BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN
3. Luas Tanah Desa Poja
Luas tanah Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima seluas 28.121 Ha akan dijelaskan pada tabel sebagai berikut:39
Tabel 2.2
Luas Tanah Desa Poja
Jenis Tanah Luas Tanah
Sawah setengah irigasi 140,23 KM
Sawah tadah hujan 106,36 KM
Perkebunan telaga 11,52 KM
Hutan Negara/rakyat 23,10 KM
Jumlah 28.121Ha
4. Keadaan Ekonomi menurut Mata Pencaharian Masyarakat Desa Poja Berdasarkan kondisi geografis Desa Poja yang didominasi lahan pertanian yang bisa dibilang luas, bisa dipastikan bahwa penduduk Desa Poja mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain sebagai
38Data Letak Geografis Desa Poja, di Akses Pada Tanggal 12 juni 2020, pukul 11.27 Wita.
39Data Luas Tanah Desa Poja, di Akses Pada Tanggal 12 juni 2020, pukul 13. 25 Wita
nelayan, masyarakat Desa Poja juga banyak yang memiliki pekerjaan sebagai berikut akan di jelaskan pada tabel di bawah ini:40
Tabel. 2.3
Mata Pencaharian pokok Masyarakat Desa Poja
Mata Pencaharian Jumlah
Petani 138 orang
Nelayan 590 orang
Peternak 191 orang
Pedagang 53 orang
Tukang Kayu 59 orang
Tukang Batu 34 orang
Penjahit 23 orang
PNS 27 orang
Pensiunan 15 orang
TNI/Polri 18 orang
Perangkat Desa 22 orang
Pengrajin 7 orang
Buruh Tani 126 orang
Guru Swasta 76 orang
Bank/Pegadaian 7 orang
Dokter Gigi 10 orang
Dukun Bayi 11 orang
Tenaga Kesehatan lainnya 6 orang
Bidan 8 orang
Jumlah 3.698 orang
40Keadaan Ekonomi Masyarakat Desa Poja, di Akses Pada Tanggal 12 juni 2020, pukul 14. 35 Wita
5. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Desa Poja
Penduduk masyarakat Desa Poja merupakan mayoritas Bima asli yang tinggal dan menetap sejak nenek moyang mereka berada. Pola kehidupan dan kekeluargaan serta gotong royong yang mewarnai disela- sela kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan rasa persatuan didalam segala bidang, Misalnya gotong royong, pengecoran masjid, membangun pondasi rumah dan kegiatan keagamaan lainnya. Selain mempunyai identitas yang religius, keadaan masyarakat juga sangat ditopang dengan adat dan budaya yang masih sangat kental pada ritualnya, misalnya pada saat khitan anak kecil, pernikahan, dan Qosidah rebana yang sering dilombakan pada setiap tahun atau hari-hari peringatan keislaman seperti Maulid Nabi dan acara tahunan seperti MTQ Tingkat Desa.41
6. Jumlah Penduduk Masyarakat Desa Poja
keseluruhan penduduk Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima sebanyak 2.530 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 697 jiwa, dan jumlah laki-laki sebanyak 1.292 jiwa, jumlah perempuan sebanyak 1.238 jiwa akan dijelaskan dengan tabel sebagai berikut:42
41Data Keadaan Sosial Budaya Desa Poja, di Akses pada tanggal 11 juni 2020, pukul 14.Wita.
42Data Jumlah Penduduk Desa Poja, di Akses Pada Tanggal 12 juni 2020, pukul 15.43 Wita.
Tabel. 2.4
Jumlah Penduduk Masyarakat Desa Poja
Jenis kelamin Jumlah
Laki-laki 1.292
Perempuan 1.238
Kepala Keluarga 697
Jumlah 2.064 orang
7. Topografis Desa Poja
Desa Poja merupakan salah satu dari Lima (5) Desa yang berada dibagian tengah-tengah pusat Kecamatan Lambu Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas wilayah 28.121 Ha.
Kondisi iklim di sebagian besar Desa Poja tidak jauh beda dengan kondisi iklim wilayah Kecamatan Lambu, secara umum dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan, musim kemarau berlangsung antara bulan juli hingga oktober dan musim hujan berlangsung antara bulan November sampai dengan bulan febuari dengan suhu udara rata-rata berkisar 35 derajat Celsius, kelembaban udara sekitar antara 30-33%. Sedangkan curah hujan sebesar 35-36 mm dengan curah hujan terendah bulan april dan curah hujan tertinggi pada bulan januari.
Wilayah Desa Poja yang terletak di daratan rendah dan pengunungan memiliki potensi sumber data alam sangat banyak antara lain sektor bernelayan, perkebunan, kehutanan dan peternakan.
Berdasarkan kelas ketinggian wilayah Desa Poja berada pada 10 meter di atas permukaan laut kondisi dan ekosistem laut sangat cocok untuk dikembangkan oleh masyarakat bermata pencarian sebagai nelayan.
B. Praktik Pelaksanaan Utang Piutang Bahan Bakar Untuk Nelayan di Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima
Setelah penulis melakukan penelitian di lapangan terkait dengan praktik pelaksanaan utang piutang untuk nelayan di Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima, adapun peneliti dapatkan yaitu:
1. Praktik Utang Piutang Bahan Bakar untuk Nelayan di Desa Poja Mengenai praktik pelaksanaan utang piutang bahan bakar untuk nelayan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Poja berawal dari kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu penjual dan nelayan. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Astiha selaku penjual bahan bakar bahwa:
Memang praktik utang piutang bahan bakar seperti ini sudah sangat lama dan menjadi kebiasaan di Desa kita, tetapi tidak semua nelayan yang ingin membeli bahan bakar melakukan utang, melainkan ada juga yang langsung bayar, kesepakatan antara saya dan nelayan yaitu nelayan akan membayar utangnya setelah pulang mencari ikan namun sering kali para nelayan melanggar kesepakatan tersebut dikarenakan pendapatan mereka belum cukup untuk langsung membayar utangnya sesuai kesepakatan awal antara saya dan nelayan.43
Sebagaimana praktik utang piutang yang sering dilakukan para nelayan yakni Bapak Mustarub selaku nelayan yang sering berutang mengatakan bahwa:
43 Ibu Astiha, (Penjual bahan bakar), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 12 Juni 2020.
Praktik utang piutang bahan bakar yang sering dilakukan oleh sebagian masyarakat di Desa Poja ini memang sangat membantu terutama saya pribadi, namun dengan adanya penambahan harga yang diberikan oleh penjual bahan bakar dikarenakan tidak bisa bayar utang tepat waktu sesuai kesepakatan awal antara saya dan penjual dan kalaupun ada pendapatan saya setelah pulang mencari ikan kadang belum cukup untuk langsung bayar utang dikarenakan adanya kebutuhan lain. 44
Adapun kesepakatan antara para nelayan dan penjual bahan bakar, seperti yang dikemukakan oleh Ibu Julaena selaku penjual bahan bakar bahwa:
Ketika saya menjual bahan bakar kepada pembeli atau nelayan, saya sebagai penjual bahan bakar memberikan kesempatan kepada para nelayan untuk berutang dengan catatan nelayan ini membayar utang nya tepat waktu sesuai dengan kesepakatan awal yaitu, setelah nelayan pulang dari mencari ikan. Akan tetapi sering kali nelayan yang pulangnya tangan kosong atau tidak dapat ikan hasil nelayan sering sekali tidak bayar sesuai kesepakatan awal.45
Karena sering kali para nelayan ini melakukan utang piutang tidak membayar sesuai waktu yang disepakati sebelumnya antara penjual dan pembeli, seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Nuraini pihak yang berutang (Pembeli atau nelayan)
Saya kira dengan adanya penjelasan kami karena tidak dapat tangkap ikan penjual bisa paham akan keterlambatan bayar akan tetapi tetap tidak bisa di mengerti juga, dan penjual tetap akan menambah harga bayar mau tidak mau kami harus menerima walaupun secara terpaksa.46
Adapun waktu nelayan untuk menjaring atau mencari ikan yang dilakukan oleh nelayan di Desa Poja jaring ikan yang dilakukan bagi yang punya kapal besar atau sering di sebut baga oleh masyarakat Desa Poja yaitu di malam hari sampai terbit fajar atau sampai jam 07 pagi,
44 Bapak Mustarub, (Pembeli/nelayan), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 14 Juni 2020.
45Ibu Julaena, (Penjual bahan bakar), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 13 Juni 2020.
46 Ibu Jukiati, (Pembeli/nelayan), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 15 Juni 2020.
penangkapan ikan bagi yang punya kapal kecil yang sering disebut sebagai moto dalam bahasa bima nya yaitu di mulai pada pagi hari sampai sore, dan kadang sebagian nelayan di Desa Poja juga sering menginap dua sampai tiga hari untuk mencari ikan.
2. Bentuk Praktik dalam Utang Piutang Bahan Bakar di Desa Poja Bentuk praktik utang piutang yang sering dilakukan masyarakat di Desa Poja ini terjadi yaitu secara lisan saja. Yakni pihak yang berutang (nelayan) mendatangi toko penjual bahan bakar dan bertemu langsung dengan pemberi utang (penjual) dan melakukan kesepakatan utang piutang bahan bakar tersebut, Seperti yang diungkapkan oleh ibu Dewi selaku penjual:
Biasanya nelayan yang ingin berutang langsung datang ke tempat saya jual bahan bakar (toko) disitu saya dan nelayan yang berutang melakukan kesepakatan utang piutang tersebut. Bahwa nelayan ini akan membayar utangnya setelah pulang mencari ikan, namun sering kali nelayan melanggar kesepakatan tersebut. oleh karena itu terjadilah penambahan harga dari saya (penjual) kalau mereka tidak terima dengan penambahan harga, suatu saat mereka utang lagi saya tidak mau kasih utang lagi, lagian bukan cuma saya yang melakukan seperti hal demikian, penjual yang lain juga seperti itu, kita juga tidak mau rugi nanti nelayan sudah keenakan telat akan jadi kebiasaan terus-menerus lebih baik naikin saja harganya.47
3. Problematika Utang Piutang Bahan Bakar untuk Nelayan
Sering kali permasalahan yang timbul dari praktik pelaksanaan utang piutang bahan bakar yang di lakukan oleh masyarakat Desa Poja yakni penjual dan pembeli atau sebagian para nelayan yang melakukan
47 Ibu Dewi, (Penjual bahan bakar), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 16 Juni 2020.
utang piutang tersebut. Melakukan kesepakatan akan membayar hutangnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati pada awalnya, akan tetapi pembeli atau nelayan tersebut sering menunda pembayaran utang yang katanya belum cukupnya hasil tangkapan ikan kalaupun ada itu cuma bisa untuk kebutuhan sehari-hari saja. Oleh karena itu sering kali pihak yang berutang (nelayan) menunda pembayaran hutangnya sehingga terjadilah penambahan harga dari penjual bahan bakar tersebut.
Seperti yang ungkapkan oleh Ibu Saorah ketua yaitu nelayan yang sering menemukan permasalahan tersebut terjadi di tengah-tengah masyarakat Desa Poja bahan bakar untuk nelayan yang ditambahkan harganya yang dilakukan oleh para penjual kepada para pihak yang berutang yaitu sebagian masyarakat Desa Poja ini sewajarnya harus di pertimbangkan kembali baik demi kebaikan sesama nelayan atau pembeli pada umumnya, agar tidak terus menerus terjadi hal seperti ini.
Ibu Saorah mengungkapkan:
Maunya kita sebagai pembeli coba dibicarakan dulu dari awal biar tidak adanya kesalahpahaman dikemudian hari antara penjual dan kami yang ngutang, kami kan tidak tau suami kami bawa pulang ikan atau tidak, sebenarnya diposisi ini kami serba salah dek, mana suami tidak ada bawa pulang ikan terus harus bayar hutang apalagi dinaikin harga lagi sama penjual, saya juga sangat kecewa atas sikap penjual yang seperti itu.48
Senada dengan yang diungkapkan oleh Ibu Saorah. Bapak Basrin sering sekali merasa kecewa atas sikap penjual yang hanya semena-mena langsung naikin harga tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada kami:
48 Ibu Saorah, (Pembeli/nelayan) Wawancara, Desa Poja, Tanggal 15 juni 2020.
Tidak ada kesepakatan awal bahwa jika tidak bisa bayar tepat waktu saya akan naikin harga mungkin saya bisa paham, ini sama sekali tidak ada diberitau terlebih dahulu, mau tidak mau saya harus terima dek kalau tidak mau ya saya mau ngutang dimana lagi, ungkapnya.49
Hal yang sama pula diungkapkan oleh Ibu Bapak Mahmud bahwa:
Memang praktik utang piutang tersebut sudah lama terjadi dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Poja ini dek, utang piutang yang dilakukan juga hanya didasari rasa saling percaya saja. Dari saya sebagai nelayan mau tidak mau tetap melakukan utang seperti itu walaupun pihak pemberi hutang tetap menambah harga bayaran, kalau tidak saya ngutang lagi kan saya tidak bisa pergi menangkap ikan lagi seperti biasa ungkapnya.50
Begitupun yang diungkapkan oleh bapak Abdulakhir yang merupakan nelayan selaku Ketua Rt di Dusun Poja Toi dalam hal jual beli sangat penting itu harus memberikan kepastian baik penjual maupun pembeli dan harus disesuaikan dengan rukun dan syarat jual beli itu baru dikatakan jual beli yang sah, sementara yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Desa Poja sangat melenceng dari rukun dan syarat jual beli yang seharusnya diterapkan.
Bapak Ishaka mengungkapkan bahwa:
Terkait pelaksanaan praktik utang piutang ini saya sendiri mengetahui, tapi masyarakat disini masih tetap melakukan praktik tersebut, seharusnya masyarakat sadar dan tidak mengulangi kebiasaan buruk seperti itu lagi, kita juga tidak harus menunggu adanya konflik antara penjual, pembeli atau para nelayan dulu baru kita sadar, seharusnya kita harus sadar bahwa praktik seperti ini tidak baik untuk dilakukan. Saya selaku tokoh masyarakat yang ada di Desa Poja ini akan memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa dalam melakukan utang piutang, baik utang
49 Bapak Basrin, (Pembeli/nelayan), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 16 Juni 2020.
50 Bapak Mahmud, (Pembeli/nelayan), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 18 Juni 2020.
uang ataupun barang-barang lainnya kita harus sesuaikan dengan kesepakatan awalnya. Tidak boleh melakukan praktik yang bisa merugikan salah satu pihak saja karena itu perbuatan yang tidak disukai Allah Swt ungkapnya.51
Transaksi utang piutang yang terjadi pada masyarakat Desa Poja bagi pihak-pihak yang bersangkutan yaitu nelayan dan pemberi hutang (penjual) istilah bahasa yang sering dipergunakan oleh masyarakat Desa Poja merupakan praktik yang sudah lama terjadi. Dengan mayoritas warganya yang menganut agama Islam. Oleh karena itu dengan adanya praktik seperti itu harus benar-benar mendapatkan solusi agar praktik tersebut sesuai dengan Syariat Islam dan teori muamalah. Hal tersebut dikarenakan minimnya ilmu pengetahuan dan hanya mengikuti praktik yang sudah ada sejak dulu tanpa adanya perubahan.
51 Bapak Ishaka, (Tokoh Masyarakat), Wawancara, Desa Poja, Tanggal 20 Juni 2020.
Penjual dan pembeli, berikut nama-nama responden tersebut:
Tabel. 2.5
Nama-Nama Responden Penjual dan Pembeli
No Nama Keterangan
1 Julaena Penjual
2 Dewi Penjual
3 Astiha Penjual
4 Jukiati Nelayan
5 Saorah Nelayan
6 M. Ali Ismail Nelayan
7 Mustarub Nelayan
8 Mahmud Gani Nelayan
9 Abdulakhir Ketua RT
10 Ishaka Tokoh Masyarakat
BAB III PEMBAHASAN
A. Analisis Praktik Pelaksanaan Utang Piutang Bahan Bakar untuk Nelayan di Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada penjelasan sebelumnya terkait dengan praktik utang piutang yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Desa Poja merupakan salah satu cara yang biasa ditempuh dan sudah menjadi kebiasaan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang mereka alami.
Praktik utang piutang bahan bakar untuk nelayan dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat sebagaimana utang piutang pada umumnya.
Dalam penerapannya lafadz yang dijadikan ijab dan kabul dilakukan dengan menggunakan tradisi dan adat atau kebiasaan dari masyarakat di Desa Poja itu sendiri.
1. Praktik Utang Piutang Bahan Bakar di Desa Poja
Di Desa Poja utang piutang mempunyai kemiripan dengan pinjam meminjam. Utang piutang yang dilakukan penjual kepada yang berutang nelayan yaitu kesepakatan antara keduanya bahwa nelayan yang berutang akan membayar utangnya setelah pulang mencari ikan. Akan tetapi, yang sering terjadi nelayan yang tidak ada pendapatan sudah jelas akan melanggar kesepakatan keduanya. Oleh sebab itu, pemberi utang langsung menambahkan harga bayaran bahan bakar yang di utangi nelayan,
sedangkan dalam praktiknya yang terjadi di Desa Poja Kecamatan sape Kabupaten Bima tidak ada kesepakatan bahwa akan ada tambahan harga jika tidak langsung membayar setelah pulang mencari ikan.
Berdasarkan penjelasan diatas terkait pelaksanaan praktik yang dilakukan oleh kedua belah pihak penjual bahan bakar dan yang berutang (nelayan) praktik tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam bahwa dalam praktiknya dapat merugikan salah satu pihak dikarenakan tidak adanya pemberitauan awal oleh penjual bahan bakar kepada yang berutang (nelayan) bahwa akan ada tambahan harga jika ada pihak yang melanggar kesepakatan awal.
2. Akad Utang Piutang
Utang piutang yang terjadi di Desa Poja berdasarkan saling percaya dan hanya perjanjian lisan saja. Praktik utang piutang di Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima sudah berlangsung lama dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Poja pihak yang menjalankan transaksi tersebut belum mengetahui pasti berapa lamanya, dilihat dari rukun dan syarat utang piutang memang sudah terpenuhi yaitu:
Adapun rukun dan syarat utang piutang sebagai berikut:
a. Biasanya pinjaman utang harus diketahui dengan takaran, timbangan, atau jumlahnya.
b. Sifat pinjaman utang tidak sah dari orang yang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipinjamkan atau orang yang tidak normal akalnya.
c. Sifat pinjaman utang dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan.
Untuk menyatakan sahnya suatu akad dalam melakukan utang piutang, yakni:
a. Orang yang berutang dan pemberi utang itu sudah dewasa.
b. Memiliki pikiran yang sehat.
c. Barangnya sudah jelas.
Seperti yang diungkapkan oleh beberapa nelayan yang berutang mereka merasa dirinya kecewa dan dirugikan oleh penjual bahan bakar selain tidak adanya pemberitahuan sebelumnya bahwa akan ada tambahan harga jika tidak langsung membayar utang setelah nelayan pulang mencari ikan, karena sering kali terjadi nelayan pulang dengan tangan kosong atau tidak adanya pendapatan sudah jelas akan melanggar kesepakatan awal tadi dan kalaupun ada pendapatan nelayan jika belum cukup untuk langsung membayar utangnya pasti akan melanggar kesepakatan tersebut.
dikarenakan adanya kebutuhan lain seperti kebutuhan rumah dalam tangga.
Dalam menjalankan kehidupan manusia pasti melakukan berbagai macam cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing dalam setiap masyarakat, berbisnis, maupun hal lainnya. Karena dikatakan manusia adalah mahkluk sosial yang tidak lepas dari bantuan orang lain.
Hal itu didasari karena adanya suatu perekonomian setiap orang berbeda- beda, mulai dari yang rendah, sedang, maupun tinggi. Hal itu biasa terjadi
apabila ada salah satu pihak yang merasa membutuhkan pertolongan dengan cara sistem berutang.
Kedua pihak yang melakukan transaksi utang piutang tersebut merupakan orang yang sudah cakap dalam bertindak hukum, berakal, begitu pula jika dilihat dari objeknya yang merupakan benda yang berbentuk uang maupun barang maka dalam hal tersebut sudah memenuhi syarat karena pihak pemberi utang sudah menyerahkan benda tersebut kepada pihak yang berutang (nelayan). Yang berarti barang tersebut sudah berpindah tangan, dan hal tersebut sudah terpenuhinya dalam akad yaitu adanya perjanjian lisan antara nelayan dan pemberi hutang.
Pada dasarnya masyarakat Poja yang melakukan transaksi utang piutang tersebut sudah dikatakan sebagai perekonomian yang menengah karena dengan penghasilan mereka yang hanya sebagai bermata pencaharian sebagai nelayan saja sudah dikatakan cukup lumayan mendapatkan hasil yang mereka peroleh, Karena dalam sehari atau semalam bahwa bermalam malam di laut bisa dua sampai tiga haripun mereka berlaut kadang cukup terkadang tidak untuk langsung bayar utang dikarenakan banyaknya kebutuhan lain seperti pangan, papan, dan sandang.
Praktik utang piutang yang terjadi pada masyarakat Desa Poja khususnya bagi sebagian nelayan yang melakukan utang piutang kurang dianggap tepat, karena pada awalnya yang namanya utang merupakan perbuatan tolong menolong tanpa adanya persyaratan yang diberikan
kepada yang berutang dalam praktik tersebut adanya persyaratan yang diberikan oleh pemberi utang kepada yang berutang (nelayan) memang dari segi praktiknya sangat membantu para nelayan yang membutuhkan pertolongan dengan cara berutang. Namun, adanya penambahan harga dapat merugikan salah satu pihak yaitu nelayan dan yang berutang memang pada dasarnya mereka saling ridho tapi menurut penulis ridho tersebut tidak sepenuhnya ikhlas karena ada tambahan harga yang harus dibayarkan oleh pihak yang berutang (nelayan) terkadang tambahan pembayaran tersebut menjadi beban para pihak berutang (nelayan). Dalam hal ini orang yang melakukan tambahan harga setiap cerigen bahan bakar tersebut berarti telah mengambil hak orang lain yang bukan haknya.
Jadi praktik utang piutang yang belum jelas kesepakatan antara kedua belah pihak yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Poja khususnya penjual bahan bakar dan nelayan merupakan utang piutang yang belum memenuhi rukun dan syarat utang piutang yakni adanya tambahan harga yang belum jelas pada kesepakatan awal, utang piutang ini termasuk utang piutang yang tidak diperbolehkan karena bersifat tidak pasti yang membuat nelayan merasa kecewa dan dirugikan.
B. Analisis Fiqh Muamalah terhadap Praktik Utang Piutang Bahan Bakar untuk Nelayan di Desa Poja Kecamatan Sape Kabupaten Bima
Fiqh muamalah merupakan ilmu tentang hukum berbagai macam kegiatan atau transaksi yang dilakukan manusia sesuai dengan aturan yang telah diatur dalam Islam. Dasar hukumnya sendiri berasal dari al-Qur‟an,
Hadist Nabi, dan ijma‟. Ruang lingkup fiqh mauamalah mencakup yaitu seluruh aspek kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya. Manfaat mempelajari fiqh muamalah adalah agar dapat menghindari kesalahan dalam melaksanakan perintah Allah swt.
Dalam fiqh muamalah praktik utang piutang bahan bakar dilakukan masyarakat Desa Poja yakni adanya tambahan harga yang belum jelas kesepakatan awal antara keduanya dan dapat merugikan salah satu pihak saja dan belum memenuhi rukun dan syarat utang piutang yang ditetapkan dalam Islam.52 Akan tetapi yang berutang (nelayan) merasa dirugikan atas sikap penjual yang langsung menambah harga tanpa konfirmasi kepada nelayan.
Jika salah satu dari kedua belah pihak ada yang merasa dirugikan atau merasa dapat keuntungan, maka dalam transaksi tersebut tergolong dalam istilah riba, dan segala jenis riba dalam Islam hukumnya haram dan jelas sangat tidak di perbolehkan.
Pada zaman Rasulullah saw, para sahabat mampu menjalankan fiqh muamalah dengan sangat sempurna berdasarkan tuntunan dari Rasulullah saw sehingga terciptalah kesejahteraan. Fiqh muamalah hanya mengatur dasar bermuamalah seperti jujur, amanah, toleransi. Jadi selama bentuk-bentuk muamalah di zaman modern ini tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan As- Sunnah, maka dapat diterima dengan syarat sejalan dengan tujuan syariah yaitu demi kemaslahatan umat manusia. Dengan kata lain, fiqh muamalah ini bersifat fleksibel dan menyesuaikan zaman.
52 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam…, hlm.309.