• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Landasan Teori

sedangkan penelitian terdahulu lebih berfokus pada pelaksanaan bagi hasil produk simpanan berjangka dengan akad mudharabah. Adapun jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti sekarang yaitu penelitian kepustakaan, sedangkan peneliti terdahulu menggunakan penelitian kualitatif.

G. Landasan Teori

2. Bagi Hasil

a. Definisi Bagi Hasil

Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu perusahaan. Menurut Muhammad syafi’i Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola (mudharib).22

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana di lakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil antara keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur pemaksaan23 b. Konsep Bagi Hasil

Konsep bagi hasil sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut:

22Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Prakrik …, h. 90.

23Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 18.

1) Pemilik dana menanamkan dananya melalui intitusi keuangan yang betindak sebagai pengelola dana.

2) Pengelola mengelola dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.

3) Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkungan kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.24

3. Mudharabah

a. Definisi Mudharabah

Istilah Mudharabah adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Irak, sedangkan penduduk Hijaz menyebut mudharabah dengan istilah mudharabahatau qiradh, sehingga dalam perkembangan lebih lanjut mudharabah dan qiradh juga mengacu pada makna yang sama. Secara bahasa mudharabah berasal dari kata bahasa Arab yaitu ad-dharb yang memiliki banyak arti. Diantaranya memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung, menghindar, mencampur, berjalan dan sebagainya.

Perubahan makna tersebut tergantung pada kata yang mengikutinya dan konteks yang membentuknya.25

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal, dan

24Ach. Bakhrul Muchtasib, Konsep Bagi Hasil dalam Perbankan Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 12.

25Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 815.

pihak kedua sebagai pengelola usaha (mudharib), keuntungan yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk presentase nisbah.26

Untuk memahami pengertian istilah mudharabah akan disampaikan beberapa pengertian menurut fuqaha, yaitu: pemilik saham menyerahkan sahamnya kepada pekerja (pengusaha) untuk mengembangakan (memperdagangkan), sedangkan hasil dari keduanya dengan kesepakatan bersama. Mudharabah adalah akad kerja sama antara kedua belah pihak, pihak pertama sebagai pemilik saham menyediakan seluruh sahamnya, sedangkan pihak kedua sebagai pengelola. Keuntungan usaha bersama dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik saham selama kerugian tersebut bukan sebagai akibat kelalaian pihak pengelola saham. Apabila kerugian tersebut diakibatkan karena kelalaian dan kecurangan pengelola saham, maka pengelola saham harus bertanggungjawab atas kerugiannya.27

Adapun menurut para ulama, syarikat mudharabah memiliki pengertian, pemilik modal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan. Dengan kata lain mudharabah adalah akad transaksi antara dua pihak, yaitu salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.28

26Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 141.

27Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Depok: PT RajaGrapindo Persada, 2017), h. 2-3.

28Juhaya S. Pradja, Pasar Modal Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 345.

Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Kepercayaan itu penting dalam akad mudharabah karena pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan dan pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau bahkan seluruh modal yang ditanamkan oleh pemilik dana habis, maka yang akan menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana.

Pengelola dana hanya menanggung kehilangan atau resiko berupa waktu.29

Kerjasama mudharabah dapat juga tidak terbatas atau terbatas. Dalam kasus tidak terbatas, perjanjian mudharabah tidak menjelaskan waktu, tempat bisnis, garis perdagangan yang jelas, industri atau jasa, dan para pemasok atau pelanggan yang akan terlibat. Suatu pembatasan dalam satu bagian apapun dari penyebab-penyebab mudharabah menjadi satu yang dibatasi. Dalam kasus mudharabah terbatas, mudharib harus menghormati pembatas yang didorong oleh shahibul mal. Jika tindakan-tindakan mudharib bertentangan pada pembatasan ini, sesorang tersebut bertanggungjawab untuk konsekuensinya. Dalam kasus mudharabah dibatasi oleh waktu, mudharabah diakhiri dengan jangka waktu periode tertentu. Dalam kasus mudharabah tidak dibatasi, mudharib memiliki wewenang terbuka dan berkuasa melakukan segala sesuatu yang diperlukan oleh mudharib dalam cara bisnis biasanya.

29Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 120.

Jika dia bersalah atas kelalaian, penipuan atau salah penyajian, dia sendiri yang bertanggungjawab atas konsekuensinya, dan hasil dari kerugian.30

Mudharabah dalam buku Islamic Financial Management dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1) Mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal), yang menyediakan seluruh kebutuhan modal, dan pihak pengelola usaha (mudharib) untuk melakukan suatu kegiatan usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi menurut perbandingan (nisbah) yang disepakati.

2) Dalam hal terjadi kerugian, maka ditanggung oleh pemilik modal selama bukan diakibatkan kelalaian pengelola usaha. Sedangkan, kerugian yang timbul karena kelalaian pengelola akan menjadi tanggungjawab pengelola usaha itu sendiri.

3) Pemilik modal tidak turut campur dalam pengelola usaha, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b. Dasar Hukum Mudharabah

Menurut ijma ulama, mudharabah hukumnyajaiz (boleh). Hal ini dapat diambil dari kisah Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah Siti Khadijah. Siti Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu Rasulullah membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Dari kisah ini terlihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul.31

30Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 205.

31Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salema Empat, 2015), h. 131.

Islam memperbolehkan akad mudharabah. Secara umum, landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melaksanakan usaha, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Muzammil/73: 20.











Terjemahnya:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Muhammad) berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan (demikin pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an; Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan laksanakan shalat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.

Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.32

Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah Al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.

Q.S Al-Jumu’ah/62: 10.

32Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019).





Terjemahnya:

Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.33

Q.S Al-Baqarah/2: 198





.

Terjemahnya:

Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji).

Apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyarilharam.

Berzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.34

Surah Al-Jumu’ah: 10 dan Al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.

c. Rukun dan Syarat Mudharabah

Rukun mudharabah ada empat, yaitu:

1) Pelaku terdiri atas pemilik dana dan pengelola dana 2) Objek mudharabah berupa modal dan kerja

3) Persetujuan kedua belah pihak ijab qabul 4) Nisbah keuntungan.

Pelaku. Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor pertama (pelaku) kiranya sudah cukup jelas. Dalam akad mudharabah, harus ada

33Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya …, 2019.

34Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya …, 2019.

minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau amil).

Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudharabah tidak ada.

Objek. Faktor kedua (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill. Management skill, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak akan ada.

Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian (gharar) besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mazhab Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul maal.

Yang jelas tidak boleh ada modal mudharabah yang belum disetor. Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul maal tidak memberikan kontribusi apapun padahal mudharib telah kerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad.

Persetujuan. Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.

Pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.

Nisbah keuntungan. Faktor yang keempat (yakni nisbah) adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah.

Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.35

Menurut jumruh ulama bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu: aqidiyni (kedua orang yang melakukan perjanjian), ma’qudalayh (saham atau modal), dan sighat (pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak). Ulama Syafi’i lebih rinci dalam menentukan rukun mudharabah, yaitu: pertama: al-aqidayn (dua orang yang melakukan perjanjian), kedua: mal (saham atau modal), ketiga: amal (usaha yang dikelola), keempat: al-ribhu (laba atau keuntungan) dan kelima: sighat (pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi terkait dengan rukun di atas sebagai berikut:

a) Al-aqidayn (dua orang yang melakukan perjanjian), haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil. Karena satu posisi orang yang akan mengelola saham adalah wakil dari pemilik saham, itu sebabnya

35Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, 2017), h. 205-206.

syarat-syarat orang wakil juga berlaku bagi pengelola saham dalam transaksi mudharabah.

b) Mal (saham atau modal), harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara saham yang diperdagangkan dengan keuntungan dari perdagangan yang akan dibagikan kepada kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Saham atau modal boleh berupa harta yang tidak bergerak, seperti tempat usaha, tidak boleh berupa utang.

c) Amal (usaha yang dikelola), usaha yang dikelola tidak bertentangan dengan hukum Islam, misalnya usaha tempat judi, minuman yang memabukkan dan jenis usaha lain yang merugikan kehidupan manusia.

d) Al-ribhu (laba atau keuntungan), keuntungan akan menjadi milik bersama dan dibagi sesuai dengan kesepakatan diawal perjanjian. Apabila pembagian keuntungan tidak jelas, menurut ulama Hanfiyah perjanjian tersebut rusak (batal).

e) Sighat (pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak untuk melaksanakan usahanya.36

d. Ketentuan-ketentuan dalam Akad Mudharabah

Ada beberapa ketentuan yang harus dimengerti dan dipatuhi oleh masing- masing pihak yang melaksanakan akad mudharabah. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pada akad mudharabah muthlaqah, pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan yang keluar dari ketentuan syara.

36Abu Azam Al Hadi, Fikih Muamalah Kontemporer, (Depok: PT RajaGrapindo Persada, 2017), h. 3-4.

2) Pada akad mudharabah muqayyadah, pengelola modal (mudharib) dalam mengelola modal tidak boleh menjalankan modal diluar usaha yang telah ditentukan bersama dengan pemilik modal.

3) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan mengambil atau berutang dengan menggunakan uang modal untuk keperluan lain tanpa seizin pemilik modal.

4) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan membeli komoditi atau barang yang harganya lebih tinggi dari modal yang telah disediakan.

5) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan mengalihkan modal kepada orang lain dengan akad mudharabah, atau dengan kata lain mengoper modal untuk akad mudharabah.

6) Bagi pengelola modal (mudharib) tidak diperbolehkan mencampur modal dengan harta miliknya.

7) Bagi pengelola modal (mudharib) hendaknya melaksanakan usaha sebagaimana mestinya.37

e. Jenis-jenis mudharabah

Mudharabah ada dua macam, yaitu:

1) Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan batasan, seperti berkata, “saya serahkan uang ini kepadamu untuk diusahakan, sedangkan labanya akan dibagi diantara kita”. Masing-masing setengah dan sepertiga, dan lain-lain.

37Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Depok, PT RajaGrapino Persada, 2016)), h.

112.

2) Mudharabah muqayyadah (terikat) adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dan memberikan batasan, seperti persyaratan bahwa pengusaha harus berdagang di daerah Bandung atau harus berdagang sepatu, atau membeli barang dari orang tertentu, dan lain-lain.

Ulama Hanafiyah dan Imam Ahmad membolehkan memberi batasan dengan waktu dan orang, tetapi ulama Syafi’iyah dan Malikiyah melarangnya. Ulama Hanafiyah dan Imam Ahmad pun membolehkan akad apabila dikaitkan dengan masa yang akan datang, seperti, usahakan modal ini mulai bulan depan, sedangkan ulama Syafi’iyah dan Malikiyah melarangnya.38

4. Muhammad Syafi’i Antonio

Muhammad Syafi’i Antonio lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 Mei 1967.

Nama aslinya Nio Gwan Chung. Muhammad Syafi’i Antonio adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil dia mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayahnya seorang pendeta Konghucu. Selain mengenal ajaran Konghucu, Muhammad Syafi’i Antonio juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah. Dia sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim. Karena terlalu sering memperhatikan tanpa sadar diam-diam dia melakukan shalat. Kegiatan ibadah orang lain ini dilakukannya walaupun belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.

Muhammad Syafi’i Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke dunia perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru di anutnya, beliau menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini. Ia memulai pendidikan pesantrennya pada 1985, ketika lulus

38Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 28.

dari SMU ia masuk pesantren tradisional an-nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu ingin mendalami ilmu keislaman secara utuh. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian dia melanjutkan sekolah ke University of Jordan (Yordania). Selesai studi S1 ia melanjutkan program S2 di International Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam. Dan kemudian menyelesaikan gelar Doktor di bidang perbankan dan keuangan mikro di University of Melbourne Tahun 2004.39

Selesai studi, Muhammad Syafi’i Antonio bekerja dan mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitasnya sengaja ia arahkan pada bidang agama.

Untuk membantu saudara-saudara muslim Tionghoa, dia aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para muallaf mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’an, diskusi, ceramah, dan kajian Islam,

Tahun 2006, beliau diangkat Perdana Menteri Malaysia sebagai Shariah Advisory Council Bank Sentral Malaysia. Ia juga sempat bergabung dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa dana syariah. Kemudian ia mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah yang salah satunya adalah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia.

39www.mualaf.com “Ekonomi Islam: Muhammad Syafi’i Antonio” (diakses pada 15 Juli 2021).

Dokumen terkait