Daftar Pustaka
1.3 URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA
Tujuan umum:
Peserta didik dipersiapkan untuk mempunyai keterampilan dalam mengelola urtikaria dan angioedema melalui pembelajaran pengalaman klinis.
Tujuan khusus:
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui patofisiologi urtikaria dan angioedema.
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penunjang pada kasus urtikaria dan angioedema.
3. Melakukan penatalaksanaan urtikaria dan angioedema.
Batasan
Urtikaria adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dandisertai rasa gatal. Urtikaria dapat berlangsung secara akut (<6 minggu) atau kronik (>6 minggu). Urtikaria akut umumnya berlangsung 20 menit sampai 3 jam, menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain. Satu episode akut umumnya berlangsung 24-48 jam. Urtikaria kronis berlangsung baik secara kontinu atau intermiten selama minimal 6 minggu.
Angioedema dapat muncul berupa pembengkakan jaringan dengan batas yang tidak jelas seperti daerah sekitar kelopak mata dan bibir. Bengkak juga dapat ditemukan pada wajah, badan, genitalia dan ekstremitas.Urtikaria bisa merupakan bagian reaksi anafilaksis.
Patogenesis
Terdapat banyak jenis urtikaria dan proses yang mendasarinya. Yang terbanyak adalah pelepasan histamine,
Tujuan Pembelajaran Mahasiswa
Penjelasan Dokter Muda
bradykinin, leukotriene C4, prostaglandine D2 dan berbagai substansi vasoaktif dari sel mast dan basofil dalam dermis, sehingga terjadi ekstravasasi cairan kedalam dermis, dan terjadi urtikaria. Rasa gatal disebabkan oleh histamine, yang berefek akibat ikatan dengan reseptor Histamin 1 dan 2 yang terdapat pada berbagai sel. Aktivasi reseptor H1 pada sel endotel dan otot polos mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sedangkan aktivasi reseptor H2, mengakibatkan vasodilatasi venule dan arteriole.
Proses diatas didahului oleh antigen-mediated IgE immune complex yang berikatan ”cross linked” dengan reseptor Fc pada permukaan sel mas dan basofil, sehingga terjadi degranulasi dan pelepasan histamine. Pada reaksi tipe II, diperantarai sel T sitotoksik, mengakibatkan deposit immunoglobulin, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah, mengakibatkan urticarial vasculitis. Tipe III biasanya didapatkan pada SLE dan autoimmune diseases lain.
Urtikaria diperantari komplemen terdapat pada infeksi virus dan bakteri, serum sickness dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi terjadi saat bahan alergenik dalam plasma yang didonasikan bereaksi dengan IgE yang sudah ada pada darah penerima. Obat tertentu, seperti opioids, vecuronium, succinylcholine, vancomycin dan lainnya, juga zat kontras mengakibatkan urtikaria akibat degranulasi sel mast melalui mekanisme Non IgE. Urtikaria akibat obat antiinflamasi non steroid (AINS) bisa diperantarai IgE atau degranulasi sel mast. Terdapat reaksi silang bermakna antar AINS dalam mengakibatkan urtikaria dan anafilaksis.
Anamnesis
1. Riwayat keluhan gatal dan merah, riwayat demam, nyeri sendi atau tulang, riwayat pemakaian obat termasuk ACE inhibitor pada keadaan kronis
2. Riwayat atopi dalam keluarga.
3. Faktor lingkungan seperti debu rumah, tungau debu rumah, binatang peliharaan, tanaman, karpet, sengatan binatang
serta faktor makanan termasuk zat warna, zat pengawet dan sebagainya
Pemeriksaan Fisik
Lesi khas yaitu bentol berwarna merah, berbatas tegas, gatal, dan memutih bila di tekan. Wajah dan bibir bengkak Kriteria Diagnosis
Klinis: anamnesis dan pemeriksaan fisik Kausal : Uji Kulit Alergen
Pemeriksaan Penunjang
Terutama bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab : 1. Pada urtikaria akut terutama yang berulang diperlukan uji
kulit alergen.
2. Urinalisis, untuk mencari fokal infeksi di saluran kemih, feses rutin untuk mencari adanya parasit cacing.
3. Pemeriksaan darah tepi: LED dapat meningkat bila ada fokal infeksi kronik atau kelainan sistemik, hitung jenis:
eosinofil, basofil.
4. Pemeriksaan kadar IgE total.
5. Pemeriksaan uji kulit alergen, dermografisme, uji tempel es atau IgE spesifik.
6. Kadar komplemen (C3,C4) untuk mencari kelainan sistemik yang mendasari urtikaria, pada pasien yang memiliki riwayat angioedema pada keluarga.
7. C1q dan antibodi C1 inhibitor jika dicurigai acquired angioedema.
Tatalaksana
1. Menghindari pencetus (yang bisa diketahui). Bila diduga penyebabnya adalah obat maka semua obat yang digunakan sebelumnya harus dihentikan.
2. Terapi untuk urtikaria akut digunakan Antihistamin H1 (Dipenhidramin dosis 1 mg/kgBB Intramuskular/Intravena) kombinasi dengan Antihistamin H2 (Ranitidine 1-2mg/kg/
dosis setiap 8 jam) meningkatkan efektifitas AH1 karena memiliki efek sinergis, dan memberikan hasil lebih cepat dan lebih baik.
3. Bila kombinasi AH1 dan AH2 tidak memberikan perbaikan atau urtikaria meluas,berikan injeksi larutan adrenalin 1/1000 dengan dosis 0.01 ml/kg intramuskular(maksimum 0.3 ml) sambil melanjutkan pemberian antihistamin.
4. Pemberian obat oral, dimulai setelah keadaan membaik, dengan Anti histamin 1 generasi 2 : Cetirizine, dosis 0,2 mg/
kg, 2 x sehari, pada anak usia 6 bulan-2 tahun. Untuk anak diatas >2 tahun, diberikan 1 kali sehari. Bila gatal sangat hebat, bisa diberikan tambahan CTM malam hari 0.1 mg/
kg/kali pemberian.
Kortikosteroid hanya diberikan untuk urtikaria yang disertai angioedema (Prednison atau Methylprednisolon1mg/kg/
hari dibagi 3 dosis).
Pada urtikaria kronis pendekatan bertingkat digunakan sebagai berikut:
a. Lini I: monoterapi antihistamin I generasi II.
b. Lini II: salah satu atau lebih dari berikut.
1) Peningkatan dosis antihistamin I generasi II.
2) Tambahkan antihistamin generasi II yang lain.
3) Tambahkan antihistamin II.
4) Tambahkan antagonis reseptor leukotrien (anti leukotrin).
5) Tambahkan antihistamin I generasi I terutama diberikan saat malam hari.
c. Lini III:
1) Peningkatan dosis antihistamin yang potent yaitu hydroxyzine atau doxepin jika ditoleransi
d. Lini IV:
1) Tambahkan agen alternatif i. Omalizumab atau cyclosporine
5. Obat antiinflamasi lain, imunosupresan atau agen biologi.
6. Bila urtikaria tidak membaik atau developing berulang, amati tanda-tanda infeksifokal atau infestasi parasit, dan berikan tata laksana tambahan yang sesuai.
7. Uji Kulit Alergen diperlukan pada urtikaria akut yang berulang atau kausal.
1. Grattari CE. The urticaria spectrum: Recognition of Clinical Patterns Can Help Management. ClinExpDermatol 2004;29:217- 21.
2. Greaves MW. Chronic Urticaria in Childhood. Allergy 2000;55:309-20.
3. Linscott SM. Urticaria Diagnosis and Treatment. Diunduh dari http://www.emedicine.com//article/7629174.
4. Bernstain JA. The Diagnosis and Management of Acute and Chronic Urticaria: 2014 Update. Practice Parameter. 2014. J Allergy Clin Immunol. Volume 133. Number 5: 1270-1278.
5. Zuberbier T, Aberer W, Asero R, Jensen CB, Brozsa Z, Canonica GW, et al. The EAACI/GA2LEN/EDF/WAO Guideline For The Definition, Classification, Diagnosis, And Management of Urticaria: The 2013 Revision and Update. 2014. Allergy; 69:
868-887
Daftar Pustaka