BAB IV PEMBAHASAN
B. Kendala Penyelesaian Perkara Pencurian Oleh Anak Secara Diversi Dalam
96 pelaku, maka hal tersebut tidak akan bisa mempengaruhi kewenangan penegak hukum untuk terus meneruskan perkara tersebut ke ranah pidana yang nantinya berujung pada pemidanaan sang pelaku pidana. restorative justice menawarkan proses pemulihan yang melibatkan pelaku dan korban secara langsung dalam penyelesaian masalahnya.
Jadi sasaran “restorative justice” bukan hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada korban, Dalam pandangan Restorative justice, kepentingan korban sangat diperhatikan. Sama pentingnya dengan upaya membuat pelaku menjadi sadar dan tidak mau mengulangi perbuatannya lagi. Jika kedua hal ini telah terpenuhi, maka diharapkan kehidupan sosial masyarakat dapat pulih kembali. Para penganut paham ini berpedapat karena hukum bertitik tolak tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada korban serta masyarakat, maka penegakan hukum inilah yang dianggap paling adil.
B. Kendala Penyelesaian Perkara Pencurian Oleh Anak Secara Diversi
97 harus mengulangi proses tersebut beberapa kali terhadap pelaku yang sama.
Hambatan atau kegagalan penerapan restorative justice terhadap anak sebagai pelaku dikarenakan gagalnya pelaksanaan kesepakatan restitusi oleh pelaku.
Hambatan Pelaksanaan restorative justice yang dilaksanakan dengan kurangnya pelatihan dalam mengatasi konflik dan memfasilitasi mediasi dan pelaksanaannya kurang sempurna akan menyebabkan kurangnya keberhasilan dalam pelaksanaannya, dimana korban tidak diundang dalam proses restorative justice selain itu, apabila tidak dipersiapkan dengan baik mengenai hak-hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam mediasi maka proses tidak akan menemukan hasil sebagaimana yang diharapkan. Selain itu kendala lain dalam mencapai mediasi apabila korban tidak mendapat pendampingan, baik oleh walinya maka akan membuat perasaan intimidasi dan dikorbankan kembali pada korban, terlebih lagi jika pelaku yang hadir dan pihak keluarganya berkeinginan keras untuk mencapai kesepakatan.
Restorative justice tidak dapat dilakukan dalam hal ada satu atau lebih dari pihak utama tidak ikut serta atau tidak berpartisipasi, diabaikan dalam jalannya proses. Sebaliknya restorative justice akan berhasil apabila pihak korban menyampaikan aspirasinya dengan baik,jujur tanpa paksaan dan intimidasi serta pelaku bersedia bertangggung jawab dengan melaksanakan kewajiban dalam pemberian ganti rugi terhadap korban serta kedua belah pihak aktif dalam proses negosiasi untuk merumuskan sebuah penyelesaian yang dapat diterima dan benar bagi semua pihak.
98 Didalam menerapkan atau mengimplementasikan konsep keadilan restorative justice penyidik Polri terkadang mengalami keragu-raguan dalam mengambil keputusannya pada proses penyidikan, terutama apabila pelaku/keluarganya dan korban/keluarganya maupun masyarakat ternyata menginginkan perdamaian dalam penyelesaian kasus atau perkaranya, hal ini disebabkan tidak adanya aturan ataupun payung hukum maupun prosedur dan rmekanisme formal untuk mengakomodir hal tersebut sehingga situasi ini menjadi hal yang dilematis bagi penyidik Polri dilapangan yang berdasarkan pada faktor-faktor :
1. Kekhawatiran atau ketakutan penyidik akan dipersalahkan oleh pimpinan atau atasan penyidik dan dipermasalahkan pada pengawasan dan pemeriksaan oleh institusi pengawas dan pemeriksa internal Polri yangmenggunakan parameter formal prosedural.
2. Belum ada ketentuan yang mengatur dan menjadi landasan legitimasi dalam mengambil keputusan pada prose penyidikan apakah berdasarkan konsep keadilan restorative
3. kendala dalam mengimplementasikan konsep keadilan restorative adalah tidak adanya prosedur atau mekanisme yang formal-prosedural untuk mengimplementasikannya.
Penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) pada tindak pidana selain penanganan anak yang melakukan tindak pidana masih terkendala dengan belum adanya dasar hukum maupun prosedur/mekanisme formal untuk penerapannya padahal disini lainkorban/keluarganya dan
99 pelaku/keluarganya serta masyarakat terkadang menginginkan. Hambatan dalam penerapan prinsip Restorative justice yang dialami pihak penyidik kepolisian adalah:
a) Hambatan Internal
Walaupun keadilan Restoratif Justice dan Diversi sudah mulai dikenal sebagai alternatif penanganan anak berhadapan dengan hukum dari peradilan pidana dan mulai mendapatkan dukungan banyak pihak masih banyak hambatan yang dihadapi oleh sistem peradilan anak yaitu:
1) Kebutuhan yang semakin meningkat tidak sebanding dengan sumber daya (baik personel maupun fasilitas) 2) Pemahaman yang berbeda dalam penanganan anak
berhadapan dengan hukum dan korban di antara aparat penegak hukum
3) Kurangnya kerja sama antara pihak yang terlibat (aparat penegak hukum dan pekerja sosial anak)
4) Permasalahan etika dan hambatan birokrasi dalam penukaran data dan informasi antara aparat penegak hukum
5) Belum ada persamaan persepsi antar-aparat penegak hokum mengenai penanganan anak berhadapan dengan hukum untuk kepentingan terbaik bagi anak
100 6) Terbatasnya sarana dan prasarana penanganan anak
berhadapan dengan hukum selama proses pengadilan 7) Kurangnya kebijakan formulasi untuk melaksanakan
proses rehabilitasi sosial anak nakal dalam hal ini Departemen social atau Organisasi sosial kemasyarakat yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja sehingga dapat dikirim kepanti sosial untuk dibina secara khusus diberi pemulihan mental dan perilaku
8) Kurangnya perlindungan anak yang melakukan tindak pidana namun kehendak demikian tidaklah mudah dilakukan karena kerena ketentuan dalam sistem pemasyakatan anak saat ini tidak memberi peluang yang demikian
b) Hambatan Eksternal
Hambatan Eksternal Bahwa dalam menerapkan sistem Restorative justice dan Diversi masih banyak hambatan eksternal yang ditimbulkan yaitu:
1) tidak konsistensi penerapan peraturan
Belum adanya payung hukum sebagai landasan dan pedoman bagi semua lembaga penegak hukum, inkonsistensi penerapan peraturan di lapangan dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum masalah yang paling sederhana
101 dapat dilihat pada beragamnya batasan yang menjadi umur minimal seorang anak pada peraturan-peraturan yang terkait 2) Kurangnya dukungan dan kerja sama antar Lembaga
Masalah ini merupakan hambatan yang lain yang masih banyak terjadi dalam menegakkan suatu ketentuan hukum, termasuk penanganan anak berhadapan dengan hukum banyak kalangan professional hukum yang masih menganggap mediasi sebagai metode pencarian keadilan kelas dua yang mereka tidak berhasil mencapai keadilan sama sekali, padahal saat ini hakim adalah satu-satu pihak yang bisa memediasi perkara anak yang berhadapan dengan hukum tidak seperti mediasi perdata yang memperbolehkan non-hakim menjadi mediator di pengadilan.
3) Pandangan masyarakat terhadap perbuatan tindak pidana masih terhalang adanya pandangan masyarakat yang cenderung dendam dan ingin melakukan pembalasan terhadap pelaku kejahatan, termasuk pada pelaku anak.
102 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan, maka penulis menyimpulkan:
1. Mekanisme Penerapan restorative justice hanya terhadap jenis tindak pidana ringan dimana yang masih bisa diselesaikan artinya dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh anak yang tidak memerlukan tindak lanjut cukup mendapatkan peringatan, dengan proses mediasi secara musyawarah dan mufakat baik pihak korban maupun pelaku dan keluarga korban maupun keluarga pelaku.
Dalam proses penyelesaian perkara pelaku dalam hal ini dapat bertanggung jawab atas perbuatannya.
2. Kendala utama yang dihadapi dalam melakukan pendekatan restorative justice melalui diversi pada tahap prapenuntutan di Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon antara lain tuntutan ganti rugi yang dimuita korban terlalu tinggi sehingga tidak mampu dipenuhi oleh pelaku, selain itu adanya keinginan dari korban untuk melanjutkan perkara sampai proses peradilan sehingga pelaku mempunyai efek jera.
B. Saran
1. Aparat penegak hukum dan masyarakat dan membangun persepsi yang sama tentang perlindungan terhadap anak. Konsep restorative justice merupakan konsep yang bertujuan mencari alternatif
103 penyelesaian terhadap anak pelaku tindak pidana. Restorative justice harus dijalankan dengan memberikan pemahaman terhadap korban dan pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku untuk bersama- sama memutuskan tindakan yang tepat terhadap pelaku tindak pidana.
2. Pengembangan prinsip restorative justice dalam penyelesaian anak pelaku tindak pidana, harus mendapat perhatian dari masyarakat dan aparat penegak hukum. Untuk itu perlunya sosialisasi tentang prinsip restorative justice secara luas dan berkelanjutan. Para akademisi diharapkan dapat berperan aktif mensosialisasikan tentang restorative justice dan pemerintah membuat kebijakan untuk mendukung pelaksanaan prinsip restorative justice.
104 Daftar Pustaka
Al Quran
Quran Surat Al- Maidah Ayat 38 Quran Surah Al-Baqarah ayat 173 Buku
Abdul Kadir Muhammad. 2002. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Abdussalam. 2007. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Restu Agung.
Andi Hamzah. 2017. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Bermotif Ringan Dengan Retoratif Justice. Jakarta: Permata Aksara
---. 2008. Hamzah Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Barda Nawawi Arief. 2010. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Media Group, 2010.
Edi Setiadi & Rena Yulia. 2010. Hukum Pidana Ekonomi, Yokyakarta: Graha Ilmu.
Hadi Supeno. 2010. Kriminalisasi Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ida Hanifah, dkk. 2014. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Medan: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak di Indonesia. PT Refika Aditama, Bandung.
M. Taufik Makarao. 2013. Pengkajian Hukum Tentang Penerapan Restoratif Justice Dalam Penyelesaian TIndak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak. Jakarta: BPHN.
Nandang Sambas. 2010. Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia.
Yokyakarta: Graha Ilmu.
Natangsa Surbakti. 2015. Peradilan Restoratif, Dalam Bingkai Empirik, Teori dan Praktek. Yogyakarta: Genta Publishing.
Parsudi Suparlan. 2008. Ilmu Kepolisian. Jakarta: YPKIK.
105 Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Kencana
Pranada Media Group.
Puri Rahardi. 2015 Hukum Kepolisian, Kemandirian, Profesionalisme, dan Reformasi Polri. Yogyakarta: Lasbang Media.
Rena Yulia. 2009. Viktimologi: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yokyakarta: Graha Ilmu.
Romli Atmasasmita. 2013. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta:
Kencana Media.
Satjipto Rahardjo. 2001. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Soerjono Soekanto. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. 2013. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Rajawali Pers.
Siswanto Sunarso. 2015. Pengantar Ilmu Kepolisian. Jakarta: Pustaka Perdamaian Nusantara.
Tholib Setiady. 2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier. Bandung: Alfabeta.
Wagiati Soetedjo. 2013. Hukum Pidana Anak. Jakarta: Refika Aditama.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak