• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laboratorium dan penunjang

Dalam dokumen BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS: ILMU KESEHATAN ANAK (Halaman 163-170)

INFEKSI TROPIS

BAB 8 NEUROLOGI

1. Laboratorium dan penunjang

a. Pemeriksaan darah rutin, gula darah, elektrolit (natrium, Kalium, Chlorida).

b. Pemeriksaan analisis cairan serebrospinalis.

Sering dalam batas normal. Kadang-kadang didapatkan pleositosis ringan yang didominasi oleh limfosit, protein meningkat, glukosa pada permulaannya bisa normal kemudian meningkat, asam laktat normal atau meningkat.

c. Pemeriksaan serologis, ELISA, PCR (bila ada).

d. EEG dilakukan bila diduga ensefalitis oleh virus herpes simpleks.

e. Pencitraan: CT scan kepala atau MRI bila diperlukan untuk mengetahui adanya komplikasi atau untuk menyingkirkan penyebab lain.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium penunjang (likuor serebrospinalis), pencitraan (CT scan), EEG, ELISA, PCR (bila ada).

Diagnosis Banding

1. Meningitis bakteri yang mendapat terapi tidak sempurna atau pada fase permulaan penyakit meningitis bakteri.

Pada kasus ini akan didapatkan pada pemeriksaan likuor serebrospinalis neutrofil dominan, bakteri (+), glukosa normal atau menurun.

2. Keracunan obat-obatan.

3. Ensefalopati metabolik.

Tata Laksana

1. Tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam.

2. Pemakaian obat-obatan

a. Obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang demam.

b. Antibiotika.

Diberikan untuk mencegah infeksi sekunder (Ampisilin dosis 50-100mg/kg bb/hari, dibagi dalam 3 dosis secara intravena.

c. Untuk menghilangkan edema otak.

1) Dexamethason: diberikan bolus 0,5–1 mg/kg.bb/kali, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/kg.bb/

hari, iv dibagi 3 dosis. Dosis diturunkan pelan- pelan setelah beberapa hari bila ada perbaikan.

2) Manitol

Dosis 0,5-2,0 gram/kg, i.v. dalam 30-60 menit dapat diulang setiap 8-12 jam dengan menggunakan larutan Manitol 20% selama 3 hari (tergantung dari respon penderita).

3. Pengobatan suportif.

a. Pemberian 02 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat hipoksia.

b. Pemberian cairan intravena dimaksudkan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit, mencukupi kalori, dan pemberian obat-obatan(Glukosa 10%, dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan).

c. Pemberian vitamin.

Komplikasi

1. Hidrosefalus

Timbul sebagai akibat adanya bendungan aliran likuor di saluran aquaduktus. Bisa terjadi pada meningoensefalitis oleh virus mumps. Sering timbul pada saat fase perbaikan.

2. Hemiplegia, monoplegia, paresis, atau paralisis saraf pusat.

3. Di kemudian hari bisa timbul mental retardasi dan/atau epilepsi.

Prognosis

1. Gejala sisa yang timbul sangat erat kaitannya dengan berat ringannya gejala klinis. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.

2. Pada Ensefalitis Herpes Simplex (EHS) yang tidak diobati prognosis sangat buruk dengan kematian 70- 80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan.

3. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.

0

1. Prober CG. Central nervous system infection. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson’s texbook of pediatric. Edisi ke-17, Philadelphia: Saundes; 2004.

2. Bale, JF. Viral infection of the nervous system. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF, Editor. Pediatric Neurology: Principles and practice. Edisi ke-5. China: Elsevier Saunders; 2012. h. 1263-90.

3. Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL. Textbook of child neurology.

Edisi ke-7. Philadhelphia: Lippincott Williams & Wilkins;

2006

4. Unni SK, Ruzek D, Chhatbar C, Mishra R, Johri MK, Singh SK. Japanese encephalitis virus: from genome to infectome.

Microbes and Infection. 2011, 13: 312-21. Available from:

www.elsevier.com/locate/micinf

5. WHO. Guideline for prevention and control of Japanese Encephalitis. 2006.

6. Erlanger T E, Weiss S, Keiser J, Utzinger J., Wiedenmaye K. Past, present, and future of Japanese Encephalitis. Emerging Infectious Disease, 2009, 15:1. Diunduh dari: www.cdc.gov/

eid.

Daftar Pustaka

8.3 KEJANG DEMAM

Tujuan umum:

Peserta didik dipersiapkan untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola penyakit kejang demam pada bayi dan anak, melalui pembelajaran pengalaman klinis dengan didahului rangkaian kegiatan berupa kuliah, tanya jawab dan pengenalan kasus kejang demam.

Tujuan khusus:

Mahasiswa diharapkan mampu:

1. Mengetahui patogenesis kejang demam.

2. Mampu mendiagnosis kejang demam, diagnosis banding dan komplikasinya.

3. Mampu melakukan tatalaksana kejang demam.

4. Mampu melakukan pencegahan berulangnya kejang demam.

5. Mampu memberikan penyuluhan kepada orang tua.

Batasan

Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang pada bayi atau anak, yang terjadi pada peningkatan suhu tubuh (>38oC rectal), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada umumnya terjadi antara umur 6 bulan – 5 tahun, dan tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam dan bayi umur di bawah 1 bulan tidak termasuk.Sekitar 2-4% anak pernah mengalami kejang demam dalam hidupnya.

Etiologi

Semua infeksi di luar otak yang menimbulkan panas seperti faringitis, tonsilitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, bronkopneumonia dll.

Tujuan Pembelajaran Mahasiswa

Penjelasan Dokter Muda

Patofisiologi

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam dan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion khlorida (Cl-) sehingga berakibat konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan bantuan ensim dan energi yang didapat dari metabolisme yaitu melalui proses oksidasi glukosa. Bila suhu tubuh meningkat, akan terjadi gangguan fungsi otak dengan akibat keseimbangan potensial membran terganggu, mengakibatkan terjadi difusi K+ dan Na+ yang dapat menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron maupun ke sel tetangganya dan akhirnya timbullah kejang fokal maupun kejang umum.

Klasifikasi Kejang Demam Menurut UKK Saraf Anak 2006 1. Kejang demam sederhana

a. Lama kejang ≤ 15 menit.

b. Kejang bersifat umum

c. Frekuensi 1 kali dalam 24 jam 2. Kejang demam kompleks

a. Lama kejang > 15 menit,

b. Kejang bersifat fokal atau parsial

c. Frekuensi kejang> 1 kali dalam 24 jam(kejang multipel atau kejang serial).

Manifestasi Klinis Anamnesis:

1. Identifikasi/pastikan adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/pada saat kejang, ferekuensi,

penyebab demam di luar SSP.

2. Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

3. Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam, atau epilepsi dalam keluarga.

4. Singkirkan penyebab kejang yang lain.

Pemeriksan fisik

1. Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsangan meningial, tanda peningkatan tekanan intrakaranial, dan tanda infeksi di luar SSP.

2. Pemeriksaan fisik neurologis harus dilakukan walaupun pada umumnya tidak ditemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium tidak rutin, dilakukan jika ada indikasi. Darah lengkap, gula darah, elektrolit serum lengkap (natrium, kalium, calcium, magnesium).

2. Lumbal pungsi sesuai indikasi, dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis.

Risiko meningitis bakterial ialah 0,6-6,7%.Lumbal pungsi sangat dianjurkan pada bayi < 12 bulan, dianjurkan pada bayi berumur 12 - 18 bulan, dan tidak rutin dikerjakan pada anak lebih > 18 bulan, kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intrakranial lainnya.

3. Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi. Oleh karena itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas seperti: kejang fokal, kejang demam kompleks frekuen, kejang demam plus (FS+).

4. CT scan atau MRI kepala, diindikasikan pada keadaan:

kejang fokal/parsial, adanya kelainan neurologis, atau tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Tata Laksana

Prinsip Penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:

1. Mengatasi kejang fase akut.

2. Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam.

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Dalam dokumen BUKU PANDUAN BELAJAR KOAS: ILMU KESEHATAN ANAK (Halaman 163-170)