BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
F. Jenis-jenis Rasio Keuangan
Menurut Munawir (2002), banyak sekali angka rasio. Hal itu karena rasio dibuat menurut kebutuhan penganalisis. Namun demikian, angka-angka rasio pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu sumber data keuangannya dan berdasarkan tujuan penganalisis.
15
1. Penggolongan berdasarkan sumber data:
a. Rasio-rasio neraca (balance sheet rasio), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang bersumber atau yang berasal dari neraca.
b. Rasio-rasio laporan laba rugi (income statement ratio), yaitu rasio yang disusun dari data yang berasal dari laporan laba rugi.
c. Rasio-rasio antar laporan (intern statement ratio), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data yang berasal dari laporan laba rugi.
2. Penggolongan berdasarkan tujuan penganalisis:
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio yang termasuk kedalam rasio likuiditas ini adalah:
1) Rasio Lancar (Current Ratio)
Menurut Riyanto (2001) rasio lancar adalah kemampuan perusahaan membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar. Rasio lancar dapat dihitung dengan membandingkan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar.
π ππ ππ πΏπππππ = Aktiva Lancar
Hutang Lancar Γ 100%
2) Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio Kas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahan dalam membayar kewajiban yang harus segera dipenuhi dengan menggunakan aktiva lancar yang lebih liquid.
π ππ ππ πΎππ = Kas +Bank
Hutang Lancar Γ 100 %
3) Quick Ratio
Riyanto (2001) menyatakan quick ratio adalah kemampuan untuk membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih liquid. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek dengan asset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini lebih tajam dari rasio lancar, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat liquid dengan hutang lancar.
π ππ ππ πΆππππ‘ = Kas +Bank
Hutang Lancar Γ 100%
b. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang/dibiayai pihak luar. Untuk memenuhi kebutuhan dan menutupi kekurangan dana yang dapat digunakan. Pemilihan sumber dana ini tergantung dari syarat- syarat, keuntungan, dan kemampuan perusahaan tentunya. Sumber- sumber dana secara garis besar dapat diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman. Perusahaan dapat memilih dana dari salah satu sumber atau kombinasi keduanya.
Setiap sumber dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing. Misalnya, penggunaan modal sendiri memiliki kelebihan yaitu
17
mudah diperoleh dan beban pengembalian yang relative lama. Bila perusahaan menggunakan modal sendiri maka tidak ada beban untuk membayar angsuran termasuk bunga dan biaya lainnya. Sebaliknya, kekurangan modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif terbatas.
Dalam praktiknya, apabila dari hasil perhitungan, perusahaan ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya resiko kerugian yang lebih besar, tetapi juga ada mendapat kesempatan laba besar. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.
Semakin tinggi nilai rasio solvabilitasnya, maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi, tetapi juga ada kesempatan mendapatkan laba yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian pada saat perekonomian tinggi. Intinya dengan analisa rasio solvabilitas, perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta mengetahui rasio kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.
Rasio yang termasuk ke dalam rasio solvabilitas ini adalah:
a. Total Debt to Assets Ratio (DAR)
Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
π·π΄π =Total Hutang
Total Asset Γ 100 %
b. Total Debt to Total Equity (DER)
Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan kreditur dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang.
π·πΈπ = Total Hutang
Total Ekuitas Γ 100%
c. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva
Rasio ini menunjukkan besarnya modal sendiri yang digunakan untuk mendanai seluruh aktiva perusahaan.
πππ π‘ππβππππ ππ΄ =Total modal sendiri
Total Asset Γ 100%
19
c. Rasio Aktivitas
Menurut Setiawan (2005) rasio aktivitas yaitu rasio untuk mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa rasio aktivitas adalah kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam proses produksi suatu periode tertentu. Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan mengelolah aktivanya.
Jika suatu perusahaan memiliki terlalu banyak aktiva, maka biaya modal akan menjadi terlalu tinggi, akibatnya laba akan menurun. Disisi lain, jika aktiva terlalu kecil maka penjualan yang menguntungkan akan hilang. Rasio aktivitas berisikan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi dalam berbagai harta. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva.
Rasio yang termasuk ke dalam rasio aktivitas ini adalah:
1) Total Assets Turn Over (TATO)
Menurut Kasmir (2008) Total Assets Turn Over (TATO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari setiap aktiva. Rasio ini merupakan bagian dari rasio aktivitas yang mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada
pengendaliannya. Rasio ini menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini menunjukkan aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan menjual.
ππ΄ππ =Total pendapatan
Total Aktiva Γ 100%
2) Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)
Harahap (2008) mengatakan bahwa rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat.
πΌππ£πππ‘πππ¦ ππ’ππππ£ππ = Total Persediaan
Total Pendapatan Usaha Γ 365 3) Receivable Turn Over
Harahap (2008) mengatakan bahwa rasio ini menunjukkan berapa cepat penagihan piutang. Semakin besar semakin baik karena penagihan piutang dilakukan dengan cepat.
π πππππ£ππππ ππ’ππππ£ππ =Penjualan Kredit Bersih
Rataβrata piutang Γ 100%
4) Fixed Asset Turn Over
21
Harahap (2008) mengatakan bahwa rasio ini menunjukkan berapa kali nilai aktiva berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Artinya, kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan tinggi.
πΉππ₯ππ π΄π π ππ‘ ππ’ππππ£ππ = Penjualan
Aktiva Tetap Bersih Γ 100%
5) Periode Penagihan Piutang
Harahap (2008) mengatakan bahwa angka ini menunjukkan berapa lama perusahaan melakukan penagihan piutang. Semakin pendek periodenya semakin baik.
πππππππ ππππππβππ πππ’π‘πππ = Piutang
Penjualan per hari Γ 365
d. Rasio Profitabilitas
Harahap (2008) mengatakan bahwa rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Beberapa rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
1) Margin Laba (Profit Margin)
Harahap (2008) mengatakan bahwa angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena
dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi.
ππππππ πΏπππ = Pendapatan Bersih
Penjualan Γ 100%
2) Return On Equity (ROE)
Harahap (2008) mengatakan bahwa rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik.
Menurut Kasmir (2008) mengatakan Return On Equity menunjukkan laba berdasarkan modal tertentu. Pengertian modal disini adalah semua modal yang tertanam di perusahaan, termasuk didalamnya saldo laba. Rasio ini menunjukkan kemampuan modal pemilik yang ditanamkan untuk menghasilkan laba bersih yang menjadi bagian dari pemilik. Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi keuntungan investor karena semakin efisien modal yang ditanamkannya. Dengan demikian, rasio ini sangat mendapat perhatian dari investor.
π ππΈ =Laba Setelah Pajak
Modal Sendiri Γ 100%
3) Return On Investment (ROI)
Syamsuddin (2007) mengatakan bahwa return on investment merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan. Return on investment
23
merupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak dengan total aktiva.
π ππΌ = EBIT +Penyusutan
Total Aktiva Γ 100%
G. Pengukuran Kinerja Berdasarkan KEPMEN BUMN No.100/MBU/2002 1. Imbalan kepada pemegang saham (ROE)
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa imbalan kepada pemegang saham (ROE) dapat dirumuskan sebagai berikut :
π ππΈ =Laba setelah pajak β
Total modal Γ 100%
Laba setelah pajak adalah laba bersih dikurangi dengan laba hasil penjualan aktiva tetap.
Adapun skor penilaian ROE untuk BUMN non-infrastruktur dapat dilihat pada table berikut :
Table 2.1 Skor penilaian ROE untuk BUMN Non-Infrastruktur
ROE (%) Skor
Kategori Non Infra
15<ROE 20 Sangat Sehat
13<ROE<=15 18
Sehat
11<ROE<=13 16
9 <ROE<=11 14
7,9<ROE<=9 12
Cukup Sehat
6,6<ROE<=7,9 10
5,3<ROE<=6,6 8,5 4 <ROE<=5,3 7
Kurang Sehat
2,5<ROE<=4 5,5
1 <ROE<=2,5 4
0 <ROE<=1 2
Tidak sehat
ROE<0 0
Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100/2002
2. Imbalan investasi (ROI)
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Imbalan Investasi (ROI) dapat dirumuskan sebagai berikut:
π ππΌ = EBIT +Penyusutan
Total Aktiva Γ 100%
EBIT adalah jumlah laba sebelum bunga dan pajak dikurangi laba dari hasil penjualan aktiva tetap.
Tabel 2.2 Skor Penilaian ROI untuk BUMN Non-Infrastruktur
ROI (%) Skor
Kategori Non Infra
18 <ROI 15 Sangat Sehat
15 <ROI<=18 13,5
Sehat 13 <ROI<=15 12
12 <ROI<=13 10,5 10,5<ROI<=12 9
Cukup Sehat 9 <ROI<=10,5 7,5
7 <ROI<=9 6 5 <ROI<=7 5
Kurang Sehat 3 <ROI<=5 4
1 <ROI<=3 3 0 <ROI<=1 2
Tidak Sehat
ROI<0 1
Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100/2002 3. Rasio Kas (Cash Ratio)
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Rasio Kas dapat dirumuskan sebagai berikut:
25
π ππ ππ πΎππ = Kas +Bank
Hutang Lancar Γ 100%
Adapun skor penilaian Rasio Kas untuk BUMN non-infrastruktur dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.3 Skor Penilaian Cash Ratio untuk BUMN Non-Infrastruktur
Cash Ratio = x (%) Skor
Kategori Non Infra
x>=35 5 Sangat Sehat
25>=x<35 4
Sehat
15>=x<25 3
10>=x<15 2
Kurang Sehat
5 >=x<10 1
0 >=x<5 0 Tidak Sehat
Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100/2002 4. Rasio Lancar (Current Ratio)
Keputusan Menteri BUMN Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Rasio Lancar dapat dirumuskan sebagai berikut :
π ππ ππ πΏπππππ = Aset Lancar
Hutang Lancar Γ 100%
Adapun skor penilaian Current Ratio untuk BUMN non-infrastruktur dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.4 Skor Penilaian Current Ratio untuk BUMN Non- Infrastruktur
Current Ratio = x (%) Skor
Kategori Non Infra
125<= x 5 Sangat Sehat
110<= x<125 4
Sehat
100<= x<110 3
95 <= x<100 2
Kurang Sehat
90 <= x<95 1
x<90 0 Tidak Sehat
Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100/2002 5. Collection Periods (CP)
Keputusan Menteri BUMN Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Collection Periods (CP) dapat dirumuskan sebagai berikut :
πΆπ = Total Piutang Usaha
Total Pendapatan Usaha Γ 365
Adapun skor penilaian Collection Periods untuk BUMN infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.5 Skor Penilaian Collection Periods untuk BUMN Non- Infrastruktur
CP = x (hari) Perbaikan = x (hari) Skor
Kategori Non Infra
x<=60 x>35 5 Sangat Sehat
60 <x<=90 30<x<=35 4,5
Sehat 90 <x<=120 25<x<=30 4
120<x<=150 20<x<=25 3,5
Cukup Sehat 150<x<=180 15<x<=20 3
180<x<=210 10<x<=15 2,4
Kurang Sehat 210<x<=240 6<x<=10 1,8
240<x<=270 3<x<=6 1,2 Tidak Sehat Sumber : Keputusan Menteri Badan Milik Negara Nomor 100/2002 6. Perputaran Persediaan (PP)
Keputusan Menteri BUMN Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Perputaran Persediaan (PP) dapat dirumuskan sebagai berikut :
ππ = Total Persediaan
Total Pendapatan Usaha Γ 365
Adapun skor penilaian Perputaran Persediaan untuk BUMN Non- Infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut :
27
Tabel 2.6 Skor Penilaian Perputaran Persediaan BUMN Non- Infrastruktur
PP = x (hari) Perbaikan = x (hari) Skor
Kategori Non Infra
x<=60 35<x 5 Sangat Sehat
60<x<=90 30<x<=35 4,5
Sehat 90<x<=120 25<x<=30 4
120<x<=150 20<x<=25 3,5
Cukup Sehat 150<x<=180 15<x<=20 3
180<x<=210 10<x<=15 2,4
Kurang Sehat 210<x<=240 6<x<=10 1,8
240<x<=270 3<x<=6 1,2
Tidak Sehat 270<x<=300 1<x<=3 0,6
Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negar Nomor 100/2002 7. Total Asset Turn Over (TATO)
Keputusan Menteri BUMN Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Perputaran Total Asset dapat dirumuskan sebagai berikut :
ππ΄ππ =Total Pendapatan
Total Aktiva Γ 100%
Total Pendapatan adalah total pendapatan usaha dan non usaha tidak termasuk pendapatan hasil penjualan aktiva tetap. Adapun skor penilaian Total Asset Turn Over untuk BUMN Non-Infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.7 Skor Penilaian TATO untuk BUMN Non-Infrastruktur TATO = x (%) Perbaikan = x (%) Skor
Kategori Non Infra
120<x 20<x 5 Sangat Sehat 105<x<=120 15<x<=20 4,5
Sehat 90 <x<=105 10<x<=15 4
75 <x<=90 5 <x<=10 3,5
Cukup Sehat 60 <x<=75 0 <x<=5 3
40 <x<=60 x<=0 2,5
Kurang Sehat 20 <x<=40 x<=0 2
x<=20 x<=0 1,5 Tidak Sehat Sumber:Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor100/2002 8. Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Asset (TMS terhadap TA)
Keputusan Menteri BUMN Nomor 100 (2002) menyatakan bahwa Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS terhadap TS) dapat dirumuskan sebagai berikut :
πππ π‘ππβππππ ππ΄ =Total Modal Sendiri
Toatal Aset Γ 100%
Adapun skor penilaian Rasio Total Modal Sendiri Terhadap Total Aset untuk BUMN Non-Infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.8 Skor Penilaian TMS terhadap TA untuk BUMN Non- Infrastruktur
TMS thd TA (%) Skor
Kategori Non Infra
x<0 0 Tidak Sehat
0<=x<10 4
Kurang Sehat 10<=x<20 6
20<=x<30 7,25 Cukup Sehat 30<=x<40 10 Sangat Sehat 40<=x<50 9
Sehat 50<=x<60 8,5
60<=x<70 8 70<=x<80 7,5
Cukup Sehat 80<=x<90 7
90<=x<100 6,5 Kurang Sehat
Sumber : Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 100/2002
29
H. Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan BUMN
Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP- 100/MBU/2002 tentang penilaian tingkat kesehatan badan usaha milik Negara penilaian kinerja perusahaan BUMN pada aspek keuangan dilakukan dengan melihat beberapa rasio. Rasio tersebut merupakan indikator yang ditetapkan pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan BUMN infrastruktur (infra) dan BUMN non infrastruktur (non infra). Menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor 100 Tahun 2002 menyatakan bahwa penilaian kinerja aspek keuangan BUMN dibagi menjadi delapan:
Tabel 2.9 Daftar Indikator dan Bobot Aspek Keuangan
Indikator Bobot
Infra Non Infra 1. Imbalan kepada pemegang saham (ROE) 15 20
2. Imbalan Investasi (ROI) 10 15
3. Rasio Kas 3 5
4. Rasio Lancar 4 5
5. Collection Periods 4 5
6. Perputaran Persediaan 4 5
7. Perputaran total Aset 4 5
8. Rasio modal sendiri terhadap total aktiva 6 10
Total Bobot 50 70
Sumber : Keputusan Menteri BUMN No.100/MBU/2002
I. Penilaian Kesehatan BUMN
Pada perusahaan swasta tidak ada peraturan baku yang mengatur tentang kesehatan kinerja perusahaan, sehingga masing-masing perusahaan dan industri menilai berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalunya, dan
biasanya paling banyak digunakan adalah analisis likuiditas, sovabilitas, dan rentabilitas. Sama seperti halnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), semua dalam menilai kinerjanya juga dengan ketiga alat analisis diatas. Tetapi semenjak 1998 telah ada pedoman yang mengatur secara rinci penilaian tingkat kesehatan BUMN. Pedoman tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara.
Berikut disajikan penggolongan tingkat kesehatan BUMN berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. Kep-100/MBU/2002.
Tabel 2.10 Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN untuk Seluruh Aspek Tingkat
Kesehatan
Kriteria Tingkat Kesehatan Secara Keseluruhan (Aspek Keuangan, Aspek Operasional dan
Aspek Administrasi) Sehat
AAA >95
AA 80<TS<95
A 65<TS<80
Kurang Sehat
BBB 50<TS<65
BB 40<TS<50
B 30<TS<40
Tidak Sehat
CCC 20<TS<30
CC 10<TS<10
C
Sumber : Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002
Tingkat kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi tiga aspek penilaian dengan bobot masing-masing sebagai berikut:
31
Infra Non Infra
1. Aspek Keuangan 50% 70%
2. Aspek Operasional 35% 15%
3. Aspek Administrasi 15% 15%