• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Pidana Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

UNDANG HUKUM PIDANA

B. Jenis-Jenis Pidana Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Jenis pidana dalam RUU-KUHP 2015 sama dengan KUHP, yaitu terdiri dari Pidana Pokok dan Pidana Tambahan, untuk Pidana Pokok terdapat Pidana Pokok yang bersifat khusus, sedangkan jenis-jenis pidana ini diatur dalam pasal yang berbeda yaitu pasal 65 dan pasal 66 serta pasal 67. Urutan jenis pidana ini menentukan berat ringannya pidana. Adapun jenis-jenis pidana tersebut adalah sebagai berikut;

1. Pidana pokok terdiri atas:

a. pidana penjara;

b. pidana tutupan;

c. pidana pengawasan;

d. pidana denda; dan e. pidana kerja sosial.

2. Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus atau eksepsional dan selalu diancamkan secara alternatif.

3. Pidana tambahan terdiri atas : a. pencabutan hak tertentu;

b. perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;

c. pengumuman putusan hakim;

d. pembayaran ganti kerugian; dan

e. pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat.

Digesernya kedudukan pidana mati menjadi pasal tersendiri dan bersifat khusus didasarkan pada pemikiran bahwa dilihat dari tujuan pemidanaan dan tujuan diadakan atau digunakannya hukum pidana (sebagai salah satu sarana kebijakan kriminal dan kebijakan sosial) pidana mati pada hakekatnya bukanlah sarana utama (sarana pokok) untuk mengatur, menertibkan dan memperbaiki masyarakat. Pidana mati hanya sebagai sarana pengecualian. Dalam penerapannya diharapkan bersifat selektif, hati-hati dan berorientasi juga pada perlindungan atau kepentingan individu. Oleh karena itu di dalam Konsep RUU ada ketentuan mengenai penundaan pelaksanaan pidana mati atau pidana mati bersyarat dengan masa percobaan selama 10 tahun. Ketentuan ini dituangkan dalam Pasal 89 RUU KUHP 2015.Di dalam RUU KUHP 2015 ada dua jenis sanksi dimasukkan sebagai jenis pidana tambahan yaitu jenis sanksi berupa pembayaran ganti rugi dan

46

PENGANTAR HUKUM PENITENSIER DAN SISTEM PEMASYARAKATAN INDONESIA

pemenuhan kewajiban adat, hal ini dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan di dalam masyarakat.

a. Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan Dalam RUU Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

Dalam KUHP yang merupakan warisan Belanda, yang berlaku sampai sekarang, tidak diatur sama sekali mengenai tujuan pemidanaan ini. Namun dalam RUU KUHP, sebagaimana telah berulang kali mengalami penyempurnaan lewat kerja Tim Penyususun yang sudah berganti beberapa kali, tujuan pemidanaan ditentukan dengan tegas.

Tujuan Pemidanaan diatur di dalam Pasal 55 RUU KUHP 2015

Pidana pada hakekatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep RUU KUHP pertama-tama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasikan tujuan pemidanaan, konsep RUU KUHP berdasarkan pada keseimbangan dua sasaran pokok yaitu

“perlindungan masyarakat dan perlindungan individu pelaku tindak pidana”

Bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok tersebut, maka syarat pemidanaan menurut konsep RUU KUHP juga berdasar pada pokok pemikiran keseimbangan mono-dualistik antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu, antara faktor objektif dan faktor subjektif. Oleh karena itu syarat pemidanaan juga betolak dari dua pilar yang sangat fundamental di dalam hukum pidana yaitu “asas legalitas”

dan asas kesalahan (yang merupakan asas kemanusiaan).

Berikut dijabarkan tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP 2015 yang dituangkan dalam Pasal 55:

a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana;

47

PENGANTAR HUKUM PENITENSIER DAN SISTEM PEMASYARAKATAN INDONESIA

pemenuhan kewajiban adat, hal ini dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan di dalam masyarakat.

a. Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan Dalam RUU Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

Dalam KUHP yang merupakan warisan Belanda, yang berlaku sampai sekarang, tidak diatur sama sekali mengenai tujuan pemidanaan ini. Namun dalam RUU KUHP, sebagaimana telah berulang kali mengalami penyempurnaan lewat kerja Tim Penyususun yang sudah berganti beberapa kali, tujuan pemidanaan ditentukan dengan tegas.

Tujuan Pemidanaan diatur di dalam Pasal 55 RUU KUHP 2015

Pidana pada hakekatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep RUU KUHP pertama-tama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasikan tujuan pemidanaan, konsep RUU KUHP berdasarkan pada keseimbangan dua sasaran pokok yaitu

“perlindungan masyarakat dan perlindungan individu pelaku tindak pidana”

Bertolak dari keseimbangan dua sasaran pokok tersebut, maka syarat pemidanaan menurut konsep RUU KUHP juga berdasar pada pokok pemikiran keseimbangan mono-dualistik antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu, antara faktor objektif dan faktor subjektif. Oleh karena itu syarat pemidanaan juga betolak dari dua pilar yang sangat fundamental di dalam hukum pidana yaitu “asas legalitas”

dan asas kesalahan (yang merupakan asas kemanusiaan).

Berikut dijabarkan tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP 2015 yang dituangkan dalam Pasal 55:

a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana;

Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Mengenai pedoman pemidanaan RUU KUHP memuat beberapa macam pedoman:

1. Ada pedoman pemidanaan yang bersifat umum utnuk memberikan pengarahan kepada hakim mengenai hal-hal yang sepatutnya dipertimbangkan dalam menjatuhkan pidana.

2. Ada pedoman pemidanaan yang bersifat khusus untuk memberikan pengarahan kepada hakim dalam memilih atau menjatuhkan jenis- jenis pidana tertentu.

3. Ada pedoman bagi hakim dalam menerapkan sistem perumusan ancaman yang digunakan dalam perumusan delik.

Pedoman pemidanaan yang bersifat umum dirumuskan dalam pasal 56 RUU KUHP 2015, yaitu :

(1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan : a. kesalahan pembuat tindak pidana;

b. motif dan tujuan melakukan tindak pidana;

c. sikap batin pembuat tindak pidana;

d. apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana;

e. cara melakukan tindak pidana;

f. sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;

g. riwayat hidup dan keadaan sosial dan ekonomi pembuat tindak pidana;

h. pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;

i. pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban;

j. pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau

k. pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.

(2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Pedoman pemidanaan yang lebih bersifat khusus dalam memilih atau menjatuhkan jenis-jenis pidana tertentu tersebar didalam pasal- pasal yang mengatur jenis pidana itu masing-masing.

48

PENGANTAR HUKUM PENITENSIER DAN SISTEM PEMASYARAKATAN INDONESIA

BAB V

SISTEM PEMASYARAKATAN DI