dihasilkan tidak terlalu besar dengan rata-rata terbesar pada konsentrasi 80 mg/ml sebesar 13,55 mg/ml, selain itu minosiklin sebagai kontrol positif pada penelitian ini memiliki daya hambat yang jauh lebih besar dengan rata-rata diameter sebesar 45,24 mg/ml.
Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Pertama, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bakteri mixed periodontopathogen didominasi oleh bakteri gram negatif, selain itu kandungan protein porin pada membran terluar dinding sel bakteri gram negatif bersifat hidrofilik. Kemungkinan porin yang terkandung pada membran terluar tersebut menyebabkan molekul-molekul komponen ekstrak lebih sukar masuk ke dalam sel bakteri. Selain itu, 20 % membran luar bakteri mengandung lipid sehingga senyawa metabolit sekunder ini sulit masuk ke dalam membran luar dinding sel, dimana lipid ini berfungsi mencegah masuknya bahan kimia dari luar. Kedua, ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kasar, dimana ekstrak tersebut memiliki kandungan senyawa polar dan non polar yang bersatu sehingga daya kerja senyawa bioaktifnya kurang optimal 16.
Antibiotik minosiklin sebagai kontrol positif memiliki mekanisme kerja yang berbeda
164 dengan senyawa yang dikandung dalam kulit batang Rhizophora mucronata. Dalam menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen, minosiklin memiliki mekanisme pemghambatan sintesis protein pada bakteri tersebut 23. Minosiklin bekerja dengan cara mengikatkan dirinya pada subunit 30S dari ribosom bakteri, sehingga dapat menghambat sintesis protein dengan menghalangi pelekatan tRNA-aminoasil yang bermuatan. Dengan demikian minosiklin menghalangi penambahan asam amino baru pada rantai peptida yang terbentuk. Adanya gangguan sintesis protein pada bakteri beakibat sangat fatal yaitu terhambatnya atau terhentinya sintesis protein dan dapat mengakibatkan kematian sel bakteri.
Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis protein, mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan ukuran zona hambat minosiklin, jauh lebih besar dibanding zona hambat yang menggunakan ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata 16. Namun setelah diketahui bahwa minosiklin sebagai antibiotik non alamiah memiliki beberapa kekurangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek buruk seperti resistensi dan alergi serta dalam beberapa kasus dapat menyebakan perubahan warna gigi, maka pemilihan ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata sebagai antibakteri alam alternatif dalam menangani penyakit periodontal merupakan pilihan yang dapat diaplikasikan. Berdasarkan pada penelitian ini dapat dipilih dan diaplikasikan dosis terbesar dan yang paling mendekati kontrol positif yaitu pada konsentrasi 80 mg/ml.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ravikumar9, yang menyatakan bahwa ekstrak Rhizophora mucronata memiliki aktivitas antimikrobial terhadap beberapa gram negatif contohnya Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 5 mg/ml. Pseudomonas aeruginosa merupakan baktri gram negatif yang memiliki karakteristik hampir mirip dengan bakteri-bakteri mixed periodontopathogen 9. Dengan demikian dapat diketahui bahwa Rhizophora mucronata mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri mixed periodontopathogen. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa senyawa yang terkandung di dalamnya seperti tannin, alkaloid, saponin, terpenoid dan flavanoid yang diperkirakan terdapat dalam ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata. Sehingga Rhizophora mucronata dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen
165 SIMPULAN
Konsentrasi ekstrak kulit batang bakau besar (Rhizophora mucronata) sebesar 5mg/ml,10 mg/ml, 20 mg/ml, 40 mg/ml,dan 80 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan bakteri mixed periodontopathogen. Konsentrasi ekstrak kulit batang bakau besar (Rhizophora mucronata) 80 mg/ml memiliki daya hambat terbesar diantara konsentrasi lainnya, namun daya hambat yang dihasilkan masih lebih kecil dibandingkan dengan minosiklin 0,1 % sebagai kontrol positif.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah, Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, dan Dinas Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya yang telah mendukung dan membantu penelitian ini dapat berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amalina R, 2010. Perbedaan Jumlah Actinobacillus actinomycetemcomitans Pada
Periodontitis Agresif Berdasarkan Jenis Kelamin.
http://unissula.ac.id/newver/images/jurnal/Juli/rizki%20-periodontitis%20agresif- .pdf.Diakses pada 13 Mei 2012
2. Hatta M, 2011. Penyakit Periodontal dan Hubungannya dengan Aterosklerosis. Skripsi Universitas Hassanudin Makasar
3. Nield G, GJN Willman DE.,2003.Foundation of Periodontics for the dental hygienist, USA; Lippincott William and Wilkins, p 74-75
4. Newman MG, Takei HH, Klokkevoid PR, Carranza FA, 2006. Clinical Periodontology, 10th edition, St Louis: Saunders, p 241-245.
5. Samaranayake, 2006.Essential Microbiology for Dentistry, thirdedition; Addison Churchil Livingstone, p 275-283.
6. Tanjung A, 2001. Pemberian Minosiklin pada Perawatan Periodontal, Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.available at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8128/1/950600001.pdf.Accesed pada 12 Juni 2012
7. Siddiq FR, 2011.Daya Hambat Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu Linnaeus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri mixed periodontopathogen.Skripsi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah
8. Yanti LA, 2012. Pertumbuhan bibit Rhizophora mucronataLamk, pada berbagai intensitas naungan, Skripsi, Univeristas Sumatera Utara, Medan
9. Ravikumar S, Gnanadesigan M, Suganthi P, Ramalakshmi A, 2010.Antibacterial Potential of Chosen Mangrove Plants Against Isolated Urinary Tract Infectious Bacterial Pathogens. International Journal of Medicine and Medical Sciences Vol. 2(3) pp. 94-99,
166 Maret 2010.Available form: http:www.academicjournal.org/ijmms diakses pada: 9 April 2012
10. Kariem ID, 2002. Distribusi Kandungan Zat Ekstraktif Tanin Terkondensasi Pada Tegakan Rhizophora mucronata Pada Ekosistem Tambak Tumpangsari di Blanakan Purwakarta. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
11. Bandaranayake, 2002.Bioactive compounds and Chemical Constituens of Mangrove Plants.Australian Institute of Marine Science. Journal of Wetlands Ecology and Management 10: 421-452
12. Sudibyo, 2008. Metode Penelitian, Surabaya; Universitas Hang Tuah.
13. Rachmaniah O, Yosta E, Harimurti D, 2009. Ekstrak minyak alga Spirulina sp.
Menggunakan Metode Osmosis dan Perkolasi dan Pengaruhnya Terhadap Komponen- komponen Terekstrak. Jurnal Institut Tekonologi Sepuluh November Surabaya, Jawa Timur
14. Herawati N, Jalalludin N, Daha L, Zenta F, 2009. Sonnerentia alba Sebagai Sumber Senyawa Antibakteri Potensial, Jurnal Indonesia Chemica Acta Vol. 2 No,2 Hal : 10-16 15. Ahadi MR,2003. Kandungan Tanin Terkondensasi dan Laju Dekomposisi Pada Serasah
Daun Rhizophora mucronata Lamk, Pada Ekosistem Tambak Tumpang Sari Blanakan, Purwakarta, Jawa Barat. Tesis,Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersedia di : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/16969/E03mra.pdf?sequence=2 diakses pada 20 Desember 2012
16. Rinawati DW, 2011, Daya Hambat Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujute L.)Terhadap Bakteri Vibrio alginolycticus.Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Jawa Timur
17. Juliantana FR,Citra DA, Nirwani B, Nurmasitoh T, Bowo ET, 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakteri Terhadap Gram Positif dan Gram Negatif.Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.Available at:
http://journal.uii.ac.id/index.php/JKKI/article/viewFile/543/467 diakses pada 24 Des 2012
18. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia p 585
19. Laksono PA, 2010. Uji Antibakteri Fraksi Residu Ekstrak Etanol Buah Ceremai ( Phyllanthus acidus (L.) Skeels) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Multiresisten Antibiotik. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.Available from
http://etd.eprints.ums.ac.id/10106/1/K100060152.pdf.Accessed. August 8, 2012
20. Rachmawati F, Nuria MC, Sumantri, 2010. Uji Aktivias Anibakteri Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L) Urb) Serta Identifikasi Senyawa Aktifnya.
Universitas Wahid Hasyim. Available from
http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/ilmuFarmasidanklinik/article/view/
372. Accesed February 13, 2013
21. Singh IP, Bharate SB, 2005. Anti-HIV Natural Products.Journal Current Science Vol. 89 (2005) No. 2, Hal. 269-290
22. Susanti A. 2008.Daya Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica less) terhadap Echerchia colii) secara in vitro. Jurnal, Universitas Airlangga Vol. 1 No. 1
23. Jawets M, Adelsberg’s, 2005. Mikrobiologi Kedokteran Alih Bahasa bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, p 224-225
167