• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Produksi, Produktivitas Tanaman Padi Serta Analisis Pendapatan

34

organik padat yang diolah dari feces ternak sapi serta pupuk organic cair yang diolah dari urine sapi. Selain itu, dalam peningkatan produktivitas sapi melalui inovasi teknologi pakan yaitu dengan memanfaatkan jerami dan dedak dalam bentuk yang telah diolah sebagai pakan bagi ternak sapi.

4.3 Produksi, Produktivitas Tanaman Padi Serta Analisis

dikelola misalnya padi, selain itu produktivitas di bidang pertanian juga tidak lepas dari faktor-faktor sosial ekonomi yang ada disekitarnya. Menurut Medah, (2013), faktor ekonomi dalam hal ini meliputi pemanfaatan teknologi. Teknologi diukur melalui penggunaan bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida serta peralatan pertanian yang digunakan. Pemanfaatan teknologi ini harus diseimbangkan dengan sumber daya manusia (SDM) yang tersedia karena SDM merupakan komponen penting dalam peningkatan produksi, karena keberhasilan kinerja individu petani sangat berpengaruh terhadap hasil kerja pertanian (Astuti, 2013).

Analisis pendapatan dilakukan untuk menentukan berapa pendapatan petani usahatani padi. Dalam analisis pendapatan menjelaskan tentang bagaimana struktur biaya, pendapatan dari usahatani padi. Bentuk analisis pendapatan usahatani padi secara umum merupakan selisih antara penerimaan produksi dengan biaya yang dikeluarkan.

Penerimaan produksi usahatani meliputi penerimaan secara tetap dan penerimaan tidak tetap. Penerimaan tetap merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi yang dijual dengan harga satuannya, sedangkan penerimaan tidak tetap berupa hasil produksi yang tidak dijual dan biasanya dikonsumsi atau digunakan oleh petani sendiri seperti jerami dan dedak padi. Analisis pendapatan ini juga membahas biaya usahatani yang tetap dan tidak tetap.

Biaya tidak tetap adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani.

Biaya tetap meliputi semua pengeluaran yang tidak dibayarkan secara tetap tetapi diperhitungkan dalam biaya. Rata-rata pendapatan usahatani padi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pendapatan rata-rata usahatani padi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Uraian Vol Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp/ musim

tanam) 1. Penerimaan

Produksi (kg/musim tanam) 6,045 5.300 32.040.574

Total Penerimaan 32.040.574

2. Biaya Produksi (TC) a. Biaya Variabel (VC)

 Bibit (kg) 35 8.000 280.000

 Pupuk Organik

- Pupuk Kandang (kg) 685 1.000 685.000

- Urin Sapi (L) 5 1.500 7.500

 Pupuk Anorganik

36

No. Uraian Vol Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp/ musim

tanam)

- Urea (kg) 100 2.400 240.000

- NPK (kg) 300 2.500 750.000

 Pestisida

- Insektisida (L) 0,74 219.457 161.301

- Herbisida (L) 0,25 380.000 95.380

 Biaya Tenaga Kerja

- Pekerjaan Pematang, L (HOK) 4 100.000 400.000

- Pengolahan Tanah 1 1.300.000 1.300.000

- Penanaman, L (HOK)

 Cabut Bibit, L (HOK) 4 100.000 400.000

 Tanam, L (HOK) 5 200.000 1.000.000

- Pemupukan I, L (HOK) 2 75.000 150.000

- Pemupukan II, L (HOK) 2 75.000 150.000

- Pengendalian Hama &

- Penyakit, L (HOK) 3 100.000 300.000

- Panen dan Pasaca Panen

 L (HOK) 24 15.000 360.000

 P (HOK) 40 12.027 481.087

Total Biaya Tenaga Kerja 4.541.087

Total Biaya Variabel (VC) 6.760.268

b. Biaya Tetap (FC)

 Biaya Penyusutan Alat 307.576

 Pajak 53.272

Total Biaya Tetap (FC) 360.848

Total Biaya Produksi (TC) 7.121.116

Pendapatan (Pd) 24.919.458

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari sampel sebanyak 23 orang petani di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur memiliki rata-rata total hasil produksi padi sebesar 6,045 kg/ha/musim tanam dari total luas lahan 23,90 ha atau rata-rata hasil produksi 6,279 kg/musim tanam dengan pendapatan usahatani padi rata-rata yang diperoleh adalah Rp 24.919.458.

Biaya variabel adalah biaya besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh produksi. Pamusu dan Paelo (2023) menyatakan bahwa biaya variabel adalah biaya besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh produksi. biaya variable adalah biaya yang besarnya tergantung pada tingkat produksi. Biaya variabel merupakan biaya yang besarannya tergantung dari besarnya usahatani, semakin luas lahan garapan yang dimiliki petani sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar.

Biaya variabel dalam penelitian ini pada usahatani padi meliputi biaya bibit, pupuk meliputi pupuk organik dan an organik, pestisida dan tenaga kerja.

Rata-rata jumlah biaya pupuk organik pada tanaman padi yang digunakan sebesar Rp. 685.000 untuk pupuk kandang dan 7.500 untuk urin sapi. Biaya ini menjadi relatif lebih kecil karena adanya limbah dari ternak sapi yang digunakan serta limbah dari tanaman padi sendiri, biaya pupuk organik ini meliputi campuran dari pupuk organik seperti bahan organik, dedak, bioaktivator dan lain- lain. Sedangkan untuk pupuk anorganik petani menggunakan pupuk urea dan NPK dengan alasan selain karena ketersediaan pupuk lain terbatas, juga kedua jenis pupuk ini relatif lebih mudah didapatkan dari jenis pupuk yang lain. Rata- rata jumlah biaya pupuk anorganik yang digunakan sebesar Rp. 990.000 (Rp.

240.000 urea dan Rp. 750.000 NPK. Pestisida yang digunakan meliputi insektisida dengan biaya rata-rata Rp. 161.301 dan herbisida dengan biaya rata- rata Rp. 95.380.

Biaya tenaga kerja merupakan faktor produksi tidak tetap, dimana jumlah penggunaannya bisa dirubah jumlahnya, baik dikurangi maupun ditambah.

Semakin besar tingkat produksi, maka semakin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Menurut Bustami dan Nurlela (2013), biaya tenaga kerja merupakan kontribusi seorang pekerja dalam proses produksi.

Biaya tenaga kerja meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahap budidaya mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta kegiatan panen dan pasca panen. Biaya tenaga kerja rata-rata mencapai Rp. 4.541.087. Biaya tenaga kerja yang paling besar pada aktivitas usahatani adalah biaya pada proses pengolahan lahan dan penanaman yakni masing-masing sebesar Rp 1.300.000 dan Rp 1.400.000. Pengolahan lahan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pembajakan, penggaruan dan perbaikan pematang sawah. Pada penelitian ini mayoritas petani membajak sawah dengan traktor.

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya tidak berubah dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak ataupun sedikit jumlahnya, besarnya biaya tetap tidak tergantung pada banyak ataupun sedikitnya produksi, yang termasuk dalam biaya tetap adalah pajak lahan dan penyusutan alat. Ibrahim et al., (2021) menyatakan bahwa biaya tetap adalah biaya relative tetap jumlahnya dan selalu dikeluarkan walaupun produksi yang dihasilkan banyak atau sedikit, besarnya biaya tergantung pada besar kecilnya biaya produksi yang diperoleh. Biaya tetap yang dipergunakan dalam usahtani padi sawah yaitu pajak lahan dan penyusutan alat.

38

Biaya tetap pada usahatani padi adalah biaya penyusutan alat yang mencapai rata-rata sebesar Rp. 307.576 dan biaya pajak rata-rata sebesar Rp 53.272, total jumlah biaya tetap usahatani padi sebesar Rp. 360.848.

Penerimaan usahatani yaitu hasil kali antara produksi yang diperoleh dengan harga jual sehingga penerimaan ditentukan besar kecilnya produksi dan harga jual padi maupun ternak sapi. Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima petani yang dihitung dengan mengalikan jumlah produksi padi dengan harga produksi padi di tingkat petani yang diukur dalam satuan rupiah (Rp). Hal ini sesuai dengan Mooduto, Boekoesoe, & Bakari, (2021) bahwa penerimaan usahatani adalah total nominal produk dari usahatani pada periode waktu tertentu. Penerimaan diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi padi dengan harga. Rata-rata jumlah produksi padi petani responden adalah sebanyak 6.045 kg dengan jumlah harga jual sebesar Rp. 5.300 per kg, sehingga penerimaan pada usahatani padi rata-rata sebesar Rp 32,040,574.

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur taraf hidup yang menyangkut kesejahteraan petani adalah tingkat penghasilan yang diperoleh keluarga petani. Dimana pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Tinggi atau rendahnya pendapatan petani di Desa Lera, Kecamatan Wotu dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan dan besarnya penerimaan petani. Pirngadi et al., (2023) menyatakan bahwa tujuan analisis pendapatan untuk melihat besar pendapatan yang didapatkan oleh petani padi sawah dalam kurun waktu satu kali musim tanam. Pendapatan dilihat bukan hanya pendapatan bersih yang diterima petani dan pengeluaran yang dikeluarkan, melainkan juga dilihat dari kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin banyak output, maka akan semakin tinggi pendapatan, dengan pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari pendapatan. Pendapatan usahatani padi dihitung dengan mengalikan jumlah total produksi dengan harga jual. Jumlah uang yang diterima ditentukan oleh jumlah hasil produksi padi sawah pada tingkat harga saat ini. Rata-rata pendapatan dari usahatani padi per hektar per musim tanam adalah Rp 24.919.458.

Pendapatan usahatani adalah jumlah keseluruhan pendapatan bersih yang diperoleh dari keseluruhan aktivitas usahatani merupakan selisih total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) yang dikeluarkan selama satu musim tanam, dimana pendapatan merupakan bagian yang paling penting dalam usahatani bagi setiap responden.

4.3.2 Pendapatan Usaha ternak Sapi

Usaha peternakan pada dasarnya merupakan kegiatan utama bagi peternak di perdesaan, dimana hasil produksinya sepenuhnya di arahkan ke pasar, dan jarang sekali ditemui bahwa peternak langsung mengkonsumsi sendiri hasil ternak dalam pemeliharaan atau hasil dibudidaya sendiri. Biaya dalam suatu usaha ternak sapi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu biaya variabel (variabel cost) dan biaya tetap (fixed cost). Adapun komponen biaya variabel pada usaha ternak sapi di Desa Lera yaitu terdiri dari biaya bibit, obat- obatan, vitamin dan iupah kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan peralatan dan biaya penyusutan kandang seperti yang disajikan pada Tabel 9.

40

Tabel 9. Pendapatan rata-rata usaha ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Uraian Vol Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp/Tahun) 1. Penerimaan

Penjualan (ekor) 2,609 15.543.478 40.548.204

Total Penerimaan (TR) 40.548.204

2. Biaya Produksi (TC) a. Biaya Variabel (VC)

 Bibit Sapi (ekor)

- Jantan 1,00 5.166.452 5.166.452

- Betina 3,00 8.682.840 26.048.520

 Obat-obatan (botol) 2,45 139.527 341.739

 Vitamin (botol) 2,78 20.870 58.072

 Upah Kerja Pemeliharaan Ternak

dan kandang (HOK) 28,87 40.000 1.154.783

Total Biaya Variabel (VC) 32.769.565

b. Biaya Tetap (FC)

 Biaya Penyusutan Alat 111.522

 Biaya Penyusutan Kandang 482.609

Total Biaya Tetap (FC) 594.130

Total Biaya Produksi (TC) 33.363.696

Pendapatan (Pd) 7.184.509

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata total penjualan ternak sapi sebesar

> 2 ekor (2,069 ekor) setiap tahun dengan pendapatan usahatani integrasi padi dan sapi rata-rata yang diperoleh adalah Rp 32,103,967.

Biaya variabel untuk ternak sapi meliputi biaya untuk bibit sapi, obat- obatan, vitamin dan upah tenaga kerja pemeliharaan ternak dan kandang. Rata- rata biaya untuk pembelian bibit sapi terdiri dari bibit jantan dengan rata-rata pembelian 1 ekor dengan harga rata-rata Rp 5.166.452 per ekor dan bibit betina dengan rata-rata total harga Rp 8.682.840 per ekor dengan rata-rata pembelian sebesar 3 ekor sehingga rata-rata total harga adalah Rp 26.048.520. Sedangkan upah tenaga kerja rata-rata mencapai Rp. 1.154.783. Total rata-rata biaya variabel adalah 32.769.565. Biaya yang terbesar dalam biaya produksi pada usahatani ternak sapi adalah biaya pembelian bibit atau bakalan sapi. Hal ini sesuai dengan penelitian Budirahardjo et al., (2011) yang menyatakan bahwa biaya terbesar dalam usahatani ternak sapi adalah pembelian bakalan sapi.

Biaya tetap pada usaha ternak sapi terdiri dari biaya penyusutan alat yang mencapai rata-rata Rp 111.522 serta biaya penyusutan kandang sebesar Rp.

482.609, total jumlah biaya tetap usaha ternak sapi sebesar Rp. 594.130. Total biaya produksi pada usaha ternak sapi merupakan hasil penjumlahan antara

biaya variabel dan biaya tetap yakni senilai 33.363.696. Menurut Usmany (2021), biaya total merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh peternak sapi potong selama satu tahun pemeliharaan yang merupakan hasil penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel.

Rata-rata ternak sapi yang dijual oleh petani responden sekitar 2,609 ekor setiap tahunnya dengan rata-rata harga jual yakni sebesar Rp. 15,543,478 per ekor sehingga penerimaan pada usahatani ternak sapi rata-rata sebesar Rp 40.548.204.

Pendapatan dalam usaha peternakan sapi sangat membutuhkan tindakan analisis untuk mengetahui selisih antara besarnya suatu hasil usaha yang diperoleh dengan besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode pemeliharaan. Melalui analisis pendapatan ini peternak tersebut dapat membuat suatu rencana berkaitan dengan peningkatan usaha yang dikelolanya. Menurut Munawir (2012), bahwa pendapatan merupakan jumlah dana yang diperoleh setelah semua biaya tertutupi, atau dengan kata lain pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya. Rata-rata pendapatan untuk usaha ternak sapi adalah Rp 7.184.509.

Candra dan Anggriawan (2020) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungannya. Apabila biaya produksi yang dikeluarkan terlalu besar dan pendapatan yang diterima tidak maksimal atau terlalu kecil maka usaha peternakan tersebut kurang menguntungkan

Tingkat keuntungan ekonomi dapat diketahui dengan menggunakan analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio). Analisis R/C adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi usahatani padi dan sapi di Desa Lera Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur menghasilkan perbandingan penerimaan terhadap total biaya (R/C Ratio) lebih dari satu seperti yang disajikan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Nilai R/C Ratio integrasi usahatani padi dan sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No Usaha Tani Penerimaan

(Revenue)

Biaya Produksi (Cost)

R/C ratio

1. Padi 32.040.574 7.121.116 4,499

2. Sapi 40.548.204 33.363.696 1,215

3. Integrasi Padi - Sapi 72.588.778 40.484.812 1,793 Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

42

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai R/C Ratio usahatani integrasi tanaman padi dengan ternak sapi lebih besar dari satu. Nilai R/C Ratio usahatani integrasi padi dengan sapi sebesar 1,793 berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya usahatani yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,793. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan usahatani integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera Mario menguntungkan.

Menurut Fyka et al., (2018), analisa imbangan antara total revenue dengan total cost merupakan suatu pengujian kelayakan pada suatu jenis usaha. Kriteria dari hasil analisi R/C ratio adalah jika nilai R/C Ratio >1 maka usaha tersebut dikatakan untung dan layak untuk dijalankan, karena besarnya penerimaan mampu menutupi biaya yang dikeluarkan dalam usahatani, begitupun sebaliknya penerimaan responden pada usaha farming system ini bersumber dari dua yakni penerimaan dari sektor usahatani padi sawah dan usaha pemeliharaan ternak sapi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Limbah yang dihasilkan dari tanaman padi berupa jerami dan dedak dapat bermanfaat bagi sebagai pakan ternak sapi yang mampu menghemat tenaga serta biaya untuk mencari rumput dan membeli pakan. Sedangkan feses (kotoran) dan urine ternak sapi bermanfaat sebagai pupuk organik bagi tanaman padi sehingga menghermat penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan KCl

2. Produktivitas rata-rata tanaman padi adalah 6.045 kg/ha dengan pendapatan rata-rata per hektar per musim tanam adalah Rp 24.919.458 serta nilai R/C Ratio sebesar 4,499, sedangkan rata-rata pendapatan untuk usaha ternak sapi adalah Rp 7.184.509 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,215, yang berarti bahwa tingkat pendapatan usahatani tanaman padi maupun ternak sapi di Desa Lera menguntungkan dan usaha tersebut layak untuk dikembangkan.

5.2 Saran

1. Sebaiknya untuk mengoptimalkan pendapatan petani dari sistem integrasi padi dan sapi ini, petani dapat memasarkan limbah tanaman padi atau ternak sapinya sebagai bahan pembuatan pupuk organik atau mengolahnya sendiri terlebih dahulu menjadi pupuk organik jadi dan siap pakai selanjutnya dijual. Oleh karena itu, petani harus didampingi oleh praktisi yang ahli dalam pembuatan pupuk organik serta pemasarannya seperti penyuluh.

2. Usaha ternak sapi meskipun menguntungkan tetapi masih dapat dioptimalkan lagi, sehingga perlu peran aktif pemerintah untuk memberikan bantuan pengadaan bibit sapi unggul bagi petani sekaligus memberikan penyuluhan dan pengawasan budidaya agar produktivitas dan pendapatan

43

petani semakin meningkat sehingga meningkatkan pula kesejahteraan petani

3. Perlu inovasi teknologi dalam integrasi tanaman padi dan ternak sapi meliputi teknologi budidaya tanaman padi dan budidaya ternak sapi serta teknologi produksi padi-ternak sapi secara integrasi, teknologi pakan ruminansia, teknologi pengolahan limbah atau hasil samping tanaman padi serta teknologi pengolahan limbah ternak sapi baik limbah padat (feses) maupun limbah cair (urine).

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya, I.N. 2011. Pemanfaatan urin ternak (Bio Urine) dalam mendukung pertanian ramah lingkungan. Buletin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Hal 15-16.

Ahmad, A, R., Nasir, A, S, M., Soon, N, K., Isa, K., & Yusoff, R, M. 2018.

Adoption Of Integrated Farming System Of Cattle And Oil Palm Plantation In Malaysia. Advanced Science Letters 24(4): 2281–2283

Anugrah, I, S., S, Sarwoprasodjo., K, Suradisastra., dan N, Purnaningsih. 2014.

Sistem pertanian terintegrasi – simantri: konsep, pelaksanaan dan perannya dalam pembangunan pertanian di Provinsi Bali. Forum Penelitian Agro Ekonomi Desember 2014 32(2):57 – 176.

Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta

Arini, N., dan E, D, Murrinie. 2022. Pengaruh Jenis Bahan Campuran dan Dosis Kompos Ampas Tahu Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans). Jurnal Pertanian Agros 24(1): 115 -121.

Arlis., Defidelwina., & E, Rusdiyana. 2016. Hubungan Karakteristik Petani Dengan Produksi Padi Sawah Di Desa Rambah Tengah Barat Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Pertanian 3(1):1-15.

Aryanto, A, T., dan Effendi, I. 2015. Perancangan Model Pertanian Terpadu Tanaman-Ternak dan Tanaman-Ikan di Perkampungan Teknologi Telo, Riau. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy). Vol.

43(2) pp. 168-178.

Asai, M., Moraine, M., Ryschawy, J., de Wit, J., Hoshide, A. K., & Martin, G.

2018. Critical factors for crop-livestock integration beyond the farm level: A cross-analysis of worldwide case studies. Land Use Policy, 73, 184–194.

Astuti, Y. 2013. Efektivitas Pelaksanaan Program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kelompok Tani Ternak Satya Kencana Desa Taro Dan Kelompok Tani Tegal Sari Desa Pupuan Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar).

Tesis Program studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Aziz, M., Muhtarudin, & Widodo, Y. 2014. Potensi Limbah Jerami Padi dan Daun Singkong Untuk Mendukung Program Pembibitan Sapi Po (Peranakan Ongole) Di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(2):44–

48.

Azizah, L, N., dan T, Sugiarti. 2020. Tingkat Pengetahuan Petani Terhadap Pemanfaatan Tanaman Refugia di Desa Bandung Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk. Agriscience 1(2): 353–366.

45

Bahasoan, H., dan S. Buamona. 2023. Integrasi Tanaman Padi dan Ternak Sapi di Desa Savana Jaya Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 4(1): 33-40.

Basuni, R., & Kusmana, C. 2015. Model Sistem Integrasi Padi-Sapi Potong Di Lahan Sawah. Forum Pascasarjana 33(3):177–190

Bolsen, K, K., G, Ashbell., and Z,G, Weinberg. 1996. Silage fermentation and silage additives (Rev.). Asian-Australian J. of Anim. Sci., 9(5): 483-493.

Budiraharjo, K., M, Handayani., dan G, Sanyoto. 2011. Analisis Profitabilitas Usaha Penggemukan Sapi Potong Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Mediagro 7(1): 1 – 9.

Bustami, B., dan Nurlela. 2013. Akuntansi Biaya (Cetakan Keempat). Mitra Wacana Media. Jakarta.

Journal Of Animal Science, Vol. 96 (8): 3513–3525.

Candra, D, A., dan R, Anggriawan. 2020. Analysis Biaya Produksi Usaha Ternak Sapi Perah Anugerah Di Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri.

Agriovet 3(1): 1-9.

Carvalho, P. C. De F., Peterson, C. A., Nunes, P. A. De A., Martins, A. P., Filho, W. De S., Bertolazi, V. T., Kunrath, T. R., De Moraes, A., &

Anghinoni, I. 2018. Animal Production And Soil Characteristics From Integrated Crop-Livestock Systems: Toward Sustainable Intensification.

Journal Of Animal Science, Vol. 96 (8): 3513–3525.

Chaniago, N., Safruddin., & Kurniawan, D. 2017. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) terhadap pemberian pupuk kandang sapi dan fermentasi urin sapi. Bernas, 13(2), 23-29.

Chantika. 2009. Pengembangan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Manfaat Urine Sapi sebagai Sumber Unsur Hara. Mediyatama Sarana Perkasa.

Jakarta.

Dewi, P., Darmawan, S., Didi, R., & B, Eymal, D. 2019. Farmers Household Strategy In Land Conversion Dynamics (Case Study Of Penrang District, Wajo Regency, South Sulawesi). International Journal Of Scientific Research In Science And Technology, January, Vol. 10(3): 278–287 Edi, D., N. 2020. Analisis Potensi Pakan untuk Pengembangan Ternak

Ruminansia di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 15(3), 251–258.

Efendi, E., Purba, D, W., & Nasution, N, U. 2017. Respon Pemberian Pupuk NPK Mutiara dan Bokashi Jerami Padi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L). Bernas 13(3): 20-29.

Erfan, M, S. 2020. Pembuatan Pupuk Organik Cair Menggunakan Promiting Microbes (Promi) Dengan Metode Fermentasi. Chemtag, Journal of Chemical Engineering 1(2):44-51.

Ezeaku, I, E., Mbah, B, N., Baiyeri, K, P., and Okechukwu, E, C. 2015.

Integrated crop-livestock farming system for sustainable agricultural production in Nigeria. African Journal of Agricultural Research Vol. 10(47), pp. 4268-4274.

Fyka, S, A., Limi, M, A., Zani, M., & Salamah, S. 2019. Analisis Potensi dan Kelayakan Usahatani Sistem Integrasi Padi Ternak (Studi Kasus di Desa Silea Jaya Kecamatan Buke Kabupaten Konawe Selatan). Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 6(3):375–381

Gusti, P., Jafrinur., dan Nofialdi. 2013. Kontribusi pendapatan usaha ternak sapi potong pada program sarjana membangun desa (SMD) terhadap pendapatan rumah tangga peternak di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Agribisnis Kerakyatan. 3 (1) : 57-63.

Hadija, H., Ikawati, I., & Nirawati, N. 2016. Kajian Potensi Pengembangan Teknologi Sistem Integrasi Tanaman Jagung Dan Ternak Model Zero Waste Di Kabupaten Soppeng. Agrotan, Vol. 2 (2):68–84.

Hambali, E., Mujdalipah, S., Halomoan, T., Pattiwiri, W., dan Hendroko, R. 2007.

Teknologi Bioenergi. Bogor: Agromedia Pustaka.

Hartatik, W., Husnain., dan L, R, Widowati. 2015 .Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman . Jurnal Sumberdaya Lahan Desember 2015 9(2): 107-120.

Haryanto, B. 2004. Sistem intergrasi padi ternak dan ternak sapi (SIPT) dalam program P3T. Makalah disampaikan pada Seminar Pekan Padi Nasional di Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi, 15-19 Juli 2004.

Haryanto, B., B. Harsana dan I. Ismet. 2003. Sistem integrasi padi ternak (SIPT).

Juknis. Balitnak. Bogor.

Hendryadi., Tricahyadinata, I., & Zannati, R. 2019. Metode Penelitian: Pedoman Penelitian. Bisnis dan Akademik. Jakarta: Lembaga Pengembagan Manajemen dan Publikasi Imperium (LPMP Imperium).

Hidayah, N., & M, Shovitri. 2012 Adaptasi isolat bakteri aerob penghasil gas hidrogen pada medium limbah organik. Hidayah, Jurnal Sains dan Seni ITS 1(1): 16-18.

Hidayat, N. 2016. Keberlanjutan Sistem Usahatani Integrasi Tanaman- Ternak Pasca Bencana Alam Gempa Bumi Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sains Peternakan, Vol 7(1):30.

Hidayat, H., M, A, Pagala., & D, Zulkarnain. 2020. Basis pengembangan kawasan sapi potong berdasarkan luas tanaman perkebunan dan tanaman pangan di Kabupeten Muna. Jurnal Sosio Agribisnis 5(1):43-49.

Hidayati, F., Yonariza, Y., Nofialdi, N., & Yuzaria, D. 2020. Analisis Keuntungan dan Kendala Penerapan Konsep Sistem Pertanian Terpadu (SPT) di Indonesia. JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis) : Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, 5(3), 74–83.

Holland, J. 2020. Integrated Farming Systems. Managing Soils And Terrestrial Systems, Vol. 4 (9):171–175.

Ibrahim, R., A, Halid., Y, Boekoesoe. 2021. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Non Irigasi Teknis di Kelurahan Tenilo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Agrinesia 5(3): 176-181.

Indrawanto, C., dan Atman. 2017. Integrasi Tanaman-Ternak Solusi Meningkatkan Pendapatan Petani. IAARD PRESS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta

Dokumen terkait