• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi Antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi Di Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi Antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi Di Kabupaten Karo"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

SAPI DI KABUPATEN KARO

T E S I S

Oleh:

JAMSON SAGALA 117039005/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

SAPI DI KABUPATEN KARO

T E S I S

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Ja ms on Sagal a 117039005/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Nama Mahasiswa : Jamson Sagala

Nim : 11703039005

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D) (

Ketua Anggota

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si)

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS KOMPARASI USAHA TANI POLA INTEGRASI DAN NON INTEGRASI ANTARA TANAMAN JERUK DAN TERNAK SAPI DI KABUPATEN KARO

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2013 yang membuat Pernyataan,

Jamson Sagala

(5)

Tim Penguji :

Ketua : Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D

Anggota : 1. Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

(6)

ABSTRAK

JAMSON SAGALA. Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi di Kabupaten Karo ( Di bawah bimbingan Ir.Diana Chalil,M.Si,Ph.D sebagai Ketua dan Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin,M.Si sebagai Anggota).

Sistem pertanian dengan integrasi ternak dan tanaman memiliki banyak keuntungan dimana akan terjadi simbiosis mutualisma antara tanaman dan ternak. Pengelola integrasi akan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik sedangkan gulma yang ada dilahan pertanaman (hijauan antar tanaman) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan teknis, sosial, lingkungan, dan aspek kelayakan finasial antara integrasi dan non integrasi, serta untuk mengetahui analisis pendapatan antara integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo dengan memilih sampel di daerah sentra tanaman jeruk dan ternak sapi dengan menggunakan metode penentuan daerah penelitian secara purpose (sengaja) dan metode penentuan sampel adalah secara cluster accidental sampling, analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif serta uji beda rata-rata.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara, keuntungan, penerimaan dan pengeluaran pada usaha tani integrasi dan non integrasi dalam priode satu tahun, sedangkan R/C tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa biaya usaha tani integrasi lebih besar dari pada non integrasi dan berbanding lurus dengan besarnya pendapatan, oleh karena itu bagi petani dengan model integrasi dapat memperbesar biaya usaha tani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kata kunci : Usaha integrasi, tanaman jeruk, ternak sapi, R/C, dan pupuk

(7)

ABSTRACT

JAMSON SAGALA. The Analysis of Farmer Cooperative in the Pattern of Integration and Non-integration between Citrus Plants and Cattle Breeding in Karo District (under the supervions of Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D. as the Chairperson and Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. as the member).

Agricultural system with integrated cattle breeding and plants has great benefit since there will be mutual symbiosis between plants and cattle. The integrated management will process cattle dung to become organic fertilizer, while the weeds in planted land (the green among the plants) can be used as animal food stuffs. The objective of the research was to know technical, social, and environmental feasibility and the aspect of financial feasibility between integration and non-integration, and to know the income analysis between integration and non-integration in Karo district. The research was conducted in Karo District. The samples consisted of citrus plants and cattle breeding by using purposive sampling technique for determining the area and cluster accidental technique for determining the samples. The data were analyzed qualitatively and quantitatively with chi square test.

The result of the research showed that there was significant disparity among profit, income, and expenditures in integrated and non-integrated farming business in a one-year period, while there was no significant disparity in R/C. It also showed that the cost of integrated farming business was more than that of non-integrated one and straightly proportional to income. Therefore, farmers with integration model should increase the cost of farming business in order to obtain more profit.

(8)

RIWAYAT HIDUP

JAMSON SAGALA, lahir di Pangiringan Desa Parbuluan V Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi pada tanggal 10 Mei 1964 dari Bapak J. Sagala dan Ibu R. Br Simbolon. Penulis merupakan anak ke satu dari Sembilan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut 1. Tahun 1976 masuk Sekolah Dasar Negeri Pangiringan tamat tahun 1976. 2. Tahun 1977 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Parbuluan,

tamat tahun 1981.

3. Tahun 1981 masuk Sekolah Pertanian Menengah Atas, tamat tahun 1984. 4. Tahun 1991 masuk Fakultas Pertanian Universitas Karo Kabanjahe, tamat

tahun 1995.

5. Tahun 1999 masuk Fakultas Ekonomi Universitas Karo Kabanjahe, tamat tahun 2003.

6. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.

Pengalaman bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo dimulai pada tahun 1984.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis dengan judul “Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi Antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi di Kabupaten Karo” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D, Ketua Komisi Pembimbing Penulisan Tesis, yang banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan ini. 2. Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi, Anggota Komisi Pembimbing Penulisan

Tesis, yang banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan ini. 3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, Ketua Program Studi Magister Agribisnis

sekaligus sebagai Dosen Penguji yang banyak memberikan saran dan masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan penulisan ini.

(10)

5. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) Rektor Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Agustoni Tarigan, SP, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam studi.

8. Istri tercinta Sartyanna Br Jabat, yang telah memberikan dorongan dan semangat serta mendampingi dengan setia, beserta anak – anakku tersayang yang telah memberikan banyak pengorbanan dan cinta kasihnya kepada penulis.

9. Ibunda tercinta R. Br Simbolon yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan kepada penulis.

10. Rekan – rekan Mahasiswa angkatan V serta para staf Program Magister Agribisnis yang telah berpartisipasi aktif dan sumbang saran terhadap penelitian ini.

11. Rekan kerja di Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isinya. Oleh karena itu, dengan senang hati akan menerima kritik sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Integrasi Tanaman Ternak ... 8

2.2 Usaha Tani Jeruk ... 9

2.2.1 Faktor Produksi Usaha Tani Jeruk ... 9

2.2.2 Faktor Produksi Tenaga Kerja... 12

2.2.3 Budidaya Tanaman Jeruk ... 14

2.3 Faktor Produksi Usaha Tani Sapi Potong ... 18

2.4 Pupuk Organik ... 23

2.5 Aspek Kelayakan Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi ... 26

2.6 Penelitian Sebelumnya ... 44

2.7 Kerangka Penelitian ... 46

2.8 Hipotesis Penelitian ... 48

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 49

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 50

3.3 Jenis Dan Sumber Data ... 52

3.4 Metode Analisa Data ... 52

(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum wilayah penelitian... 58

4.1.1 Geografis Kabupaten Karo... 58

4.1.2 Topografi ... 58

4.1.3 Pemerintahan ... 60

4.1.4 Kependudukan ... 61

4.1.5 Rumah tangga pertanian ... 61

4.1.6 Penggunaan lahan ... 62

4.2 Hasil penelitian dan pembahasan ... 63

4.2.1 Analisis Teknis pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi ... 64

4.2.2 Analisis Kesesuaian Lingkungan pada Usaha Tani Integrasi Dan Non Integrasi ... 71

4.2.3 Analisis Sosial pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi... 73

4.2.4 Aspek Kelayakan Finansial ... 74

4.2.5 Integrasi Bagi Kegiatan Budidaya Jeruk dan Ternak . 85 4.2.6 Analisis Perbandingan ... 87

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Data Penggunaan Pupuk Organik di Kabupaten Karo Pada Tahun

2008-2012 (ton) ... 4

2. Jenis dan Jumlah untuk Kebutuhan Pupuk Tanaman Jeruk (gr/ph/6bulan) ... 11

3. Produksi Jeruk Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010 Dalam Satuan ton ... 49

4. Jumlah Luas Lahan Jeruk, Ternak Sapi dan Petani Pengelola Integrasi

(Jeruk-Sapi) Tahun 2012 ... 51

5. Jumlah Ternak Sapi dan Luas Lahan Jeruk pada Integrasi antara Tanaman

Jeruk Dan Ternak Sapi... 51

6. Ketinggian dari Permukaan Laut Menurut Kecamatan Di Kabupaten Karo... 59

7. Jumlah Desa, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Dan Jumlah Petani

Di Kabupaten Karo ... 60

8. Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Rumah Tangga Pertanian

Menurut Kecamatan Tahun 2011 ... 62

9. Luas Penggunaan Lahan Sawah dan Lahan Kering menurut Kecamatan

Tahun 2011 ... 63

10. Perbandingan antara Teknis di Lapangan dan Menurut Pusat Penelitian dan

Pengembangan Ternak pada Usaha Tani Integrasi Maret 2012– Februari 2013... 64

11. Komparasi Prasarana dan Peralatan Yang Digunakan Pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi Di Kabupaten Karo, Luas 1 ha,

Maret 2012 – Februari 2013... 67

12. Perbandingan Antara SOP PPPP (2007) dengan Kandang Ternak Sapi

yang Ada Di Lapangan ... 68

13. Perbandingan antara Kesesuaian Lingkungan Tumbuh Jeruk dengan

Keadaan Lingkungan Tumbuh di Kabupaten Karo ... 69

14. Komparasi Beberapa Kriteria Budidaya di Daerah Penelitian dengan SPO pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi di Kabupaten Karo Maret 2012 –

Februari 2013, Luas 1 ha ... 70

15. Komparasi Penggunaan Pestisida (potensi merusak lingkungan) antara

(14)

16 Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi dalam Kontribusi

Lapangan Kerja Baru di Kabupaten Karo (ha), Maret 2012 – Februari 2013 ... .. 74

17. Komparasi Analisis Finansial pada Usaha Tani Integrasi dan Non

Integrasi di Kabupaten Karo (ha) : Maret 2012 – Februari 2013 ... 75

18. Komparasi Penerimaan dan biaya pada Usaha Tani antara Integrasi

dan Non Integrasi di Kabupaten Karo, Maret 2012 – Februari 2013 ... 76

19. Komparasi Sarana Produksi Kegiatan Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi

Di Kabupaten Karo (ha), Maret 2012 – Februari 2013 ... 78

20. Komparasi Biaya Sarana dan Peralatan Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi di Kabupaten Karo (ha), Maret 2012 – Februari 2013 ... 80

21. Komparasi Biaya Tenaga Kerja Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi

di Kabupaten Karo (ha), Maret 2012 – Februari 2013 ... 81

22. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pada kegiatan Usaha integrasi dan non integrasi (Ha) dengan populasi ternak sapi pada

Integrasi 3 ekor, Maret 2012 – Februari 2013 ... 82

23. Komparasi Biaya Lain-Lain Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi di

Kabupaten Karo (ha), Maret 2012 – Februari 2013 ... 83

24. Komparasi Variabel Penerimaan pada Kegiatan Usaha Tani Antara Integrasi

dan Non Integrasi di Kabupaten Karo (ha), Maret 2012 – Februari 2013 ... 84

25. Potensi Produksi Rumput segar dalam 1 ha Lahan Jeruk Integrasi ... 86

26. Rataan Potensi Produksi Kotoran Ternak Kegiatan Integrasi di Kabupaten

Karo, Maret 2012 – Februari 2013 ... 86

27. Uji Perbandingan antara Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi di

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Kuesioner Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non

Integrasi Antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi di Kabupaten Karo .... 98

2. Daftar Petani Sampel Integrasi dan Non Integrasi ... 110

3. Nilai Rata – rata Analisis Pendapatan Pada Usaha Integrasi ... 112

4. Nilai Rata – rata Analisis Pendapatan Pada Usaha Non Integrasi ... 114

5. Nilai Variabel Analisis Pendapatan Pada Model Integrasi ... 116

6. Nilai Variabel Analisis Pendapatan Pada Model Non Integrasi ... 118

7. Hasil Uji Statistik dengan Program SPSS pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi ... ... 120

8. Hasil Uji Komparasi dengan Program SPSS pada Usaha Tani Integrasi dan Non Integrasi ... 121

9. Biaya Sarana Produksi pada Integrasi Jeruk dan Sapi ... 122

10. Sarana dan Peralatan pada Integrasi Jeruk dan Sapi ... 126

11. Biaya Tenaga Kerja pada Integrasi Jeruk dan Sapi ... 133

12. Biaya Lain – lain pada Integrasi Jeruk dan Sapi ... 134

13. Produksi pada Integrasi Jeruk dan Sapi ... 135

14. Biaya Sarana Produksi pada Non Integrasi ... 136

15. Sarana dan Peralatan pada Model Usaha non Integrasi ... 141

16. Biaya Tenaga Kerja pada Non Integrasi ... 147

17. Biaya Lain – lain pada Usaha Tani Non Integrasi ... 149

18. Produksi Jeruk pada Non Integrasi ... 150

(16)

20. Penggunaan tenaga kerja usaha integrasi dan non integrasi, Maret 2012 – Februari 2013... ... 153 21. Photo Dokumentasi Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan

(17)

ABSTRAK

JAMSON SAGALA. Analisis Komparasi Usaha Tani Pola Integrasi dan Non Integrasi antara Tanaman Jeruk dan Ternak Sapi di Kabupaten Karo ( Di bawah bimbingan Ir.Diana Chalil,M.Si,Ph.D sebagai Ketua dan Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin,M.Si sebagai Anggota).

Sistem pertanian dengan integrasi ternak dan tanaman memiliki banyak keuntungan dimana akan terjadi simbiosis mutualisma antara tanaman dan ternak. Pengelola integrasi akan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik sedangkan gulma yang ada dilahan pertanaman (hijauan antar tanaman) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan teknis, sosial, lingkungan, dan aspek kelayakan finasial antara integrasi dan non integrasi, serta untuk mengetahui analisis pendapatan antara integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo dengan memilih sampel di daerah sentra tanaman jeruk dan ternak sapi dengan menggunakan metode penentuan daerah penelitian secara purpose (sengaja) dan metode penentuan sampel adalah secara cluster accidental sampling, analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif serta uji beda rata-rata.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara, keuntungan, penerimaan dan pengeluaran pada usaha tani integrasi dan non integrasi dalam priode satu tahun, sedangkan R/C tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa biaya usaha tani integrasi lebih besar dari pada non integrasi dan berbanding lurus dengan besarnya pendapatan, oleh karena itu bagi petani dengan model integrasi dapat memperbesar biaya usaha tani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kata kunci : Usaha integrasi, tanaman jeruk, ternak sapi, R/C, dan pupuk

(18)

ABSTRACT

JAMSON SAGALA. The Analysis of Farmer Cooperative in the Pattern of Integration and Non-integration between Citrus Plants and Cattle Breeding in Karo District (under the supervions of Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D. as the Chairperson and Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si. as the member).

Agricultural system with integrated cattle breeding and plants has great benefit since there will be mutual symbiosis between plants and cattle. The integrated management will process cattle dung to become organic fertilizer, while the weeds in planted land (the green among the plants) can be used as animal food stuffs. The objective of the research was to know technical, social, and environmental feasibility and the aspect of financial feasibility between integration and non-integration, and to know the income analysis between integration and non-integration in Karo district. The research was conducted in Karo District. The samples consisted of citrus plants and cattle breeding by using purposive sampling technique for determining the area and cluster accidental technique for determining the samples. The data were analyzed qualitatively and quantitatively with chi square test.

The result of the research showed that there was significant disparity among profit, income, and expenditures in integrated and non-integrated farming business in a one-year period, while there was no significant disparity in R/C. It also showed that the cost of integrated farming business was more than that of non-integrated one and straightly proportional to income. Therefore, farmers with integration model should increase the cost of farming business in order to obtain more profit.

(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang begitu melimpah, berbagai jenis tanaman dapat tumbuh dengan baik. Hal ini menjadikan Indonesia disebut sebagai negara agraris. Sebagian besar rakyat Indonesia mengandalkan hasil bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Secara umum sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi empat subsektor yang terdiri atas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

Sektor pertanian, memegang peranan yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi di Indonesia, berdasarkan data dari BPS (2012) bahwa laju pertumbuhan lapangan usaha menurut PDB mencapai 20%. Hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian berperan dalam membuka dan menyerap lapangan kerja baru sehingga sektor pertanian turut dapat mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia.

(20)

lingkungan seminimal mungkin dan mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah lingkungan (Kasumbogo, 1997)

Semula usaha pertanian yang ada di masyarakat hanya memproduksi satu jenis tanaman saja, namun sejak berkembangnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh petani muncullah sistem pertanian tumpang sari, dimana dalam satu lahan dapat menghasilkan paling sedikit dua komoditas. Selanjutnya, muncul sistem integrasi yang menggabungkan antara tanaman dan ternak.

Kabupaten Karo banyak petani yang mengusahakan tanaman jeruk sebagai salah satu sumber pendapatan. Sektor pertanian, apabila ditinjau dari pembentukan PDRB Kabupaten Karo atas harga berlaku tahun 2000, kontribusi subsektor bahan makanan sangat signifikan peranannya yaitu sebesar 47,10% yang mengalami peningkatan dibanding tahun 2008 sebesar 46,81%. Kabupaten Karo merupakan sentra produksi komoditi jeruk. Varietas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo sekarang ini adalah Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan sebagainya. Pada tahun 2010, luas panen tanaman jeruk di KabupatenKaro mencapai 11.910 ha dengan produksi sebesar 1.437.782 ton dan produktivitasnya 422,41 Kw/ha(Distan Karo, 2011).

(21)

Untuk meningkatkan pendapatan, didalam satu areal lahan dapat diusahakan dua jenis usaha tani yaitu menggabungkan antara tanaman dan ternak, hal ini dinamakan dengan integrasi. Menurut Ma’sum (2012) konsep integrasi ternak dalam usaha tani tanaman baik itu tanaman perkebunan, pangan, atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah hewan ternak, dalam hal ini ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing) dan atau pseudominansia (kelinci, kuda) tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman.

Konsep integrasi ternak dalam usaha tani tanaman jeruk adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak sapi potong tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman sekaligus dengan produksi ternaknya. Pola pemeliharaan ternak dapat dilakukan secara terpisah antara tanaman jeruk dan areal tanaman jeruk atau dapat pula satu kesatuan untuk mempermudah kegiatan budidaya tanaman jeruk dan ternak. Namun, agar keadaan ternak tidak mengganggu maka ternak harus dikandangkan (Surbakti, 2008).

Sistem pertanian dengan integrasi ternak-tanaman memiliki banyak keuntungan dimana akan terjadi simbiosis antar ternak dan tanaman. Petani akan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik sedangkan gulma yang ada di lahan pertanaman dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan untuk ternak.

(22)

penghasil pupuk kandang dan tabungan yang memberikan rasa aman saat kekurangan selain itu juga berfungsi sebagai ternak kerja (Najib, dkk, 2007).

Kotoran sapi berpotensi untuk dijadikan sebagai pupuk organik, jika dikelola dengan teknologi dan cara yang benar maka dapat meningkatan pendapatan petani mengingat besarnya angka kebutuhan pupuk organik di Kabupaten Karo.Data penggunaan pupuk organik di Kabupaten Karo pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1. sebagai berikut:

Tabel 1.1. Data penggunaan pupuk organik di Kabupaten Karo pada tahun 2008-2012 (ton)

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo,2012

(23)

tertinggi terjadi pada tahun 2011 di Kecamatan Naman Teran yaitu sebesar 1.012,60 ton.

Di kebun jeruk akan menghasilkan banyak gulma yang dapat berdampak negatif bagi perkembangan dan pertumbuhan dari budidaya jeruk. Dengan pola integrasi maka gulma tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan pakan ternak. Khairunnisa, dkk (2005) bahwa kebutuhan untuk pakan hijauan sebesar 10-15% dan pakan penguat 2,5% dari berat tubuh sapi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roehani, dkk (2005) bahwa sistem integrasi dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh petani. Bahwa nilai R/C yang dihasilkan dari sistem integrasi jagung dan ternak sapi sebesar 1,32 sedang pada non integrasi sebesar 1,14. Hal ini berarti bahwa pendapatan petani dengan sistem integrasi lebih besar daripada non integrasi, kontribusi pendapatan yang dihasilkan dari ternak sapi dengan sistem integrasi sebesar 49,96%.

Petani di beberapa lokasi di Indonesia sejak dulu telah mengembangkan sistem integrasi ternak. Menurut Fagi dan Kartaatmadja (2004) integrasi tanaman ternak pada umumya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan yang nyata antar musim hujan dan kemarau. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa petani tidak lagi memperhatikan penggunaan pupuk berimbang. Oleh karena itu, masalah ini dapat diatasi dengan pemanfaatan kotoran sapi.

(24)

Dengan demikian, produktivitas diharapkan akan meningkat serta akan tercapai sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana komparasi usaha tani pola integrasi dan non integrasi antara tanaman jeruk dan ternak sapi di Kabupaten Karo berdasarkan Revenue-Cost Ratio sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan berguna sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dan keputusan di bidang pertanian dan peternakan.

1.2.Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kelayakan teknis, sosial, dan lingkungan antara usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo?

2. Bagaimana perbandingan keuntungan yang diperoleh usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo?

3. Bagaimana perbandingan analisis penerimaan antara usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Kelayakan teknis, sosial, dan lingkungan antara usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo.

(25)

3. Perbandingan penerimaan antara usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi petani diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan pendapatan petani khususnya petani yang mengelola usaha tani integrasi dengan ternak sapi.

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi tambahan masukan dalam melengkapi bahan sebagai pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan pertanian khususnya integrasi tanaman jeruk dan ternak sapi di Kabupaten Karo.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Integrasi Tanaman Ternak

Salah satu sistem usaha tani yang mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Kariyasa dkk, 2005).Selanjutnya Suryanti(2001) menyatakan bahwa sistem integrasi tanaman ternak mengemban tiga fungsi pokok antara lain memperbaiki kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara keberlanjutan lingkungan.

(27)

pupuk kandang menjadi keharusan. Pemberian pupuk kandang selain untuk perbaikan tanah juga efesiensi penggunaan pupuk anorganik.

Program sistem integrasi tanaman semusim-ternak merupakan salah satu

alternatif dalam meningkatkan produksi pertanian, daging, susu, dan sekaligus

meningkatkan pendapatan petani (Haryanto, dkk. 2002). Membaiknya kondisi fisik lahan dan efesiensi dalam penggunaan pupuk diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Konsep pertanian terpadu atau sistem usaha tani integrasi tanaman dan ternak sebenarnya telah dikenal dan diterapkan sejak petani mengenal pertanian namun dalam penerapannya belum memperhatikan untung atau ruginya sertadampak yang ditimbulkan bagi lingkungan.

Badan litbang pertanian telah meneliti dan mengkaji integrasi tanaman

semusim-ternak dengan pendekatam ZeroWaste. Yang dimaksud Zero Waste

adalah pengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal seperti pemanfaatan

jerami sebagai pakan ternak dan kotoran ternak sapi untuk diproses menjadi

pupuk organik. Artinya memperbaiki unsur hara yang dibutuhkan tanaman

sehingga tidak ada limbah yang terbuang (Dirjen Bina Produksi Peternakan,2002).

2.2. Usaha Tani Jeruk

2.2.1 Faktor Produksi Usaha tani Jeruk

a. Bibit

(28)

Nambangan-Madiun dan jeruk Bali; jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C. hystrix) (Prihatman, 2000).

Sekitar 70-80 % jeruk yang dikembangkan di Indonesia adalah jeruk siem, dan sisanya adalah jeruk keprok unggulan daerah dan jeruk lainnya (Suyamto, dkk, 2005). Jeruk siem Pontianak, siem Garut, dan siem Lumajang merupakan beberapa jenis jeruk siem yang ditanam di Indonesia, sedang jeruk keprok yang dikenal antara lain adalah keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Siompu dari Sulawesi Tengara, keprok Tejakula dari Bali, keprok Kacang dari Sumatera Barat, keprok Batu 55 dari Batu, keprok Madura dari jawa Timur, dan keprok So’e dari Nusa Tenggara Timur (Prihatman, 2000).

Sampai saat ini, pasar di Indonesia masih didominasi oleh jeruk siem karena produksinya yang mencapai 70-80 % dari total produksi jeruk nasional. Seiring dengan makin berkembangnya luasan tanaman jeruk keprok diharapkan dapat meningkatkan pasar untuk jenis jeruk ini, disamping juga melirik peluang ekspor (Winarno, 2004).

Menurut data dari BPS Kabupaten Karo (2010) adapun varietas-varietas jeruk yang ditanam di Kabupaten Karo sekarang ini adalah varietas Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan sebagainya. Jenis yang disukai konsumen lokal adalah varietas siam madu sehingga varietas jeruk ini mendominasi penanaman jeruk di Kabupaten Karo.

b. Pupuk

(29)

kebutuhan pupuk tanaman jeruk (gr/ph/6 bulan)dapat dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut:

Tabel 2.1. Jenis dan jumlah untuk kebutuhan pupuk tanaman Jeruk (gr/ph/6 bulan)

Sumber: Standar Prosedur Operasional (SPO) Jeruk Siam Madu Karo,2006

Dari Tabel 2.1. diatas dapat dilihat bahwa tanaman jeruk paling banyak membutuhkan pupuk jenis ZA dan Dolomit. Pemberian pupuk pada jeruk untuk lahan yang berlokasi di Kabupaten Karo disesuaikan dengan umur tanaman jeruk. Semakin tinggi usianya maka semakin tinggi pula kebutuhan pupuk tanaman jeruk tersebut hingga mencapai umur optimal produksi yaitu 15 tahun Kebutuhan pupuk yaitu ketika tanaman jeruk berumur 15 tahun.

c. Alat dan Mesin Pertanian

(30)

terbagi ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya tak tetap. Biaya tetap berkaitan dengan pemilikan peralatan serta tak tergantung apakah alat tersebut dipakai ataukah tidak. Biaya tetap per jam berbanding terbalik dengan jumlah pemakaian tahunan alat. Biaya pengerjaan berkaitan langsung dengan jumlah pemakaian dan terdiri dari perbaikan dan pemeliharaan, bahan bakar dan pelumas serta perawatan harian (TPOU, 2013).

Alat dan mesin pertanian termasuk kedalam faktor produksi modal. Alat biasanya digunakan untuk usaha tani tanaman jeruk adalah seperti cangkul untuk menggali tanah, gembor untuk menyiram tanaman, knapsack untuk penyemprotan hama dan gulma, pisau digunakan pada saat okulasi, gunting digunakan pada saat panen, ember digunakan untuk wadah pupuk saat pemupukan dan parang untuk membersihkan lahan dari gulma.

2.2.2 Faktor Produksi Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan hal yang penting untuk mendukung dan melaksanakan kegiatan usaha tani Tenaga kerja dalam usaha tani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal dan pengelolaan. Ada tiga jenis tenaga kerja yaitu tenaga kerja manusia (pria, wanita, dan anak-anak), tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik (Soekartawi, 1990).

(31)

luar keluarga dengan memberi upah. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama, serta pemanenan (Defri, 2011).

Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokkan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya (Maulidah, 2012).

Siregar (2009) dalam Syamsidar (2012) menyatakan bahwa Tenaga kerja merupakan alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Tenaga kerja berkaitan erat dengan konsep penduduk, dalam hal ini pengertian tenaga kerja adalah semua penduduk usia (15-64) tahun yakni penduduk yang potensial dapat bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Satu hari kerja setara pria (1 HKP) menggunakan jam kerja selama 8 jam dengan standar sebagai berikut :

(32)

Untuk analisis tenaga kerja di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja, biasanya usaha pertanian dalam skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, sebaliknya pada usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan menyewa tenaga kerja ahli (Bangun, 2005).

2.2.3 Budidaya Tanaman Jeruk

Secara umum budidaya tanaman jeruk terdiri atas beberapa tahap yaitu pemilihan, benih, pemilihan bibit, perawatan bibit, pemeliharaan, pengapuran, pemupukan, pemangkasan, penjarangan buah, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan dan penanganan pascapanen (Ismali, 2009).

Selanjutnya Purnomosidhi, dkk (2002) kegiatan budidaya jeruk secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Perbanyakan Tanaman

(33)

b. Jarak Tanam

Jarak tanam yang digunakan pada tanaman jeruk bergantung pada jenis, misalnya pada jeruk siam madu Karo 5 x 5 m sedangkan pada jeruk manis valensia 6 x 6 sampai 8 x 8 m.

c. Pembuatan Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara ajir dari bambu atau kayu dipasang sesuai jarak tanam, kemudian buat lubang dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm atau 60 x 60 x 60 cm, setelah itu pisahkan tanah lapisan atas (top soil) dan lapisan bawah (sub soil). Lubang sebaiknya dibuat pada musim kemarau. Setelah itu, diisi dengan pupuk kandang ±30 kg/lubang, dicampur dengan tanah lapisan atas dan diaduk, setelah itu dibiarkan ± 2-4 minggu.

d. Penanaman

Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Keranjang atau polibag bibit dibuka dengan hati –hati, diusahakan agar tanah tidak pecah. Lalu dimasukkan bibit pada lubang tanam.

e. Panen dan Pascapanen

Masa berbunga sampai menjadi buah masak sekitar 6-7 bulan tergantung varietas.Tanaman jeruk dapat berbuah setelah berumur 3 tahun dan buah paling banyak setelah umur tanaman lebih 5 tahun. Pemetikan buah dapat dilakukan menggunakan tangan atau gunting.

f. Pemeliharaan

(34)

- Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan produktifitas karena akan meningkatkan jumlah cabang, mengurangi jumlah daun yang hasilnya dapat merangsang pertumbuhan yang lebih banyak per tanaman, serta menghambat pertumbuhan hama dan penyakit.

- Penjarangan Buah

Penjarangan dilakukan pada pohon yang mempunyai buah lebat dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas buah dan kestabilan pada musim panen berikutnya.

- Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama utama yang menyerang tanaman jeruk di Kabupaten Karo adalah lalat buah. Gejala serangan ditandai dengan bercak kecil yang merupakan bekas tusukan opovositor lalat betina saat meletakkan telur. Bekas tusukan ini kemudian membusuk dan semakin membesar sedangkan kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya buah. Pengendalian lalat buah dapat dilakukan dengan memungut buah terserang dan kemudian memusnahkannya atau menjadikannya pupuk organik, pengendalian lalat buah dapat juga dengan menggunakan lem perangkap dan botol perangkap yang mengandung atraktan, dan semut rangrang merupakan salah satu musuh alami hama lalat buah (Pinem, dkk., 2007).

(35)

dari campuran belerang : kapur : air dengan perbandingan 1:2:10 (Pinem, dkk., 2007).

g. Syarat Tumbuh

- Iklim

Tanaman jeruk dapat ditanam di daerah antara 40°LU - 40°LS. Banyak terdapat pada daerah 20°- 40°LU dan 20°- 40°LS, temperatur optimal 25°- 30°C. Sinar matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan jeruk sehingga jeruk manis yang ditanam di tempat terlindung pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang penyakit (Purnomosidhi, dkk, 2002).

Kecepatan angin yang lebih dari 40 - 48% akan merontokkan bunga dan buah. Untuk daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin. Tergantung pada spesiesnya, jeruk memerlukan 5-6, 6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini diperlukan untuk perkembangan bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus (Ipteknet.com, 2013).

- Tanah

(36)

Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7- 27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik. Jenis tanah Andosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk. Tanaman jeruk menyukai air yang mengandung garam sekitar 10%. Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki kemiringan sekitar 30° (Ipteknet.com, 2013).

2.3. Faktor produksi usaha tani sapi potong

a. Jenis

Bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah Sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), Sapi Bali, dan Sapi Madura disamping bangsa sapi yang peranakan hasil persilangan lainnya seperti Limosin Ongole (Limpo) dan Simental Ongole (Simpo). Bangsa Sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan yang ada di Indonesia (Badan Penelitian ULM dan Badan Koordinasi Prov Kalsel, 2011).

b. Pakan usaha tani sapi potong

Pemberian pakan merupakan faktor produksi modal, pemberian pakan haruslah efisien agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pakan pada hewan ternak.Pemberian pakan menurut Ternak.net.com (2013), menyatakan bahwa - Sapi Sapihan; Penyapihan dilakukan setelah memasuki bulan ke-7 (205 hari)

(37)

dengan bobot badan 150 -175 kg, 2 – 3 kg dedak padi kualitas baik, 3 kg kulit singkong, rumput segar 3 – 4 kg dan jerami padi kering adlibitum (1 – 2 kg). - Sapi dara; Introduksi teknologi pakan dilakukan untuk efisiensi biaya

pemeliharaan dengan target PBBH > 0,6 kg/ekor/hari. Alternatif model pakan untuk sapi dara dengan bobot badan 200 kg, adalah 4 kg dedak kualitas sedang sampai dengan baik, rumput segar 3 – 4 kg dan jerami padi kering (3 kg).

- Sapi bunting tua; Teknologi steaming up, challenge, dan flushing dilakukan secara berkesinambungan sejak sapi induk bunting 9 bulan hingga menyusui anak umur 2 bulan. Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi induk bunting tua dengan bobot badan 325- 350 kg, adalah 6 kg dedak padi kualitas sedang s.d. baik, rumput segar 3 – 4 kg dan jerami padi kering (5 kg).

- Sapi menyusui; Penyapihan pedet dianjurkan pada umur 7 bulan, mengingat susu merupakan pakan terbaik bagi pedet. Sapi induk dapat menghasilkan susu sampai dengan umur kebuntingan 7 bulan tanpa berpengaruh negatif terhadap kebuntingan berikutnya. Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi induk menyusui dengan bobot badan 300 kg, 6 – 7 kg dedak padi kualitas baik, rumput segar 4 kg dan jerami padi (6 kg).

c. Alat dan mesin pertanian usaha tani sapi

(38)

lidi, sikat, selang, sekop, ember serta alat pengangkut kotoran (binaukm.com, 2010).

Selain alat diatas menurut Asia (2011) peralatan lain yang mendukung untuk ternak sapi adalah sebagai berikut :

- Peralatan pakan terdiri atas alat untuk memotong/mencacah rumput/hijauan pakan ternak (chopper) dan alat untuk mencampur konsentrat (mixer).

- Peralatan kesehatan terdiri atas alat pemotong kuku dan tanduk, alat kastrasi, serta peralatan kesehatan untuk pengobatan penyakit.

- Peralatan lain terdiri atas timbangan ternak, pita ukur, alat pengukur tinggi ternak, alat penanda ternak seperti alat penomoran ternak/ear tag, tato/cap, alat pencocoh hidung, dan sprayer.

d. Budidaya sapi potong

Pengusahaan ternak potong (sapi potong, kerbau, kambing dan domba di Indonesia dilakukan sebahagian besar (90%) oleh peternak tradisional dan selebihnya oleh perusahaan penggemukan (feedloter), sehingga masih kita jumpai kinerja produksi dan produktifitas yang masih perlu terus didorong. Termasuk didalamnya upaya memperpendek jarak kelahiran, meningkatkan angka kelahiran dan memperbaiki bobot karkas. Berbagai upaya ini menjadi sangat penting terutama bila dikaitkan dengan Program Nasional Swasembada Daging Sapi dengan melepaskan ketergantungan impor bakalan/daging dari luar negeri (Lutham, 2012).

(39)

dengan penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai "pabrik kompos". Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila diproses akan menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui siklus unsur hara secara sempurna (Mariyono, dkk. 2010 ).

Berdasarkan Bappenas (2001) bahwa secara umum kegiatan budidaya sapi dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Pembibitan

Program pengembangan sapi sangat erat hubungannnya dengan sistem reproduktif sapi. Ada pendapat sapi jantan yang di kebiri akan tumbuh lebih cepat. Sapi jantan yang mempunyai genotif yang unggul, postur tubuh yang baik, sehat dan layak menjadi pejantan dapat menjadi pembibit atau sapi pejantan. Sapi yang mempunyai potensi pejantan pemacek atau bank sperma mempunyai harga yang sangat tinggi. Proses pembibitan dapat dilakukan secara mandiri atau dengan bantuan pengawas kesehatan ternak. Menurut Balkely dan Bade (1994) perbaikan produksi melalui peningkatan mutu bibit dilakukan usaha penyilangan sapi lokal dengan sapi unggul dari luar. Teknik Inseminasi Buatan (IB), menjadi salah satu alternative dan lebih efisien.

(40)

bulu, pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.

- Pemeliharaan

Pemeliharaan mencakup kegiatan penyediaan pakan (ransum) dan pengelolaan kandang, pemeliharaan kandang dilakuan dengan cara kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (2-3 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

Dalam Budiarti (2000).Pemberian pakan dapat berupa pakan hijauan berupa rumput segar / rumput lapang atau rumput gajah jika ada persediaan dan jerami pakan ternak. Pakan penguat yang biasa digunakan adalah bekatul, ampas tahu, limbah dari proses pembuatan tempe berupa kulit ari dan air rebusan kedelai. Pakan tambahan yang digunakan garam dapur. Frekuensi pakan dan minum berkisar 1-3 kali sehari.

- Penyakit

(41)

penyakit Septichaema epizootica (SE) dan penyakit radang kuku atau kuku busuk (fot rot) (Disnak Jabar, 2008).

Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi. Apabila ada sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu kering, dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk (Disnak jabar, 2008).

- Panen

Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya, sedangkan hasil tambahan selain daging adalah kulit dan kotorannya. Kulit dari sapi dapat banyak dimanfaatkan untuk beduk, sedangkan kotorannya dapat diamanfaatkan untuk pupuk bahan pembuatan organik.Selain itu masih banyak kegunakan kulit samak dari kulit sapi yaitu sebagai bahan baku pembuatan produk fashion, furniture dan kerajinan tangan seperti sepatu, jaket, tas, handycraft, jok mobil atau motor (Doni, 2012).

2.4. Pupuk organik

(42)

Sistem pertanian organik adalah sasaran dari hubungan yang dihasilkan oleh integrasi antara hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara ternak sapi dan tanaman jeruk. Sutanto (2002) menjelaskan bahwa menurut para pakar pertanian Barat sistem pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman( feeding the soil that feeds the plants) dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.

a) Mutu dan kualitas pupuk organik

Mutu dan kualitas dari pupuk organik yang dihasilkan dari hasil ternak sapi harus terjaga agar jika dapat bersaing dipasaran dan memiliki nilai jual yang tinggi. Menurut Sutanto (2002) spesifikasi dari pupuk organik yang berkualitas baik adalah :

- Kandungan total bahan organik minimal 20 persen

- Kandungan lengas tidak boleh melampaui 15 persen hingga 25 persen. Pada kenyataannya makin rendah kandungan air, maka kualitas pupuk organik menjadi lebih baik.

(43)

b) Manfaat pupuk organik

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, salah satu penelitian itu telah dilakukan oleh Suwanto dan Suwardi (2010) yang membuktikan hal ini adalah pupuk organik dari kotoran sapi yang diaplikasikan pada tanaman jagung pupuk organik berpengaruh terhadap diameter batang jagung, bobot tongkol segar dan hasil jagung pipilan kering. Tanaman Jagung yang diberi campuran pupuk organik dari kotoran sapi sebanyak 1,5 t/ha + pupuk organik dari kotoran ayam sebanyak 1,0 t/ha memberikan hasil biji kering tertinggi sebesar 6,76 t/ha.

Kompos kotoran sapi yang telah diaplikasikan pada tanaman tomat

varietas Sakura dan dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk kotoran ayam.

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman yang dipupuk kompos kotoran

sapi mampu berproduksi 3,15 kg/tanaman, sedangkan yang dipupuk kotoran ayam

hasilnya lebih rendah yaitu 3,02 kg/tanaman (Gustiani dan Gunawan, 2008).

Eny, dkk (2004) dalam Suwanto dan Suwardi (2010) menyatakan bahwa Penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi pada kegiatan integrasi jagung – sapi di lahan kering, meskipun tidak meningkatkan produktivitas, namun dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani.

c) Pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi

(44)

gergaji 100 kg, abu gosok 100 kg, kalsit/dolomit 2 kg dan air. Cara pembuatannya masing-masing bahan tersebut dicampur, kemudian ditambahkan air hingga kadar air mencapai 60% dan diinkubasi selama 3 minggu, setiap minggu dilakukan pembalikan, kotoran sapi yang difermentasikan dilakukan dibawah naungan, atau ditutup dengan terpal agar tidak terkena hujan atau panas matahari secara langsung (Roehani, dkk, 2005).

Kompos dari kotoran sapi sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat-sifat

tanah. Selain meningkatkan kualitas pupuk kandang, pengomposan juga

merupakan salah satu cara penyimpanan pupuk kandang sehingga tersedia saat

diperlukan. Agar kotoran sapi yang dikomposkan baunya tidak menyengat, sapi

dapat diberi pakan jerami fermentasi (Gustiani dan Gunawan, 2008).

2.5. Aspek kelayakan usaha tani integrasi dan non integrasi

a) Analisis kelayakan finansial

Analisis kelayakan finansial adalah penilaian atas proyek atau usaha tani yang didasarkan pada apakah usaha tani tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahuinya layak atau tidak suatu usaha tani maka akan membantu pengembangan dan perencanaan usaha tani tersebut di masa yang akan datang (Suprapto, dkk., 2004).

Mubyarto (1991), menjelaskan bahwa pendapatan adalah hasil pengurangan antara hasil penjualan dengan semua biaya yang di keluarkan mulai dari produksi sampai pada produk tersebut berada pada tangan konsumen. Pada dasarnya petani dalam meningkatkan produksi adalah untuk meningkatkan pendapatan yang akan di terimanya. Hasil produksi yang di hasilkan dari setiap

(45)

penerimaan yang di peroleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan petani (Kartosapoetra, 1991).

Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Jadi : Pd = TR – TC

Keterangan :

Pd = Pendapatan usaha tani TR = Total penerimaan TC = Total biaya (Soekartawi, 1995).

Biaya dalam usaha tani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usaha tani adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi (Defri, 2011).

Biaya produksi adalah banyaknya input yang digunakan dalam proses produksi dikalikan harga. Menurut (Suratiyah, 2006) biaya produksi diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

(46)

- Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang habis digunakan dalam satu kali proses produksi. Terdiri dari: sarana produksi, upah tenaga kerja, suku bunga, biaya pembelian ternak.

Selain biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost), menurut Swartha dan Sukartjo (1993) ada juga yang disebut dengan biaya total yang merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya total juga merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang dibebankan pada setiap unit yang disebut biaya total rata-rata (average total cost).

Biaya total = Biaya Tetap + Biaya Variabel

Untuk menganalisis pendapatan usaha tani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usaha tani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara yang disebut pengeluaran usaha tani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usaha tani (Defri, 2011).

Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

��� = �� .���

Keterangan :

TRi = Total penerimaan suatu usaha tani-i

(47)

Bila macam tanaman yang diusahakan adalah lebih dari satu, maka rumusnya berubah menjadi :

�� = � �.��

�=1

Keterangan :

n = Jumlah macam tanaman yang diusahakan

Dalam menghitung total penerimaan usaha tani perlu dipisahkan : (a) analisis parsial usaha tani; dan (b) analisis keseluruhan usaha tani. Jadi, kalau sebidang tanah ditanami tiga tanaman (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila tanaman yang akan diteliti adalah salah satu macam tanaman saja, maka analisis seperti ini disebut analisis parsial. Sebaliknya kalau ketiga-tiganya seperti ini disebut analisis keseluruhan usaha tani (wholefarm analysis) (Soekartawi, 1995).

Analisis R/C ratio merupakan salah satu syarat untuk mengevaluasi kelayakan usaha tani. R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usaha tani (Suratiyah, 2009).

Penjelasan mengenai R/C dikutip dari Rahim dan Hastuti (2008) yang menyatakan bahwa Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

a = R/C R = Py x Y C = FC + VC

(48)

dimana :

a : R/C ratio

R : Penerimaan (Revenue) C : Biaya (cost)

Py : Harga Output

FC : Biaya Tetap (Fixed Cost) VC : Biaya Variabel

Kriteria Keputusan : R/C >1, usaha tani untung R/C <1, usaha tani rugi

R/C=1, usaha tani impas (tidak untung/tidak rugi).

b) Analisis Pendapatan

(49)

pemasukan (income atau revenue) dan pengeluaran (expenditure atau cost) selama life cycle dari proyek atau investasi tersebut (Soekartawi, 1995).

Analisis pendapatan merupakan arus manfaat bersih hasil pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat. Analisis pendapatan terdiri dari beberapa unsur yang nilainya disusun berdasarkan tahap-tahap kegiatan bisnis. Unsur-unsur tersebut terdiri atas penerimaan,pengeluaran, manfaat bersih (net benefit) dan manfaat bersih tambahan (incremental net benefit) bila diperlukan.

Analisis pendapatan memperhitungkan nilai penerimaan uang tunai dan nontunai yang dinilai uangkan dengan opportunity cost serta biaya yang semua dinilai uangkan. Dengan demikian tujuan utama laporan adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama suatu periode. Untuk mencapai tujuan ini, laporan penerimaan dan pembayaran melaporkan : kas yang mempengaruhi operasi selama suatu periode, transaksi investasi, transaksi pembiayaan, dan kenaikan atau penurunan bersih kas selama satu periode.

c) Aspek Teknis

Aspek teknis pada usaha tani integrasi dan nonintegrasi memiliki perbedaan. Usaha taninon integrasi hanya membudidayakan tanaman jeruk sedangkan integrasi menggabungkan antara budidaya tanaman jeruk dengan budidaya sapi.

(50)

penyiapan lahan lokasi penggemukan, kandang, sapi bakalan, pakan, pemeliharaan, panen dan limbah; serta kendala dalam penggemukan sapi potong.

Menurut Bank Indonesia (2010) bahwa lokasi lahan usaha baik untuk sapi import maupun sapi lokal memerlukan persyaratan sebagai berikut :

- Memiliki prasarana yang memadai untuk usaha penggemukan sapi (lokasi, lahan relatif datar, tersedia sumber air, kebutuhan air mencapai 70 liter/ ekor/hari).

- Memiliki sarana yang mencukupi untuk melakukan usaha penggemukan sapi (bangunan, peralatan, bakalan, pakan, obat hewan, tenaga kerja).

- Memahami proses produksi (aspek pemilihan bakalan, aspek perkandangan, aspek pakan, aspek kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat peternak, dan aspek penanganan hasil).Mudah di jangkau oleh truk (mobil angkutan).

Berdasarkan petunjuk teknis dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2007)tentang petunjuk teknis persyaratan kandang sapi terdiri atas :

1. Pemilihan Lokasi

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan pada saat pemilihan lokasi antara lain :

- Tersedianya sumber air, terutama untuk minum, memandikan ternak dan membersihkan kandang

- Dekat dengan sumber pakan.

(51)

2. Letak Bangunan

Beberapa hal yang harus di perhatikan letak bangunan dalam kandang sapi antara lain:

- Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi sekelilingnya, sehingga tidak terjadi genangan air dan pembuangan kotoran lebih mudah. - Tidak berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10

meter

- Tidak menggangu kesehatan lingkungan - Agak jauh dengan jalan umum

- Air limbah tersalur dengan baik

3. Konstruksi

Konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan mempunyai tempat penampungan kotoran beserta saluran drainasenya. Kontruksi kandang harus mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak. serta menjaga keamanan ternak dari pencurian. Penataan kandang dengan perlengkapannya hendaknya dapat memberikan kenyamanan pada ternak, serta memudahkan kerja bagi petugas dalam memberi pakan dan minum, pembuangan kotoran dan penanganan kesehatan ternak.

4. Bahan

(52)

jangka waktu 5 – 10 tahun. Adapun bagian-bagian dan bahan kandang adalah sebagai berikut :

- Lantai

Lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya. Lantai kandang dapat berupa tanah yang dipadatkan, beton atau pasir cemen (PC) dan kayu yang kedap air.

Berdasarkan kondisi alas lantai, dibedakan lantai kandang sistem litter dan non litter. Alas lantai kandang sistem litter merupakan lantai kandang yang diberi tambahan berupa serbuk gergaji atau sekam, dan bahan lainnya berupa kapur/dolomit sebagai dasar alas. Pemberian bahan dasar alas dilakukan pada awal sebelum ternak dimasukan kedalam kandang. Sistem alas litter lebih cocok untuk kandang koloni atau kelompok, karena tidak ada kegiatan memandikan ternak dan pembersihan kotoran feces secara rutin.

Alas lantai kandang sistem non litter merupakan lantai kandang tanpa mendapat tambahan apapun. Model alas kandang ini lebih tepat untuk ternak yang dipelihara pada kandang tunggal atau kandang individu. Lantai kandang harus selalu terjaga drainasenya, sehingga untuk lantai kandang non litter dibuat miring kebelakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Kemiringan lantai berkisar antara 2 – 5 %, artinya setiap panjang lantai 1 meter maka ketinggian lantai bagian belakang menurun sebesar 2 – 5 cm

- Kerangka

(53)

- Atap

Terbuat dari bahan genteng, seng, rumbia, asbes dan lain-lain. Untuk daerah panas (dataran rendah) sebaiknya mengunakan bahan genting sebagai atap kandang. Kemiringan atap untuk bahan genting adalah 30 – 45 % , asbes atau seng sebesar 15 – 20 % dan rumbia atau alang-alang sebesar 25 – 30 %, Ketinggian atap untuk dataran rendah 3,5 – 4,5 meter dan dataran tinggi 2,5 – 3,5 meter

- Dinding

Dibuat dari tembok, kayu, bambu atau bahan lainnya, dibangun lebih tinggi dari sapi waktu berdiri. Untuk dataran rendah, yang suhu udaranya panas dan tidak ada angin kencang, bentuk dinding kandang adalah lebih terbuka, sehingga cukup menggunakan kayu atau bambu yang berfungsi sebagai pagar kandang agar sapi tidak keluar. Dinding kandang yang terbuat dari sekat kayu atau bambu hendaknya mempunyai jarak atar sekat antara 40 – 50 cm.

- Lorong dan Gang

Merupakan jalan yang terletak diantara dua kandang individu, untuk memudahkan pengelolaan seperti pemberian pakan, minum dan pembuangan kotoran. Lebar lorong disesuaikan dengan kebutuhan dan model kandang, umumnya bekisar antara 1,2–1,5 meter.

5. Perlengkapan Kandang

(54)

dengan tempat penampungan air yang terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang.

6. Tipe Kandang

Tipe kandang berdasarkan bentuk dan fungsinya terdiri atas kandang individu dan kandang kelompok/koloni.

- Kandang individu

Kandang individu atau kandang tunggal, merupakan model kandang satu ternak satu kandang. Pada bagian depan ternak merupakan tempat palungan (tempat pakan dan air minum), sedangkan bagian belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah pada kandang tipe ini lebih diutamakan pada bagian depan ternak mulai palungan sampai bagian badan ternak atau mulai palungan sampai batas pinggul ternak tinggi sekat pemisah sekitar 1 m atau setinggi badan sapi. Sapi di kandang individu diikat dengan tali tampar pada lantai depan guna menghindari perkelahian sesamanya

Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu sekitar panjang 2,5 meter dan lebar 1,5 meter Biaya kandang individu lebih tinggi dibanding kandang model kelompok (biaya pembuatan kandang, biaya tenaga kerja untuk memandikan sapi dan pembersihan kandang). Kelebihan kandang individu dibanding kandang kelompok yaitu : sapi lebih tenang dan tidak mudah stress, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai dengan kebutuhan ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan dalam kandang. Menurut susunannya, terdapat beberapa macam kandang individu yaitu :

a. Satu baris dengan posisi kepala searah

(55)

c. Dua baris dengan posisi kepala berlawanan , dengan lorong ditengah

- Kandang Kelompok

Kandang koloni atau kandang komunal merupakan model kandang dalam suatu ruangan kandang ditempatkan beberapa ekor ternak, secara bebas tanpa diikat.Penggunaan tenaga kerja untuk kandang koloni lebih efisien dibanding kandang model individu, karena pekerjaan rutin harian adalah membersihkan tempat pakan, minum dan memberikan pakan. Dalam hal ini satu orang tenaga kerja di kandang mampu menangani sekitar 50 ekor sedangkan untuk kandang individu sekitar 15 – 20 ekor.

Berdasarkan bentuk atap, kandang kelompok terdapat dua macam yaitu: a. Kandang kelompok beratap seluruhnya

b. Kandang kelompok beratap sebagian.

Sedangkan menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1967mengatur tentang ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan, antara lain sebagai berikut :

- Pasal 4 menyatakan bahwa perusahaan peternakan wajib menyediakan tanah, air dan pakan ternak.

- Pasal 12 menyatakan perlunya terdapat penertiban dan keseimbangan tanah untuk ternak.

- Pasal 14 menyatakan perlu adanya pewilayahan ternak.

(56)

Pasal 1, tentang tiga ketentuan tentang lokasi perusahaan peternakan sapi perah. 1) Lokasi peternakan sapi perah tidak bertentangan dengan ketertiban dan

kepentingan umum setempat.

2) Lokasi peternakan sapi perah tidak terletak di pusat kota dan pemukiman penduduk dengan jarak sekurang-kurangnya 250 m dari pemukiman penduduk.

3) Letak atau ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan atau topografi sedemikian rupa sehingga kotoran dan sisa-sisa perusahaan tidak mencemari wilayah disekitar perusahaan.

Pasal 2, tentang jarak perusahaan sapi perah, pembinaan dan pengendalian kesehatan. Perusahaan sapi perah tidak boleh berjarak kurang dari 250 m dengan perusahaan sapi perah lain atau sekurang-kurangnya berjarak 50 m apabila merupakan satu kelompok usaha atau koperasi. Pembinaan dan pengendalian kesehatan ternak dilakukan secara bersama.

Pasal 3, Tentang batas Lokasi. Perusahaan sapi perah harus diberi pagar keliling yang rapat sekurang-kurangnya setinggi 1,75 m di atas tanah dan pagar tersebut sekurang-kurangnya 5 m dari kandang terluar.

Pasal 4, tentang macam bangunan yang harus ada di peternakan sapi perah. Perusahaan petenakan sapi perah wajib memiliki beberapa bangunan yang sesuai dengan kegiatan usahanya, yakni:

1) Perusahaan harus memiliki bangunan kandang untuk anak, induk, beranak, isolasi, karantina dan kandang pengobatan.

2) Perusahaan harus mempunyai gudang pakan dan peralatan.

(57)

4) Perusahaan harus menyediakan instalasi air bersih.

Pasal 5, tentang persyaratan kandang. Perusahaan harus membangun kandang dengan memperhatikan dan memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

1) Kandang memenuhi daya tampung, antara lain luas lantai yang tidak termasuk jalur jalan dan selokan kandang sekurang-kurangnya 2 x 1,5 m persegi tiap ekor dewasa.

2) Ventilasi dan pertukaran udara didalam kandang harus terjamin. Udara segar dapat masuk leluasa ke dalam kandang dan sebaliknya udara kotor harus dapat keluar dari kandang.

3) Bangunan kandang mengikuti persyaratan teknis, ekonomis dan permanen atau semi permanen. Lantai kandang terbuat dari beton atau kayu yang tidak licin. Lantai miring ke arah saluran pembuangan yang mudah dibersihkan. Pasal 6, tentang tataletak kandang. Penataan letak bangunan kandang dan bangunan bukan kandang di dalam lokasi perusahaan peternakan sapi perah harus memperhatikan persyaratan atau pedoman sebagai berikut:

1) Jarak antara dua bangunan kandang sekurang-kurangnya 6 m dihitung masing-masing dari tepi atap kandang.

2) Bangunan kandang induk harus terpisah dari sapi anak.

3) Perusahaan harus menyediakan kandang untuk beranak yang terpisah dari kandang lainnya atau dibatasi dinding tembok.

4) Kandang isolasi terpisah 25 m atau minimal 10 m dan dibatasi dinding 2 m serta tidak boleh berhubungan langsung.

(58)

tahun 1977 pasal 1. Salah satu aturan yang dimaksud adalah Pencegahan Penyakit Hewan adalah semua tindakan untuk mencegah timbulnya, berjangkitnya dan menjalarnya penyakit hewan dan Pemberantasan Penyakit Hewan adalah semua tindakan untuk menghilangkan timbulnya/terjadinya, berjangkitnya dan menjalarnya kasus penyakit hewan.

d) Aspek Lingkungan

Kriteria pertanian ramah lingkungan adalah: 1) terpeliharanya keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekologis biota pada permukaan dan lapisan olah tanah, 2) terpeliharanya kualitas sumberdaya alam pertanian dari segi fisik,hidrologis, kimiawi dan biologik mikrobial, 3) bebas cemaran residu kimia, limbah organik dan anorganik yang berbahaya atau mengganggu proses hidup tanaman, 4) terlestarikannya keanekaragaman genetik tanaman budidaya, 5) tidak terjadi akumulasi senyawa beracun dan logam berat yang membahayakan melebihi batas ambang aman, 6) terdapat keseimbangan ekologis antara hama/penyakit dengan musuh-musuh alami, 7) produktivitas lahan stabil dan berkelanjutan, dan 8) produksi hasil panen bermutu tinggi dan aman sebagai pangan atau pakan (Sumarno et al. 2000).

Aspek lingkungan pada usaha tani integrasi dan non integrasi dilihat berdasarkan kepada bagaimana pengolahan limbah, penggunaan pestisida, herbisida, dan pengunaan pupuk. Diharapkan dalam usaha tani integrasi dan non integrasi memperhatikan aspek lingkungan tersebut sehingga tetap terjaga keadaan lingkungan di daerah kegiatan usaha.

(59)

dimanfaatkan oleh warga setempat, seperti biogas dan pupuk kandang untuk pertanian. Pupuk kandang memiliki kelebihan mampu memperbaiki kondisi tanah sehingga selain lebih gembur juga tidak mudah tererosi. Selain itu pupuk kandang juga memiliki sifat pelepasan unsur hara yang lambat sehingga efektif untuk diserap oleh tanaman dan tidak ada residu unsur hara yang terbuang ke saluran air sehingga tidak mencemari perairan umum (Bank Indonesia, 2010).

Rumah peternakan dibangun agar dapat memperhatikan leluasa ke segala arah. Letak rumah paling sedikit 30 m dari jalan raya. Kandang dan bangunan lainnya terletak di samping atau belakang rumah peternak berjarak minimal 30 m. Lahan antara rumah dan kandang disebut daerah layan. Rumah atau kamar susu dibuat di sisi kandang pada daerah layan. Bangunan lain dikelompokkan ke daerah ini dan jika mungkin terletak jauh dari kandang utama (kelastapepet, 2010).

Kotoran sapi pada usaha integrasi tidak terbuang dengan sia – sia, maka kotoran ini dimanfaatkan sebagai kompos organik yang baik untuk pembenahan tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman. Dalam tulisan Matenggomenada dan Farida (2013) menyebutkan bahwa ada beberapa keuntungan yang di peroleh dari upaya memanfaatkan kotoran hewan untuk dijadikan kompos,

1) Kandang menjadi lebih bersih dan sehat,

(60)

4) Pembuatan pupuk organik tidak terlepas dari proses pengomposan yang diakibatkan oleh mikroba yang berperan sebagai pengurai atau dekomposisi berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat kompos,

5) Secara langsung kompos digunakan untuk lahan pertanian atau dapat dijual Pupuk kandang yang dihasilkan dalam usahatani integrasi menurut Tan (1994) memiliki kandungan hara antara lain sebagai berikut : 0,65 % N; 0,15 % P; 0,30 %K ; 0,12 %Ca; 0,10 %Mg ; 0,09%S dan 0,004 % Fe. Dalam Musa, dkk. (2006) bahwa kandungan kimia kotoran sapi terdiri atas 70% bentuk kotoran padat dan 30% urin. Kotoran padat mengandung 85% H2O ; 0,40% N ; 0,20 % P2O5 ; dan 0,10 K2O sedangkan urin sapi mengandung 92% H2O ; 1 % N ; dan 1,35 % K2O.

Dalam menggunakan pupuk kandang yang menjadi perhatian adalah tentang efisiensi pemupukan, efisiensi pemupukan yang dimaksud adalah sifat tanah yang akan dipupuk, sifat tanaman dan kebutuhan tanaman, sifat dan macam pupuk, dosis pupuk dan waktu cara pemupukan (Musa, dkk.,2006).

Selanjutnya faktor lingkungan yang menjadi perhatian adalah penggunaan pestisida bagi tanaman. Pengertian pestisida dapat dilihat dari Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973, PP RI No.6 tahun 1995, The United States Environmental Control Act, USEPA. Dalam penggunaan pestisida harus memperhatikan 5-T yaitu tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat cara, dan tepat jenis.

e) Aspek Sosial

Gambar

Gambaran umum wilayah penelitian.......................................
Tabel 1.1. Data penggunaan pupuk organik di Kabupaten Karo pada tahun
Tabel 2.1. Jenis dan jumlah untuk kebutuhan pupuk tanaman Jeruk
Gambar 2.7. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

U prvom smo poglavlju, krenuvˇsi od aksioma, uveli osnovne pojmove vezane uz skup prirodnih brojeva kao ˇsto su zbrajanje prirodnih brojeva i uredaj na skupu prirodnih brojeva te

Lapisan pelindu ng tambahan akan dipasang pada dind i ng sel selama masa aktif sel

Hal ini sangat bertentangan dengan matlamat pendidikan bahasa, iaitu menekankan pengajaran bahasa dalam konteks dan fungsi yang betul. Begitu juga dengan tujuan

Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan informasi laba.Melalu perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan

Namun bila dipaksa memilih, jawaban tetap pada D karena kalimat itu mempunyai pola yang berbeda dibandingkan dengan yang lain.. adanya kata yang mana

a) Sejak kedatangan Islam, umat Islam tergerak hati, pikiran dan perasaannya untuk memberikan perhatiannya terhadap agama. b) Melalui pendekatan sejarah, dapat diketahui tentang

Dengan ini secara ringkasnya, zakat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT adalah merupakan matlamat utama yang bercirikan sebagai satu bentuk jaminan keselamatan

Memonitor jalannya kerja kelompok serta memberi bantuan seperlunya ( scaffolding ), 11) mengarahkan dan membimbing siswa dalam menyelesaikan beberapa soal sesuai