• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Wilayah Pesisir

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

E. Konsep Wilayah Pesisir

4. Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

laut dapat menjadi jembatan yang menghubungkan keterpisahan antar pulau. Jika saja wilayah Indonesia terletak pada daratan luas (continental), maka membahas konsep kepulauan rasanya tidak relevan. Fakta geografis menunjukkan bahwa wilayah Indonesia terdiri atas ribuan pulau kecil dan besar yang membentuk gugusan kepulauan dan merangkai menjadi satu kesatuan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap pulau atau gugus pulau memiliki kekayaan sumber daya alam baik darat maupun laut dengan keanekaragaman flora dan faunanya, termasuk hasil-hasil tambang dan sumber energi yang melimpah.

(Amtu, 2014: 19)

Niles dan Baldacchino dalam Amtu (2014), dalam pengantar buku berjudul;

island futures conservation and development acrossthe Asia-Pacific region, mengatakan bahwa dalam dunia kontemporer, pulau diakui sebagai situs yang kaya serta memiliki keragaman manusia dan lingkungan. Di samping itu, pulau juga ditandai dengan basis sumber daya kecil dan bergantung pada hubungan dengan dunia luar, dan dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki untuk menentukan sifat sebenarnya dari hubungan dimaksud. Masyarakat pulau harus terbuka untuk diinovasi, dan tidak punya pilihan selain untuk mengatasi kerentanan mereka terhadap ketidakpastian perubahan iklim, ketergantungan politik, dan tak kalah penting secara umum ekonominya relatif rendah sebagai imbalan yang diterima dalam sistem ekonomi global, serta kecenderungan mereka yang selalu bergantung pada pariwisata (Amtu, 2014: 20).

Sungguh pun demikian, kebanggaan atas kekayaan alam yang melimpah di sejumlah laut pulau di Indonesia belum dimanfaatkan untuk membangun

kesejahteraan masyarakatnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat, tidak saja diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan sarana prasarana umum seperti; pasar, jalan dan jembatan yang memadai, tetapi yang paling utama adalah memberdayakan masyarakat lokal setempat melalui akses pendidikan dan penyediaan sarana dan prasarana di sekolah. Selama arti pemerintah pusat dan daerah masih cenderung memprioritaskan pengembangan pulau-pulau yang berpotensi mendatangkan keuntungan untuk jangka waktu tertentu, sementara pada pulau-pulau yang tidak bernilai "ekonomis", dibiarkan atau bahkan terkesan

"ditelantarkan" begitu saja (Amtu, 2014: 20).

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui program-program pemberdayaan masyarakat kepulauan dirasakan masih sangat terbatas. Hal ini tentu patut disayangkan, namun jika kondisi ini terus dibiarkan, maka masyarakat Indonesia yang mendiami pulau-pulau terpencil dan terluar, akan tetap hidup dalam lingkaran ketidakpastian masa depan yang akan diwariskan dari generasi kegenerasi.

Problematika wilayah kepulauan memang memerlukan pemetaan dan rekonseptualisasi dalam sistem tata ruang kewilayahan pada setiap daerah.

Aparatur pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota memerlukan data- data obyektif mengenai kondisi masing-masing pulau. Ini penting ditegaskan agar program-program observasi dan penelitian untuk melakukan pemetaan wilayah kepulauan perlumen dapat perhatian serius (Amtu, 2014: 21).

Ditegaskan pula bahwa, masyarakat yang mendiami pulau-pulau terpencil dan terluar masih tertinggal dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

Jika semangat otonomi dan desentralisasi dimaknai sebagai kesempatan untuk berbenah diri dari berbagai ketertinggalan dan keterpurukan, maka fenomena yang dipaparkan di atas, tentu akan mengetuk hati para pejabat dan pemimpin pendidikan. Sebaliknya, jika fenomena di atas dimaknai sebagai "takdir" yang tidak mungkin dirubah karena aspek geografisnya, maka otonomisasi dan desentralisasi pendidikan bagi masyarakat di wilayah kepulauan hanya mendatangkan sejumlah permasalahan baru yang menambah daftar panjang penderitaan dan ketertinggalan masyarakat. Pendidikan adalah investasi masa depan yang memerlukan perencanaan komprehensif, berkesinambungan dan bertumpu pada kapasitas daerah (Amtu, 2014: 22).

1. Masyarakat Pesisir

Definisi masyarakat pesisir dari berbagai sumber diantaranya adalah sekelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh laut baik sebagian besar atau pun seluruh kehidupannya. Mata pencaharian utama di daerah pesisir adalah nelayan, walaupun terdapat mata pencaharian di luar nelayan, seperti; pegawai negeri, pemilik warung, kontraktor, jasa potong rambut, dan masih banyak usaha di bidang jasa lainnya. Definisi lainnya adalah kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier factor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa transportasi dan lain-lain.

Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan pelayan. Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol. Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka.

Selain itu, karakteristik masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya, aspek pengetahuan, kepercayaan (teologis), dan posisi nelayan sosial. Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang.

Sementara, dilihat dari aspek kepercayaan, masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magic sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut. Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial, pada umumnya, nelayan bergolong kasta rendah.

Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri yang khas dalam hal struktur sosial yaitu kuatnya hubungan antara patron dan klien dalam hubungan pasar pada usaha perikanan. Biasanya patron memberikan bantuan berupa modal kepada klien. Hal tersebut merupakan taktik bagi patron untuk mengikat klien dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan. Dari masalah utang piutang tersebut sering terjadi konflik, namun konflik yang mendominasi adalah persaingan antar nelayan dalam memperebutkan sumberdaya ikan yang jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, sangatlah penting adanya pihak yang dapat mengembangkan sumberdaya laut dan mengatur pengelolaannya.

2. Pendidikan Anak Sekolah Dasar di Daerah Pesisir

Pada umumnya pendidikan dimana saja sama, tapi sebenarnya letak suatu daerah turut mempengaruhi Proses hasil belajar, kita bisa amati dan bedakan antara proses belajar yang terjadi di daerah pegunungan dengan proses belajar yang terjadi di daerah pesisir pantai. Secara umum sama tidak ada perbedaan tetapi dari sikap dan perilaku lingkungan yang turut membentuk watak peserta didik itu yang membedakannya. Dilihat dari faktor gizi yang dikonsumsi itu ikut mempengaruhi pola pikir, serta tidak ketinggalan faktor geografis yang bisa dikatakan pesisir cenderung memiliki cuaca yang terik dan panas.

Bicara anak pesisir lengkap dengan gizi yang seimbang bila dibandingkan dengan negara jepang yang mempunyai tradisi mengkonsumsi hasil laut sebenarnya tidak jauh berbeda, sehingga seharusnya kualitas anak

pesisir juga sama dengan anak jepang yang memiliki kecerdasan yang luar bisa. tetapi berdasarkan pengalaman saya mendidik di daerah pesisir, untuk minat belajar anak kejenjang pendidikan lanjutan itu bisa dikatakan kurang di bandingkan daerah yang lain.

Sedangkan gizi yang cukup itu tidak diimbangi dengan minat belajar anak, faktor itulah yang menjadi titik temu alasan kenapa anak pesisir cenderung tidak melanjutkan pendidikanya. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan didaerah pesisir itu meliputi:

a. Faktor lingkungan

b. Faktor informasi ke arah tradisi mereka yaitu menjadi nelayan c. Faktor keluarga

d. Akses jalan sebagai faktor penting untuk keluar

Anak pesisir mengenal arti sebuah nilai „Uang‟ itu lebih mengerti dibandingkan anak-anak seusia mereka dilingkungan lain, ini disebabkan karena kebiasaan anak-anak kerap disuruh membantu para nelayan untuk membersihkan perahu-perahu yang habis pulang melaut dan itu sering mereka lakukan setiap sore serta sebagai imbalan mereka dikasih uang. Dari situlah anak-anak pesisir mulai mengerti akan nilai „Uang‟, serta kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anaknya juga rendah. Mereka lebih sering mengajak anaknya pergi melaut daripada menyuruhnya bersekolah. Alasannya, dengan bekerja, mereka bisa memperoleh uang daripada bersekolah dari situlah terbentuk minat belajar anak pesisir yang di pengaruhi oleh faktor lingkungan mereka.

Dokumen terkait