• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Petani Reponden

4.1.1 Umur Petani

Umur adalah salah faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan seorang petani dalam melakukan usahatani. Menurut Nurhasikin (2013), manusia dikatakan produktif jika memiliki umur 15-64 tahun. Jika memiliki umur > 64 tahun dikatakan tidak produktif, dan <15 tahun juga belum produktif. Umur seorang petani juga mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam bekerja dan beraktifitas. Petani yang lebih muda, mempunyai kemampuan fisik yang lebih dibandingkan petani yang lebih tua dan cenderung lebih mudah menerima hal-hal baru dianjurkan menambah pengalaman, sehingga cepat mendapat pengalaman-pengalaman baru yang berharga dalam berusahatani.

Umur petani responden yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Umur petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Kelompok Umur (Tahun)

Petani Responden

(orang) Persentase (%)

1 < 35 4 17,39

2 35 – 55 18 78,26

3 > 55 1 4,35

J u m l a h 12 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani responden masih produktif sehingga mempunyai fisik yang kuat untuk mengelola usahataninya.

Sebagian besar umur petani responden berada pada kelompok umur 35 – 55 tahun yakni 78,26%. Rentang usia ini merupakan usia produktif. Pada umumnya manusia yang tergolong ke dalam usia produktif akan memiliki tenaga yang lebih besar untuk bekerja dibandingkan dengan pada usia tidak produktif dan belum produktif (tua atau terlalu muda). Menurut Ukkas,

(2017), tingkat usia berpengaruh terhadap produktivitas kinerja dan kemampuan fisik seseorang tenaga kerja dalam bekerja. Petani memiliki semangat dan produktivitas untuk yang tinggi dalam melakukan usahataninya.

Petani yang berumur produktif mempunyai kemampuan yang baik dalam mengembangkan usahataninya sehingga berpotensi untuk meningkatkan produktivitas kerja. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan seseorang dalam berfikir dan bertindak akan semakin matang (Wawan dan Dewi, 2010).

Selain itu, kelompok usia produktif pada umumnya memiliki motivasi dan semangat yang tinggi dalam menjalankan usahataninya. Umur petani mempengaruhi kemampuan fisik dan pengambilan keputusan dalam pengembangan usahataninya

4.1.2 Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang.

Tingginya tingkat pendidikan akan memudahkan petani dalam menerima sesuatu informasi hal yang baru dan memudahkan dalam melakukan usahatani padinya.

Menurut Sulistiawati (2015) dalam Utari et al., (2022) bahwa tingkat pendidikan dapat dibagi menjadi (1) pendidikan tinggi yaitu yang pernah menempuh perguruan tinggi hingga sampai tamat dari perguruan tinggi (>12 tahun). (2) pendidikan sedang yaitu yaitu dari tidak tamat SMP sampai tamat SMA (7-12 tahun). Pendidikan rendah yaitu petani yang tidak menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) hingga tamat dari SD (1- 6 tahun). Ttingkat pendidikan formal petani responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendidikan formal petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Pendidikan Formal Petani Responden

(orang) Persentase (%)

1 SD 4 17,39

2 SMP 10 43,48

3 SMA 7 30,43

4 Diploma/Sarjana 2 8,70

J u m l a h 23 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

22

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar petani responden bersekolah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu masing-masing sebanyak 43,48% dan 30,43%, dan sekitar 17,39%

berpendidikan SD. Namun, ada pula petani responden yang menempuh pendidikan sampai tingkat Diploma/Sarjana dengan persentase sebanyak 8,70%.

Tingkat pendidikan petani responden rata-rata adalah pendidikan sedang.

Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan informasi yang didapat petani dalam berusahatani dan pengelolaan usahatani. Menurut Kurniati dan Vaulina (2020), rendahnya pendidikan petani dapat menunjukan bahwa kualitas sumber daya petani kurang memadai dalam pengembangan usahatani yang lebih baik. Maka diharapkan pemerintah mengambil peran untuk meningkatkan pendidikan non formal petani melalui penyuluhan. Faktor tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keberhasilan integrasi tanaman padi dengan ternak sapi.

Harapannya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka pemahaman terhadap akses informasi dan penyerapan metode atau teknologi terbaru serta kebijakan pemerintah guna peningkatan usahatani yang dimiliki akan menjadi lebih tinggi.

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi sebuah inovasi. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki wawasan lebih luas sehingga lebih mudah menerima inovasi (Azizah dan Sugiarti, 2020). Petani untuk dapat mengembangkan kapasitas dirinya dalam mengembangkan usahataninya sangat didukung oleh pendidikan formal. Begitupun dalam hal mengadopsi sesuatu, diperlukan pertimbangan-pertimbangan sebelum keputusan diambil. Wawasan dan kecerdasan yang ada pada diri petani diperoleh melalui pendidikan formal, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat adopsinya. Hal ini sesuai dengan Yahya (2016) dan Lestari et al., (2019) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap adopsi petani dalam pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dan memengaruhi tingkat pemahaman dan kemampuan analisis petani terhadap keputusan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan formal seseorang akan memengaruhi dalam pengambilan keputusan mengadopsi suatu inovasi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

4.1.3 Pengalaman Berusahatani

Pengalaman seseorang dalam melakukan usahatani akan mempengaruhi kegiatan berusahatani. Pengalaman berusahatani tanaman padi sebagian besar petani responden relatif telah lama, namun pengalaman berusahatani mengintegrasikan padi dengan sapi relatif masih baru, umumnya masih berkisar 6 tahun ke bawah. Keberhasilan petani dalam mengelola usahatani tanaman padinya yang diintegrasikan dengan ternak sapi juga ditunjang dari pengalaman bertani.

Pengalaman bertani erat kaitannya dengan teknis budidaya pangan dan pemeliharaan ternak sapi seperti penggunaan pupuk atau pakan, pengendalian hama, hingga manajemen biaya. Menurut Narsidah et al., (2015) pengelompokan pengalaman usahatani petani dibagi menjadi tiga yaitu baru memiliki pengalaman 7 tahun, tingkat pengalaman bertani sedang yaitu dari 8-14 tahun, pengalaman bertani tingkat lama yaitu ≥15 tahun. Pengalaman berusahatani petani responden disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengalaman berusahatani petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No.

Pengalaman Berusahatani

(Tahun)

Jumlah (Orang) Persentase (%) Padi Integrasi

Padi-sapi Padi Integrasi Padi- sapi

1 < 6 0 13 0,00 56,52

2 6 - 10 5 10 21,74 43,48

3 10 - 15 6 0 26,09 0,00

4 16 - 20 4 0 17,39 0,00

5 > 20 8 0 34,78 0,00

J u m l a h 23 23 100,00 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 3 menunjukkan pengalaman berusahatani padi sebagian besar petani responden telah lama (>15 tahun) yakni 52,17%, sedangkan pengalaman sebagian besar petani responden dalam mengintegrasikan tanaman padi dengan ternak sapi masih baru yakni 56,52% dengan pengalaman < 6 tahun dan 43,48% dengan pengalaman 6 - 10 tahun.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa tanaman padi sudah cukup lama diusahakan. Menurut pengakuan beberapa petani, bahwasanya mereka menjadi petani padi merupakan usaha turunan dari leluhur mereka. Hal ini akan

24

berpengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilannya dalam menjalankan usaha tani padi dikarenakan sudah memiliki banyak pengalaman dalam berusahatani padi, sehingga petani pastinya sudah bisa mengatasi masalah yang dihadapi berdasarkan pengalamannya. Pengalaman yang cukup lama dalam berusahatani pastinya dapat berpengaruh terhadap penguasaan inovasi dalam menjalankan usahatani padinya. Namun, pengusahaan tanaman padi secara integrasi dengan ternak sapi masih terbilang baru (< 7 tahun).

Pengalaman usahatani diartikan bahwa lamanya petani melakukan berbagai kegiatan usahatani. Pengalaman usahatani juga berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Meskipun pendidikan mereka rendah tetapi pengalaman berusahatani akan membantu keberhasilannya karena dengan semakin tinggi pengalaman berusahatani maka petani sudah terbiasa untuk menghadapi resiko dan mengetahui cara mengatasi masalah jika mengalami kesulitan dalam usahataninya. Pengalaman berusahatani berpengaruh signifikan terhadap adopsi (Munawaroh et al., 2020). Petani dengan pengalaman yang lebih lama cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam usahataninya (Manyamsari dan Mujiburrahmad, 2014).

4.1.4 Luas Lahan

Keberhasilan usahatani ditentukan oleh salah satu indikator yakni luas lahan. Luas lahan menjadi tolak ukur responden dalam menentukan produksi tanamanya. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, maka akan semakin tinggi pula tingkat pendapat yang diperolehnya. Riawati et al., (2016) mengelompokan luas lahan menjadi 3 yaitu luas lahan sempit sebesar ≤ 0,5 ha, luas lahan sedang 0,6 sampai 2 ha, dan lahan luas sebesar > 2 ha.

Luas lahan merupakan faktor yang paling penting, karena semakin luas lahan yang di kelolah oleh petani, memungkinkan tercapainya tingkat produksi yang semakin tinggi. Luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukan bahwa luas lahan yang dikelola petani responden terbanyak di bawah 1 ha (0,45-0,75 ha) yaitu sebanyak 6 orang atau 50%, sedangkan 1 – < 2 ha sebanyak 33% dan ≥ 2 ha sebanyak 17%. Sudjarmoko (2010), menyatakan bahwa dengan lahan usahatani yang semakin luas akan menambah jumlah tanaman yang diusahakan petani dengan kemungkinan hasil produksi juga akan meningkat.

Tabel 4. Luas lahan milik petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Luas lahan Usahatani (ha) Petani Responden

(orang) Persentase (%)

1 < 1 5 21,74

2 1 – < 2 16 69,57

3 ≥ 2 2 8,70

J u m l a h 23 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

4.1.5 Kepemilikian Ternak Sapi

Kepemilikan ternak sapi adalah jumlah keseluruhan ternak yang dimiliki oleh petani responden. Banyaknya ternak sapi yang dipelihara oleh petani responden dalam sistem integrasi padi dan sapi di Desa Lera disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kepemilikan ternak sapi petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No,

Kepemilikan Ternak Sapi

(ekor)

Jumlah Ternak (ekor) Persentase ()

Jantan Betina Jantan Betina

1 1 5 0 100,00 0,00

2 2 - 4 0 68 0,00 86,68

3 > 4 0 11 0,00 13,92

J u m l a h 5 79,00 100,00 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 5 menunjukan bahwa total jumlah sapi yang dimiliki petani adalah 84 ekor terdiri dari 5 ekor sapi jantan dan 79 ekor sapi betina. Rata-rata jumlah sapi yang dimiliki oleh setiap petani responden di Desa Lera adalah sapi betina 2–4 ekor (86,08%). Kondisi ini menggambarkan bahwa ternak sapi masih bersifa sub-sistem, artinya skala usaha pemeliharaan ternak sapi di Desa Lera masih berada dalam skala kecil atau peternak rakyat. Jumlah ternak yang dimiliki akan mempengaruhi keuntungan petani dalam melakukan sistem integrasi padi dan sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusti et al., (2013) bahwa banyaknya jumlah ternak merupakan pengaruh dari besar kecilnya populasi yang dipelihara, dimana semakin besar jumlah ternak maka keuntungan baik secara materi maupun limbah semakin meningkat.

26

4.1.6 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah semua anggota keluarga petani responden dengan semua kebutuhannya yang masih berada dalam tanggungan kepala keluarga. Anggota keluarga responden terdiri dari ayah, ibu, suami/istri, anak, saudara, atau anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggungan responden. Jumlah tanggungan akan berpengaruh terhadap pengeluaran dan kesejahteraan kehidupannya. Jumlah tanggungan keluarga petani responden disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jumlah tanggungan keluarga petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Jumlah Tanggungan

Keluarga Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 < 4 9 39,13

2 4 9 39,13

3 > 4 5 21,74

J u m l a h 23 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 6 menunjukkan jumlah tanggungan responden paling banyak berkisar antara < 4 sampai 4 jiwa yang berjumlah masing-masing 39,13%.

Jumlah tanggungan petani mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran petani.

Menurut Arlis et al., (2016) jumlah anggota keluarga responden akan membatu petani harus meningkatkan produksi untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Semakin tinggi jumah tanggungan petani maka semakin tinggi pula pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh petani, maka dari itu petani padi harus berupaya untuk meningkatkan produksi usahataninya karena banyaknya anggota keluarga yang memiliki umur tergolong produktif.

4.2 Potensi dan Manfaat Yang Diperoleh dari Integrasi Padi dan

Dokumen terkait