BAB VI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)
6. Kekuatan Mengikat Memorandum of Underststanding 62
peraturan perundang-undangan lainnya, tidak ada suatu ketentuan yang mengatur secara khusus tentang memorandum of understanding, yang ada ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan syarat-syarat sahnya kontrak.
Apabila kita mengkaji dan menganalisis substansi memorandum of understanding, tampaklah bahwa substansinya berisi kesepakatan para pihak untuk melakukan kerja sama dalam berbagai bidang kehidupan, seperti kerjasama dalam bidang ekonomi, pendidikan, pasar modal, dan lainnya.
Dengan adanya persesuaian pernyataan kehendak dan telah ditandatangani kerjasama, maka memorandum of understanding telah mempunyai kekuatan untuk dapat dilaksanakan. Artinya bahwa memorandum of understanding mempunyai kekuatan mengikat. Akan tetapi dalam praktiknya, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan
Memorandum of Understanding (MoU)
— 63 —
isi memorandum of understanding, maka salah satu pihak tidak pernah mempersoalkan hal itu atau menggugat ke pengadilan. Salah satu pihak akan mengatakan bahwa memorandum of understanding tersebut dalam keadaan tidur. dan para ahli tidak dapat memberikan jawaban yang pasti tentang kekuatan mengikat dari memorandum of understanding.
Ray Wijaya mengemukakan kekuatan mengikat dari memorandum of understanding sebagai berikut : Dari sudut pandang Indonesia, tampaknya para ahli hukum Indonesia masih berbeda pendapat tentang makna dari memorandum of understanding tersebut. Satu pihak berpendapat bahwa memorandum of understanding hanya merupakan suatu gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat hukum, sedangkan pihak yang lain menganggap bahwa memorandum of understanding itu merupakan suatu bukti awal telah terjadi atau tercapainya saling pengertian mengenai masalah-masalah pokok. Artinya, telah terjadi pemahaman awal antara pihak yang bernegosiasi sebagaimana yang dituangkan dalam memorandum of understanding oleh para pihak untuk melakukan kerja sama. Oleh karenanya, kesepakatan awal ini merupakan Pendahuluan untuk merintis lahirnya suatu kerja sama yang sebenarnya, yang kemudian baru diatur dan dituangkan secara lebih rinci dalam perjanjian (Ray Wijaya,2003:102).
Pandangan ini hanya mendeskripsikan tentang kekuatan mengikat dari memorandum of understanding dari berbagai pandangan ahli hukum lainnya. dalam Deskripsi ini, Ray Wijaya mengemukakan dua pandangan tentang kekuatan mengikat dari memorandum of understanding, yaitu : (1) Bahwa memorandum of understanding hanya merupakan suatu
gentlemen agreement yang tidak mempunyai akibat hukum;
(2) Bahwa memorandum of understanding itu merupakan suatu bukti awal telah terjadi atau tercapai saling pengertian mengenai masalah- masalah pokok.
Hikmahanto Juwana mengemukakan pandangannya tentang penggunaan istilah memorandum of understanding. Ia mengemukakan bahwa “penggunaan istilah memorandum of understanding harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara teoritis, dokumen memorandum of understanding bukan merupakan hukum yang mengikat
para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus ditindaklanjuti dengan sebuah perjanjian. Kesepakatan dalam memorandum of understanding lebih bersifat ikatan moral. Secara praktis, memorandum of understanding disejajarkan dengan perjanjian ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral, tetapi juga ikatan hukum. Titik terpenting bukan pada istilah yang digunakan, tetapi isi atau materi dari nota kesepahaman tersebut’ (Hikmahanto Juwana, 2002 : 123).
Munir Fuady juga mengemukakan dua pandangannya yang membahas tentang kekuatan mengikat dari memorandum of understanding, yaitu gentlement agreement dan agreement is agreement (Munir Fuady, 1997:93-94).
Pandangan pertama berpendapat bahwa memorandum of under- standing hanyalah merupakan suatu gentlemen agreement. Maksudnya, kekuatan mengikatnya suatu memorandum of understanding:
(1). Tidak sama dengan perjanjian biasa, sungguh pun memorandum of understanding dibuat bentuk yang paling kuat, seperti dengan akta notaris sekalipun (tetapi dalam praktik jarang memorandum of understanding dibuat secara notarial)
(2). Hanya sebatas pengikatan moral belaka, dalam arti tidak enforceable secara hukum, dan pihak yang wanprestasi, misalnya, tidak dapat digugat ke pengadilan. Sebagai ikatan moral, tentu jika ia wanprestasi, dia dianggap tidak bermoral, dan ikut jatuh reputasinya dikalangan bisnis.
Namun, yang jelas, pendapat bahwa memorandum of understanding adalah hanya memorandum of understanding lebih bersifat faktual belaka.
Pandangan kedua berpendapat bahwa sekali suatu perjanjian dibuat, apapun bentuknya, lisan atau tertulis, pendek atau panjang, lengkap/
detail ataupun hanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan perjanjian dan karenanya mempunyai kekuatan mengikat seperti layaknya sesuatu perjanjian, sehingga seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian telah bisa diterapkan kepadanya.
Menurut pendapat yang sebenarnya lebih formal dan legalistis ini, kalau suatu perjanjian mengatur hal-hal yang pokok saja, maka mengikatnya pun hanya terhadap hal-hal yang pokok tersebut. Atau
Memorandum of Understanding (MoU)
— 65 —
jika suatu perjanjian hanya berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu, maka mengikatnya pun hanya untuk jangka waktu tersebut juga, para pihak tidak dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih rinci secara follow up dari memorandum of understanding. Paling tidak, selama jangka waktu perjanjian itu masih berlangsung, para pihak tidak dapat membuat perjanjian yang sama dengan pihak lain. Hal ini tentu jika dengan tegas disebutkan untuk itu dalam memorandum of understanding tersebut.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini berarti telah melakukan wanprestasi sehingga dapat digugat kepengadilan menurut hukum yang berlaku.
Apabila kita memperhatikan pandangan yang kedua, maka jelaslah bahwa apabila salah pihak tidak melaksanakan substansi memorandum of understanding, maka salah satu pihak dapat membawa persoalan itu ke pengadilan, dan pengadilan dapat memerintahkan salah satu pihak untuk melaksanakan substansi memorandum of understanding secara konsisten.
Dalam realitasnya, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan substansi memorandum of understanding, maka pihak lainnya tidak pernah menggugat persoalan itu pengadilan. Ini berarti bahwa memorandum of understanding hanya mempunyai kekuatan mengikat secara moral.
Contoh Memorandum of Understanding :
NOTA KESEPAHAMAN KERJA SAMA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA
Dengan
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM Nomor :20/KS-KY/VIII/2006
Nomor : 1445/J18.H4.FH/TU.03.04/2006
Pada hari ini Kamis tanggal dua puluh empat Agustus dua ribu enam mengambil tempat di Ball Room Hotel Lombok Raya Mataram Jalan Panca Usaha Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang bertanda tangan di bawah ini :
1. M.Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum., Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Komisi Yudisial
Republik Indonesia yang berkedudukan di Jalan Abdul Muis Nomor 8 Jakarta Pusat, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
2. H.Zainal Asikin, S.H., SU., Jabatan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Fakultas Hukum Universitas Mataram yang berkedudukan di Jalan Majapahait Nomor 62 Mataram Nusa Tenggara Barat selanjutnya disebut PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selanjutnya disebut PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan kerja sama yang berdasarkan pada prinsip kemitraan dan saling memberikan manfaat dengan ketentuan sebagai berikut :
PASAL 1 TUJUAN
Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan institusi dan peningkatan program kerja lembaga masing-masing
PASAL 2
LINGKUP KERJA SAMA Ruang lingkup kerja sama ini meliputi bidang :
1. Penelitian sesuai dengan tema/topik yang disepakati PARA PIHAK 2. Pertemuan ilmiah untuk kepentingan PARA PIHAK
3. Pertukaran informasi yang dilakukan atas dasar kesepakatan PARA PIHAK
4. Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai atau staf PARA PIHAK 5. Pembangunan jaringan kerja
6. Bidang-bidang lain yang dianggap perlu dan disepakati PARA PIHAK.
PASAL 3 PELAKSANAAN
1. Kerja sama ini berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani Nota Kesepakatan Kerja Sama ini dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan PARA PIHAK
2. Pelaksanaan kerja sama ini akan dievaluasi setiap 6 (enam) bulan sekali 3. Nota Kesepakatan Kerja Sama ini akan ditindaklanjuti PARA PIHAK
dengan menerbitkan perjanjian/kontrak kerja sama guna menentukan
Memorandum of Understanding (MoU)
— 67 —
pelaksanaan program kegiatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 di atas
4. Pembiayaan dalam perjanjian/kontrak kerja sama yang akan diten- tukan berdasarkan anggaran dan kemampuan PARA PIHAK. Untuk maksud tersebut PARA PIHAK setuju akan membentuk tim pelaksana yang terdiri dari perwakilan PARA PIHAK
5. Semua perbedaan pendapat dan atau sengketa yang timbul dalam pelaksanaan kerja sama ini akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah.
PASAL 4 PENUTUP
1. Setiap perubahan dan hal lain yang belum diatur dalam Nota Kesepahaman Kerja Sama ini akan diatur lebih lanjut secara tertulis dan dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat PARA PIHAK yang akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Nota Kesepakatan Kerja Sama ini
2. Nota Kesepahaman Kerja Sama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) di atas kertas bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing satu rangkap untuk PARA PIHAK
Demikian Nota Kesepakatan Kerja Sama ini dibuat dan ditanda tangani oleh PARA PIHAK dengan itikad baik serta penuh rasa tanggung jawab.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. H. Zaenal Asikin, S.H., SU.
Daftar Pertanyaan :
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan singkat dan benar :
1. Apa yang dimaksud dengan Memorandum of Understanding, dan apa dasar hukumnya.
2. Sebutkan ciri-ciri Memorandum of Understanding
3. Jelaskan apa tujuan dibuatnya Memorandum of Understanding.
4. Sebutkan jenis-jenis Memorandum of Understanding.
5. Jelaskan bagaimana kekuatan mengikat Memorandum of Understan- ding.