• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA SISTEM PERTANIAN INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SAPI DI DESA LERA, KECAMATAN WOTU, KABUPATEN LUWU TIMUR

MUHAMMAD TRIONO, SP

Academic year: 2024

Membagikan "DOKUMEN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA SISTEM PERTANIAN INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SAPI DI DESA LERA, KECAMATAN WOTU, KABUPATEN LUWU TIMUR"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA SISTEM PERTANIAN INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SAPI

DI DESA LERA, KECAMATAN WOTU KABUPATEN LUWU TIMUR

PRODUCTIVITY AND INCOME IN THE RICE-COW INTEGRATION FARMING SYSTEM IN LERA VILLAGE, WOTU DISTRICT

EAST LUWU REGENCY

MUHAMMAD TRIONO P012202011

PROGRAM STUDI SISTEM-SISTEM PERTANIAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2023

(2)

PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA SISTEM PERTANIAN INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SAPI

DI DESA LERA, KECAMATAN WOTU KABUPATEN LUWU TIMUR

Tesis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar magister

Program Studi Sistem-Sistem Pertanian

Disusun dan diajukan oleh

MUHAMMAD TRIONO P012202011

Kepada

PROGRAM STUDI SISTEM-SISTEM PERTANIAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2023

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA SISTEM PERTANIAN INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SAPI

DI DESA LERA, KECAMATAN WOTU KABUPATEN LUWU TIMUR

Disusun dan diajukan oleh:

MUHAMMAD TRIONO P012202011

Menyetujui Komisi Penasihat

Ketua Anggota

Prof Dr.Ir. Didi Rukmana , M.Sc Dr. Ir. Rahmadanih, M.Si NIP. 19540815 197803 1 004 NIP. 19660427 199103 2 002

Ketua Program Studi Sistem-sistem Pertanian

Dr. Ir. Burhanuddin Rasyid., M. Sc

Nip : 19640721 199002 1 001

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Triono

Nomor Pokok : P012202011

Program Studi : Sistem-Sistem Pertanian

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan teis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, November 2023 Yang menyatakan

Muhammad Triono

(5)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis sangat menyadari, tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat kemampuan penulis yang sangat terbatas. Untuk itu saran dan kritikan yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan tesis ini akan penulis terima dengan senang hati.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Orangtuaku, istri dan anakku. Ucapan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof Dr. Ir. Didi Rukmana, M.Sc selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Rahmadanih, M.Si selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan gagasan dan meluangkan waktunya dalam melakukan bimbingan, koreksi kepada penulis selama proses penelitian berlangsung sampai tahapan penulisan tesis ini dapat terwujud, serta dapat memberikan dukungan moral maupun spiritual.

2. Dekan dan Wakil Dekan, Ketua Program Studi Sistem-sistem Pertanian Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin serta staf dosen yang telah memberikan pelayanan akademik, motivasi, membimbing, mendidik dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis sejak awal masuk program pascasarjana hingga selesai.

3. Rekan-rekan Program Studi Sistem-sistem Pertanian Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Pada kesempatan ini juga penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala kekhilafan yang tidak berkenan yang mungkin penulis lakukan selama mengerjakan tresis ini.

Akhirnya penulis berharap semoga kebaikan dari semua pihak yang telah diberikan kepada Penulis memperoleh Rahmat, Hidayah dan Karunia dari Allah SWT. Amin...

Makassar, November 2023

P e n u l i s

(6)
(7)

vii

ABSTRAK

MUHAMMAD TRIONO. Produktivitas dan Pendapatan Petani Pada Sistem Pertanian Integrasi Tanaman-Ternak Sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur (dibimbing oleh Didi Rukmana dan Rahmadanih).

Sistem pertanian terpadu telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa jerami, serta kotoran ternak secara efisien. Pendapatan petani dengan sistem integrasi tanaman-ternak dan tanpa integrasi tentu berbeda. Hal ini karena petani dengan integrasi akan memperoleh penerimaan dari dua usaha yaitu tanaman dan ditambah dari usaha ternak sapi yang dimiliki.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat yang diperoleh tanaman dan ternak sapi dalam sistem integrasi serta menganalisis kontribusi pertanian integrasi terhadap produksi tanaman padi dan ternak sapi serta pendapatan petani. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif. Data yang dikumpulkan disusun, ditabulasi dan dianalisis dengan analisis pendapatan usaha tani pada sistem integrasi tanaman padi dan ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan dari tanaman padi berupa jerami dan dedak bermanfaat sebagai pakan ternak sapi yang mampu menghemat tenaga serta biaya untuk mencari rumput dan membeli pakan. Sedangkan feses (kotoran) dan urine ternak sapi bermanfaat sebagai pupuk organik bagi tanaman padi sehingga menghermat penggunaan pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Produktivitas per hektar per musim tanam adalah Rp 24.919.458 serta nilai R/C Ratio sebesar 4,499, sedangkan rata-rata pendapatan untuk usaha ternak sapi adalah Rp 7.184.509 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,215, yang berarti bahwa tingkat pendapatan usahatani tanaman padi maupun ternak sapi di Desa Lera menguntungkan dan usaha tersebut layak untuk dikembangkan.

Kata Kunci: pertanian terpadu.

(8)

ABSTRACT

MUHAMMAD TRIONO. Productivity And Income In Rice-Cow Integration Farming System In Lera Village, Wotu District East Luwu Regency (supervised by Didi Rukmana and Rahmadanih)

Integrated farming systems have become part of farming culture in Indonesia.

This system is able efficiently utilize local resources, namely by-products in the form of straw and livestock manure. The income of farmers with a crop-livestock integration system and without integration is certainly different. This is because farmers with integration will receive income from two businesses, namely crops and additionally from the cattle business they own. This research aims to examine the benefits obtained by crops and cattle in an integrated system and analyze the contribution of integrated agriculture to rice and cattle production as well as farmer income. The method used to achieve the objectives in this research is the descriptive method.Data were collected and compiled, tabulated and analyzed using farming income analysis in an integrated system of rice crops and cattle livestock. The research results show that the residue produced from rice plants in the form of straw and bran can be useful as cattle feed which can save energy and costs for looking for grass and buying feed. Meanwhile, cattle feces (dung) and urine are useful as organic fertilizer for rice plants, thus saving on the use of Urea, SP-36 and KCl fertilizers. Productivity per hectare per planting season is IDR 24,919,458 and the R/C Ratio value is 4,499, while the average income for cattle farming is IDR 7,184,509 with The R/C ratio value is 1.215, which means that the income level of rice and cattle farming in Lera Village is profitable and the business is feasible to develop.

Keywords: integrated farming

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

PERNYATAAN PENGAJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS...iv

UCAPAN TERIMA KASIH...v

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...viI DAFTAR ISI ...viiI DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

BAB I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...4

1.3. Tujuan Penelitian ...4

1.4. Kegunaan Penelitian ...5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1. Sistem Pertanian Terpadu (Terintegrasi) ...6

2.2. Sistem Integrasi Tanaman Ternak ...8

2.3 Produktivitas Tanaman dan Pendapatan Usahatani Pada Sistem Integrasi ...10

2.4 Kerangka Fikir...13

(10)

Halaman

BAB III. METODE PENELITIAN...15

3.1 Tempat dan Waktu...15

3.2 Subjek dan Objek Penelitian ...15

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...15

3.4 Teknik Penarikan Sampel ...16

3.5 Jenis dan Sumber Data...16

3.6 Pengumpulan Data ...17

3.7 Metode Analisis Data ...18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...20

4.1 Karakteristik Petani Reponden...20

4.2 Potensi dan Manfaat Yang Diperoleh dari Integrasi Padi dan Sapi ...26

4.3 Produksi, Produktivitas Tanaman Padi Serta Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi Padi dan Sapi ...33

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...42

5.1 Kesimpulan...42

5.2 Saran...42

DAFTAR PUSTAKA...44

LAMPIRAN...53

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Urut Halaman

1. Umur petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...20 2. Pendidikan formal petani responden integrasi tanaman padi dengan

ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...21 3. Pengalaman berusahatani petani responden integrasi tanaman padi

dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...23 4. Luas lahan milik petani responden integrasi tanaman padi dengan

ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...25 5. Kepemilikan ternak sapi petani responden integrasi tanaman padi

dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...25 6. Jumlah tanggungan keluarga petani responden integrasi tanaman padi

dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...26 7. Potensi dan manfaat timbal balik masing-masing komoditi dalam

integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...27 8. Pendapatan rata-rata usahatani padi di Desa Lera, Kecamatan Wotu,

Kabupaten Luwu Timur...35 9. Pendapatan rata-rata usaha ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu,

Kabupaten Luwu Timur...39 10. Nilai R/C Ratio integrasi usahatani padi dan sapi di Desa Lera,

Kecamatan Wotu,,, Kabupaten Luwu Timur...40

(12)

Nomor Urut Lampiran Halaman

1. Identitas petani responden pada integrasi usahatani padi dan sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur...53 2. Produksi tanaman padi petani responden pada integrasi padi dan sapi

di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kab. Luwu Timur...54 3. Pendapatan usahatani petani responden pada integrasi padi dan sapi

di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kab. Luwu Timur...55

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian...14

(14)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran sektor pertanian dalam pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, holtikultura, kehutanan, perkebunan dan peternakan, diantara keempat subsektor yang memiliki peran penting, sektor panganlah yang memiliki peran penting dalam penyediaan bahan pangan bagi masyarakat dalam menunjang keberlangsungan hidup.

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi konsumsi dalam negeri dan meningkatkan kontribusi devisa dari sektor pertanian. Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian negara. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda ke depan dan ke belakang yang besar melalui peningkatan input-output-outcome antar industri, konsumsi dan investasi.

Eksploitasi terhadap sumberdaya lahan yang dicirikan oleh penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dalam upaya meningkatkan produksi pertanian nasional telah menyebabkan banyak lahan pertanian di Indonesia berada pada kondisi degrdasi. Di sisi lain, penggunaan tenaga pada sektor pertanian, khususnya untuk usahatani semusim seperti padi dan jagung hanya bersifat musiman, sementara ketersediaan tenaga kerja keluarga sepanjang waktu. Sehingga pada saat-saat tertentu banyak tenaga kerja keluarga yang menganggur atau belum digunakan secara optimal.

Usaha ternak seperti sapi telah banyak berkembang di Indonesia, akan tetapi petani pada umumnya masih memelihara sebagai usaha sambilan sehingga manajemen pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional.

Kendala utama dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan tanaman adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau. Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya walaupun dengan harga relative murah.

(15)

2

Pembangunan sektor pertanian tidak dapat lagi dilakukan dengan cara- cara lama, harus diubah sejalan dengan makin besarnya tantangan dan perubahan lingkungan strategis, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.

Sistem pertanian yang tanpa memperhatikan kaidah-kaidah keseimbangan ekologi merupakan bagian dari upaya perusakan lingkungan hidup.

Pertanian ramah lingkungan dapat dikembangkan salah satunya dengan sistem pertanian terpadu tanaman dan ternak (Lubis , 2012).

Sistem pertanian terpadu telah menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia. Sistem ini mampu memanfaatkan sumber daya lokal yaitu bahan ikutan berupa jerami, serta kotoran ternak secara efisien. Ciri utama sistem pertanian terpadu adalah adanya keterkaitan antara tanaman dan ternak misalnya limbah tanaman (jerami) digunakan sebagai pakan ternak, begitupun sebaliknya kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman. Sistem pertanian terpadu memberikan keuntungan kepada petani yaitu pupuk kandang sapi dan bahan ikutan pertanian berupa jerami. Pupuk kandang sapi selama ini belum optimal digunakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah atau dapat dijual sebagai sumber pendapatan. Limbah pertanian yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan yang berkualitas, sehingga mengurangi biaya penyediaan pakan.

Sistem pertanian terpadu merupakan solusi terhadap permasalahan pakan dapat memperkuat ketahanan pangan dengan pengolahan limbah pertanian menjadi pakan bernilai nutrisi tinggi dan dapat mencukupi kebutuhan ternak sapi. Ketersediaan pakan hijauan secara kontinyu dan berkualitas merupakan salah satu faktor pembatas pengembangan sapi potong, karena keterbatasan lahan untuk budidaya tanaman pakan. Oleh karena itu adanya penerapan sistem integrasi tanaman-ternak untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan terutama di musim kemarau dengan pemberian limbah pertanian (jerami) untuk ternak ruminansia. Menurut Sariubang et al., (2000), hanya 34-39% jerami di Indonesia dimanfaatkan untuk pakan. Secara umum, sistem pertanian terpadu merupakan salah satu cara bangsa Indonesia untuk mewujudkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan.

Program integrasi tanaman dan ternak merupakan program nasional dalam rangka mengatasi persoalan semakin sempitnya lahan dan semakin tingginya permintaan masyarakat akan produk ternak serta menciptakan

(16)

pertanian yang ramah terhadap lingkungan, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan.

Model sistem integrasi tanaman dan ternak tidak hanya mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), tetapi juga aspek ramah lingkungan (environmentally tolerable). Sehingga model tersebut dapat diterima secara sosial (socially acceptable), secara ekonomi (economically feasible) dan politis (politically desirable) serta di masa depan akan terus dikembangkan. Sehingga dengan melakukan sistem integrasi tanaman dan ternak dapat memberikan added value bagi petani jika mampu mengelolanya.

Sistem integrasi tanaman pangan dan ternak merupakan alternatif dalam pengembangan sektor peternakan, mengingat ketersediaan pakan merupakan kendala dalam pengembangan ternak ruminansia (Hidayat et al., 2020). Hasil ikutan pertanian digunakan untuk pakan ternak, hasil ikutan tanaman pangan dan perkebunan diduga memiliki kandungan nutrisi (Edi, 2020). Hasil samping produk tersebut, sebenarnya dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah (Zulkarnain et al., 2019).

Pengembangan tenak sapi dengan memanfaatkan jerami sebagai pakan ternak yang dapat menghasilkan kotoran (feses) sebagai input pertanian cukup besar. Hal ini didukung pernyataan Novitri et al., (2019) bahwa seekor sapi dapat menghasilkan kompos 2-3 kh/hari yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Masih tersedianya lahan dan melimpahnya limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung dan limbah pertanian lainnya. Limbah-limbah pertanian ini dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan, sedangkan ternak akan menghasilkan produk bernilai ekonomis tinggi yakni pupuk organik yang dapat menjaga kesuburan tanah. Hal ini sejalan pendapat Usman et al., (2017), bahwa kotoran sapi mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara tanah. Selanjutnya pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dapat meningkatkan produksi ternak sapi.

Simbiosis mutualisme akan terjadi dalam sistem integrasi ini dimana masing-masing pihak baik ternak sapi maupun tanaman sama-sama mendapat manfaat dengan adanya sistem integrasi ini. Dalam sistem tersebut dapat memberi manfaat sebagai berikut menjadi tenaga ternak bagi petani, menghasilkan daging (untuk sapi potong), menghasilkan anak sapi (dari sapi induk), menghasilkan susu (dari sapi perah) dan menghasilkan pupuk kandang.

(17)

4

Pendapatan petani yang menerapkan sistem integrasi dan tidak integrasi sapi dengan tanaman tentu berbeda. Hal ini karena petani yang menerapkan sistem integrasi akan memperoleh penerimaan yang berasal dari 2 (dua) usaha yaitu usahatani tanaman dan ditambah penerimaan yang berasal dari usaha ternak sapi yang dimiliki. Sedangkan petani yang belum menerapkan sistem integrasi hanya memperoleh penerimaan yang berasal dari usahatani tanaman saja. Sistem integrasi ternak sapi dan tanaman merupakan salah satu cara efektif meningkatkan produktivitas pangan berwujud nabati dan hewani.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh integrasi tanaman padi dan ternak sapi terhadap produktivitas tanaman dan peningkatan pendapatan petani.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dilakukan serangkaian penelitian untuk menjawab pertanyaan berikut :

1. Bagaimana potensi dan manfaat yang diperoleh tanaman dan ternak sapi dalam sistem integrasi?

2. Berapa besar produksi, produktivitas padi dan pendapatan petani yang melakukan integrasi tanaman padi dan ternak sapi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengkaji potensi dan manfaat yang diperoleh tanaman dan ternak sapi dalam sistem integrasi

2. Menganalisis besar produksi, produktivitas tanaman padi dan pendapatan petani dengan integrasi padi dan sapi.

(18)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi para petani dalam memutuskan untuk melakukan usahatani secara terintegrasi antara tanaman–ternak sapi, sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang dimilikinya. Bahan informasi bagi pemerintah atau lembaga lainya di dalam menentukan kebijakannya di bidang pertanian. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan bagi petani dalam melaksanakan usahatani yang berkelanjutan melalui integrasi tanaman dan ternak sapi guna meningkatkan pendapatan dan keberlanjutan usahataninya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pertanian Terpadu (Terintegrasi)

Pertanian terpadu adalah kegiatan pengelolaan sumber daya hayati yang mencakup tanaman, hewan ternak, dan atau ikan. Keterpaduan pertanian demikian merujuk pada pengertian keterpaduan agribisnis secara horizontal, yang dalam uraian di atas dapat dipenuhi oleh suatu sistem Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA). Sering kali, keterpaduan juga dipahami menurut pengertian keterpaduan secara vertikal yakni kegiatan agribisnis yang sekaligus mencakup kegiatan budidaya pertanian (on farm) dan kegiatan agroindustri dan perdagangan hasil pertanian (off form) (Purba et al., 2022). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan ternak dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang oftimal dan sifatnya cendrung tertutup terhadap masukan luar.

Konsep pertanian terpadu yang melibatkan tanaman dan ternak sebenarnya sudah diterapkan oleh petani di Indonesia sejak mereka mengenal pertanian, namun masih secara tradisional, tanpa memperhitungkan untung-rugi, baik secara finansial maupun dalam konteks pelestarian lingkungan hidup (Usman et al., 2017). Sistem pertanian terpadu menyediakan beragam produk yang lebih besar ke keluarga petani dan menawarkan cara untuk memanfaatkan residu tanaman atau lahan non- pertanian untuk menghasilkan produk terkait, sekaligus menghasilkan pupuk kandang untuk memperbaiki kesuburan dan kualitas tanah yang dibudidayakan (Basuni & Kusmana, 2015; Fyka et al., 2019).

Resiko kegagalan panen dapat dikurangi dengan pertanian terpadu, karena ketergantungan pada suatu komoditi dapat dihindari dan hemat ongkos produksi. Sistem pertanian terpadu tanaman dan ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah.

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas sudah banyak program peningkatan

(20)

pendapatan petani peternak mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak. Ternak dapat berperan sebagai industri biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan sekaligus penyedia kompos. Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan adalah dengan pegembangan pola bertani dengan memperhatikan ekosistem lahan dan memperhatikan potensi suatu wilayah (Martin et al., 2016).

Usaha ternak sapi dan tanaman pada pola pertanian terpadu diharapkan mampu membantu mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan, diversifikasi usaha tani dan ternak diharapkan juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sujana et al., 2016). Sistem pertanian terpadu (tanaman–ternak) adalah mengintegrasikan semua komponen baik secara vertikal maupun horisontal dengan memanfaatkan semua potensi yang ada (Hadija et al., 2016).

Sistem usahatani terintegrasi tanaman-ternak sangat menentukan keberhasilan produk yang bisa bersaing dipasar, sekaligus membuka peluang kesempatan kerja dan memberikan pendapatan bagi petani (Marjaya, 2016;

Hidayat, 2016). Sektor pertanian saat ini masih menjadi andalan utama dalam pembangunan nasional, terkait dengan upaya untuk mewujudkan dan mempertahankan ketahanan pangan, menyediakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat, serta memenuhi berbagai kebutuhan bahan baku industri (Kusumo et al., 2017).

Pola integrasi sangat menunjang dalam hal penyediaan pupuk kandang untuk lahan pertanian (Carvalho et al., 2018), sehingga pola ini juga dinamakan sebagai pola peternakan tanpa hasil ikutan, sebab limbah pertanian dari kegiatan peternakan digunakan untuk pupuk, dan hasil ikutan dari kegiatan pertanian digunakan untuk pakan ternak (Widi et al., 2019).

Manfaat integrasi tanaman dan ternak secara rinci, yaitu: (1) meningkatkan diversifikasi usaha terhadap kotoran ternak, (2) peningkatan nilai tambah dari tanaman atau hasil ikutannya, (3) mempunyai potensi mempertahankan kesehatan dan fungsi ekosistem, dan (4) mempunyai kemandirian usaha yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya mengingat nutrisi dan energi saling mengalir antara tanaman dan ternak (Indrawanto dan Atman, 2017).

Tujuan integrasi ternak serta tanaman untuk mendapatkan hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan

(21)

8

tanah (Thanh Hai et al., 2020). Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga bisa mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya (Hadija et al., 2016). Selanjutnya dinyatakan beberapa ciri pertanian terpadu, diantaranya yaitu: 1) pengelolaan pertanian dilakukan secara luas dan komprehensif , 2) kegiatan pertanian beorientasi pada produktivitas, efisiensi, keberlanjutan dan diterima secara sosial dan menguntungkan secara ekonomi, 3) pertanian terpadu merupakan suatu sistem yang mandiri dengan sistem Low External Input Sustainable Agriculture atau disingkat LEISA.

Sistem tersebut mampu berjalan dengan baik tanpa ketergantungan asupan dari luar sistem dan 4) sistem tersebut bisa diukur dan dievaluasi pada setiap tahapan.

Tujuan pertanian terpadu atau pertanian terintegrasi untuk menjamin dampak lingkungan sekecil mungkin (Suryantini & Novra, 2015), melestarikan keanekaragaman hayati dan mengurangi risiko bahaya kesehatan bagi para pekerja pertanian dan konsumen (Lukiwati et al., 2016), meminimalkan penggunaan bahan kimia sintetik (sebagai pestisida dan pupuk) dan sebagai alternatif produk alami (Ramdani et al., 2017). Pertanian terpadu bisa dilakukan melalui beragam jenis kegiatan, diantaranya yaitu menggunakan air secara rasional untuk mencegah erosi dan memastikan kesuburan tanah dengan melakukan rotasi tanaman serta praktik “pupuk hijau” yang terdiri dari mengubur tanaman spesifik di tanah untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburannya (Vanhuri et al., 2018; Ahmad et al., 2018).

2.2 Sistem Integrasi Tanaman Ternak

Sistem Integrasi tanaman-ternak dapat memperbaiki kualitas tanah, meningkatkan hasil, menghasilkan pangan beragam dan memperbaiki efisiensi penggunaan lahan. Manfaat sistem Integrasi tanaman-ternak yaitu aspek agronomi untuk peningkatan kapasitas tanah, aspek ekonomi yaitu diversifikasi produk, aspek ekologi yaitu menurunkan serangan hama dan penggunaan pestisida, dan aspek sosial yaitu distribusi pendapatan lebih merata (Suwarto et al., 2019). Sistem Integrasi yakni kombinasi tanaman- ternak, jumlahnya bisa sangat banyak. Ketika, dihadapkan pada alternatif dan

(22)

perlu ada suatu model perancangan untuk menentukan pilihan pola pertanian terpadu yang optimal secara ekologis dan ekonomis (Tumewu et al., 2014;

Kemala & Sekartika, 2019).

Keuntungan yang dapat diperoleh dari segi ekonomi menguntungkan, segi ekologi dapat menjaga kelestarian sumber daya alam, karena pupuk yang digunakan berasal dari bahan organik dimana penggunaan 10 ton akan menyediakan hara nitrogen sebesar 114 kg, fosfor sebesar 230 kg, dan kalium sebesar 118 kg, hal ini dapat mengurangi penggunaan dosis urea 300 kg menjadi 200 kg/ha (Suwarto, 2018).

Sistem pertanian integrasi adalah pola integrasi dua atau lebih kegiatan pertanian dalam satu lokasi. Kegiatan dapat berupa integrasi peternakan dan pertanian. Hal ini berarti adanya keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam satu kegiatan usaha tani. Pola ini dianggap juga sebagai pola tanpa limbah (zero waste) (Hadija et al., 2016), karena limbah peternakan digunakan sebagai pupuk tanaman dan limbah pertanian sebagai pakan ternak. Penggabungan kegiatan peternakan dan pertanian dalam satu lahan memerlukan pengaturan sedemikian rupa sehingga kedua kegiatan berjalan dengan baik dan saling menguntungkan (Aryanto and Effendi 2015).

Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman (Dewi et al., 2019). Keuntungan langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan adalah peningkatan pendapatan petani ternak dari hasil penjualan sapi dan jagung. Keuntungan tidak langsung adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang (Sun et al., 2019). Penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk organik pada sistem komplememtasi tanaman-ternak terbukti telah mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta mengurangi biaya produksi (Holland, 2020).

Prasmatiwi et al., (2017) melaporkan bahwa melalui integrasi tanaman ternak tidak menurunkan produksi tanaman meski hanya menggunakan sedikit pupuk buatan namun banyak digantikan dengan pupuk kandang.

Potensi integrasi ternak pada suatu wilayah dapat menempatkan dan mengusahakan ternak pada kawasan tanaman pangan tanpa mengurangi produktivitas tanaman dan keberadaan ternak sekaligus meningkatkan

(23)

10

produksi ternak sapi itu sendiri (Marjaya, 2016). Ternak sapi yang diintegrasikan dengan tanaman mampu memanfaatkan produk samping tanaman sebagai pakan ternak dan ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan. Hal ini sangat baik untuk penerapan sistem integrasi ternak sapi potong dalam usaha tani tanaman sekaligus penerapan teknologi pakan berbasis limbah tanaman pangan (Karnawan et al., 2017).

Potensi limbah tanaman pangan pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak karena didukung dengan kelimpahan sumber limbah yang berasal dari tanaman pangan (Nahak et al., 2019; Partama et al., 2019). Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup serta tenaga bagi ternak dewasa (Aziz et al., 2014). Pakan mengandung nilai gizi cukup dapat meningkatkan produktivitas pembibitan sapi lebih optimal (Sari et al., 2016).

Penerapan sistem pertanian terpadu integrasi ternak dan tanaman terbukti sangat efektif dan efisien dalam rangka penyediaan pangan masyarakat (Asai et al., 2018). Dengan demikian akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman maupun ternak, efektif, efisien dalam menggunakan tenaga kerja dan waktu kerja, serta dapat menurunkan biaya produksi (Muchlis & Nurcholis, 2018). Keuntungan pemanfaatan limbah tanaman pangan untuk peternakan salah satunya mengurangi dampak kerusakan lingkungan (Rijal, 2019; Mkuhlani et al., 2020).

2.3 Produktivitas Tanaman dan Pendapatan Usahatani Pada Sistem Integrasi

Sistem pertanian terpadu merupakan sistem kombinasi berbagai spesies tanaman dan hewan serta penerapan beraneka ragam dalam menciptakan kondisi yang sesuai untuk melindungi lingkungan, juga membantu petani menjaga produktivitas lahan sekaligus meningkatkan pendapatan mereka dengan adanya diversifikasi usaha tani (Kadir, 2020; Hidayati et al., 2020). Sistem integrasi tanaman-ternak berpeluang untuk terus dikembangkan baik di daerah dengan luasan lahan pertanian yang terbatas maupun di daerah dengan potensi lahan pertanian yang luas, dengan

(24)

harapan akan mampu meningkatkan produksi, populasi, produktivitas, dan daya saing produk peternakan (Yuniarsih dan Nappu, 2014).

Sistem pertanian terintegrasi merupakan sistem pertanian yang mengkombinasikan berbagai spesies tanaman dan hewan dan penerapan beraneka ragam teknik untuk menciptakan kondisi yang sesuai untuk melindungi lingkungan, sehingga membantu petani menjaga produktivitas lahan dalam pertanian intensif (Ezeaku, et al., 2015). Sistem integrasi adalah perpaduan subsektor pertanian, tanaman, ternak, dalam meningkatkan efisiensi produktivitas sumber daya lahan, manusia, serta mengurangi resiko kegagalan panen suatu komoditi (Zulkarnain et al., 2019; Hidayat et al., 2020;

Pagala et al., 2021).

Sistem integrasi tanaman ternak merupakan solusi dalam menekan biaya produksi usaha ternak dan pupuk dan mampu memperbaiki mutu lahan yang rusak karena akibat penggunaan pupuk buatan (Kusumayana dan Arlina, 2017). Untuk mengatasi kemunduran kesuburan lahan pertanian dan meningkatkan produktivitas hasil pertanian perlu dimanfaatkan pupuk organik. Pupuk organik berperan dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik (Hartatik et al., 2015). Selanjutnya Suherman dan Kurniawan (2017) mengemukakan bahwa limbah feces ternak sangat berpotensi juga sebagai sumber pendapatan.

Sistem usahatani terpadu tanaman dan ternak merupakan salah satu dari sekian teknologi yang saat ini banyak dikembangkan dalam rangka keberlanjutan sistem produksi dan peningkatan pendapatan petani (Utami dan Rangkuti, 2021). Hal ini sejalan dengan Hadija et al., (2016), bahwa efisiensi biaya produksi yang tinggi dapat diperoleh dengan jalan mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak dengan usaha tani.

Pertanian integrasi tanaman-ternak dapat memperbaiki kualitas tanah, meningkatkan hasil, menghasilkan pangan beragam dan memperbaiki efisiensi penggunaan lahan. Manfaat integrasi tanaman-ternak dapat disintesis diantaranya melalui aspek ekonomi yaitu diversifikasi produk, hasil dan kualitas yang lebih tinggi, serta menurunkan biaya dan aspek sosial yaitu distribusi pendapatan lebih merata (Kathleen, 2011).

Penerapan sistem integrasi tanaman-ternak sapi mampu memberikan keuntungan karena penggunaan pupuk kandang yang bisa meningkatkan

(25)

12

produktivitas, mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani. Kontribusi pendapatan dari sistem integrasi tanaman-ternak sapi terhadap pendapatan total rumah tangga petani cukup tinggi (Mukhlis et al., 2019).

Biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan petani-peternak dalam kegiatan usaha tani yang mereka jalankan selama satu tahun. Biaya dibagi menjadi dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak bergantung pada besar atau kecilnya hasil produksi.

Biaya ini akan tetap dikeluarkan walaupun hasil produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap yang dikeluarkan pada sistem integrasi tanaman-ternak sapi diantaranya, penyusutan peralatan usahatani, penyusutan peralatan ternak sapi, dan TKDK (tenaga kerja dalam keluarga). Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya berubah-ubah atau tidak tetap sesuai dengan jumlah produksinya.

Artinya biaya variabel ini adalah biaya yang arus dikeluarkan pada suatu usaha yang besar kecilnya tergantung pada jumlah produksi yang dicapai. Komponen biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani-peternak yang menerapkan sistem integrasi tanaman -ternak sapi dapat berupa biaya bibit (sapi awal tahun), biaya pakan, vitamin dan obat-obatan, biaya pengolahan, penanaman, pemeliharaan, panen, benih, pupuk, pestisida, dan biaya TKLK (tenaga kerja luar keluarga) (Kusumayana dan Arlina, 2017).

Anugrah et al., (2014) melaporkan hasil penelitiannya bahwa secara bertahap kegiatan usahatani berbasis tanaman dan usaha ternak dapat menumbuhkan dinamika pada peningkatan kegiatan kelompok dalam masyarakat. Terjadinya peningkatan produksi tanaman dan munculnya berbagai usaha pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik, pestisida organik, biourine serta biogas, selain menjadi sumber pemenuhan pangan, pupuk, dan pestisida organik serta bioenergi di tingkat kelompok juga menjadi sumber pendapatan tambahan bagi kelompok dan masyarakat miskin di sekitarnya. Selanjutnya hasil peneltian Parulian et al., (2019) menyatakan bahwa pertanian terpadu tanaman dan ternak sapi berdampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Rata-rata pendapatan petani peserta pertanian terpadu per musim tanam lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani bukan peserta. Pertanian terpadu tanaman dan ternak sapi berdampak signifikan terhadap peningkatan produktivitas lahan dengan tanaman kentang per musim

(26)

tanam petani peserta pertanian terpadu lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan peserta.

Keterpaduan usahatani ternak dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan ditandai dengan adanya reduksi hasil usaha, sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga petani. Pertanian terpadu yang dipraktekkan di Kelurahan Tatae, Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang dipengaruhi oleh keragaman aktivitas yang tinggi yakni pertanian tanaman pangan, peternakan sapi, usaha kebun, usaha kambing, usaha unggas, dan usaha lain yang memberi kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani (Kadir, 2020).

Hasil penelitian Utami dan Rangkuti (2021) bahwa penerapan integrasi tanaman ternak dalam pemanfaatan sumberdaya lokal melalui penggunaan jerami sebagai pakan ternak dan kotoran sapi sebagai pupuk organik, dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani. Keterpaduan usahatani ternak dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan ditandai dengan adanya reduksi hasil usaha, sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga petani.

2.4 Kerangka Pikir

Petani dalam mengusahakan ternak sapi dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya seperti pakan yang tidak dapat tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang cukup, keterbatasan tenaga kerja keluarga serta keterbatasan modal untuk membeli input produksi seperti pakan (rumput unggul dan konsentrat). Demikian pula dalam mengusahakan tanaman pangan, petani dihadapkan pada kendala lahan yang ketersediaannya dibatasi dengan adanya persaingan kebutuhan antara tanaman pangan dan hijauan. Lahan disisi lain juga menjadi terbatas oleh adanya kemungkinan alih fungsi lahan menjadi hunian. Selain kendala lahan, usatahani tanaman juga dibatasi oleh jumlah tenaga kerja keluarga serta modal untuk membeli input produksi seperti benih, pupuk anorganik, pestisidida dan herbisida.

Usahatani tanaman akan memberikan hasil berupa produk tanaman dan limbah tanaman, sedangkan usahatani ternak akan menghasilkan produk ternak berupa daging dan limbah berupa kotoran ternak serta menghasilkan tenaga kerja ternak. Mengintegrasikan kedua usahatani berarti limbah

(27)

14

tanaman dapat dimanfaatkan oleh ternak dan limbah kotoran ternak dapat dimanfaatkan tanaman sebagai pupuk organik, sehingga kontribusi baik dari tanaman maupun ternak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak serta meningkatkan pendapatan petani.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

Limbah ternak sapi (Pupuk kandang) &

Tenaga kerja ternak Rumah Tangga

Petani

Usahatani

Tanaman Padi Usahatani

Sapi Potong

Limbah Tanaman (hijauan) & pakan

untuk ternak

Produksi Tanaman

pangan Produksi Ternak

Sapi

Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani

(28)

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa pada P4S Desa Lera merupakan salah satu pusat sentra pertanaman padi dan terdapat petani-petani tanaman padi yang mempunyai ternak sapi potong.

Penelitian ini akan berlangsung pada Oktober sampai Desember 2022.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah petani yang merupakan pemilik sekaligus penanggung jawab unit usahatani tanaman padi dengan usaha ternak sapi (integrated farming). Sedangkan objek dari penelitian ini adalah unit usahatani tanaman padi dengan usaha ternak sapi (integrated farming) yang dikembangkannya.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah kumpulan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang tergabung dalam Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Desa Lera yang berjumlah 23 orang.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut sampel yang diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representatif (mewakili). Ukuran sampel merupakan banyaknya sampel yang akan diambil dari suatu populasi (Sugiyono, 2019). Selanjutnya Arikunto (2012) menyatakan bahwa jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15% atau 20-25% dari jumlah populasinya.

Pada penelitian ini jumlah populasinya tidak lebih besar dari 100 orang

(29)

16

responden, maka sampel yang diambil adalah 100% jumlah populasi yaitu sebanyak 23 orang responden.

3.4 Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah penentuan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penetapan itu dilakukan sesuai dengan pertimbangan yang dinilai dapat mewakili populasi. Menurut Sugiyono (2019), purposive sampling adalah pengambilan sampel dengan menggunakan beberapa pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang diinginkan untuk dapat menentukan jumlah sampel yang akan diteliti. Teknik sampling tipe ini bisa dibilang menjadi salah satu teknik yang paling banyak digunakan dalam penelitian. sebab, teknik ini cenderung menghasilkan sampel yang berkualitas.

Hal itu dikarenakan peneliti sudah menentukan sendiri kriteria yang menurutnya akan merepresentasikan populasi. Kelebihan dari metode ini adalah tujuan dari penelitian akan lebih terarah. Selain itu, sampel juga akan relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Sampel yang diambil pada teknik purposive sampling harus memiliki kriteria tertentu sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian yaitu rumah tangga petani yang mengusahakan tanaman padi dan ternak ruminansia dalam hal ini sapi. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang memiliki dan mengelola sistem usahatani padi dan sapi secara terintegrasi.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada responden yang menjadi objek penelitian dan para tokoh atau instansi terkait. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh melalui studi literatur dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait baik yang ada di buku maupun internet, jurnal nasional maupun internasional, bahan acuan yang telah dipublikasikan, data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Luwu Timur, Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Luwu Timur, Balai

(30)

Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Wotu dan lain sebagainya yang dapat menunjang tujuan yang ingin dicapai.

3.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara wawancara, pencatatan dan observasi yang berdasarkan sumbernya dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data primer, yaitu pengumpulan data secara langsung kepada petani dengan teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya. Sifat pertanyaan dalam bentuk terbuka maupun tertutup yang dikemas secara terstruktur maupun semiterstruktur. Gunanya adalah untuk menggali informasi kepada responden berkenaan dengan inovasi teknologi. Data yang dikumpul antara lain; karakteristik petani berupa umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, pengalaman berusahatani, luas lahan usahatani padi, kepemilikan ternak sapi, ketersediaan tenaga kerja keluarga, pemupukan, pakan ternak, modal, pendapatan usahatani, manfaat diperoleh dengan mengintegrasikan padi dan sapi.

2. Pengumpulan data sekunder, yakni pengumpulan informasi melalui pencatatan pada instansi terkait dan pencatatan pembukuan kelompok tani.

3. Observasi, yakni pengumpulan informasi melalui pengamatan langsung pada sistem usahatani tanaman padi maupun sistem usahatani integrasi padi dengan sapi yang menjadi pelengkap data primer dan data sekunder.

4. Studi Dokumentasi, merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, dimana data diperoleh dari arsip atau dokumentasi dari lokasi penelitian.

5. Studi kepustakaan dilakukan dalam bentuk teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan, informasi dari dokumen-dokumen resmi instansi yang telah dipublikasikan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

(31)

18

3.7

Metode Analisis Data

Metode dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif (deskriftive analysis) kuantitatif maupun kualitatif yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah-masalah faktual yang ada pada masa sekarang. Data yang dikumpulkan disusun, ditabulasi dan dijelaskan. Adapun masing-masing analisis pada tujuan penelitian dilakukan sebagai berikut :

3.7.1 Potensi dan Manfaat yang diperoleh tanaman padi dan ternak sapi dalam sistem integrasi

Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan pertama adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan sekaligus menjawab permasalahan yang terjadi pada masa sekarang, dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi dan analisis data, membuat uraian dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskripsi. Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif menurut Moleong (2017) adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Hendryadi et al., (2019) menambahkan bahwa pendekatan kualitatif merupakan proses penyelidikan naturalistik yang mencari pemahaman mendalam tentang fenomena sosial secara alami.

3.7.2 Kontribusi pertanian integrasi terhadap produksi, produktivitas tanaman padi dan ternak sapi serta pendapatan petani

Produksi tanaman padi dan ternak sapi diketahui dengan menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dengan mendata produksi tanaman padi per luas lahan yang diintegrasikan dengan ternak sapi pada setiap petani responden.

(32)

Sedangkan untuk mengetahui peningkatan pendapatan usahatani dilakukan analisis data kuantitatif. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis dengan analisis pendapatan usaha tani pada sistem integrasi tanaman dan ternak dapat dituliskan sebagai berikut:

 = TR – TC dimana TR = Q  Pq

TC = TVC + TFC Keterangan:

π = Pendapatan (Rp) TR = Penerimaan (Rp)

TC = Total Biaya Produksi (Rp) Q = Jumlah produk yang dihasilkan Pq = Harga Produk/ kg (Rp)

TVC = Total Variabel Cost TFC = Total Fixed Cost

Secara ekonomi, analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue Cost Ratio (R/C), penggunaan R/C ratio bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari usahatani integrasi menguntungkan dalam periode tertentu. R/C ratio atas biaya total dihitung dengan persamaan :

R/C ratio ¿Total Penerimaan Total Biaya Ada tiga kriteria dalam perhitungan ini, yaitu :

1. Jika R/C<1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi belum menguntungkan.

2. Jika R/C>1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan.

3. Jika R/C=1, maka usahatani berada pada titik impas (Break Event Point)

(33)

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Petani Reponden

4.1.1 Umur Petani

Umur adalah salah faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan seorang petani dalam melakukan usahatani. Menurut Nurhasikin (2013), manusia dikatakan produktif jika memiliki umur 15-64 tahun. Jika memiliki umur > 64 tahun dikatakan tidak produktif, dan <15 tahun juga belum produktif. Umur seorang petani juga mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam bekerja dan beraktifitas. Petani yang lebih muda, mempunyai kemampuan fisik yang lebih dibandingkan petani yang lebih tua dan cenderung lebih mudah menerima hal-hal baru dianjurkan menambah pengalaman, sehingga cepat mendapat pengalaman-pengalaman baru yang berharga dalam berusahatani.

Umur petani responden yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Umur petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Kelompok Umur (Tahun)

Petani Responden

(orang) Persentase (%)

1 < 35 4 17,39

2 35 – 55 18 78,26

3 > 55 1 4,35

J u m l a h 12 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani responden masih produktif sehingga mempunyai fisik yang kuat untuk mengelola usahataninya.

Sebagian besar umur petani responden berada pada kelompok umur 35 – 55 tahun yakni 78,26%. Rentang usia ini merupakan usia produktif. Pada umumnya manusia yang tergolong ke dalam usia produktif akan memiliki tenaga yang lebih besar untuk bekerja dibandingkan dengan pada usia tidak produktif dan belum produktif (tua atau terlalu muda). Menurut Ukkas,

(34)

(2017), tingkat usia berpengaruh terhadap produktivitas kinerja dan kemampuan fisik seseorang tenaga kerja dalam bekerja. Petani memiliki semangat dan produktivitas untuk yang tinggi dalam melakukan usahataninya.

Petani yang berumur produktif mempunyai kemampuan yang baik dalam mengembangkan usahataninya sehingga berpotensi untuk meningkatkan produktivitas kerja. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan seseorang dalam berfikir dan bertindak akan semakin matang (Wawan dan Dewi, 2010).

Selain itu, kelompok usia produktif pada umumnya memiliki motivasi dan semangat yang tinggi dalam menjalankan usahataninya. Umur petani mempengaruhi kemampuan fisik dan pengambilan keputusan dalam pengembangan usahataninya

4.1.2 Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang.

Tingginya tingkat pendidikan akan memudahkan petani dalam menerima sesuatu informasi hal yang baru dan memudahkan dalam melakukan usahatani padinya.

Menurut Sulistiawati (2015) dalam Utari et al., (2022) bahwa tingkat pendidikan dapat dibagi menjadi (1) pendidikan tinggi yaitu yang pernah menempuh perguruan tinggi hingga sampai tamat dari perguruan tinggi (>12 tahun). (2) pendidikan sedang yaitu yaitu dari tidak tamat SMP sampai tamat SMA (7-12 tahun). Pendidikan rendah yaitu petani yang tidak menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) hingga tamat dari SD (1- 6 tahun). Ttingkat pendidikan formal petani responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendidikan formal petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Pendidikan Formal Petani Responden

(orang) Persentase (%)

1 SD 4 17,39

2 SMP 10 43,48

3 SMA 7 30,43

4 Diploma/Sarjana 2 8,70

J u m l a h 23 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

(35)

22

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar petani responden bersekolah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu masing-masing sebanyak 43,48% dan 30,43%, dan sekitar 17,39%

berpendidikan SD. Namun, ada pula petani responden yang menempuh pendidikan sampai tingkat Diploma/Sarjana dengan persentase sebanyak 8,70%.

Tingkat pendidikan petani responden rata-rata adalah pendidikan sedang.

Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan informasi yang didapat petani dalam berusahatani dan pengelolaan usahatani. Menurut Kurniati dan Vaulina (2020), rendahnya pendidikan petani dapat menunjukan bahwa kualitas sumber daya petani kurang memadai dalam pengembangan usahatani yang lebih baik. Maka diharapkan pemerintah mengambil peran untuk meningkatkan pendidikan non formal petani melalui penyuluhan. Faktor tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keberhasilan integrasi tanaman padi dengan ternak sapi.

Harapannya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka pemahaman terhadap akses informasi dan penyerapan metode atau teknologi terbaru serta kebijakan pemerintah guna peningkatan usahatani yang dimiliki akan menjadi lebih tinggi.

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi sebuah inovasi. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki wawasan lebih luas sehingga lebih mudah menerima inovasi (Azizah dan Sugiarti, 2020). Petani untuk dapat mengembangkan kapasitas dirinya dalam mengembangkan usahataninya sangat didukung oleh pendidikan formal. Begitupun dalam hal mengadopsi sesuatu, diperlukan pertimbangan-pertimbangan sebelum keputusan diambil. Wawasan dan kecerdasan yang ada pada diri petani diperoleh melalui pendidikan formal, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat adopsinya. Hal ini sesuai dengan Yahya (2016) dan Lestari et al., (2019) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap adopsi petani dalam pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dan memengaruhi tingkat pemahaman dan kemampuan analisis petani terhadap keputusan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan formal seseorang akan memengaruhi dalam pengambilan keputusan mengadopsi suatu inovasi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

(36)

4.1.3 Pengalaman Berusahatani

Pengalaman seseorang dalam melakukan usahatani akan mempengaruhi kegiatan berusahatani. Pengalaman berusahatani tanaman padi sebagian besar petani responden relatif telah lama, namun pengalaman berusahatani mengintegrasikan padi dengan sapi relatif masih baru, umumnya masih berkisar 6 tahun ke bawah. Keberhasilan petani dalam mengelola usahatani tanaman padinya yang diintegrasikan dengan ternak sapi juga ditunjang dari pengalaman bertani.

Pengalaman bertani erat kaitannya dengan teknis budidaya pangan dan pemeliharaan ternak sapi seperti penggunaan pupuk atau pakan, pengendalian hama, hingga manajemen biaya. Menurut Narsidah et al., (2015) pengelompokan pengalaman usahatani petani dibagi menjadi tiga yaitu baru memiliki pengalaman 7 tahun, tingkat pengalaman bertani sedang yaitu dari 8-14 tahun, pengalaman bertani tingkat lama yaitu ≥15 tahun. Pengalaman berusahatani petani responden disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengalaman berusahatani petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No.

Pengalaman Berusahatani

(Tahun)

Jumlah (Orang) Persentase (%) Padi Integrasi

Padi-sapi Padi Integrasi Padi- sapi

1 < 6 0 13 0,00 56,52

2 6 - 10 5 10 21,74 43,48

3 10 - 15 6 0 26,09 0,00

4 16 - 20 4 0 17,39 0,00

5 > 20 8 0 34,78 0,00

J u m l a h 23 23 100,00 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 3 menunjukkan pengalaman berusahatani padi sebagian besar petani responden telah lama (>15 tahun) yakni 52,17%, sedangkan pengalaman sebagian besar petani responden dalam mengintegrasikan tanaman padi dengan ternak sapi masih baru yakni 56,52% dengan pengalaman < 6 tahun dan 43,48% dengan pengalaman 6 - 10 tahun.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa tanaman padi sudah cukup lama diusahakan. Menurut pengakuan beberapa petani, bahwasanya mereka menjadi petani padi merupakan usaha turunan dari leluhur mereka. Hal ini akan

(37)

24

berpengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilannya dalam menjalankan usaha tani padi dikarenakan sudah memiliki banyak pengalaman dalam berusahatani padi, sehingga petani pastinya sudah bisa mengatasi masalah yang dihadapi berdasarkan pengalamannya. Pengalaman yang cukup lama dalam berusahatani pastinya dapat berpengaruh terhadap penguasaan inovasi dalam menjalankan usahatani padinya. Namun, pengusahaan tanaman padi secara integrasi dengan ternak sapi masih terbilang baru (< 7 tahun).

Pengalaman usahatani diartikan bahwa lamanya petani melakukan berbagai kegiatan usahatani. Pengalaman usahatani juga berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Meskipun pendidikan mereka rendah tetapi pengalaman berusahatani akan membantu keberhasilannya karena dengan semakin tinggi pengalaman berusahatani maka petani sudah terbiasa untuk menghadapi resiko dan mengetahui cara mengatasi masalah jika mengalami kesulitan dalam usahataninya. Pengalaman berusahatani berpengaruh signifikan terhadap adopsi (Munawaroh et al., 2020). Petani dengan pengalaman yang lebih lama cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam usahataninya (Manyamsari dan Mujiburrahmad, 2014).

4.1.4 Luas Lahan

Keberhasilan usahatani ditentukan oleh salah satu indikator yakni luas lahan. Luas lahan menjadi tolak ukur responden dalam menentukan produksi tanamanya. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, maka akan semakin tinggi pula tingkat pendapat yang diperolehnya. Riawati et al., (2016) mengelompokan luas lahan menjadi 3 yaitu luas lahan sempit sebesar ≤ 0,5 ha, luas lahan sedang 0,6 sampai 2 ha, dan lahan luas sebesar > 2 ha.

Luas lahan merupakan faktor yang paling penting, karena semakin luas lahan yang di kelolah oleh petani, memungkinkan tercapainya tingkat produksi yang semakin tinggi. Luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukan bahwa luas lahan yang dikelola petani responden terbanyak di bawah 1 ha (0,45-0,75 ha) yaitu sebanyak 6 orang atau 50%, sedangkan 1 – < 2 ha sebanyak 33% dan ≥ 2 ha sebanyak 17%. Sudjarmoko (2010), menyatakan bahwa dengan lahan usahatani yang semakin luas akan menambah jumlah tanaman yang diusahakan petani dengan kemungkinan hasil produksi juga akan meningkat.

(38)

Tabel 4. Luas lahan milik petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Luas lahan Usahatani (ha) Petani Responden

(orang) Persentase (%)

1 < 1 5 21,74

2 1 – < 2 16 69,57

3 ≥ 2 2 8,70

J u m l a h 23 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

4.1.5 Kepemilikian Ternak Sapi

Kepemilikan ternak sapi adalah jumlah keseluruhan ternak yang dimiliki oleh petani responden. Banyaknya ternak sapi yang dipelihara oleh petani responden dalam sistem integrasi padi dan sapi di Desa Lera disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kepemilikan ternak sapi petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No,

Kepemilikan Ternak Sapi

(ekor)

Jumlah Ternak (ekor) Persentase ()

Jantan Betina Jantan Betina

1 1 5 0 100,00 0,00

2 2 - 4 0 68 0,00 86,68

3 > 4 0 11 0,00 13,92

J u m l a h 5 79,00 100,00 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 5 menunjukan bahwa total jumlah sapi yang dimiliki petani adalah 84 ekor terdiri dari 5 ekor sapi jantan dan 79 ekor sapi betina. Rata-rata jumlah sapi yang dimiliki oleh setiap petani responden di Desa Lera adalah sapi betina 2–4 ekor (86,08%). Kondisi ini menggambarkan bahwa ternak sapi masih bersifa sub-sistem, artinya skala usaha pemeliharaan ternak sapi di Desa Lera masih berada dalam skala kecil atau peternak rakyat. Jumlah ternak yang dimiliki akan mempengaruhi keuntungan petani dalam melakukan sistem integrasi padi dan sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusti et al., (2013) bahwa banyaknya jumlah ternak merupakan pengaruh dari besar kecilnya populasi yang dipelihara, dimana semakin besar jumlah ternak maka keuntungan baik secara materi maupun limbah semakin meningkat.

(39)

26

4.1.6 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah semua anggota keluarga petani responden dengan semua kebutuhannya yang masih berada dalam tanggungan kepala keluarga. Anggota keluarga responden terdiri dari ayah, ibu, suami/istri, anak, saudara, atau anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggungan responden. Jumlah tanggungan akan berpengaruh terhadap pengeluaran dan kesejahteraan kehidupannya. Jumlah tanggungan keluarga petani responden disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jumlah tanggungan keluarga petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Jumlah Tanggungan

Keluarga Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 < 4 9 39,13

2 4 9 39,13

3 > 4 5 21,74

J u m l a h 23 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 6 menunjukkan jumlah tanggungan responden paling banyak berkisar antara < 4 sampai 4 jiwa yang berjumlah masing-masing 39,13%.

Jumlah tanggungan petani mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran petani.

Menurut Arlis et al., (2016) jumlah anggota keluarga responden akan membatu petani harus meningkatkan produksi untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Semakin tinggi jumah tanggungan petani maka semakin tinggi pula pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh petani, maka dari itu petani padi harus berupaya untuk meningkatkan produksi usahataninya karena banyaknya anggota keluarga yang memiliki umur tergolong produktif.

4.2 Potensi dan Manfaat Yang Diperoleh dari Integrasi Padi dan Sapi

Sistem integrasi padi dan sapi merupakan sistem pertanian yang mampu memberikan keuntungan karena penggunaan pakan ternak dan pupuk kandang yang bisa meningkatkan produktivitas dan produksi petani. Prinsip integrasi padi-sapi adalah penanganan atau pengolahan hasil utama dari padi-sapi yang

(40)

bernilai pasar maupun digunakan sebagai sarana produksi dalam usahatani padi.

Potensi dan manfaat timbal balik masing-masing komoditi yang dapat diperoleh dengan adanya integrasi padi - sapi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi dan manfaat timbal balik masing-masing komoditi dalam integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur

No. Usahatani Bagian Potensi dan Manfaat

Bagi ternak Sapi dan Tanaman Padi

1. Tanaman Padi

Jerami padi terdiri atas daun, pelepah dan ruas atau buku

Setiap hektar sawah menghasilkan jerami segar 12-15 ton/ha/musim dan setelah melalui proses fermentasi menghasilkan 5-8 ton/ha yang dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor sapi/tahun (Haryanto et al., 2003) Produksi jerami padi tersebut (jerami segar 12-15 ton/ha/musim dan 5-8 ton/ha jerami fermentasi) yang dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor sapi/tahun (Haryanto, 2004).

Sapi-sapi yang diberikan pakan tambahan seperti jerami dan probiotik mampu memberikan pertambahan bobot hidup 0,56-0,68 kg/ekor/hari (Suyasa et al., 2004)

Komposisi biokimia Jerami padi dicirikan dengan komposisi khas residu lignoselulosa dengan

kandungan selulosa antara 30 – 45%, hemiselulosa 20 – 25%, dan lignin 15 -20%, serta sejumlah senyawa organik minor. Kandungan penting lainnya dalam jerami padi adalah C-organik sekitar 44,71%, N-total sekitar 1,08%, P mencapai 0,17% dan unsur K mencapai 2,7% (Indriyati et al., 2008).

(41)

28

Penambahan kompos jerami padi berguna dalam perbaikan sifat fisik tanah dan tersedianya unsur

hara bagi tanaman. Hasil penelitian Muliarta (2020) bahwa penambahan kompos jerami dapat menurunkan kebutuhan pupuk anorganik antara 20 - 80% dan dapat meningkatkan produksi setara dengan 100% pupuk anorganik. Kombinasi dosis kompos Jerami 60% dan pupuk anorganik 40%

memberikan hasil berat gabah kering lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 100% pupuk anorganik.

No. Usahatani Bagian Potensi dan Manfaat

Bagi ternak Sapi dan Tanaman Padi

Dedak, hasil sampingan penggilingan padi menjadi beras terdiri dari lapisan aleuron dan sebagian kecil

endosperma, pericarp, pegmen, dan germ

Dedak dihasilkan sebanyak 8-10%

dari berat padi yang digiling Dedak padi secara kimiawi

mengandung bahan kering 88,30%;

serat kasar 15,30%; abu 9,90%, protein kasar 10,10%, lemak kasar 4,90%, dan BETN 48,10% (Udiyono, 1987).

Dedak merupakan sumber karbohidrat yang mudah tersedia dan sangat efektif dalam memperbaiki kualitas fermentasi dan jerami padi (Bolsen et al., 1996).

Dedak memiliki kandungan unsur hara tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan serat (Nasir &

Amri, 2022).

Penggunaan dedak pada pengomposan bertujuan untuk memperkaya unsur hara dalam kompos agar kualitasnya meningkat (Rahmasari, 2019)

(42)

Pemberian dedak dan probiotik bioplas pada induk bunting sapi lokal DAS Katingan dapat meningkatkan bobot badan induk sapi sekitar 0,5 kg/ekor/hari dan dapat meningkatkan bobot lahir anak sekitar 10,5 kg.

Konsumsi pakan meningkat sekitar 5,2 kg. Selain itu, pemberian dedak dan probiotik bioplas pada induk sapi lokal DAS Katingan dapat estrus kembali setelah 62 hari setelah melahirkan dibandingkan dengan kontrol sekitar 85 hari setelah melahirkan (Salfina, 2012).

No. Usahatani Bagian

Potensi dan Manfaat Bagi Tanaman Padi dan Ternak Sapi

2. Ternak Sapi

Feses (kotoran) ternak sapi

Jumlah kotoran yang dikeluarkan setiap hari berkisar 12% dari berat tubuh ternak sapi dan apabila tidak diolah dengan baik akan menjadikan limbah serta mencemari lingkungan, karena mengandung NH3, NH, dan senyawa lainnya

Hasil estimasi seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan kotoran sebanyak 10-30 kg (Hambali et al., 2007)

Kandungan unsur hara pada kotoran sapi yaitu 10 -18,76% C organic; 0,7 - 1,30% N; 0,52% P; 0,95% K; 1,06%

Ca; 0,5 - 0,86% Mg; 0,17% Na; 5726 ppm Fe; 334 ppm Mn; 122 ppm Zn; 20 ppm Cu; 6 ppm Cr; 14,0 - 18,0 C/N ratio; 24,21% Kadar air ;1,5-2.0%

P2O5; 0,5-0,8% K2O5; 26,28 % Kadar lengas; 3,42 % Asam humat dan 2,92

% Asam fulvat (Irfan et al., 2017;

Simanungkalit et al., 2006; Tisdale et al., 1985; Yulipriyanto, 2010)

Urine Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair karena kandungan zat hara terutama kandungan nitrogen, fosfor, kalium, dan air lebih banyak. Yang merupakan unsur makro yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman (Murniyati dan

(43)

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Tabel  1. Umur petani  responden integrasi tanaman  padi dengan  ternak  sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur
Tabel 2. Pendidikan formal petani responden integrasi tanaman padi dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur
Tabel   3.   Pengalaman   berusahatani  petani   responden   integrasi   tanaman   padi  dengan ternak sapi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis dengan judul “Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi Antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi di

Usaha mewujudkan swasembada daging di Kutai Timur, salah satu upaya pengembangan populasi ternak sapi adalah melalui sistem integrasi sawit -ternak mengingat potensi daerah

Kendala pokok yang dihadapi dalam sistem integrasi tanaman dan ternak adalah sumberdaya lahan, jumlah ternak sapi dan modal. Hasil solusi optimal dengan model analisis LP pada

Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.. Analisis

Kajian ini menekankan pada perilaku ekonomi rumahtangga petani yang tergabung dalam program Sistem Integrasi Tanaman- Ternak dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan

Perlu adanyapenyuluhan dari Instansi terkait akan pentingnya kontribusi ternak sapi terhadap tambahan pendapatan petani, serta adanya penelitian lebih lanjut tentang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh dari usahatani ternak sapi di Desa Molores, Kabupaten Morowali Utara dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan pakan konsentrat yang disusun dari olahan bahan pakan lokal dan limbah pertanian terhadap produktivitas ternak sapi