BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
C. Dana Desa
2. Keuangan Desa atau Dana Desa (ADD)
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa berasal dari pendapatan asli desa,APBD, dan APBN, penyelenggaran urusan pemrintahan desa yang menjadi kewenangan desa di danai dari APBDesa, bantuan pemerintah pusat, dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan urusanpemerintah pusat yang di selenggarakan oleh pemerintah desa di danai dari APBN.
Pemerintah desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Keuangan desa dikelola dalam masa 1 Tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Gambar 1 Pengelolaan Dana Desa
1. Transparan
Menurut Nordiawan (2006) transparan memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memilih hak untuk mengetahui secara terbuka dan dan menyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah dalam pngelolaan sumber daya yang di percaya kepadanya dan ketaatannya pada perundang-undangan. Transparan adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
Transparan
Tertib dan displin anggaran
Partisipatif Akuntabel
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang di capai.
2. Akuntabel
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntunan masyarakat yang harus di penuhu. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Sabeni dan Gozali (2001) menyatakan “akuntabilitas atau pertanggung jawaban (Accountabillity) merupakan suatu bentuk keharusan seseorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan kewajiban yang diembangnya sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat dari laporan tertulis yang informative dan transparan”. Mardiasmo (2002) mengatakan
“akuntabilitas public adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kemenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut”. Menurut Nordiawan Akntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodic. Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahawa Akuntabilitas public adalah prinsip yang menjamin bahwa tip-tiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
desa dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh lapisan masyarakat secara terbuka.
3. Partisipatif
Pastisipatif adalah prinsip dimana setiap warga desa yang bersangkutan mempunyai hak untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputussan pada setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa dimana mereka tinggal. Keterlibatan masyarakat dalam rangka pengembilan keputusan tersebut dapat secara langsung dan tidak langsung.
Di samping itu keuangan desa harus di bukukan dalam system pembukuan yang benar sesuai dengan kaidah system akuntansi keuangan pemerintahan.
Sistem pengelolaan keuangan desa mengikuti system anggaran nasional dan daerah yaitu mulai 1 jannuari sampai 31 Desember kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang di pisahkan. Oleh karena itu kepala desa mempunyai kewenangan:
1. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa.
2. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang Desa.
3. Menetapkan bendahara desa.
4. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa.
5. Menetapkan petugas yang mlakukan peengelolaan barang milik desa.
Kepala desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa di bantu oleh pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD), yaitu sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
Pemerintah kabupaten/kota harus mengalokasikan dana dari APBDnya kepada desa. Dana desa berasal dari APBD kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di terima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% . Tujuan Dana Desa adalah sbb:
1. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.
2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat.
3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur pedesaan.
4. Maningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial.
5. Meningkatkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
6. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
8. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui badan usaha milik desa (BUMDesa)
Rumus yang di pergunakan dalam Dana Desa adalah:
1. Asas merata, yaitu besarnya bagian dana desa yang sama untuk setiap desa.
2. Asas adil, besarnya bagian dana desa berdasarkan nilai bobot desa yang di hitung dengan rumus dan variable tertentu ( misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan dll).
Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota di anggarkan pada bagian pemerintaha desa. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang di tunjuk berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran dana desa kepada bupati atau kepala bagian pemerintahan desa sekretaris daerah kabupaten/kota melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan. Bagian pemerintahan desa pada setda kabupaten/kota akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada kepala bagian keuangan setda kabupaten/kota atau kepala badan pengelola keuangan daerah (BPKD), kepala bagian keuangan setda atau kepala BPKD akan menyalurkan dana desa langsung dari kas daerah kerekening desa.
3. Pengatura Pengelolaan Keuangan Desa
Dalam sejarah pengaturan mengenai pengelolaan keuangan desa telah di tetapkan beberapa peraturan tentang pengelolaan keuangan desa khusus sejak masa reformasi yang ditandai dengan ditetapkannya dan di undangkanya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada tanggal 7 mei 1999. Undang-Undang ini sebagai pengganti dari Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan Desa. Hal ini
telah diatur dalam pasal Bab XVI Ketentuan penutup pasal 131. Tujuan di tetapkannya pengaturan desa dalam Undang-undang ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketenuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (7) dan pasal 18B ayat (2) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
a. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang ada di nergi keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan republic Indonesia.
b. Membeikan kejelasan status dan kepastian hokum atas desa dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia.
c. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya Masyarakat Desa.
d. Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi, Masyarakat Desa untuk pebgembangan potensi dan asset Desa guna kesejateraan bersama.
e. Membetuk pemerintahan Desa yang professional, efisien, dan efektif, terbuka serta bertanggungjawab.
f. Meningkatkan pelayanan public bagi masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
g. Meningkatkan ketahanan budaya sosial masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.
h. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional.
i. Memperkuan masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
4. Periode undang-undang nomor 5 tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa
UU No. 19/1965 tidak dilaksanakan karena terjadi perubahan politik yang sangat mendasar setelah adanya upaya kudeta G30S/PKI 1965. Setelah TNI Angkatan Darat perlahan tapi pasti mengambil alih kekuasaan dari tangan presiden soekarno, maka semua produk hokum di bawah razim soekarno di tijau ulang. Salah satu produk hokum yang harus di tinjau ulang adalah UU No. 19/1965 dengan di tundanya pemberlakuan UU No. 19/1965 tersebut, maka landasan yuridis tentang desa kembali berada dalam status quo.
Baru pada 1979 di keluarkan undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan Desa.
Bayu Surianingrat menjelaskan bahwa otonomi Desa ditunjukkan oleh pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, yaitu pada bagian sumber Pendapatan Kekayaan dan Anggaran penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa meliputi:
1. Pendapatan Asli desa sendiri yang terdiri atas:
a. Hasil tanah-tanah Kas desa
b. Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa c. Hasil gotong royong
d. Hasil lain dari usaha desa yang sah
2. Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan pemerintah Daerah yang terdiri atas:
a. Sumbangan dan bantuan pemerintah
b. Sumbangan dan bantuan pemerintah daerah
c. Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang di berikan kepada desa 3. Lain-lain pendapatan yang sah
Adanya pemelikan sumber pendapatan desa baik yang berasal dari sumber pendapatan asli desa maupun pemerintah/pemerintah daerah seperti itu berarti desa akan dapat menyelenggarakan rumah tangganya sendiri alias otonominya.jadi, menurut Bayu, letak otonominya adalah di punyainya sumber-sumber pendapatan yang bisa dikelola sendiri sesuai dengan kebutuhan desa.
Dalam kaitanya dengan pendapat Bayu tersebut, selo soemardjan (1988) menyebutkan bahwa desa mempunyai berbagai kekayaan dan sumber-sumber pendapatan. Beberapa di antaranya adalah:
a. Desa memegang hak ulayat atas tanah orang yang menggarap tanah diwajibkan membayar uang sewa kepada desa atau memberikan sebagian dari hasil buminya kepada desa menurut ketentuan adat. Desa juga dapat memungutpologorodari transaksi hak tanah.
b. Penghasilan dari sewa pasar desa dan sebagian dari sewa pasar daerah tingkat yang lebih tinggi.
c. Pancung alas, pembayaran kepada desa atas pembukaan hutan untuk dijadikan tanah pertanian atau perkebunan.
d. Lelang labak lebung, pembayaran kepada desa dari pelelangan lisensi untuk menangkap ikan di danau atau kali yang di kuasai desa.
e. Hasil penggalian batu dan pasir.
f. Hasil tanah kas desa (tanah yang dimiliki oleh desa) g. Pungutan dari penjualan ternak.
h. Pungutan dari surat keterangan jalan, kelakuan baik, naik haji, kelahiran, dan sebagainya.
i. Pembayaran kepada desa atas berlangsungnya perkawinan.
j. Hasil gotong royong masyarakat yang menciptakan kekayaan desa sepertti gotong royong membangun balai desa, dam. Saluran air irigasi, jalan desa, gardu desa, dan sebagainya.
k. Uang denda dari orang yang berhalangan menjalankan wajib gotong royong yang di tentukan oleh adat.
l. Pembayaran buat izin keramaian.
D. Akuntansi Desa
Akuntansi desa adalah pencatatan dari proses transaksi yang terjadi di desa, di buntikan dengan nota-nota kemudian dilakukan pencatatan dan pelaporan keuangan sehingga akan menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang digunakan pihak-pihak yang berhubungan dengan desa.
Pihak-pihak yang menggunakan keuangan desa diantaranya adalah:
1. Masyarakat desa 2. Perangkat desa 3. Pemerintahan daerah 4. Pemerintahan pusat
Laporan keuangan desa menurut permendagri No. 113 tahun 2014 yang wajib dilaporkan oleh pemerintahan desa berupa:
1. Anngaran 2. Buku Kas 3. Buku pajak 4. Buku bank
5. Laporan realisasi anggaran
E. Sistem Akuntansi Keuangan Desa
Sistem Akuntansi Keuangan Desa di mulai dengan disahkannya Anggaran Pendapatan dan belanja Desa. Kemudian setelah disahkan APBDes tersebut dimulailah pelaksanaan transaksi desa. Kemudian bendahara desa bertugas untuk melakukan piñatausahaan pada transaksi-transaksi yang terjadi di Desa tersebut dengan membuat kas umum, buku kas harian pembantu, buku kas pembantu pajak, dan buku bank sampai dengan pelaporan neraca Desa dengan demikian system pelaporan keuangan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedur akuntansi yang ada.
F. Penelitian Terdahulu
Ismail (2016), meneliti tentang system Akuntansi Dana Desa. Menyatakan bahwa para aparat desa memang belum memiliki kesiapan dalam pelaksanaan Undang-Undang no. 6 Tahun 2014. Mereka belum memahami sepenuhnya Pengelolaan Dana Desa berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014. Hal ini di perparah lagi dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, minimnya sosialisasi dan bimbingan. Meskipun demikian, para aparat desa memiliki semangat untuk tetap mensukseskan pelaksanaan program dana desa dari pemerintah pusat, yaitu dengan memperbanyak program fisik untuk menyerap dana desa. Penerapan system akuntansi pengelolaan dana desa yang terkomputerisasi dapat mengatasi permasalahan terkait pengelolaan dana desa.
Sistem komputerisasi ini akan member kamudahan kepada aparat desa mulai dari perencanaan, pencatatan secara akuntansi sampai membuat laporan keuangan.
Wicaksana (2016), meneliti tentang Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Menyatakan bahwa didesa ini hanya memperhatikan pembangunan fisik saja dan dalam hal ini pemerintah desa juga melibatkan masyarakat setempat.
Tahap perencanaan ADD telah menerapkan prinsip paertisispasi dan transparansi hal ini dibuktikan dengan kehadiran masyarakat yang sangat antusias dalam forum musyawarah desa. Selain itu dalam musyawarah desa pemerintah desa terbuka untuk menerima segala usulan masyarakat yang hadir untuk berjalannya pembangunan didesa terkait.tahap pelaksanaan program ADD penentuan berapa
besarnya anggaran dalam kegiatan pembangunan desa di tenukan pada saat musyawarah desa.
Caro (2015), meneliti tentang pengelolaan alokasi dana desa. Menyatakan bahwa dalam proses pengelolaan Anggaran Dana Desa yang dimulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan rerjadi b berbagai masalah dalam pengelolaan anggaran dana desa tidak berjalan dengan baik sehingga pada akhirnya mengganggu jalannya pembangunan yang ada di desa.
Teguh Riyanto (2015), Meneliti tentang Akuntabilitas Finansial dalam pengelolaan alokasi dana desa (ADD). Akuntabilitas financial dalam pengelolaan ADD mulai dari pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan di depan seluruh pihak pemerintah desa. Namun belum dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh masyarakat desa faktor pemhambat dan faktor pendukung akuntabilitas financial dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa di kantor desa. Selain itu pemerintah desa masih belum memaksimalkan pemanfaatan waktu dalam penyusunan laporan dan penyelesaian laporan pertanggunjawaban. Sedangkan faktor pendukungnya adalah masih tingginya tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kegiatan pembangunan.
Thomas (2013), meneliti tentang Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam upaya meningkatkan pembangunan. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan di rangkai dari tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan
didalam mengalokasikan semua dana desa yang mana dana tersebut berasala dari anggaran dana desa. 30% dari dana desa bisa berjalan sesuai dengan petunjuknya kemudian untuk yang 70% dari ADD berjalan kurang optimal karena lebih di realisasikan pada pembangunan fisik.
Secara singkatnya adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti Judul
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian 1. Muhammad
Ismail. dkk (2016)
Sistem Akuntansi pengelolaan
Dana Desa
Kualitatif Belum memahami sepenuhnya pengelolaan
dana desa berdasarkan Permendagri 113/2014.
Hal ini diperparah lagi dengan rendahnya kualitas
sumber daya manusia, minimnya sosialisai dan bimbingan ditambah lagi dengan belum adanya tenanga pendamping dari
kabupateng setempat.
2. Claudia Beladita Wicaksana
(2016)
Akuntabilitas pengelolaan
Dana Desa (ADD)
Deskriptif kualitatif
Tahap Perencanaan , Pelaksanaan dan pertanggungjawaban
Pengelolaan ADD Melibatkan unsur pemerintah dan
masyarakat Setempat, ADD di desa Pannangkukang ini sudah
sesuai dengan prinsip partisipasi, transparansi,
akuntabilitas.
3. Cornelius Complek
caro (2015)
Pengelolaan Alokasi Dana
Desa
Deskriptif Kualitatif
Dalam pengelolaan alokasi dana desa sudah cukup baik karena dilihat
dari perencanaan sudah dilakukan perumusan
kebijakan pada pelaksanaan musyawarah
rencana pembangunan desa.
4. Teguh Riyanto
(2015)
Akuntabilitas financial
dalam pengelolaan alokasi dana
desa
Deskriptif kualitatif/analisis
data model interaktif
pelaksanaan sampai dengan pencapaian
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan di
depan seluruh pihak Pemerintah Desa.
5. Thomas
(2013)
Pengelolaan Alokasi Dana
Desa dalam upaya meningkatkan pembangunan
Kualitatif Penggunaan alokasi dana desa (ADD) 30% untuk
belaja aparatur dan belanja operasional telah
berjalan sesuai dengan panduan dan peraturan
G. Kerangka Pikir
Kepala Desa bertanggung jawab untuk melaksanakan Pembangunan infrastruktur dan pelayanan terhadap masyarakat Desanya. Untuk mewujudkan hal tersebut maka Kepala Desa Harus memiliki sumber keuangan yang cukup memadainya Karena untuk melaksanakan pembangunan dan yang lainnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan Pembangunan di Desa tersebut adalah Anggaran Dana Desa yang Berasal dari APBN.
Dalam proposal ini di bahas juga tentang system akuntansi anggaran dana desa dimana system akuntansi ini sangat beperang penting terhadap Pelaporan Keuangan desa.
Gambar 3 Kerangka Pikir
Anggaran Dana Desa Bontomanai
Mekanisme Pencairan Dana Desa
Pelaksanaan Program Kerja
Perencanaan Program Kerja
Desa Bontomanai Kec.
Bungaya Kab. Gowa
Pengawasan Hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di Desa Bontomanai Ke. Bungaya Kab. Gowa yang beralamat di Jln. Poros Sapaya Bontomanai Kec.Bungaya Kab. Gowa Sulawei Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung dari bulan Maret sampai April 2017.
B. Jenis Data
jenis penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif dan pendakatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif karena data yang di peroleh berdasarkan hasil observasi, hasil wawancara dan analisis dokumen yang secara terperici dan jelas.
C. Sumber Data
Sumber Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya melalui proses wawancara dan pengamatan berdasarkan topic penelitian.
b. Data sekunder yaitu data yang di peroleh dalam bentuk dokumen, laporan, literature maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topic penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, maka Tehnik pengumpulan data yang di lakukan meliputi :
1. Observasi yaitu berupa pengamatan langsung terhadap objek penelitian
2. Wawancara yaitu berupa Tanya jawab langsung terhadap narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara berdasarkan topic penelitian.
3. Penelitian pustaka (Library research) yaitu mengumpulkan data dengan mengamati data yang telah ada sebelumnya dalam bentuk laporan, buku-buku, dan dokumen tertulis lainnya.
E. Definisi Operasional
Untuk memberikan persamaan Persepsi kepada pembaca maka penulis menggunakan definisi operasional yaitu:
1. Sistem akuntansi adalah system akuntansi adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengawasi jalannya suatu perusahaan dan sebagai alat komunikasi untuk pihak luar.
2. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat
F. Tehnik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, data yang di peroleh dari berbagai sumber dengan menggunakan tehnik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan secara terus menerus samapai datanya jenuh. Dengan pengamatan terus menerus tersebut mengakibatkan data variasi tinggi sekali.
Dalam hal analisis data kualitatif Bodgan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah di fahami, dan semuanya dapat di informasikan kepada orang lain. Analisis data di lakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih man ayang penting dan mana yang akan di pelajari dan membuat kesimpulan yang dapat di ceritakan kepada orang lain.
Analisis Data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan. Selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan dan berlangsun terus sampai penulisan hasil penelitian.
1. Analisis sebelum dilapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapanga. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan di gunakan untuk menentukan focus penelitian.
Namun demikian focus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah penelitian masuk dan selama masuk di lapangan.
2. Analisis selama di lapangan
Analisis data dalam penelitian kualitatif di lakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang di wawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutksn pertanyaan lagi samapai tahap tertentu. Adapun komponen dalam analisis data adalah sebagai berikut:
a. Data Reduction(Reduksi Data)
Data yang di peroleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu di catat secara teliti dan rinci. Makinlama peneliti di lapangan.
Maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumut. Untuk itu perlu segera di lakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting, di cari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.
b. Data Display(Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, Bagan, hubungan antara kategiri, flowchart dan sejenisnya. Dengan mendiplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah di fahami tersebut.
c. Conclusion Drawing/verification
Langkah ketiga dalam analisisi data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verivikais. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.