• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori keperawatan self-care dikemukakan oleh Dorothea E. Orem pada tahun 1971 dan dikenal dengan teori self-care deficit nursing theory (SCDNT) (DeLaune & Ladner, 2002).

Teori SCDNT sebagi grand teori mempunyai komponen teori yaitu teori self-care, teori self-care deficit, dan teori nursing system (Alligood & Tomey, 2006). Orem (1985) dalam Richardson (1992) menyebutkan bahwa:

“Self-care is the production of actions directed to self or to the environment in order to regulate one’s functioning in the interest of one’s life, integrated functioning and well-being”

Dari pernyataan di atas, self-care diartikan sebagai wujud perilaku seseorang dalam menjaga kehidupan, kesehatan, perkembangan dan kehidupan disekitarnya (Baker

& Denyes, 2008). Self-care merupakan perilaku yang dipelajari dan merupakan suatu tindakan sebagai respons atas suatu kebutuhan (DeLaune & Ladner, 2002). Pada konsep self-care, Orem menitikberatkan bahwa seseorang harus dapat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan self-care untuk dirinya sendiri dan terlibat dalam pengambilan keputusan untuk kesehatannya (Alligood & Tomey, 2006). Kebutuhan seseorang untuk terlibat dalam perawatan dirinya dan mendapatkan perawatan disebut sebagai therapeutic self-care demand (DeLaune & Ladner, 2002). Self-care berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan individu, bergantung pada kebiasaan seseorang, kepercayaan yang dimiliki, dan budaya, termasuk biopsikososial-spiritual (Becker, Gates, & Newsom, 2004; Larsen

& Lubkin, 2009).

Self-care dalam konteks pasien dengan penyakit kronis merupakan hal yang kompleks, dan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan manajemen serta kontrol dari penyakit kronis tersebut (Larsen & Lubkin, 2009). Self-care dapat digunakan sebagai tehnik pemeecahan masalah dalam kaitannya dengan kemampuan koping dan kondisi stresful karena penyakit kanker. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa self-care meningkatkan kualitas hidup dengan menurunkan nyeri, kecemasan, dan keletihan; meningkatkan kepuasan pasien, serta menurunkan penggunaan tempat pelayanan kesehatan dengan menurunkan jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan rumah, penggunaan obat, dan lama rawat inap di rumah sakit.

KONSEP SELF-CARE AGENCY

Self-care agency adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan melaksanakan self-care (Alligood & Tomey, 2006; Taylor & Renpenning, 2011). Orem mengidentifikasi sepuluh faktor dasar yang memengaruhi self-care agency (basic conditioning factor) yaitu usia, gender, tahap perkembangan, tingkat kesehatan, pola hidup, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga, dan lingkungan eksternal (Alligood & Tomey, 2006). Perawat harus bisa

mengidentifikasi self-care therapeutic demand dan perkembangan serta tingkat self-care agency dari seorang individu karena self-care therapeutic demand dan self-care agency berubah secara dinamis (Parker, 2001). Ketidakseimbangan antara self-care therapeutic demand dengan self-care agency berdampak self-care deficit pada seorang individu (gambar 2.3) (Richardson, 1992). Interaksi antara perawat dengan klien akan dapat terjadi jika klien mengalami self-care deficit, disinilah muncul suatu nursing agency (DeLaune & Ladner, 2002).

Conditining factorsConditining factors

Selfcare R

R

R

R

<

R

Selfcare demand Selfcare

agency

Selfcare deficit

Nursing agency

Gambar 4.2 Konsep self-care (Alligood & Tomey, 2006)

Self-care agency perlu ditingkatkan oleh individu karena pelaksanaan self-care membutuhkan pembelajaran, pengetahuan, motivasi dan skill (Taylor & Renpenning, 2011). Self-care agency mengacu pada kemampuan kompleks dalam melaksanakan self-care.

Contoh dari self-care agency antara lain pengetahuan tentang jenis makanan, pengetahuan tentang menjaga jalan napas tetap bebas, dan penggunaan sistem bantuan untuk bersihan jalan napas (Baker & Denyes, 2008). Kesadaran akan kebutuhan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan untuk mencari pengetahuan akan memengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang individu (Taylor & Renpenning, 2011).

Struktur Self-care agency (Gambar 2.4) terdiri atas tiga karakteristik manusia yang saling berhubungan, namun berbeda secara hierarki yaitu: 1) foundational capabilities and dispositions (kemampuan dasar), 2) power components (komponen kekuatan), dan 3) capabilities to perform self-care operation (kemampuan melaksanakan self-care) (Baker &

Denyes, 2008; Meleis, 2011; Taylor & Renpenning, 2011).

Level 1.2

Level 1.2

Level 1.3 Level

1.1

Treraupeutic self-care demand Decisions

about Meeting

Productive self-care operations Transional

self-care operations

Dispositions affecting goals sought

Knowling and going capabilities Selected

basic capabilities I

Sets of capabilities adn dispositions foundational for action Conditioning factors and states

Selected basic capabilities II

Significant orientative capabilities

and dispotions Estimative

self-care operations Determination

of

Specific abilities enabling for performance of self-care operations

Gambar 4.3 Struktur self-care agency (Taylor & Renpenning, 2011)

Foundational capabilities and disposition merupakan pondasi dari self-care agency, sedangkan pengetahuan tentang conditioning factors serta komponen power berasal dari berbagai keilmuan dan penelitian. Self-care operation merupakan proses pelaksanaan self-care, terdiri atas 1) estimative operation yang merupakan kegiatan identifikasi atau investigasi; 2) transitional operation yaitu proses penilaian dan pengambilan keputusan;

dan 3) productive operation yaitu proses pelaksanaan self-care, termasuk di dalamnya proses kognitif dan kemampuan psikomotor (Taylor & Renpenning, 2011).

Contoh dari karakteristik kemampuan dasar yang dimaksud dalam struktur self-care agency salah satunya adalah intelegensia seseorang, sedangkan contoh karakteristik power adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dalam melaksanakan self-care (Baker & Denyes, 2008). Orem menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh penilaian mereka tentang hal yang tepat untuk suatu situasi dan keadaan. Seseorang yang

melaksanakan tindakan harus mempunyai “sensory knowledge” dan “awareness” tentang situasi tersebut sehingga mengacu pada pengetahuan tersebut maka seseorang dapat mengambil keputusan untuk bertindak (Meleis, 2011). Bagi orang yang menderita penyakit kronis, tindakan self-care operation tercermin dalam aktivitas mereka dalam mentaati terapi medis, dan gaya hidup yang direkomendasikan, melaksanakan aktivitas sehari-hari yang disarankan, melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran, menjalankan kegiatan ibadah yang meningkatkan spiritualitas, serta melakukan kegiatan yang menyenangkan (Larsen & Lubkin, 2009).