III. METODE PENELITIAN
4.2 Hasil penelitian dan pembahasan
4.2.1 Analisis Teknis pada Usaha Tani Integras
Analisis teknis pada usaha tani integrasi dilakukan pada usaha ternak dan budidaya jeruk. Analisis teknis adalah analisis kelayakan usaha yang dinilai berdasarkan teknis di lapangan dibandingkan dengan standar teknis yang telah ditentukan, di dalam penelitian ini teknis yang ada di lapangan di bandingkan berdasarkan petunjuk teknis dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2007). Adapun analisis perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.5.Perbandingan antara teknis di lapangan dan menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan ternak pada usaha tani integrasi Maret 2012 – Februari 2013
Kriteria
Menurut PPPP Pelaksanaan di Lapangan
Keses uaian
(%)
Jenis Mikro/Kecil/Menengah Mikro sampai kecil 100
Letak lokasi Tersedia air, dekat dengan sumber pakan, terjangkau, areal dapat diperluas.
Tersedia air, dekat dengan sumber pakan, terjangkau, areal dapat diperluas.
100 Keadaan kandang ternak (pembuangan limbah) Keadaan sesuai dgn PPPP 2007.
pembuangan limbah belum memadai.
10
Pakan Ternak Pakan ternak terdiri atas hijauan, konsentrat dan vitamin.
Pakan yang diberikan hanya jenis hijauan saja
5
Ketersediaan
Sarana dan Prasarana
Terdapat sarana dan
prasarana yang mendukung
Alat yang digunakan masih relatif sederhana
100
Sanitasi Keadaan kandang bersih Keadaan kandang sudah layak untuk ternak
40
Sumber : Lampiran 19 diolah *Menurut UU No 20 Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa secara umum usaha tani yang mengintegrasikan antara budidaya jeruk dan sapi di daerah penelitian masih tergolong kedalam usaha tani mulai dari skala usaha mikro sampai dengan usaha kecil. Pembuatan kriteria ini berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 Pasal 6 yang menyatakan bahwa :
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Selanjutnya adalah kriteria berdasarkan lokasi, bahwa lokasi usaha tani integrasi dengan pusat pasar adalah relative dekat karena berdasarkan pengamatan di lapangan jarak antara lokasi kegiatan pertanian dengan pusat pasar adalah dapat di tempuh dengan jarak 10-30 menit. Hal ini membukt ikan bahwa jika dilihat dari lokasi maka jarak telah memenuhi kriteria. Selanjutnya adalah ketersediaan air bagi hewan, untuk pakan dan membersihkan kandang berdasarkan pengamatan di lapangan pada umumnya telah sesuai karena petani yang melakukan kegiatan
usaha tani telah membangun sumur untuk kebutuhan ternak dan untuk membersihkan kadang.
Pakan ternak yang seharusnya diberikan bagi sapi seharusnya terdiri atas konsentrat dan pakan hijauan. Berdasarkan hasil penelitian dari 40 sampel yang diuji hanya 2 sampel petani yang menggunakan konsentrat pada ternak sapinya, hal ini dapat mengakibatkan lambannya pertumbuhan bobot tubuh dari sapi karena kekurangan asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh sapi.
Pemberian pakan hijauan yang berasal dari lahan tanaman jeruk pada usaha tani integrasi tentu dikhwatirkan dapat mengakibatkan keracunan bagi ternak. Untuk mengantisipasi hal ini berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Petani yang mengintegrasikan tanaman dan ternak sapinya tidak menggunakan herbisida untuk mengurangi populasi rumput disekitarnya.
2. Apabila telah dilakukan penyemprotan insektisida dan fungisida petani tidak memberi langsung pakan hijauan dari lingkungan yang tercemar insektisida dan fungisida, biasanya petani menunggu setelah 3 hari.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tenyata belum pernah dijumpai adanya kasus keracunan hewan ternak di daerah penelitian.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di lokasi penelitian telah sesuai dengan SOP yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2007) yang menyatakan bahwa dalam usaha ternak sapi telah terdapat alat-alat yang memadai untuk kegiatan ternak tersebut seperti sekop, sapu lidi, cangkul dan lain sebagainya. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
bahwa adapun sarana dan prasarana yang tersedia di lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Komparasi prasarana dan peralatan yang digunakanpada usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo, luas 1 Ha Maret 2012 – Februari 2013
Prasaranadan Peralatan Satuan Jumlah
Integrasi Non Integrasi
Pagar Ha 1 1
Bak air Unit 1 1
Gubuk Unit 1 1
Sorong beko Unit 1 1
Cangkul Unit 3 3
Hand Sprayer Unit 1 1
Power Sprayer Unit 1 1
Mesin Babat Unit 1 1
Gunting Jeruk Unit 3 3
Garu Unit 1 1
Sekop Unit 1 1
Parang Unit 3 3
Tenda Unit 1 1
Kandang Ternak Unit 1 0
Sumber : Lampiran 3 dan 4.
Berdasarkan Tabel 4.6. dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana yang ada di lapangan sudah mendukung untuk kegiatan integrasi antara usaha penggemukan sapi maupun budidaya tanaman jeruk terutama untuk skala mikro. Mengenai adanya penambahan untuk mengaplikasikan teknologi yang lebih canggih pada usaha penggemukan dan budidaya tanaman jeruk belum dibutuhkan oleh petani di daerah penelitian. Hal ini dikarenakan oleh petani akan mengeluarkan cost yang lebih besar lagi sehingga dikhawatirkan akan dapat mengurangi keuntungan dari para petani.
Berdasarkan pengamatan dapat diketahui perbandingan antara syarat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh PPPP (2007) dengan yang ada di
lapangan. Adapun perbandingan antara kriteria yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2007) dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Tabel 4.7. Perbandingan antara SOP PPPP (2007) dengan kandang ternak sapi yang ada di lapangan
Hal yang
dinilai Kriteria Di Lapangan Kesesuaian
(%)
Letak bangunan
Permukaan yang lebih tinggi dari sekelilingnya, limbah tersalur dengan baik
Masih terdapat kandang yang sama rata dengan tanah di sekelilingnya
40
Konstruksi Kontruksi kuat, tidak lembab, terdapat pembuagan kotoran
Kontruksi bangunan pada umunya sudah layak
100
Kerangka Terbuat dari besi, beton, kayu, bambu
Terbuat dari kayu yang kuat dan bambu
100 Atap Ketinggian atap 2,5-3,5
meter, tidak bocor
Ketinggian atap 3,5 meter
100 Dinding Jarak antar sekat 40-50
cm
Jarak antar sekat 50-70 cm
100 Ukuran
kandang individu
1,5 x 1m dan 1,5 x 2 m Kandang digunakan untuk perkelompok sapi yaitu dengan ukuran 1,5 x 2 m
100
Sumber : Lampiran 19 diolah
Berdasarkan Tabel 4.7. bahwa secara umum kandang untuk penggemukan sapi telah sesuai dengan SOP, namun perlu dilakukan perbaikan pada letak bangunan karena masih ada kandang yang letaknya tidak lebih tinggi dari pada dataran yang berada di sekelilingnya. Untuk itu perlu dilakukan penanganan dengan membuat saluran air disekeliling kandang agar bila terjadi hujan lebat kandang tidak tergenang air.
Sedangkan pada budidaya jeruk disesuaikan dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) jeruk siam madu yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian,
Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo (2006). Untuk membandingkan kesesuaian lingkungan tumbuh antara tanaman jeruk dengan lokasi penelitian dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.8. Perbandingan antara kesesuaian lingkungan tumbuh jeruk dengan keadaan lingkungan tumbuh di Kabupaten Karo
Hal yang
dinilai Syarat Tumbuh
Optimal Keadaan di Kabupaten Karo Keterangan
Suhu optimal 25-30°C 15-26°C Sesuai
Ketinggian tempat 600-2000 mdpl Kabanjahe (800-1300 mdpl) Tiga Panah (850-1300 mdpl) Barusjahe (1175-1500mdpl) Simpang Empat (850-1450 mdpl) Sesuai Kelembaban udara 70-80% 89% Sesuai Kemiringan 0-30° 0-40% Sesuai Keadaan tanah
Subur Subur Sesuai
Drainase Tidak terjadi genangan air
Tidak Tegenang Sesuai
Sumber : SPO Jeruk Siam Madu Karo, 2006
Berdasarkan Tabel 4.8. dapat diketahui bahwa menurut ketinggian tempat, kelembaban udara, kemiringan, keadaan tanah dan drainase di daerah penelitian telah mendukung untuk perkembangan dan pertumbuhan tanaman jeruk. Bahwa salah satu indikatornya adalah keadaan tanah yang subur, yang dimaksud dengan Subur dalam Musa, dkk (2006) adalah tanah yang mampu menyediakan unsur hara tanaman yang esensial dalam bentuk tersedia dan dalam perimbangan yang baik serta bebas dari zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman.
Untuk melihat kegiatan budidaya yang dilakukan di daerah penelitian telah sesuai dengan SPO yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan
dan Perkebunan di Kabupaten Karo (2006). Adapun hasil perbandingan antara Usaha Integrasi, Non Integrasi dan menurut SPO tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9. Komparasi beberapa kriteria budidaya di daerah penelitian dengan SPO pada usaha tani integrasi dan non integrasi di Kabupaten Karo Maret 2012 – Februari 2013, Luas 1 ha
Kegiatan Budidaya Integrasi
(kg/ha)
Non Integrasi
(kg/ha) SPO (kg/ha)
Dosis Pupuk -Urea 358 475 920 -SP-36 360 406 520 -ZA 267 358 1.840 -Kiserit - 103 260 -ZK - - 960 -Dolomit 1.024 922 1.840 -Pupuk kandang 11.798 12.450 80.000
Pengendalian HPT dan OPT
- Dosis Herbisida (l/ha) - 4 -
- Dosis Insektisida (l/ha) 34 36 -
- Dosis Fungisida (l/ha) 34 37 -
Produksi 20.289 17.852 32.000
Pendapatan (Rp) 115.890.768 101.970.624 182.784.000
Sumber : Data diolah dari lampiran 3, lampiran 4 dan lampiran 9
Berdasarkan Tabel 4.9. dapat diketahui bahwa produksi yang dihasilkan pada usaha tani integrasi dan non integrasi lebih rendah jika dibandingkan dengan SPO. Hal ini dapat terjadi karena tanah masih kekurangan unsur hara, dapat dilihat bahwa pupuk SP-36, ZA, dan pupuk kandang yang diaplikasikan kepada tanaman masih belum dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Pada hal jika tanaman diaplikasikan pupuk sesuai dengan prosedur SPO yang telah ditetapkan maka seharusnya petani dapat memproduksi 32 ton/ha jeruk, hal ini menunjukkan bahwa di daerah penelitian ini seharusnya potensi usaha tani integrasi masih bertambah sebesar 12 ton/ha sedangkan non integrasi bertambah sebesar 15 ton/ha.
4.2.2. Analisis kesesuaian lingkungan pada usaha tani integrasi dan non