dan kemampuan intelektual, demokratis, bertanggung jawab, serta makmur dan sejahtera.
Di dalam perspektif pembelajaran, kurikulum merupakan seperangkat rencana yang berisi tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan konteks berbangsa dan bernegara, kurikulum dalam perspektif ini haruslah menjadi bagian dari penyemaian dan pembentukan konsepsi dan perilaku individu tentang kesadaran identitas kebangsaan dan kenegaraan.
Dengan demikian, kurikulum bukan hanya menjadi hiasan selama pertemuan di ruang-ruang kelas antara pendidik dengan siswa, melainkan bagian terpenting di dalam mengubah karakteristik manusia Indonesia menjadi 18 karakteristik orientasi pengembangan kurikulum merdeka belajar yaitu: maju, modern, bermoral, berdisiplin, beretos kerja tinggi, menguasai kemampuan teknis dan profesional, memiliki sikap rasional dan kemampuan intelektual, demokratis, bertanggung jawab, serta makmur dan sejahtera.
Dalam era kekinian, tentulah produk kurikulum sudah harus mengalami perubahan seiring dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi. Terdapat dua hal esensial yang perlu dicermati bersama, yakni profil lulusan serta capaian belajar (learning outcomes) atau sering disebut dengan standar kompetensi lulusan dan kualifikasi capaian.
72
Gambar 3.1. sejarah Kurikulum diIndonesia
Kurikulum harus responsif dan komprehensif dalam kehidupan sosial tidak overload, relevan, dan mampu menyeimbangkan keberagaman dan keperluan dalam setiap masa (Julaeha, 2019). Selain itu, kurikulum harus selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan dalam faktor yang mendasarinya (Insani, 2019). Seiring perkembangannya, kurikulum selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan siswa. Salah satunya Kurikulum 2013 yang menjadi rujukan Pendidikan Nasional saat ini yang sepenuhnya mendorong pembelajaran berpusat pada siswa.
Siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran dan guru dengan segala keilmuannya tidak hanya berperan sebagai pengajar tapi dituntut untuk menjadi inspirator. Pembelajaran lebih mengoptimalkan daya pikir dan kreativitas siswa.
Mendikbud Nadiem Makarim mengubah kurikulum 2013 menjadi kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) pada tahun 2019. Konsep MBKM terdiri dari dua konsep yaitu “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka”.
Merdeka belajar adalah kebebasan berpikir dan kebebasan
Gambar 3.1. sejarah Kurikulum diIndonesia
Kurikulum harus responsif dan komprehensif dalam kehidupan sosial tidak overload, relevan, dan mampu menyeimbangkan keberagaman dan keperluan dalam setiap masa (Julaeha, 2019). Selain itu, kurikulum harus selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan dalam faktor yang mendasarinya (Insani, 2019). Seiring perkembangannya, kurikulum selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan siswa. Salah satunya Kurikulum 2013 yang menjadi rujukan Pendidikan Nasional saat ini yang sepenuhnya mendorong pembelajaran berpusat pada siswa.
Siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran dan guru dengan segala keilmuannya tidak hanya berperan sebagai pengajar tapi dituntut untuk menjadi inspirator. Pembelajaran lebih mengoptimalkan daya pikir dan kreativitas siswa.
Mendikbud Nadiem Makarim mengubah kurikulum 2013 menjadi kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) pada tahun 2019. Konsep MBKM terdiri dari dua konsep yaitu “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka”.
Merdeka belajar adalah kebebasan berpikir dan kebebasan
inovasi (Ainia, 2020). Sedangkan kampus merdeka adalah lanjutan program merdeka belajar untuk pendidikan tinggi.
Transformasi pendidikan melalui kebijakan merdeka belajar merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan SDM Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila (Kemdikbud, 2021). Sejalan dengan World Economic Forum (2016), pelajar harus memiliki 16 keahlian di abad ke-21.
Secara garis besar, 16 keahlian ini terbagi menjadi tiga yaitu literasi, kompetensi, dan kualitas karakter. Selain itu, untuk menghadapi perubahan sosbud, dunia kerja, dunia usaha, dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, siswa harus dipersiapkan untuk dapat mengikuti perubahan ini.
Oleh sebab itu, setiap instansi pendidikan harus mempersiapkan literasi bari dan oritentasi terbimbing dalam bidang pendidikan (Lase, 2019). Persiapan lembga pendidikan dapat dilakukan dengan cara merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar siswa dapat meraih capaian pembelajaran mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara optimal dan selalu relevan melalui Kurikulum MBKM.
Secara filosofis, kurikulum seharusnya mampu menghantarkan siswa menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu, serta membentuk budi pekerti luhur, sehingga dapat berkontribusi untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan, kebhinekaan, mendorong semangat kepedulian kepada sesama bangsa dan umat manusia untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang berkeadilan serta kejayaan bangsa Indonesia. Menurut Ornstein & Hunkins, 2014, kurikulum harus menjembatani siswa agar pengetahuan yang dikaji dan dipelajari mampu mengantarkannya memahami hakikat hidup dan memiliki kemampuan untuk
74
meningkatkan kualitas hidupnya baik secara individu, maupun di masyarakat.
Secara sosiologis kurikulum yang bermutu juga harus mampu mewariskan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dampak dari kurikulum demikian adalah tumbuhnya kelincahan budaya (cultural agility) yang dianggap sebagai mega kompetensi yang wajib dimiliki oleh calon profesional di abad ke-21 ini dengan penguasaan minimal tiga kompetensi yaitu, minimisasi budaya (cultural minimization, yaitu kemampuan kontrol diri dan menyesuaikan dengan standar, dalam kondisi bekerja pada tataran internasional) adaptasi budaya (cultural adaptation), serta integrasi budaya (cultural integration) (Caliguri, 2012).
Secara psikologis, kurikulum juga harus mampu: (1) mendorong secara terus-menerus keingintahuan siswa dan dapat memotivasi belajar sepanjang hayat; (2) kurikulum yang dapat memfasilitasi siswa belajar sehingga mampu menyadari peran dan fungsinya dalam lingkungannya; (3) kurikulum yang dapat menyebabkan siswa berpikir kritis, dan berpikir tingkat dan melakukan penalaran tingkat tinggi (higher order thinking); (4) kurikulum yang mampu mengoptimalkan pengembangan potensi (5) siswa menjadi manusia yang diinginkan (Zais, 1976: 200); (6) kurikulum mampu memfasilitasi siswa belajar menjadi manusia yang paripurna, yakni manusia yang bebas, bertanggung jawab, percaya diri, bermoral atau berakhlak mulia, mampu berkolaborasi, toleran, dan menjadi manusia yang terdidik penuh determinasi kontribusi untuk tercapainya cita-cita dalam pembukaan UUD 1945.
meningkatkan kualitas hidupnya baik secara individu, maupun di masyarakat.
Secara sosiologis kurikulum yang bermutu juga harus mampu mewariskan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dampak dari kurikulum demikian adalah tumbuhnya kelincahan budaya (cultural agility) yang dianggap sebagai mega kompetensi yang wajib dimiliki oleh calon profesional di abad ke-21 ini dengan penguasaan minimal tiga kompetensi yaitu, minimisasi budaya (cultural minimization, yaitu kemampuan kontrol diri dan menyesuaikan dengan standar, dalam kondisi bekerja pada tataran internasional) adaptasi budaya (cultural adaptation), serta integrasi budaya (cultural integration) (Caliguri, 2012).
Secara psikologis, kurikulum juga harus mampu: (1) mendorong secara terus-menerus keingintahuan siswa dan dapat memotivasi belajar sepanjang hayat; (2) kurikulum yang dapat memfasilitasi siswa belajar sehingga mampu menyadari peran dan fungsinya dalam lingkungannya; (3) kurikulum yang dapat menyebabkan siswa berpikir kritis, dan berpikir tingkat dan melakukan penalaran tingkat tinggi (higher order thinking); (4) kurikulum yang mampu mengoptimalkan pengembangan potensi (5) siswa menjadi manusia yang diinginkan (Zais, 1976: 200); (6) kurikulum mampu memfasilitasi siswa belajar menjadi manusia yang paripurna, yakni manusia yang bebas, bertanggung jawab, percaya diri, bermoral atau berakhlak mulia, mampu berkolaborasi, toleran, dan menjadi manusia yang terdidik penuh determinasi kontribusi untuk tercapainya cita-cita dalam pembukaan UUD 1945.
C. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar pada