• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koloid

Dalam dokumen BAB I KESPONTANAN DAN KESETIMBANGAN (Halaman 118-121)

Dispersi koloid secara tradisional didefinisikan sebagai suspensi partikel-partikel kecil dalam medium continue. Karena kemampuannya menghamburkan cahaya dan berkurangnya tekanan osmotic, partikel ini diakui lebih besar disbanding molekul kecil sederhana seperti air, alkohol, atau benzena dan garam-garam sederhana seperti NaCl.

Diasumsikan bahwa partikel-partikel tersebut mengumpul terdiri dari kumpulan-kumpulan molekul kecil, yang bersama-sama dalam keadaan menggerombol,berbeda dengan keadaan kristal biasa. Sekarang diketahui bahwa banyak dari kumpulan-kumpulan partikel ini pada kenyataannya adalah molekul tunggal yang memiliki massa molar yang tinggi. Batas ukurannya sulit ditentukan, tetapi bila partikel-partikel terdispersi tersebut berukuran antara 1m sampai 1nm, kemungkinannya sistemnya adalah disperse koloid.

Secara klasik, koloid dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok : 1. LYOPHILIC atau solvent-loving-colloids (juga disebut gel) 2. LYOPHOBIC atau solvent-fearing-colloids (juga disebut sol)

9.11.1 Koloid Lyophilic

Koloid lyophilic adalah larutan yang berisi dispersi molekul-molekul tunggal, umumnya adalah polimer-polimer pendek atau yang lain. Interaksi solven-solut demikian kuat dan menguntungkan sehingga koloid lyophilic relative stabil. Tipe system liofilik adalah protein (khususnya gelatine) atau pati dalam air, karet dalam benzene, dan selulosa nitrat atau selulosa asetat dalam aseton. Proses pelarutannya mungkin agak lambat.

Penambahan solven mula-mula diadsorpsi oleh padatan dengan lambat, sehingga padatan membengkak (tahap ini disebut imbibisi). Selanjutnya, penambahan solven yang disertai pengadukan akan mendistribusikan solven-solut secara seragam. Pada kasus gelatin, proses pelarutan dicapai dengan menaikan temperature; kemudian sewaktu larutan mendingin, akan terbentuk kerangka jaringan yang merupakan belitan-belitan dari molekul –molekul protein yang panjang dengan banyak ruang-ruang terbuka antara molekul- molekul. Adanya protein akan menginduksi beberapa struktur dalam air, yang secara fisik terperangkap di dalam interstisi jaringan menghasilkan GEL. Penambahan sejumlah garam ke dalam gel hidrofilik akan mengendapkan protein.

9.11.2 Koloid lyophobic

Umumnya, koloid liofobik adalah zat yang kelarutannya rendah di dalam medium pendispersi. Koloid liofobik biasanya mengumpul (merupakan kumpulan dari molekul- molekul kecil), atau jika molekulnya kompleks, mereka terdiri dari satuan-satuan formula dalam jumlah yang agak besar. Dispersi liofobik dapat dibuat dengan menggerinda padatan dengan medium dispersinya didalam suatu lempung (ball mill), sehingga padatan tersebut menjadi koloid, kurang dari satu m. Selain itu, disperse liofobik yaitu sol dapat diperoleh dengan pengendapan. Tipe reaksi kimia yang menghasilkan sol adalah :

Hidrolisis :

FeCl3 + 3 H2O  Fe(OH)3 (koloid) + 3H+ + 3Cl- Reduksi :

SO2 + 2 H2S  2 S (koloid) + 2 H2O

2 AuCl3 + 3 H2O + 3 CH2O  2 Au (koloid) + 3 HCOOH + 6 H+ + 6 Cl-

Karena sol sangat sensitive terhadap adanya elektrolit, maka reaksi-reaksi preparative yang tidak menghasilkan elektrolit lebih baik dari pada sebaliknya. Untuk menghindari adanya pengendapan sol oleh elektrolit, sol dapat dimurnikan dengan dialisa.

Sol diletakan dalam kantong koloidon, dan kantong tersebut dicelupkan dalam aliran air.

Ion-ion kecil dapat berdifusi melalui koloidon dan tercuci, sedangkan partikel koloid yang lebih besar tetap tinggal di dalam kantong.

Namun demikian, sekelumit elekrolit tetap diperlukan untuk menstabilkan koloid, sebab sol memperoleh stabilitasnya dari adanya lapisan rangkap listrik pada partikel.

9.11.3 Lapisan rangkap listrik dan stabilitas Koloid lyophobic

Stabilitas koloid liofob banyak dipengaruhi oleh adanya lapisan rangkap listrik di permukaan partikel-partikel koloid. Perhatikan ; jika ada 2 partikel dari suatu bahan yng sukar larut tidak memiliki lapisan rangkap, mereka akan menjadi makin dekat karena pengaruh gaya tarik van der Waals, sehingga mereka akan mengendap. Sebaliknya, bila partikel-partikel memiliki lapisan rangkap sebagaimana gambar 9.12, maka efek keseluruhannya ialah partikel-partikel saling tolak menolak, sebab sewaktu 2 partikel saling mendekati, jarak antara muatan – muatan tak sejenis lebih kecil dibanding jarak antara muatan-muatan tak sejenis. Gaya tolak inilah yang mencegah partikel-partikel terlalu berdekatan sehingga menstabilkan koloid. Jadi sumber utama kestabilan kinetika

adalah : adanya muatan listrik pada permukaan koloid. Adanya muatan itu, mengakibatkan ion dengan muatan berlawanan akan berkumpul didekatnya, dan terbentuklah atmosfir ion.

Ada dua daerah muatan yang harus dibedakan. Pertama, lapisan ion tak bergerak menempel kuat pada permukaan partikel koloid, dan yang mungkin mengandung molekul air (jika mediumnya air). Di sekeliling lapisan ion tak bergerak ini terdapat atmosfir ion, bagian ini yang menentukan mobilitas partikel. Kulit muatan bagian dalam dan atmosfir diluarnya ini disebut lapisan rangkap listrik. Pada kekuatan ion tinggi, atmosfer menjadi rapat dan pada jarak dekat potensialnya turun, akibat berikutnya adalah terjadinya flokulasi, yaitu penggumpalan koloid, sebagai konsekuensi dari gaya van der Waals.

Karena kekuatan ion bertambah dengan penambahan ion, khususnya ion bermuatan tinggi, ion tersebut bertindak sebagai zat penggumpal. Ini merupakan dasar dari aturan Schultze- Hardy empiris, yaitu koloid hidrofob digumpalkan paling efektif oleh ion berlawanan yang bermuatan tinggi.

Gambar 9.12 Lapisan rangkap pada dua partikel dan 9.13 Energi interaksi partikel koloid Kurva (a) pada gambar 9.13 memperlihatkan energi potensial yang disebabkan gaya tarik van der Waals sebagai fungsi jarak pisah antara 2 partikel. Kurva (b) memperlihatkan energi tolakan. Kurva kombinasi untuk tolak menolak lapisan rangkap dan gaya tarik van der Waalsditunjukan oleh kurva (c). Pada saat kurva (c) maksimum, koloid akan memiliki stabilitas.

Lapisan rangkap yang terbentuk pada permukaan partikel koloid terikat dengan lemah ke permukaan prtikel itu, oleh karena itulah lapisan ini mudah bergerak(mobil).

Terdapat suatu garis pemisah antara bagian yang mobil dari lapisan rangkap dengan bagian yang tetap di permukaan, didearah ini timbul suatu potensial elektrik yang disebut Potensial zeta ( potensial). Muatan pada bagian yang mobil dari lapisan rangkap bergantung pada potensial zeta ini.

Penambahan elektrolit ke dalam sol akan menekan lapisan rangkap terdifusi (bagian yang mobil) sehingga potensial zeta berkurang. Hal ini akan menurunkan gaya tolak menolak elektrostatik secara drastic antara partikel-partikel sehingga mengendapkan koloid. Koloid ini sangat sensitive terhadap ion yang mutannya berlawanan. Sol bermuatan positif seperti Fe(OH)3 akan diendapkan oleh ion-ion negative seperti ion Cl-dan SO42-, ion- ion tergabung ke bagian tertentu dari lapisan rangkap, sehingga mereduksi muatan partikel secara keseluruhan. Akibat selanjutnya akan menurunkan potensial zeta, yang akan mengurangi gaya tolak antar partikel. Serupa dengan hal itu; sol negative akan di destabilisasi oleh ion-ion positif. Makin tinggi muatan suatu ion akan makin efektif mengkoagulasi koloid. Konsentrsi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan koagulasi yang cepat adalah kira-kira 1 : 10 : 500 untuk muatan 3 : 2 : 1. ion yang memiliki muatan sama seperti partikel koloidnya tidak banyak berpengaruh dalam koagulasi ; kecuali pengaruhnya dalam menekan lapisan rangkap difusi. karena lapisan rangkap hanya

memiliki sedikit ion, maka hanya memerlukan elektrolit berkonsentrasi rendah untuk menekan lapisan rangkap tersebut dan akhirnya mengendapkannya.

Dalam dokumen BAB I KESPONTANAN DAN KESETIMBANGAN (Halaman 118-121)