• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN AKUNTANSI

Dalam dokumen KELAUTAN DAN PERIKANAN (Halaman 65-80)

D. SASARAN STRATEGIS

A.4. KEBIJAKAN AKUNTANSI

3. Secara keseluruhan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan mengalami peningkatan dari tahun 2010 s.d 2014 kecuali tahun 2014 sampai dengan Tahunan (lihat grafik).

Pendapatan (1) Pendapatan

Pendapatan adalah semua penerimaan KUN yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah pusat. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada KUN. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas brutto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan, untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Kelautan dan Perikanan meliputi penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) berupa penerimaan Pendapatan Perikanan yang hanya terdapat di unit eselon 1 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan penerimaan Non Sumber Daya Alam (Non SDA), diantaranya sebagai berikut:

1. Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/Sitaan;

2. Pendapatan dari pemindahan tanganan BMN;

3. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN;

4. Pendapatan Jasa;

5. Pendapatan Pendidikan;

6. Pendapatan Denda;

7. Pendapatan dari Penerimaan Kembali Tahun Anggaran yg Lalu;

8. Pendapatan Pelunasan Piutang;

9. Pendapatan Lain-lain.

Dalam penyampaian penerimaan negara bukan pajak sering kali terjadi kesalahan dalam penyetoran ke Kas Umum Negara (KUN) baik terkait kesalahan akun maupun kesalahan tugas dan fungsi satuan kerja itu sendiri, adapun hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penerimaan sebagai berikut:

1. Pastikan akun PNBP sesuai tugas dan fungsi dari masing-masing satuan kerja;

2. Pastikan penyetoran melalui SSBP bukan SSPB;

3. Bila ada penyetoran di akhir tahun dan di bayar dia awal tahun berikutnya perhatikan akrual basisnya di neraca;

4. PNBP satker in aktif lampirkan dokumen buktinya dan lakukan input di menu pendapatan di satker yang bersangkutan;

5. Pastikan PNBP yang berpotensi kerugian Negara seperti wanprestasi termasuk denda keterlambatan pengerjaan kontrak.

Rincian penyerapan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Kelautan dan Perikanan dari tahun 2010 s.d 2014.

Grafik 5: Estimasi dan PNBP KKP tahun 2010 s.d 2014

Grafik 6: Penerimaan Negara Bukan Pajak KKP tahun 2010 s.d 2014 berdasarkan penerimaan SDA dan Non SDA

1. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Kelautan dan Perikanan terbagi menjadi Penerimaan Sumber Daya Alam dan Non Sumber Daya Alam, dimana penerimaan paling besar terdapat dalam penerimaan SDA yaitu penerimaan Perikanan;

2. Penerimaan paling tinggi terjadi pada tahun 2013 dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp317.462.368.906,00 dengan rincian penerimaan SDA

2010 2011 2012 2013 2014

172.636.206.232 176.857.413.656 181.940.704.136 293.521.226.916 288.437.291.628

137.232.934.618 230.415.924.491 292.610.013.189 317.462.368.906 301.926.406.107

ESTIMASI PNBP

91.951.634.585

183.567.001.770

215.743.351.200

228.207.236.120 214.452.610.425

45.281.300.033

46.848.922.721

76.866.661.989

89.255.132.786

87.473.795.682

2010 2011 2012 2013 2014

SDA NON SDA

sebesar Rp228.207.236.120,00 dan penerimaan non SDA sebesar Rp89.255.132.786,00;

3. Kenaikan penerimaan terjadi tahun 2012 sebesar Rp93.182.989.873,00 atau 67,90% dari estimasi penerimaan sebesar Rp176.857.413.656,00 kenaikan ini adanya kenaikan penerimaan Perikanan atau penerimaan SDA sebesar Rp91.615.367.185,00 atau 49,91%;

4. Secara keseluruhan PNBP KKP dari tahun 2010 sampai tahun ini trennya mengalami peningkatan, kecuali tahun 2014 penerimaan negara bukan pajak sampai dengan 31 Desember 2014 mengalami penurunan dengan tahun sebelumnya, adapun jenis PNBP bedasrkan Penerimaan di KKP sbb:

Tabel : Penerimaan Negara Bukan Pajak berdasarkan Jenis Penerimaan Per 31 Desember 2014 (Audited)

Kode

Akun Uraian

Estimasi

Pendapatan Realisasi %

42151 Pendapatan Perikanan

250.615.618.000,00 214.452.610.425 85,57

42311

Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/Sitaan

10.583.197.210,00 18.812.361.398 177,76 42312

Pendapatan dari

Pemindahtanganan BMN 0,00 1.764.008.300 0,00

42314

Pendapatan dari Pemanfaatan BMN

1.663.730.926,00 4.437.662.265 286,53 42321 Pendapatan Jasa I

18.763.899.716 21.685.080.704 115,52 42322 Pendapatan Jasa II

18.271 13.705.608,00 0,00 42324

Pendapatan Layanan Jasa

Perbankan 0,00 130.200,00 0,00

42328 Pendapatan Jasa Kepolisian 0,00 861.400,00 0,00

42329 Pendapatan Jasa Lainnya

5.852.030.935 8.612.602.229,00 147,11 42351 Pendapatan Pendidikan

775.936.000 944.912.250,00 121,78 42375 Pendapatan Denda

102.195.940 3.666.987.753,00 0,00

42391

Pendapatan dari Penerimaan Kembali Tahun Anggaran Yang Lalu

80.664.630 12.970.853.594,00 0,00 42392 Pendapatan Pelunasan Piutang 0,00 3.220.325.356,00 0,00 42393

Pendapatan dari Penutupan

Rekening 0,00 726.606,00 0,00

42399 Pendapatan Lain-lain 0,00 11.343.578.019,00 0,00

Jumlah 288.437.291.628,00 301.926.406,00 104,78

Belanja (2) Belanja

Belanja adalah semua pengeluaran KUN yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh pemerintah pusat. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUN.

Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

Belanja disajikan pada lembar muka laporan keuangan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja.

Adapun Kebijakan yang perlu di perhatikan dalam penyusunan laporan kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait realisasi belanja diantaranya sebagai berikut:

1. Pagu awal tidak boleh bergeser, harus sama dengan Pagu yang diterbitkan awal tahun dan pengisian Pagu, jangan sampai ada kesalahan perekaman kegiatan, sub-kegiatan, program, sumber dana, jenis kewenangan dan akun (harus sesuai dengan sumbernya DIPA/POK/REVISI DIPA/POK);, termasuk Pagu Minus, Pagu yang dihilangkan ketika ada realisasi;

2. Pastikan realisasi belanja tidak boleh minus, harus sesuai dengan pagu anggaran, jangan sampai melebihi Pagu atau kesalahan perekaman kode kegiatan, sub-kegiatan, program, sumberdana, kewenangan atau akunnya;

3. Pastikan Pagu belanja pegawai tidak melebihi Pagu;

4. Pastikan akun belanja persedian tidak menyalahi aturan terutama akun persediaan yg diserahkan masyarakat (526) harus sesuai dg fisik yg ada di aplikasi persediaan;

5. Pastikan belanja modal (53) sesuai dengan fisik barangnya yg terdapat di Simak BMN;

6. Realisasi Anggaran belanja merupakan realisasi belanja bruto sebelum di kurangi Pengembalian Belanja, sedangkan realisasi anggaran merupakan realisasi belanja netto setelah dikurangi pengembalian belanja;

7. Pastikan untuk melakukan rekon internal dengan Simak BMN setiap bulannya jika ada belanja modal dan persediaan (tidak boleh ada selisih/warna merah dimenu rekon);

8. Jelaskan dalam Calk, jika ada perencanaan anggaran tidak sesuai dengan realisasi belanja atau output fisik barangnya.

Aset (3) Aset

Aset merupakan bagian dari laporan neraca yang merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa

depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non- keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya alam seperti hutan, kekayaan di dasar laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui pada saat diterima atau pada saat hak kepemilikan berpindah.

Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Investasi, Aset Tetap, dan Aset Lainnya.

Adapun dalam pengelolaan penyusunan laporan keuangan terkait aset, hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya;

• Saldo awal tahun berjalan harus sama dengan saldo akhir tahun lalu;

• Jumlah aset harus sama nilainya dalam laporan neraca dengan kewajiban ditambah ekuitas dana.

Aset Lancar a. Aset Lancar

Aset Lancar mencakup kas dan setara kas yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset lancar ini terdiri dari kas, piutang, dan persediaan.

Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal. Kas dalam bentuk valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs tengah BI pada tanggal neraca.

Piutang dinyatakan dalam neraca menurut nilai yang timbul berdasarkan hak yang telah dikeluarkan surat keputusan penagihannya.

Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang akan jatuh tempo 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca disajikan sebagai bagian lancar TPA/TGR.

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Persediaan dicatat di neraca berdasarkan harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian, harga standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri, dan harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi.

AsetTetap Aset Tetap

Aset tetap mencakup seluruh aset berwujud yang dimanfaatkan oleh pemerintah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aset tetap dilaporkan pada neraca Satker per 31 Desember 2012 berdasarkan harga perolehan.

Pengakuan aset tetap didasarkan pada nilai satuan minimum kapitalisasi sebagai berikut:

(a). Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan olah raga yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah);

(b). Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah);

(c). Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai minimum kapitalisasi tersebut di atas, diperlakukan sebagai biaya kecuali pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.

PiutangJangkaPa

njang Piutang Jangka Panjang

Piutang Jangka Panjang adalah piutang yang akan jatuh tempo atau akan direalisasikan lebih dari 12 bulan sejak tanggal pelaporan. Termasuk dalam Piutang Jangka Panjang adalah Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR) yang jatuh tempo lebih dari satu tahun, dan Piutang Jangka Panjang Lainnya.

TPA menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah yang dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayar oleh pegawai ke kas negara atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran.

TP ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian Negara/daerah.

TGR merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri atau bukan pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan

tugasnya.

TPA dan TGR yang akan jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca disajikan sebagai aset lainnya.

AsetLainnya Aset Lainnya

Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, aset tetap, dan piutang jangka panjang. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-lain.

Aset Tak Berwujud merupakan aset yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset Tak Berwujud meliputi software komputer; lisensi dan franchise; hak cipta (copyright), paten, goodwill, dan hak lainnya, hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.

Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat dikategorikan sebagaiKemitraan dengan Pihak Ketiga, maupun Dana yang Dibatasi, Penggunaannya. Aset lain-lain dapat berupa aset tetap pemerintah yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah.

Kewajiban (4) Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.

Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.

Kewajiban pemerintah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.

a. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal pelaporan.

Kewajiban jangka pendek meliputi Utang Kepada Pihak Ketiga, Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), Bagian Lancar Utang Jangka Panjang, Utang Bunga (accrued interest) dan Utang Jangka Pendek Lainnya.

b. Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung.

Aliran ekonomi sesudahnya seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian karena perubahan kurs mata uang asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.

Ekuitas Dana (5) Ekuitas Dana

Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas dana diklasifikasikan Ekuitas Dana Lancar dan Ekuitas Dana Investasi. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan selisih antara aset tidak lancar dan kewajiban jangka panjang.

Penyisihan Piutang Tak Tertagih

(6) Kebijakan Akuntansi atas Penyisihan Piutang Tidak Tertagih

Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang.

Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo dan perkembangan upaya penagihan yang dilakukan pemerintah. Kualitas piutang didasarkan pada kondisi masing-masing piutang pada tanggal pelaporan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 201/PMK.06/20110 tentangKualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga Dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih .

Tabel 17: Penggolongan Kualitas Piutang

Kualitas Piutang Uraian Penyisiha

n Lancar Belum dilakukan pelunasan s.d. tanggal jatuh tempo 0.5%

Kurang Lancar Satu bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak

dilakukan pelunasan 10%

Diragukan Satu bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan

pelunasan 50%

Macet 1. Satu bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan

100%

2. Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/DJKN

Penyusutan Aset

Tetap (7) Kebijakan Akuntansi atas Penyusutan Aset Tetap

Sampai saat Penyusunan Laporan Keuangan Tahun 2012, Kementerian Kelautan dan Perikanan belum menerapkan penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap, hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 53/KMK.06/2012 tentang Penerapan Penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat, yang menyebutkan bahwa penerapan penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap pada seluruh entitas Pemerintah Pusat dilaksanakan mulai tahun 2013.

Proses penyusutan dilakukan menggunakan aplikasi SIMAK-BMN 2013 tingkat UAKPB hingga UAPB, yang mulai diberlakukan sejak pelaporan BMN Tahunan 2014 Audited Tahun Anggaran 2013. Proses dilakukan untuk seluruh BMN Aset Tetap (dan Aset Tetap yang Tidak Digunakan dalam Opeasi Pemerintah) sampai dengan nilai buku per 31 Desember 2012 Audited. Proses penyusutan dijalankan dengan Aplikasi SIMAK-BMN 2013 tingkat UAKPB, pada tanggal 1 Januari 2013.

Kemudian penyusutan reguler Tahunan 2014 Audited dijalankan oleh aplikasi per 30 Juni 2013; dilakukan terhadap: (a) Aset Tetap dan sebagian Aset Tetap BMN 2012 yang telah disusutkan pertama kali, namun masih memiliki nilai dan masa manfaat; (b) Aset Tetap BMN dan sebagian Aset Tetap perolehan Tahunan 2014 Audited Tahun 2013.

Penyusutan reguler dilakukan periodik, semesteran, mulai periode Tahunan 2014 Audited 2013 dan seterusnya.

(8) Kebijakan akuntansi Lainnya

1. Penyusunan Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara pada Satker Inaktif serta Proses Likuidasi dan/atau Penghapusan Aset

Satker Inaktif adalah Satker yang pada tahun berjalan tidak menerima DIPA tetapi satker tersebut mempunyai nilai neraca yang merupakan saldo tahun sebelumnya. Neraca pada satker inaktif terdiri dari Aset Lancar, yang terdiri dari Kas dibendahara Pengeluaran, Kas di Bendahara Penerimaan, Kas dan Setara Kas, Persediaan, Aset Tetap (Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan Irigasi dan Jaringan (JIJ), Aset Tetap Lainnya, Aset Tak Berwujud (ATB), Aset lainnya). Pada Laporan Keuangan Tahun 2013 satker inaktif belum melakukan adjustment nilai aset dengan melaksanakan penyusutan.

Pada Tahun Anggaran 2013, jumlah satker inaktif adalah sebanyak 300 satker, dengan nilai aset secara keseluruhan Rp342.528.800.564,00. Hingga

periode berjalan Tahunan (Audited) tahun 2014, telah dilakukan likuidasi terhadap 20 satker, yakni dengan metoda transfer keluar dan transfer masuk.

Hal ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Likuidasi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada Kementerian Negara/Lembaga. Di sisi lain, terdapat 133 satker yang sedang melaksanakan proses hibah; sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. Rincian masing-masing diilustrasikan dalam tabel berikut:

Tabel 18: Jumlah satker yang melaksanakan proses Hibah

BA-

Es1 Eselon 1

LK Terkum

pul satker

Likui dasi Satk er

Proses Hibah

Proses di

Sa tk er

di E1

di Biro Umu m

di KPK

NL SK Hiba h 01 Sekretariat

Jenderal 3 1 2 18.500.000

03

Ditjen Perikanan Tangkap

59 1 48 7 3 227.787.288.794

04

Ditjen Perikanan Budidaya

5 3 2 5.538.082.568

06 Ditjen P2HP 41 2 25 10 1 3 5.066.322.491

07 Ditjen KP3K 192 15 18 12 39.350.096.431

Jumlah 300 20 28 66 17 17 5 277.760.290.284

Pada Tahun Anggaran 2014, jumlah satker inaktif adalah sebanyak 399 satker, senilai Rp428.275.401.155,00 Penyusunan Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara pada Satker Inaktif dilakukan di bawah tanggung jawab Kuasa Khusus Satker Inaktif, dalam hal ini adalah Kepala Biro Perencanaan, Sekretaris Direktorat Jenderal, dan Sekretaris Badan.

2. Kebijakan Anggaran Menurut Jenis Program pada Masing-masing Eselon I Berdasarkan Jenis Belanja.

a. Belanja Barang pembentuk Persediaan (Khususnya Persediaan untuk diserahkan kepada masyarakat dan Barang dalam Proses);

b. Belanja Modal;

c. Belanja Bansos

3. Kebijakan Pencatatan Pmbelian Persediaan untuk Diserahkan kepada Masyarakat/Pemerintah Daerah dari Hasil Realisasi Belanja 526xxx Full Financiring atau Pembayaran Dilakukan Sekali Lunas.

Pencatatan pembelian Persediaan untuk Diserahkan kepada Masyarakat/Pemerintah Daerah dilakukan setelah Berita Acara Serah Terima Pekerjaan terbit. Tanggal buku dan nilai ditentukan berdasarkan tanggal bukti

pencairan dana (SP2D).

Pencatatan dilakukan Persediaan berdasarkan karakteristik barang, meliputi:

117122 Tanah dan Bangunan untuk Dijual atau Diserahkan kepada Masyarakat

117123 Hewan dan Tanaman untuk Dijual atau Diserahkan kepada Masyarakat

117124 Peralatan dan Mesin untuk Dijual atau Diserahkan kepada Masyarakat

117125 Jalan, Irigasi, dan Jaringan untuk Diserahkan kepada Masyarakat 117126 Aset Tetap Lainnya untuk Diserahkan kepada Masyarakat 117127 Aset Lain-lain untuk Dijual atau Diserahkan kepada Masyarakat 117128 Barang Persediaan Lainnya untuk Dijual atau Diserahkan kepada

Masyarakat.

Terdapat banyak kesalahan berupa ketidaksesuaian penggunaan akun belanja dengan jenis barang pengadaan. Namun demikian, pencatatan Persediaan ini tetap dilakukan berdasarkan karakteristik barang.

Selanjutnya, jika barang Persediaan telah diserahkan kepada Masyarakat atau Pemerintah Daerah, yang ditunjukkan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) kepada Pemerintah Daerah, persediaan dikeluarkan dari neraca berdasarkan BAST tersebut.

4. Kebijakan Pencatatan Persediaan Barang dalam Proses (BDP) untuk Hasil Pengadaan Belanja Akun 526 yang Dilakukan Pembayaran Termijn Apabila pembayaran untuk pengadaan dilakukan secara bertahap atau termijn, maka pencatatan dilakukan sesuai dengan prosentase nilai kontrak yang telah dibayarkan; dicatat sebagai Barang dalam Proses (BDP).

Apabila pembayaran sudah mencapai 100% nilai kontrak, BDP direklasifikasi menjadi Persediaan untuk Dijual atau Diserahkan kepada Masyarakat/Pemda.

Selanjutnya, jika barang Persediaan telah diserahkan Masyarakat atau Pemerintah Daerah, yang ditunjukkan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) kepada Pemerintah Daerah, persediaan dikeluarkan dari neraca berdasarkan BAST tersebut.

5. Kebijakan Pencatatan Persediaan dari Hasil Realisasi Belanja 526 yang Tidak Terselesaikan karena Optimalisasi Anggaran (Penghematan atau Pemotongan)

Beberapa proyek pengadaan Persediaan dengan akun belanja 526 yang telah direalisasikan sebagian tidak dapat diselesaikan karena dilakukan optimalisasi berupa pemotongan anggaran. Persediaan dengan kondisi demikian dicatat sebagai Barang dalam Proses.

Apabila sampai dengan 31 Desember 2014 diketahui bahwa pekerjaan tidak dilanjutkan (karena tidak terdapat DIPA untuk melanjutkan pekerjaan pada tahun berikutnya), maka persediaan direklasifikasi (sebagai proses kapitalisasi) menjadi Persediaan definitif. Untuk selanjutnya, dilakukan pencatatan keluar dari neraca dengan metoda transaksi Penghapusan Lainnya.

6. Kebijakan Pencatatan BMN atas Identifikasi BMN yang Tidak Diketahui Keberadaannya

a. BMN Eks 2001-2004

Sisa Aset Tetap dan Aset Tidak Berwujud eks proyek pengadaan Tahun Anggaran 2001- 2005 yang tidak Dapat Ditemukan Keberadaannya adalah senilai Rp1.761.178.800,00. Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan adalah penelusuran aset dengan mencocokkan antara dokumen sumber dan aset fisik di lapangan di 7 provinsi.

b. Satellite-Based Vessel Monitoring System (VMS)

Sisa aset hasil pengadaan proyek Satellite-Based Vessel Monitoring System yang belum/tidak dapat diketahui keberadaannya adalah Rp33.058.835.295,00. Upaya tindak lanut yang dilakukan adalah penarikan, mendatangi perusahaan pengguuna VMS, dan pengumpulan Surat Pernyataan Pengakuan Pinjam Pakai BMN ataupun Surat Keterangan Keberadaan Kapal.

Ditjen PSDKP akan berkoordinasi dengan Ditjen Perikanan Tangkap yang mengeluarkan ijin operasi pelayaran kapal.

c. Peralatan dan Mesin yang Tidak Diketahui Keberadaannya

Aset tetap berupa peralatan dan mesin yang tidak diketahui keberadaannya terdapat di Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan (03). Satker telah melakukan tindak lanjut berupa penelusuran dokumen sumber dan inventarisasi barang. Selanjutnya, akan berkoordinasi dengan KPKNL setempat terkait hasil inventarisasi.

7. Kebijakan tentang Aset Tetap Renovasi (ATR)

Aset Tetap dalam Renovasi belum dapat disusutkan karena tidak dijalankan oleh Aplikasi SIMAK-BMN. Penghitungan penyusutan secara manual memiliki potensi kesalahan yang besar sehingga sampai dengan periode pelaporan Tahunan 2014 Audited per 31 Desember 2014, penyusutan ATR belum dapat dilaporkan. Penghitungan penyusutan ATR dilakukan mengikuti aset utama atau aset induknya. Proses ini baru dapat dilaksanakan pada saat ATR telah ditambahkan nilainya pada aset induknya atau setelah diserahkan da diakui sebagai aset definitif oleh satker penerima.

8. Kebijakan tentang Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)

Konstruksi dalam Pengerjaan yang merupakan hasil pengadaan tahun berjalan dengan proses pembangunan yang belum selesai, diakui sebagai KDP hingga akhir 31 Desember 2014. Jika proses pembangunan dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2015, aset ini tetap tercatat sebagai KDP. Namun, jika proyek tidak dilanjutkan, KDP ini harus direklasifikasi menjadi aset definitif.

Jika terdapat KDP yang merupakan proyek pengadaan tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tidak terdapat kelanjutan proyek pembangunan aset, maka KDP hars direklasifikasi menjadi aset definitif. Selanjutnya, dapat ditentukan rencana strategis pengelolaan barang, baik melanjutkan pembangunan maupun lainnya.

Di sisi lain, apabila KDP tidak dapat terselesaikan karena Optimalisasi Anggaran (Penghematan atau Pemotongan), maka pada 31 Desember 2014, dan baru terealisasi biaya perencanaan, maka harus dapat dpastikan, apakah proyek akan dilanjutkan atau tidak. Apabila tidak dilanjutkan, maka harus direklasifikasi menjadi Aset Tidak Berwujud. Untuk selanjutnya dihapuskan, dengan persetujuan dari Pengelola Barang dan pernyataan resmi dari Kuasa Pengguna Anggaran. Apabila proyek dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya, maka pada periode 31 Desember 2014 tetap tercatat sebagai KDP.

9. Kebijakan Metode Akuntansi Bagi Satker dengan Kode Wilayah dan/atau Kode Satker Baru pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (TP), yakni Transaksi Transfer Keluar (302) dan Transfer Masuk (102)

Pada Tahunan 2014 Audited 2014, terdapat 91 satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (TP) yang mengalami perubahan kode satker dan 181 satker Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota (TP) mengalami perubahan kode wilayah (Lihat lampiran XX). Perlakuan akuntansi yang diberlakukan untuk metoda pencatatan dan pelaporan BMN adalah dengan

Dalam dokumen KELAUTAN DAN PERIKANAN (Halaman 65-80)

Dokumen terkait