• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Perkara Pencurian Oleh Anak Secara Diversi Dalam Mencapai

BAB IV PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Perkara Pencurian Oleh Anak Secara Diversi Dalam Mencapai

85

86 c. Melibatkan para korban, orang tua, keluarga.

d. Menciptakan forum untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.

e. Menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial yang formal.73

Penerapan Prinsip restorative justice untuk menghasilkan keadilan restorative, yaitu suatu proses dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah bagaimana menangani akibatnya di masa yang akan datang. Tindak pidana yang dilakukan anak adalah suatu pelanggaran terhadap manusia dan antar manusia.

Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki dan menenteramkan hati. Prinsip restorative justice adalah suatu proses ketika semua pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu, duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat dimasa mendatang. Keadilan untuk anak, adalah bagaimana restorative justice itu diterapkan dengan adanya suatu kondisi tertentu yang menempatkan keadilan restorative sebagai nilai dasar yang dipakai dalam merespon suatu perkara pidana. Dalam hal ini disyaratkan adanya keseimbangan fokus perhatian antara kepentingan pelaku dan korban serta memperhitungkan pula dampak penyelesaian perkara pidana tersebut dalam masyarakat, Sementara dalam

73 Op.Cit Maarlina, Peradilan Pidana Anak, hal 206

87 model penyelesaian perkara pidana dengan menggunakan pendekatan keadilan restorative peran aktif kedua pihak ini menjadi penting disamping peran pelaku.

Untuk mengetahui sejauhmana pendekatan prinsip restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak diKabupaten Cirebon dalam hal ini dapat dilihat dari seberapa seringnya aparat pihak kepolisian khususnya pada bidang perlidungan perempuan dan anak (PPA) dalam menggunakan prinsip restorative justice dalam perkara anak. Jadi dalam hal ini maka penulis menggunakan perbandingan antara tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Kabupaten Cirebon dengan menggunakan prinsip restorative justice dan tidak menggunakan prinsip restorative justice diwilayah hukum Polres Kota Cirebon.

Dalam Penerapan prinsip Restorative justice untuk menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Kabupaten Cirebon yaitu polisi menjadi mediator dan fasilitator dalam proses pengambilan keputusan, peran kepolisian sangat dominan. Prinsip dasar dalam menangani permasalahan anak adalah demi tercapainya kepentingan yang terbaik untuk anak. Tahap wawancara dan penyidikan polisi untuk kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak, terhadap anak tersangka pelaku tindak pidana dilakukan secara berkesinambungan antara orang tua, saksi yang berkaitan dengan kasus tersebut. Anak yang sedang diperiksa pada saat wawancara dilakukan harus didampingi orang tua/wali.

88 Pada saat wawancara dengan anak bahasa yang dipergunakan polisi dalam wawancara dengan mudah dimengerti baik oleh anak maupun bagi pendampingannya hal ini bertujuan agar pesan yang disampaikan polisi dapat benar-benar dipahami oleh anak. Restorative justice merupakan usaha untuk mencari penyelesaian konflik secara damai di luar Pengadilan. Khusus untuk Anak yang melakukan tindak pidana, restorative justice penting untuk diterapkan karena faktor psikologi anak harus diperhatikan. Dalam prosesnya, restorative justice tersebut akan melibatkan korban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya, Para pihak secara bersama-sama melakukan musyawarah pemulihan dengan putusan sebisa mungkin tidak bersifat menghukum dan lebih mengedepankan solusi dengan memperhatikan kepentingan terbaik dari anak, korban, dan masyarakat.

Penerapan prinsip Restorative justice (unit PPA) Polres Kota Cirebon terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana awalnya dilakukan proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan oleh anak dengan membawa korban dan pelaku (tersangka) bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara. Dalam pertemuan tersebut pihak kepolisian yakni polwan pada unit PPA sebagai mediator memberikan kesempatan pada pihak pelaku untuk memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan yang telah dilakukannya. Pihak pelaku yang melakukan pemaparan sangat mengharapkan pihak korban untuk dapat menerima dan memahami kondisi dan penyebab alasan pihak pelaku melakukan tindak pidana yang

89 menyebabkan kerugian pada korban. Selanjutnya dalam penjelasan pelaku juga memaparkan tentang bagaimana dirinya bertanggung jawab terhadap korban atas perbuatan yang dilakukannya. Selama pihak pelaku memaparkan tentang tindakan yang telah dilakukannya dan sebab-sebab mengapa sampai tindakan tersebut dilakukan pelaku, dan korban wajib mendengarkan dengan teliti penjelasan pelaku. Untuk selanjutnya pihak korban dapat memberikan tanggapan atas penjelasan pelaku.

Proses model keadilan restorative yang dimana peran polisi sebagai mediator, fasilitator, atau pengawas. Dalam hal ini polisi menunjukan pasal- pasal dan ketentuan perundang-undangan peradilan anak, lalu para masyarakat dipersilahkan mencari jalan keluar terbaik agar terjadi proses perbaikan, pemulihan hubungan, konsiliasi dan rekonsiliasi antara korban dan pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku, dengan penerimaan masyarakat kembali terhadap pelaku tanpa stigma apapun terhadap pelaku.

Berdasarkan hasil penelitian metode yang digunakan dalam penyelesaian yang dilakukan dalam restorative justice diPolres Kota Cirebon khususnya pada unit PPA adalah proses mediasi sesuai dengan kebiasaan bermusyawarah, dalam penerapan prinsip restorative justice diKabupaten Cirebon yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti Mediasi korban dengan pelaku/pelanggar;

musyawarah kelompok keluarga, yang bersifat pemulihan baik bagi korban maupun pelaku dimana keterlibatan dalam proses penyelesaian yakni korban dan pelaku serta pihak ketiga yakni pihak kepolisian yang menjadi mediator

90 dan fasilitator untuk menjebatani kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan dan tujuan yang hendak dicapai melalui proses musyawarah adalah untuk memulihkan segala kerugian dan luka yang telah diakibatkan oleh peristiwa kenakalan anak tersebut.

Tujuan dari mediasi yang dilakukan dengan musyawarah adalah sebagai berikut :

1. untuk mendukung proses penyembuhan untuk korban dengan menyediakan kesempatan untuk bertemu dengan pelakunya, dan berpartisipasi dalam diskusi tentang bagaimana pelanggaran harus diselesaikan.

2. untuk mendorong para pelaku untuk mengambil tanggung jawab langsung dengan meminta mereka mendengarkan pengaruh pelanggaran mereka pada korban, dan dengan menyediakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang bagaimana pelanggaran harus diselesaikan.

3. untuk memfasilitasi dan mendukung sebuah proses yang memberikan wewenang dan memuaskan kedua pihak secara emosinal.

Pihak- pihak yang dilibatkan dalam restorative justice (musyawarah) di Polres Kota Cirebon adalah:74

74 Wawancara dengan Kani PPA Polresta Cirebon Pada hari Jumat 24 Mei 2023 Pukul 10.00 WIB.

91 1. Korban dan keluarga korban. Keterlibatan korban dan

keluarga korban dalam penyelesaian secara restorative justice tersebut penting sekali. Dalam musyawarah tersebut kepentingan korban penting untuk didengar karena merupakan bagian dari putusan yang akan diambil, serta keluarga korban wajib dilibatkan karena dalam konflik yang terjadi akan menjadi persoalan keluarga jadi keluarga korban dapat ikut dalam penyelesaian perkara pidana dan untuk menentukan pula tentang ganti kerugian yang akan ditanggung pelaku beserta keluarga pelaku.

2. Pelaku dan keluarganya, pelaku merupakan pihak yang mutlak dilibatkan, karena keluarga pelaku dipandang perlu untuk dilibatkan lebih disebabkan karena usia pelaku yang belum dewasa (anak). Perlibatan keluarga pelaku juga dipandang sangat penting dalam proses penyelesaian perkara pidana karena sangat mungkin menjadi bagian dari kesepakatan dalam penyelesaian seperti halnya dalam pembayaran ganti rugi atau pelaksanaan kompensasi lainnya.

Dalam pelaksanaan prinsip restorative justice ini memberikan kesempatan yang lebih besar kepada korban untuk menyampaikan tentang kerugian yang dideritanya, sebagai akibat tindak pidana yang telah dilakukan

92 pelaku padanya. Prinsip ini juga memberikan kesempatan kepada pelaku untuk menyampaikan sebab-sebab dan alasan kenapa dirinya melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian pada korban dan masyarakat.

Fokus restorative justice adalah memperbaiki kerusakan sosial yang diakibatkan pelaku, mengembangkan pemulihan bagi korban dan masyarakat, serta mengembalikan pelaku kepada masyarakat. Upaya ini membutuhkan kerja sama aparat penegak hukum dalam rangka perlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum. Penerapan restorative justice ini dilaksanakan secara langsung terhadap tindak pidana yang terjadi sebelum pelaku masuk sistem peradilan pidana dan kasus yang masuk sistem peradilan pidana. Restorative justice ini secara berlanjut dalam usaha melakukan peningkatan dan perkembangan kearah yang lebih baik seperti halnya mengembangkan proses yang berlandaskan prinsip dan penerapan dalam praktiknya.

Indikator dalam penerapan prinsip restorative justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana diKabupaten Cirebon yang dilakukan oleh pihak kepolisian (PPA) Polres Kota Cirebon adalah anak restoratif dapat dilihat dari peran-peran: kepolisian (Polwan PPA), Pelaku, dan Korban. Masing-masing peran sebagai berikut:75

a. Kepolisian (PPA): memiliki peran sangat dominan, pihak kepolisian sebagai mediator,fasilitator dan pengawas.

75 Wawancara dengan Kani PPA Polresta Cirebon Pada hari Jumat 24 Mei 2023

Pukul 10.00 WIB.

93 Polisi menyediakan kesempatan kerja bagi pelaku sebagai wujud kewajiban reparatif, membantu korban dan mendukung pemenuhan. Polisi berkewajiban pelaku menunjukan pasal dan dalil ketentuan peraturan perundang-undangan tentang peradilan anak lalu para keluarga korban maupun pelaku dipersilahkan mencari jalan keluar terbaik agar terjadi proses perbaikan, pemulihan hubungan konsiliasi dan rekonsiliasi antara korban dan pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku dengan penerimaan masyarakat kembali terhadap pelaku tanpa stigma apapun terhadap pelaku

b. Pelaku: pelaku aktif untuk mengganti kerugian korban dan masyarakat. Ia harus menghadapi korban/wakil korban c. Korban: akltif terlibat dalam semua tahapan proses dan

berperan aktif dalam mediasi dan ikut menentukan sanksi bagi pelaku.

Pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.

94 Restorative justice dikenal adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban, meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku.

Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan- kesepakatan lainnya, dalam hal ini korban dan pelaku untuk berpartisipasi aktif dalam penyelesaian masalah mereka. Setiap indikasi tindak pidana semuanya hanya bermuara pada putusan pemidanaan atau punishment.

Restorative justice berbeda dengan peradilan pidana biasa dalam beberapa hal. Pertama, melihat tindakan kriminal secara komprehensif. Tidak saja mendefinisikan kejahatan sebagai pelanggaran hukum semata, namun memahami bahwa pelaku merugikan korban, masyarakat bahkan dirinya sendiri. Kedua, restorative justice melibatkan banyak pihak dalam merespon kejahatan, tidak hanya sebatas permasalahan pemerintahan dan pelaku kejahatan, melainkan permasalahan korban dan masyarakat. Terakhir, restorative justice mengukur kesuksesan dengan cara yang berbeda, tidak hanya dari seberapa besar hukuman yang dijatuhkan, namun juga mengukur seberapa besar kerugian yang dapat dipulihkan atau dicegah.

Mengingat prinsip dasar dalam menangani permasalahan anak adalah demi tercapainya kepentingan yang terbaik untuk anak. Maka pendekatan restorative justice adalah salah satu alternatif yang dipandang baik dalam mencapai kepentingan tersebut. Restorative justice merupakan usaha untuk

95 mencari penyelesaian konflik secara damai di luar Pengadilan. khusus untuk Anak yang berkonflik dengan Hukum, restorative justice penting untuk diterapkan karena faktor psikologi anak harus diperhatikan. Dalam prosesnya, restorative justice tersebut akan melibatkan korban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya, Para pihak secara bersama-sama melakukan musyawarah pemulihan dengan putusan sebisa mungkin tidak bersifat menghukum dan lebih mengedepankan solusi dengan memperhatikan kepentingan terbaik dari anak, korban, dan masyarakat. Ada empat kriteria kasus Anak yang berhubungan dengan hukum yang dapat diselesaikan dengan model restorative justice. Pertama, kasus itu tidak mengorbankan kepentingan umum dan bukan pelanggaran lalu lintas. Kedua, anak itu baru pertama kali melakukan kenakalan dan bukan residivis. Ketiga, kasus itu bukan kasus yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, luka berat, atau cacat seumur hidup, dan keempat, kasus tersebut bukan merupakan kejahatan kesusilaan yang serius yang menyangkut kehormatan. Namun, apabila seorang anak yang dilaporkan dan ditangkap untuk tindak pidana ringan, misalnya karena mengutil/pencurian ringan, perkelahian ringan, tidak usahlah dipenjara, cukup panggil orangtuanya dan dinasihati. Penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan Hakim pun tidak perlu menjatuhkan hukuman. Untuk kasus itu seharusnya tidak apa-apa jika pihak penegak hukum melakukan diskresi (mengambil sikap sendiri).

Dalam proses restorative justice misalnya apabila telah terjadi perdamaian antara pelaku dan korban, dan sang korban telah memaafkan sang

96 pelaku, maka hal tersebut tidak akan bisa mempengaruhi kewenangan penegak hukum untuk terus meneruskan perkara tersebut ke ranah pidana yang nantinya berujung pada pemidanaan sang pelaku pidana. restorative justice menawarkan proses pemulihan yang melibatkan pelaku dan korban secara langsung dalam penyelesaian masalahnya.

Jadi sasaran “restorative justice” bukan hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada korban, Dalam pandangan Restorative justice, kepentingan korban sangat diperhatikan. Sama pentingnya dengan upaya membuat pelaku menjadi sadar dan tidak mau mengulangi perbuatannya lagi. Jika kedua hal ini telah terpenuhi, maka diharapkan kehidupan sosial masyarakat dapat pulih kembali. Para penganut paham ini berpedapat karena hukum bertitik tolak tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada korban serta masyarakat, maka penegakan hukum inilah yang dianggap paling adil.

B. Kendala Penyelesaian Perkara Pencurian Oleh Anak Secara Diversi