• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORETIS .............................................................. 18-37

B. Macam-Macam Akhlak

Berdasarkan sifatnya akhlak terbagi menjadi dua bagian pertama akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak mulia dan yang kedua akhlak madzmumah (akhlak tercela).

a. Akhlak Terpuji (akhlak mahmudah)

Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang spontan dilakukan dan tidak dilebih-lebihkan. Akhlak yang baik dalam ajaran agama Islam yaitu menjalankan kewajiban dan menjauhi larangannya. Misalnya berperilaku yang baik dan sopan tanpa mengenal usia, rajin beramal, jujur dalam ucapan, amanah, menjaga lisan, bertanggung jawab, dan sifat positif lainnya. Kemuliaan akhlak seseorang bukan hanya membawa berkah dalam dirinya tapi juga menjadi modal utama dalam membangun generasi Islami.

Adapun macam-macam akhlak mahmudah adalah sebagai berikut:

1) Disiplin

2) Menghormati Guru

3) Ikhlas (berbuat semata-mata karena Allah) 4) Amanah (dapat dipercaya)

5) „Adl (adil) 6) „Afw (pemaaf)

7) Wafa‟ (menepati janji)

8) „Iffah (menjaga kehormatan diri) 9) Haya‟ (punya rasa malu)

10) Qana‟ah (merasa cukup dengan pemberian Allah), dll.8

Mengenai hal ini, akhlakul karimah yang akan difokuskan untuk diteliti ialah tentang kedisiplinan dan menghormati guru. Disiplin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila berdasar atas kesadaran diri sendiri. Disiplin yang tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak akan dapat bertahan lama. Disiplin tumbuh atas dasar kesadaran diri sendiri yang demikian itulah diharapkan selalu tertanam dalam diri peserta didik. Disiplin dalam belajar berkaitan erat dengan kepatuhan peserta didik terhadap peraturan tertentu, baik yang diterapkan oleh diri sendiri mapun orang lain. Disiplin merupakan modal utama dalam menghasilkan perilaku yang positif dan produktif. Positif yakni sadar akan tujuan yang akan dicapai, sedangkan produktif adalah melakukan kegiatan yang bermanfaat.9

Seorang peserta didik dituntut untuk menghormati gurunya. Sebab semua tugas yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia dengan sebaik-baiknya karena setiap orang akan mempertanggung-jawabkannya dihadapan Allah swt, termasuk seorang pelajar yang tengah menuntut ilmu. Salah satu cara menghormati guru adalah tidak kencang berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak memulai percakapan dengannya kecuali tanpa izinnya, tidak banyak bicara disisinya, tidak menanyakan sesuatu ketika ia bosan serta menjaga waktu. Kesimpulannya peserta didik harus berusaha mendapat ridhanya, menghindari kemarahannya, dan patuh kepadanya dalam hal kebaikan, jangan sampai melakukan sesuatu yang mendorong ke arah kemaksiatan.10

8Didik Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h.

224.

9Tu’u Tulus, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 13.

10Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), h. 95.

24

b. Akhlak Tercela (akhlak madzmumah)

Akhlak tercela disebut juga akhlakul madzmumah yaitu sifat dan tingkah laku yang buruk terhadap Allah, sesama manusia dan makhluk lain serta lingkungan agar setiap muslim menghindari sikap tercela karena ini sangat merusak kehidupan manusia, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat maupun kehidupan bernegara. Akhlak tercela merupakan sikap berlebihan, berperilaku buruk, takabbur, ingkar janji, khianat, tidak bersyukur, sombong, serakah, tidak tahu malu, munafik, bangga diri, dan sebagainya. Akhlak tercela adalah perangai yang tercermin dari tutur kata, tingkah laku yang kurang baik. Al-Qur’an memberi peringatan untuk menjauhi akhlak yang buruk atau tercela yang dapat merusak iman seseorang dan pada akhirnya akan melahirkan tindakan-tindakan yang buruk.11

Adapun macam-macam akhlak madzmumah adalah sebagai berikut:

1) Bakhil (kikir) 2) Kizb (dusta)

3) Khianah (berkhianat)

4) Zulm (zalim atau berbuat aniaya) 5) Hasad (dengki)

6) Takabur (sombong) 7) Isr‟af (berlebih-lebihan) 8) Kasal (malas) dll.12

Memahami macam-macam akhlak dalam Islam sebagaimana yang dijelaskan di atas, dapat dikemukakan bahwa pembagian akhlak dalam Islam

11M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2007), h. 55.

12Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, h. 225.

mengacu pada keimanan sebagai motif utama manusia berperilaku. Seseorang termotivasi untuk berakhlakul karimah karena meyakini bahwa perbuatannya disaksikan Allah swt dan akan mendapat balasannya.

Adapun dua faktor yang memengaruhi akhlak yaitu:

a) Faktor Internal, meliputi beberapa hal:

1) Insting atau Naluri

Insting adalah karakter yang melekat dalam jiwa seseorang yang dibawanya sejak lahir dan merupakan faktor utama yang memunculkan sikap dan perilaku dalam dirinya.

2) Adat/Kebiasaan

Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan seseorang secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.

3) Keturunan

Maksudnya adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada anak. Jadi sifat-sifat yang ada pada anak merupakan pantulan sifat dari orang tuanya karena keluarga adalah tempat belajar paling utama bagi seorang anak.13 b) Faktor Eksternal, meliputi beberapa hal:

1) Lingkungan Alam, merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.

2) Lingkungan Pergaulan, mulai dari keluarga dan tempat tinggal. Sebelum seorang anak bergaul dengan lingkungan sekitarnya, ia lebih dulu menerima pengalaman-pengalaman dari keluarga dekatnya sebagai bekal dalam pergaulannya.

13Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern (Bandung: Marja, 2012), h. 27-28.

26

3) Lingkungan Sekolah/Tempat Kerja, dimana individu melakukan sebagian aktivitasnya ditempat tersebut, dan berpotensi untuk memberikan pengaruh terhadap karakter atau perilakunya.14

Berdasarkan penjelasan di atas, faktor dari dalam diri peserta didik dapat berpengaruh terhadap akhlak seperti kondisi psikologis yang diperoleh dari keturunan. Sedangkan faktor dari luar yang dapat berpengaruh terhadap akhlak peserta didik seperti lingkungan sosial, keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

C. Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Pembinaan Akhlak 1. Pengertian Guru Akidah Akhlak

Guru menurut Hamdan Ihsan dan Fuad Ihsan adalah pendidik atau orang dewasa yang bertanggung jawab dalam memberi bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.15 Sedangkan kata guru apabila dipandang dari perspektif Islam yakni, orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan potensi peserta didik, seperti potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Menurut Zakiah Daradjat guru adalah pendidik profesional karena ia telah merelakan dirinya memikul tanggung jawab pendidikan yg terpikul dipundak orang tua. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa guru adalah sesorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan mereka dalam melaksanakan peranannya membimbing muridnya di mana ia harus sanggup

14Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern, h. 28-30.

15Hamdan Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 93.

menilai diri sendiri tanpa melebihkannya, serta sanggup berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain. Pendapat ini didukung oleh Hadari Nawawi, yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta ikut bertanggung jawab dalam membantu peserta didik mencapai kedewasaan masing-masing. Dengan kata lain guru tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan peserta didik untuk menjadi orang yang dewasa.16

Guru akidah akhlak adalah orang yang mengajar di madrasah untuk mewujudkan peserta didik yang Islami. Dalam lingkungan sekolah guru akidah akhlak memiliki peranan yang cukup besar dalam membina akhlak ke dalam diri peserta didik. Bertujuan agar terbentuknya perilaku atau karakter yang dapat dijadikan pegangan bagi peserta didik guna menghadapi pengaruh-pengaruh negatif terhadap lingkungan luar. Jadi, guru akidah akhlak merupakan seseorang yang melakukan kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran (menjadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara).

Secara etimologi akidah berakar dari kata „aqada-ya‟qidu-aqdan- aqidatan‟. Aqdan artinya simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Relevansi arti kata Aqdan dan akidah adalah keyakinan itu tersimpul kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Sedangkan pengertian etimologis, akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia bersadasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Jadi akidah adalah setiap setiap perkara

16Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 266.

28

yang dibenarkan oleh jiwa dan hati, serta menjadi keyakinan yang tidak ada keraguan di dalamnya.17

Akidah akhlak merupakan salah satu materi pendidikan agama Islam.

Dalam materi akidah akhlak dijelaskan tentang dasar-dasar keimanan terhadap Allah swt, dan juga nilai-nilai tauhid lainnya. Kemudian dalam materi akhlak dikaji dan dijelaskan tentang konsep akhlak serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pembahasan tentang akidah dan akhlak menjadi penting agar peserta didik memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh atas keimanan, dan pada saat yang sama dia juga mampu mewujudkan nilai-nilai keimanannya dalam kehidupan masyarakat dalam bentuk akhlak yang baik.

Pendidikan akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, dan pembiasaan.

Akidah dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat. Akidah sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam menghadapi kehidupan, karena akidah menjadi landasan terciptanya akhlak yang baik terhadap seseorang. Akhlak yang baik terwujud atas perjuangan antara akal dan nafsu yang saling mendominasi sehingga dari waktu ke waktu berubah menjadi kebiasaan dan perangai yang tetap. Perilaku yang baik menjadi salah satu bukti dari keimanan yang kuat. Oleh karena itu, akidah dan akhlak seringkali disandingkan karena memiliki keterikatan yang erat satu sama lain.18

17Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam (Yogyakarta: LPPI, 2013), h. 1.

18Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Republika Penerbit, 2018), h. 60.

Dalam proses belajar mengajar guru harus bisa memposisikan diri sesuai dengan status dan profesinya. Guru dituntut untuk bisa menerapkan dan mengeluarkan potensi dirinya sebagai seorang pendidik terutama saat menyampaikan bahan ajar yang ditandai dengan penguasaan materi dan cara menjelaskan yang lugas sehingga peserta didik dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan. Dengan kata lain bahwa untuk menjadi seorang pendidik maka ia juga harus terdidik dalam artian seseorang yang berkarakter, sebab mendidik berarti mentransfer nilai-nilai pada peserta didik yang kemudian diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa guru akidah akhlak adalah guru yang berperan penting serta bertanggung jawab dalam memberikan didikan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan peserta didiknya agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt untuk menjadikannya pribadi yang cerdas, terampil, unggul dan berakhlak mulia yang berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadis.

2. Syarat-Syarat Menjadi Guru Akidah Akhlak

Dalam usaha menjalankan tugasnya dengan baik dan sempurna, serta menguasai ilmu yang akan disampaikan kepada peserta didiknya seorang guru tentunya perlu keahlian khusus dalam bidangnya, begitu pula halnya dengan guru akidah akhlak yang merupakan seorang pendidik Islam yang beriman, bertakwa kepada Allah swt, ikhlas, berakhlak yang baik, mempunyai kecakapan mendidik, bertanggung jawab, mempuyai sifat teladan, serta memiliki kompetensi keguruan yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan bahan ajar, dan kompetensi tata cara mengajar.19

19Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 37.

30

Menjadi seorang guru khususnya guru agama adalah tanggung jawab yang besar di dunia terlebih lagi di akhirat. Oleh karena itu syarat-syarat yang harus terpenuhi meliputi syarat personal, syarat sosial, dan syarat profesional.

Menurut Zuhairini dkk, syarat personal pendidik adalah sebagai berikut:

a. Mempunyai ijazah formal.

b. Sehat jasmani dan rohani.

c. Berakhlak yang baik.20

Adapun syarat sosial menurut Siswanto yaitu pribadi yang telah merupakan satuan dari masyarakat, atau individu yang berhasil dengan baik dalam bersosialisai dan menyesuaikan diri. Jadi kompetensi sosial seorang guru adalah kemampuan guru dalam berintegrasi dengan masyarakat sehingga dirinya diterima sebagai salah seorang anggota masyarakat dilingkungannya.

Menurut Suwarno syarat profesional adalah:

1) Kedewasaan 2) Identifikasi norma 3) Identifikasi dengan anak 4) Knowledge

5) Skill 6) Attitude.21

Dalam dunia pendidikan guru agama tidak hanya menyampaikan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan karena yang terpenting adalah bagaimana seorang guru mampu menjadi figur yang baik untuk dijadikan tauladan dalam setiap aktivitas dan perilaku sehari-hari. Maka jelaslah bahwa unsur kepribadian guru agama mempunyai peran yang utama dalam terwujudnya tujuan pendidikan

20Zuhairini dkk, Metode Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.

33.

21Suwarno, Pengantar Umum pendidikan (Bandung: Aksara Baru, 1984), h. 89-90.

agama. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa setiap guru mempunyai pribadi masing-masing yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi yg mereka miliki. Ciri inilah yang membedakan seorang guru agama dengan yang lainnya. Kepribadian merupakan sesuatu yang abstrak, hanya bisa dilihat melalui keterampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan ketika menghadapi suatu persoalan.22 Oleh karena itu guru agama harus mencerminkan kepribadian muslim dari seluruh aspeknya yakni tingkah laku yang berlandaskan perintah Allah swt.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa seorang guru agama harus memenuhi syarat sebagai guru agama, agar dapat berhasil dalam menjalankan tugasnya. Di antaranya adalah tak terlepas dari akhlak yang mulia sebagai bekal utama.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Akidah Akhlak

Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa guru akidah akhlak merupakan manusia yang berprofesi sebagai pengajar, mendidik anak bangsa dengan ilmu agama, yang memang sudah memjadi kewajiban dan tanggung jawabnya. Di lingkungan sekolah seorang guru agama Islam khususnya guru akidah akhlak memiliki peran yang penting dalam membina akhlak mulia dan pembentukan kepribadian peserta didik. Hal ini bertujuan agar terbentuknya karakter Islami yang dapat menjadi pegangan ketika berada di lingkungan luar.

Namun pelajaran tidak ada artinya jika tidak dibarengi dengan kesungguhan hati dalam mewujudkannya dalam hidup keseharian.

Tanggung jawab merupakan salah satu nilai karakter yang perlu ditanamkan dalam pribadi setiap insan, guna menjadi insan yang berkepribadian baik. Lebih jelasnya tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan terhadap diri

22Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta:

Reneka Cipta, 2000), h. 39.

32

sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya, negara, dan Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu tanggung jawab adalah tolok ukur sederhana terhadap sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.23

Adapun tugas dan tanggung jawab guru akidah akhlak pada umumnya adalah untuk memberikan pengajaran mengenai ilmu agama, menanamkan keimanan kedalam jiwa peserta didik, dan mendidik peserta didik agar taat dalam beragama dan berbudi pekerti mulia. Selain itu sikap positif bagi seorang guru tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dengan rasa ikhlas dan berpikir positif dalam memberikan bimbingan terhadap peserta didik maka ilmu yang diberikan akan mudah diterima dan dimengerti.

Untuk menjalankan tugasnya ada prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam belajar mengajar ilmu agama seperti dikemukakan oleh Ramayulis bahwa seorang guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Persiapan mengajar harus dibuat dengan matang, sehingga dapat memberi kesan pada peserta didik bahwa gurunya patut dicontoh.

b. Membiasakan praktek dan kebiasaan keagamaan sejak dini.

c. Menceritakan kisah tokoh-tokoh agama maupun pejuang negara untuk mengajarkan aspek kebaikan dan kemuliaannya dalam perjuangan hidup.

d. Membiasakan praktek ibadah dan membimbing peserta didik menghafal ayat- ayat al-Qur’an dan Hadis.24

Dalam pelaksanaannya, seorang guru wajib mendakwahkan ajaran agama dengan menerapkannya dalam kehidupan dan mengamalkannya terhadap sesama..

23Nurhadi dan Muhammad Irhamuddin Harahap, Konsep Tanggung Jawab Pendidik dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Guepedia, 2020), h. 17.

24Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 81-82.

Hal itu dapat dilihat dari firman Allah swt pada QS. Al-Imran/3:104 sebagai berikut:

ۗ ِسَكْنُوْلا ِيَع َى ْىَهْنَي َو ِف ْو ُسْعَوْلاِب َى ْو ُسُهْأَي َو ِسْيَخْلا ًَلِا َى ْىُعْدَّي ٌتَّهُا ْنُكْنِّه ْيُكَتْل َو َى ْىُحِلْفُوْلا ُنُه َكِٕى ٰۤلوُا َو

Terjemahnya:

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.25

Berdasarkan firman Allah swt yang terdapat dalam QS. Al-Imran peneliti dapat memahami bahwa seorang guru harus mengajari peserta didiknya untuk selalu berbuat baik dan mengamalkan nilai-nilai agama yaitu dengan mengajak dalam hal kebaikan dan mencegah keburukan melalui sikap dan perilaku yang terpuji. Namun semuanya tidak dapat terlaksana jika hanya sekedar kata tetapi perlu pembiasaan untuk menerapkan sifat-sifat baik di dalam diri. Misalnya guru harus membiasakan peserta didik agar selalu berjabat tangan dan mencium tangan guru ketika pulang sekolah, memberi salam ketika bertemu dengan guru di jalan maupun saat sedang berpapasan. Sebab semua hal-hal baik perlu dibiasakan dengan demikian akan berubah menjadi karakter yang akan melekat pada diri setiap orang, seperti istilah bisa karena biasa. Dalam hal mengajak kepada kebaikan bukan lagi berbicara tentang profesi melainkan sudah menjadi tugas setiap insan untuk saling mengingatkan satu sama lain, jadi bukan hanya guru agama saja yang bertindak dalam perbaikan akhlak tetapi semua guru harus memberikan motivasi dan menyisipkan hal-hal kebaikan ketika mengajar, dan memberikan pemahaman yang baik tentang arti kehidupan.

Adapun dalam perspektif QS.Al-Anbiya’ ayat 107 agar umat Islam bisa menjadi rahmat bagi semesta alam:

25Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 64.

34

َيْيِوَلٰعْلِّل ًتَوْح َز َّلِْا َكٰنْلَس ْزَا ٓاَه َو

Terjemahnya:

Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.26

Dalam tafsirnya, al Maraghi menyatakan bahwa Rasulullah Saw., diutus dengan membawa ajaran yang mengandung kemaslahatan di dunia dan akhirat.

Hanya saja orang-orang kafir tidak mau memanfaatkannya namun malah berpaling darinya akibattabiatnya yang telah rusak, tidak menerima rahmat ini dan mensyukuri nikmat ini, sehingga tidak merasakan kebahagiaan dalam urusan agama maupun dunia.

4. Peran Guru Akidah Akhlak dalam Membina Akhlak Mulia Peserta Didik

Seorang pendidik tidak terlepas dari peran. Peran dan tugas merupakan dua hal yang berbeda namun saling berhubungan. Dibalik keberhasilan tugas seorang pendidik tentu ada sebuah peran yang dimainkan oleh pendidik itu sendiri. Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status jika seseorang telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia telah menjalankan suatu peran. Kata peranan berasal dari kata peran, yang berarti sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat. Istilah peran sering kali disematkan dengan hal yang berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa peran adalah tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang melaksanakan sesuatu.27

26Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 331.

27Bagja Waluya, Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (Bandung: Setia Purna Inves, 2007), h. 24.

Dalam ruang lingkup sekolah, orang-orang yang dianggap sebagai model oleh peserta didik pada umumnya adalah gurunya sendiri. Guru sangat berperan dalam pembinaan akhlak. Guru juga bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, baik secara individual atau klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dapat diartikan bahwa peranan guru adalah bagian tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengajarkan ilmu agama terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.28

Untuk mendapatkan hasil yang optimal diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru yang harus dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat berpengaruh terhadap peserta didik. Sehingga mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peserta didik dan juga oleh guru yang bersangkutan yakni guru akidah akhlak.

Peran pendidik dalam membina akhlak terhadap peserta didik sejalan dengan yang diajarkan dan diperjuangkan oleh Rasulullah saw, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Peran guru dalam mendidik dan membina kehidupan beragama di sekolah memberikan pengaruh positif dalam pembentukan akhlak peserta didik, karena guru adalah sebagai sosok insan yang berwibawa dan dihormati oleh peserta didik. Adapun peran guru yang harus dilakukan yaitu sebagai teladan, sebagai pemberi bimbingan, dan latihan pembiasaan.29

a. Sebagai Teladan

Teladan merupakan salah satu faktor penentu akan pentingnya pembinaan akhlak peserta didik. Teladan adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa

28Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h.

137.

29Amirulloh Syarbini dan Akhmad Khusaeri, Kiat-kiat Islami Mendidik Akhlak Remaja (Jakarta: PT. Elek Media Komputido, 2012), h. 44.

36

sehingga peserta didik mau melakukan apa yang dapat dilakukan. Karena pada umumnya peserta didik memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu.

Guru sebagai pendidik hendaknya bisa memberi teladan yang membangkitkan serta mengembangkan motivasi peserta didik. Dengan teladan, seseorang dapat bersungguh-sungguh memperbaiki akhlak karena adanya dukungan yang baik dalam membina akhlak peserta didik maka akan mewujudkan hasil yang baik pula.

Pemberian teladan yang diuraikan di atas dapat dilakukan dengan bercerita tentang bagaimana keteladanan Rasulullah sebagai contoh suri tauladan yang layak untuk ditiru, serta memberikan pujian kepada peserta didik ketika mereka melakukan hal positif. Dengan demikian suasana belajar akan lebih bersemangat dan menyenangkan sehingga pelajaran dapat dengan mudah diberikan dan diterima oleh peserta didik.

b. Sebagai Pemberi Bimbingan

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seorang individu untuk membantu mereka dalam mengatur kegiatan, mengembangkan pendirian atau pandangan hidupnya dan membuat keputusan.30 Pemberian bimbingan harus dilakukan dengan maksimal seperti arahan dan nasehat ketika peserta didik melakukan pelanggaran tata tertib sekolah, menanamkan sikap toleransi, dan memberikan contoh adab yang baik.

c. Latihan Pembiasaan

Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang sangat penting terutama bagi peserta didik yang masih belajar. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini atau masa remaja akan berdampak besar terhadap kepribadian atau karakter

30M. Ngalim Purwanto, Akidah dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 170.

Dokumen terkait