PERANAN GURU AKIDAH AKHLAK DALAM PEMBINAAN AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK DI MADRASAH
ALIYAH SWASTA ABNAUL AMIR GOWA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Oleh:
WARDA ISLAMIYAH NIM. 20100119046
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2023
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Warda Islamiyah
NIM : 20100119046
Tempat Tanggal Lahir: Moncobalang, 02 Juli 2000 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan
Alamat : Moncobalang Desa Bontosunggu Kabupaten Gowa
Judul : “Peranan Guru Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa”
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, baik sebagian atau keseluruhannya maka skripsi beserta gelar yang didapatkan batal demi tegaknya hukum yang berlaku.
Samata, 3 Februari 2023 Peneliti,
Warda Islamiyah NIM: 20100119046
iv
KATA PENGANTAR
ِِمْسِب ِِٰاللّ ِِن ٰمْحَّرلا ِِمْي ِحَّرلا
Segala puji bagi Allah swt seru sekalian alam, shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw, para sahabat, keluarga serta pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Karya ilmiah ini membahas tentang “Peranan Guru Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa”. Peneliti menyadari bahwa sejak persiapan dan proses penelitian ini terdapat banyak kesulitan dan tantangan yang dihadapi, namun berkat ridha dari Allah swt dan bimbingan dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan tantangan yang dihadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, lewat tulisan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Peneliti mengucapkan permohonan maaf dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua saya yaitu Tajuddin dan Ibunda saya yaitu Salawati yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan, memberikan dukungan, motivasi, dan mencurahkan kasih sayang serta membiayai selama jenjang pendidikan peneliti. Semoga Allah swt senantiasa merahmati dan meridai setiap langkah kalian. Begitu pula peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. H. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D., selaku Rektor UIN Alauddin Makassar beserta Wakil Rektor I, Prof. Dr. H. Mardan, M.Ag., Wakil Rektor II, Prof. Dr. H. Wahyuddin Naro, M.Hum., Wakil Rektor III, Prof.
Dr. H. Darusalam Syamsuddin, M.Ag., dan Wakil Rektor IV, Dr. H.
Kamaluddin Abu Nawas, M.Ag., yang telah membina dan memimpin UIN
v
Alauddin Makassar menjadi tempat bagi peneliti untuk memperoleh ilmu baik dari segi akademik maupun ekstrakurikuler.
2. Dr. H. Marjuni, S.Ag., M.Pd.I., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar beserta Wakil Dekan I, Dr. M. Shabir U., M.Ag, Wakil Dekan II, Dr. M. Rusdi, M.Ag., dan Wakil Dekan III, Dr.
H. Ilyas, M.Pd., M.Si, yang telah membina penulis selama kuliah.
3. Dr. H. Syamsuri, S.S., M.A., dan Dr. Muhammad Rusmin B., M.Pd.I., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan petunjuk dan arahannya selama penyelesaian kuliah.
4. Dr. H. A. Marjuni, S.Ag., M.Pd.I. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar, Dr. M. Shabir U., M.Ag. Wakil Dekan I, Dr. H.
M. Rusdi, M.Ag., Wakil Dekan II, dan Dr. H. Ilyas, M.Pd., M.Si. Wakil Dekan III, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
5. Dr. H. Syamsuri, S.S., M.A. dan Dr. Muhammad Rusmin B., M.Pd.I.
Ketua dan sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Aauddin Makassar yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi selama peneliti menempuh kuliah berupa ilmu, nasihat, sampai peneliti dapat menyelesaikan kuliah.
6. Prof. Dr. H. Muhammad Amri, Lc., M.Ag. dan Dr. H. Muzakkir, M.Pd.I.
selaku Pembimbing I dan II yang telah bersedia dan sabar meluangkan waktu memberi arahan, koreksi, pengetahuan baru dalam Penelitian skripsi ini serta membimbing peneliti sampai tahap penyelesaian.
vi
7. Dr. H. Syamsul Qamar, M.Th.I. dan Dr. Muhammad Rusmin B., M.Pd.I.
Penguji I dan II yang telah memberi arahan, koreksi, masukan dan pengetahuan baru dalam perbaikan skripsi ini.
8. Kepada seluruh keluarga terimakasih atas do’a dan harapan baiknya yang selalu mendukung saya dalam suka dan duka untuk menggapai cita-cita.
9. Kepala Madrasah, para guru, dan staf pendidik serta adik-adik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir yang telah membantu peneliti dalam memperoleh informasi.
10. Teruntuk seseorang yang telah menemani saya berproses terimakasih atas segala kebaikan, dukungan, dan perhatiannya sehingga saya bisa sampai di titik ini.
11. Sahabat-sahabat tercinta saudari Mahdalena, Inna Safa’ah, dan Ummu Nurul Fitri. Terimakasih atas dorongan, motivasi, dan bantuannya. Tanpa kalian saya mungkin bukan apa-apa saat ini.
Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti berharap akan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Sekali lagi peneliti mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua orang. Aamiin.
Peneliti, 3 Februari 2023
Warda Islamiyah NIM: 20100119046
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR……… iv-vi DAFTAR ISI ... vi-vii ABSTRAK ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1-17 A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 9
C. Rumusan Masalah... 10
D. Kajian Pustaka ... 11
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 17
BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 18-37 A. Pembinaan Akhlak. ... 18
B. Macam-Macam Akhlak ... 22
C. Peran Guru Akidah Akhlak dalam Pembinaan Akhlak ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38-45 A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 38
B. Pendekatan Penelitian ... 38
C. Sumber Data ... 39
D. Instrumen Penelitian ... 40
E. Metode Pengumpulan Data ... 41
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42
G. Pengujian Keabsahan Data. ... 44
BAB IV PERANAN GURU AKIDAH AKHLAK DALAM PEMBINAAN AKHLAK MULIA PESERTA DIDK DI MADRASAH ALIYAH SWASTA ABNAUL AMIR GOWA 46-69 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46
B. Kondisi Akhlak Peserta Didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa. ... 55
C. Upaya-Upaya yang dilakukan Guru Akidah Akhlak dalam Pembinaan Akhlak Mulia Peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa ... 56
D. Peran Guru Akidah Akhlak dalam Pembinaan Akhlak Mulia Peserta Didik ... 62
viii
BAB V PENUTUP ... 69-71 A. Kesimpulan ... 69 B. Implikasi Penelitian ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72-74 LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix ABSTRAK Nama : Warda Islamiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : Peranan Guru Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menggambarkan bagaimana kondisi akhlak peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa 2) Mengungkapkan upaya-upaya yang dilakukan oleh guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa. 3) Menggambarkan peran guru akidah akhlak dalam membina akhlak peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan pedagogik dan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun sumber data penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan sekunder, kemudian teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan uji keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi dan jenis triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi teknik dan waktu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi akhlak peserta didik Madrasah Aliyah Swasta Amir Gowa pada umumnya sudah tergolong cukup baik yang dapat dibuktikan dengan peserta didik melaksanakan sholat dhuha dan dzuhur berjamaah, tidak datang terlambat, berbicara sopan santun, dan menghormati guru. Upaya-upaya yang dilakukan guru akidah akhlak dalam pembinaan akhlak mulia peserta didik adalah dengan melakukan kegiatan pembinaan akhlak seperti sholat dhuha dan dzuhur berjamaah, tahfidz al-Qur’an, dan pelaksanaan malam binaan iman dan takwa. Sedangkan peranan guru akidah akhlak dalam pembinaan akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa yaitu berperan sebagai teladan, sebagai pelatih, dan sebagai motivator. Guru menjadi contoh atau teladan yang baik bagi peserta didik dengan melakukan pembiasaan di lingkungan madrasah selain itu guru juga bekerjasama dengan pihak madrasah agar terwujudnya peserta didik yang berakhlak mulia.
Implikasi dari penelitian ini adalah peneliti berharap guru akidah akhlak senantiasa berperan untuk lebih aktif lagi dan berdedikasi tinggi dalam membimbing, memotivasi, dan mengarahkan peserta didik untuk berakhlak yang baik dari segi perkataan dan perbuatan. Serta diharapkan kepada peserta didik untuk lebih aktif dan berkontribusi untuk mengikuti kegiatan pembinaan akhlak yang sudah di tentukan.
1
Akhlak dalam agama Islam telah diajarkan kepada semua pemeluknya agar manusia bisa berguna bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga bagi orang lain. Manusia yang berakhlak akan dapat menghiasi dirinya dengan sifat kemanusiaan yang sempurna, menjadi manusia yang shaleh ataupun shalehah dalam artian yang sebenarnya, serta selalu menjaga kualitas kepribadiannya sesuai dengan tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya.1
Persoalan akhlak mempunyai peran yang sangat penting dalam Islam, dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia sebab akhlak adalah pondasi utama dalam pembentukan pribadi manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya pribadi berakhlak merupakan hal pertama yang harus dilakukan karena menjadi landasan kestabilan kepribadian manusia secara menyeluruh. Akhlak juga merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia bagaikan berada dalam kumpulan hewan dan binatang yang tidak memiliki tata nilai dalam kehidupannya.2
Akhlak memiliki kedudukan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembinaan akhlak melalui lembaga pendidikan dan melalui berbagai cara terus dikembangkan. Pembinaan akhlak yang dimaksudkan di sini adalah agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah swt dan Rasul-Nya, hormat kepada kedua orang tua, saling mengasihi satu
1Ahmad Rifa’i dan Rosita Hayati, “Peran Pembelajaran Akidah Akhlak dalam Pengembangan Nilai-Nilai Akhlak Siswa”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, no, 2 (2019): h. 87.
2Firdaus, “Membentuk Pribadi Berakhlakul Karimah Secara Psikologi” Jurnal Pendidikan XI, no. 1 (2017): h. 55.
2
dengan yang lain, dan sebagainya. Sebaliknya, manusia yang tidak dibina akhlaknya atau dibiarkan begitu saja tanpa diberi bimbingan, arahan, dan pendidikan, ternyata akan berdampak menjadi manusia yang nakal dan tidak terarah jalan hidupnya, tidak beretika dan melakukan berbagai perbuatan tercela.
Sejarah kehidupan manusia dari masa ke masa telah memberikan pelajaran berharga tentang urgensi pembentukan akhlak.3
Dalam Islam akhlak memiliki kedudukan penting dan dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat.
Sebagaimana firman Allah swt, di dalam QS. An-Nahl/16: 90 sebagai berikut:
ِسَكْنُوْلا َو ِءۤاَشْحَفْلا ِيَع ً ٰهْنَي َو ًٰب ْسُقْلا يِذ ِئۤاَتْيِا َو ِىاَسْحِ ْلْا َو ِلْدَعْلاِب ُسُهْأَي َ هاللّٰ َّىِا َى ْو ُسَّكَرَت ْنُكَّلَعَل ْنُكُظِعَي ِيْغَبْلا َو
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.4
Ayat di atas menjelaskan perintah Allah menyuruh manusia berbuat adil, yaitu menunaikan kadar kewajiban berbuat baik dan terbaik, berbuat kasih sayang pada ciptaannya dengan bersilaturahmi pada mereka serta menjauhkan diri dari berbagai bentuk perbuatan buruk yang menyakiti sesama dan merugikan orang lain.
Manusia telah diberi kemampuan untuk meneladani para 28 rasul Allah dalam menjalankan kehidupannya. Salah satunya yakni Nabi Muhammad SAW karena dia telah menunjukkan bahwa pada dirinya terdapat suatu teladan yang mencerminkan kandungan Al- Qur’an juga dalam rangkaian perilakunya terkandung nilai-nilai
3Muhammad Amri dkk, Aqidah Akhlak (Yogyakarta: Semesta Aksara, 2019), h. 86.
4Kementrian Agama RI, Al-Quranul Karim Terjemah Tematik dan Tajwid Berwarna (Bandung: Cordoba, 2019), h. 277.
pedagogis yang sangat berharga untuk kita praktikkan di dunia pendidikan. Sebagaimana firman Allah swt, di dalam QS. Al-Ahzab/33: 21 sebagai berikut:
َهاللّٰ َسَكَذ َو َس ِخٰ ْلْا َم ْىَيْلا َو َ هاللّٰ اىُج ْسَي َىاَك ْيَوِّل ٌتَنَسَح ٌة َىْسُا ِ هاللّٰ ِل ْىُس َز ْيِف ْنُكَل َىاَك ْدَقَل ۗا ًسْيِثَك
Terjemahnya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia yang banyak menyebut Allah.5
Adapun yang menjadi sasaran penilaian atau pengkajian dari akhlak ini adalah keseluruhan tindakan dan perkataan manusia yang dilakukan dengan sadar, tanpa paksaan dari pihak manapun serta dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan tanpa pamrih. Sementara itu, yang dijadikan acuan penilaian dari tindakan manusia tersebut adalah apa yang telah disyariatkan oleh agama Islam lewat al- Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah saw melalui sunnahnya, baik ia berupa perkataan Nabi maupun apa yang dicontohkan lewat perbuatan.
Membina akhlak tidak lain dari suatu proses pengembangan diri individu dan kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan sikap dan nilai-nilai luhur sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Perilaku peserta didik yang bermoral atau amoral sebenarnya tergantung pada didikan dan bimbingan pendidikannya karena seorang pendidik harus jeli dalam membaca perkembangan peserta didiknya, dan akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu.6
5Kementrian Agama RI, Al-Quranul Karim Terjemah Tematik dan Tajwid Berwarna (Bandung: Cordoba, 2019), h. 420.
6Shalihun A. Nashir, Tinjauan Akhlak (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), h. 15.
4
Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.67 juta jiwa, dan populasi remaja adalah sekitar 26.67 % dari jumlah tersebut. Usia yang dikategorikan remaja menurut BKKBN adalah antara usia 10-24 tahun. Masa remaja dianggap sebagai masa kritikal dalam fase kehidupan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan yang pesat. Perubahan ini mencakup faktor fisik, sosial, dan ekonomi, serta kemandirian dan pencarian identitas diri. Merujuk dari jumlah statistik remaja di Indonesia tersebut, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa dengan jumlah presentase yang sebesar ini, akan memberikan dampak pada pembangunan, mulai dari aspek sosial, ekonomi, maupun demografi di Indonesia. Selain itu perubahan apapun dalam pola pendidikan, sikap, dan gaya hidup dikalangan remaja akan memberikan dampak pada lingkungan sosial dimanapun mereka berada.7
Dewasa ini jika melihat situasi bangsa rasanya sangatlah menyedihkan.
Akhlak masyarakat semakin hari semakin merosot, tata krama sudah pupus di mata masyarakat, sopan santun terabaikan antara tua dan muda, besar dan kecil tidak ada lagi rasa hormat, anak dan orang tua pun sudah kehilangan rasa hormat, rakyat dan pemimpin sudah saling mencurigai, hubungan guru dan peserta didik retak, hubungan antar instansi dan instusi semakin terpuruk, tawuran pelajar terjadi di mana-mana, ini semua diakibatkan oleh merosotnya nilai akhlak. Hal ini dapat dilihat dari tayangan televisi yang seringkali disaksikan bersama. Hampir setiap harinya selalu ada tanyangan tentang kemerosotan akhlak.
Kondisi peserta didik saat ini sangat mengkhawatirkan. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini justru sangat berpengaruh pada pendidikan akhlak generasi muda. Padahal pendidikan akhlak merupakan pondasi yang sangat
7Diah Ningrum, Kemerosotan Moral di Kalangan Remaja: Sebuah Penelitian Mengenai Parenting Styles dan Pengajaran Adab, UNISIA XXXVII, no. 82 (2015): h. 18.
penting untuk dibina kepada peserta didik sedari kecil. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini menjadikan pengaruh media begitu kuat di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini mengakibatkan generasi muda semakin jauh dari nilai-nilai akhlak Islam. Banyak anak yang dengan mudahnya berbohong tanpa rasa takut, bahkan berani melawan orang tuanya sendiri. Pada kenyataannya antara remaja dan lingkungan memang sulit untuk menyesuaikan diri, hal semacam ini yang pada akhirnya menjadikan remaja bingung dan pelariannya kepada hal-hal yang negatif sebagai jalan pintas dalam menembus kekalutan pikirannya. Hal ini sejalan dengan yang peneliti amati dan informasi dari guru akidah akhlak, bahwasanya akhlak generasi muda banyak yang bertentangan dengan agama, contohnya pada saat adzan berkumandang peserta didik dihimbau untuk segera menuju masjid, tetapi masih ada saja peserta didik yang lebih mementingkan urusan mereka seperti mengobrol dengan temannya berlama-lama di dalam kelas dan pada akhirnya mereka terlambat dan lalai melaksanakan shalat hingga akhir waktu.
Melihat tantangan dan kondisi peserta didik sekarang ini, pembinaan akhlak menjadi sangat penting untuk kemudian dibina sejak dini pada diri peserta didik melalui pendidikan keluarga maupun pendidikan sekolah. Karena pembinaan akhlak pada peserta didik menjadi hal yang wajib dan menjadi bekal bagi peserta didik dalam menghadapi perkembangan zaman yang masih banyak membawa dampak negatif sebagai efek samping dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Jadi, untuk membiasakan peserta didik berperilaku baik maka diperlukan keteladanan karena secara psikologis peserta didik lebih banyak mencontoh perilaku atau sosok figur yang diidolakan termasuk gurunya. Melihat situasi dan kondisi bagaimana peran guru di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir khususnya guru akidah akhlak, peneliti dapat memberikan
6
gambaran bahwa peranan guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia bagi peserta didik belum seutuhnya sesuai dengan arahan yang guru terapkan utamanya dalam hal kedisiplinan. Yang dimaksud di sini adalah setiap guru memiliki jadwal piket tersendiri untuk menjemput peserta didik yang baru datang kemudian mengarahkan mereka menuju masjid melaksanakan shalat dhuha berjamaah, dan pada saat pelaksanaan upacara bendera pada hari senin peserta didik diharapkan untuk datang lebih awal dari biasanya. Akan tetapi masih banyak peserta didik yang terlambat setiap paginya terutama pada hari-hari tertentu. Hal ini menandakan kurangnya kedisiplinan dan kesadaran peserta didik akan pentingnya sikap disiplin. Dari kejadian tersebut, peneliti dapat memahami bahwa guru akidah akhlak sebagai guru agama, perlu untuk lebih menekankan kepada peserta didik akan pentingnya sikap disiplin sebagai bagian dari akhlak mulia yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya agar peserta didik dapat melaksanakan shalat dhuha secara berjamaah setiap paginya, mengikuti kegiatan muhadharah atau berceramah setiap pekannya, serta ikut melaksanakan kegiatan mabit (malam binaan iman dan takwa) yang diadakan setiap bulannya sesuai dengan aturan yang berlaku di madrasah. Fakta tentang sikap disiplin yang kurang dapat dilihat dari kalangan peserta didik yang ogah-ogahan dalam bertindak dan kurang menghargai waktu, terutama waktu belajar.
Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa tumbuh dan berkembang kearah pendewasaan.
Adapun menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, peserta didik didefenisikan sebagai manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.8
8Republik Indonesia, UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Bandung: Permana, 2006), h. 65.
Untuk membina akhlak pada peserta didik tersebut diperlukan peran khusus, utamanya dalam lingkungan sekolah yang menjadi tanggung jawab seluruh pihak sekolah. Secara umum guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan peserta didik terlebih lagi terhadap perkembangan pribadi peserta didiknya. Karena dengan mempunyai kepribadian baik maka tugas mengajar seorang guru dalam mendidik dapat berhasil.9
Peran guru tidak akan bisa tergantikan oleh elemen apapun walaupun dengan mesin canggih sekalipun. Karena tugas guru menyangkut pembinaan sifat mental manusia sebagai peserta didik yang berkaitan dengan berbagai aspek yang bersifat manusiawi yang unik dalam arti pribadi manusia peserta didik itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam Undang-Undang guru dan dosen nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada penndidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan menengah.10
Secara khusus peran pendidik tidak hanya sebatas pada peran sebagai pengajar yang hanya sekedar transfer of knowledge (memindahkan pengetahuan), dan transfer of skill (menyalurkan keterampilan) saja, tetapi peran keaktifannya diharapkan mampu memberi arahan, membentuk, dan membina sikap mental peserta didik ke arah yang lebih baik, sehingga pada peran yang ketiga ini seorang pendidik diharapkan untuk dapat transfer of value (menanamkan nilai-nilai).11
Adapun peranan guru akidah akhlak di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir adalah untuk terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan
9A. Malik Fadjar, dkk, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Fajar Dunia, 1999), h. 5.
10Hamid Darmadi, “Tugas, Peran, Kompetensi, dan Tanggung Jawab Menjadi Guru Profesional” Jurnal Edukasi 13, no. 2 (2015): h 162-163.
11A. Qadri A Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial (Semarang: CV.
Aneka Ilmu, 2003), h. 19.
8
atau yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan dan tingkah laku peserta didik, mengenai tujuannya ada beberapa pendapat dari guru lain mengatakan bahwa peranan guru akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi baik dengan peserta didik maupun dengan staf yang lain. Dalam hal membina akhlak di antaranya ialah disiplin dalam beribadah serta datang tepat waktu, saling menghormati, dan memberikan kasih sayang. Kemudian binaan tersebut diwujudkan dalam kegiatan pembiasaan yang diterapkan oleh Madrasah yaitu senyum sapa dan salim, sesampai di madrasah peserta didik bersalaman dan mengucapkan salam kepada guru dan peserta didik yang lain, membaca al-Qur’an dan asmaul husna sebelum memulai pembelajaran, serta peserta didik dilatih untuk melakukan shalat dhuha dan dzuhur secara berjamaah. Berkaitan dengan hal ini maka sebenarnya guru mempunyai peran yang sangat kompleks dalam proses belajar mengajar terkait dengan usahanya untuk mengantarkan peserta didik ke taraf yang dicita-citakan. Peranan guru akidah akhlak sebagai demonstrator dan demokrasi yang hendaknya senantiasa mengusai bahan atau materi yang diajarkan serta meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan menentukan hasil belajar peserta didik yang dapat membantu mereka memahami dan mengerti setiap pesan yang disampaikan.12
Untuk mencapai tujuannya diperlukan upaya yang terencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan. Sehubungan dengan hal itu maka Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir ikut serta dalam memperbaiki kualitas pendidikan di lingkungan madrasah, mengingat sebagian masyarakat masih memiliki image yang keliru, bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan terbelakang ditinjau dari banyaknya aspek di antaranya aspek SDM, sarana prasarana, kurikulum, input dan
12Husna (28 Tahun), Guru Akidah Akhlak, Wawancara, Gowa, 22 November 2021.
output peserta didik dan pengelolaan madrasahnya. Anggapan itu semakin memicu Madrasah Aliyah untuk terus berbenah dan mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa itu adalah pemahaman yang tidak seluruhnya benar. Madrasah dengan pertolongan Allah swt akan mampu bersaing dengan sekolah umum.
Peserta didik diharapkan mampu untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tentunya sesuai dengan ajaran Islam. Dengan berbekal pengetahuan tentang pentingnya pembinaan akhlak mulia, maka seiring berjalannya waktu peserta didik mampu menyadari bagaimana ia harus bersikap terhadap hal-hal yang ada disekelilingnya. Untuk mencapai tujuan pendidikan akhlak yang mulia bukanlah tanpa kendala yang harus dihadapi oleh pendidik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Husna selaku guru akidah akhlak dan ibu Eka selaku Kepala Madrasah, ditemukan berbagai masalah yang dihadapi pendidik dalam usahanya untuk membina akhlak. Diantaranya adalah pergaulan peserta didik yang mulai bebas dan susah diatur, serta pengaruh lingkungan sekitar dan kurangnya pendidikan akhlak dari orang tua dalam pembinaan akhlak.
Keadaan semacam ini membuat pihak Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir prihatin dan menunjukkan bahwa pembinaan akhlak mulia belum berhasil secara maksimal. Atas dasar inilah peneliti tertarik melakukan penelitian tentang peranan guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia guna untuk mengetahui lebih lanjut apakah guru akidah akhlak berperan dalam proses pembinaan akhlak agar nantinya mampu menjadikan peserta didik memiliki kepribadian baik dan berakhlak mulia.
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
Fokus penelitian merupakan rangkaian bentuk susunan permasalahan yang dijelaskan sebagai pusat dalam topik penelitian, sehingga mempermudah calon peneliti untuk mengumpulkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan
10
penelitian. Adapun yang menjadi fokus penelitian dalam proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
Fokus Penelitian Deskripsi Fokus
Peranan Guru Akidah Akhlak dalam pembinaan akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa
Akhlak mulia peserta didik yang dimaksud adalah tentang kedisiplinan yang berkaitan dengan perilaku yang terbangun dan melekat pada diri peserta didik yang direalisasikan dalam seluruh kegiatan yang dilakukan peserta didik disekolah maupun di lingkungan sekitarnya.
Peran guru akidah akhlak dalam membina akhlak peserta didik adalah dengan membentuk akhlak yang baik secara maksimal. Dengan menjadi sosok teladan, motivator dan pelatih yang patut ditiru dengan menerapkan metode pembiasaan agar peserta didik selalu bersikap disiplin untuk datang ke sekolah tepat waktu, hormat kepada guru, shalat berjamaah, dan melaksanakan tata tertib.
Upaya guru akidah akhlak dalam pembinaan akhlak peserta didik diwujudkan melalui kegiatan pembinaan akhlak seperti kegiatan muhadharah, tahfidz al-Quran, dan kegiatan malam binaan iman dan taqwa.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi akhlak peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa?
2. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa?
3. Bagaimana peran guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa?
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelusuran terhadap literatur-literatur terdahulu yang berkaitan dengan objek penelitian ini, peneliti menemukan beberapa karya ilmiah mahasiswa berupa skripsi yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Di antaranya yaitu:
1. Fitria Handayani dalam skripsinya pada tahun 2020 yang berjudul:
Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Membentuk Karakter Religius Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri 05 Lawang Agung Seluma. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah usaha-usaha guru akidah akhlak dalam membentuk karakter religius siswa sudah maksimal walau masih ada beberapa siswa yang perlu diarahkan lagi. Peranan guru akidah akhlak sangat penting dalam membentuk karakter religius siswa.13
Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama mengkaji tentang peranan guru akidah akhlak dan jenis
13Fitria Handayani, “Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Membentuk Karakter Religius Siswa Madrasah Ibtidaiah Negeri 05 Lawang Agung Seluma”, Skripsi (Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2020), h. 84.
12
penelitian yang digunakan yakni kualitatif. Adapun perbedaannya terletak pada fokus penelitian dan lokasi penelitian dimana penelitian terdahulu bertempat di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 05 Lawang Agung Seluma dan berfokus pada pembentukan karakter religius siswa sedangkan penelitian yang akan dilakukan berfokus pada pembinaan akhlak mulia bagi peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa.
2. Muhammad Ilham Rustam dalam skripsinya yang berjudul: Peran Guru Terhadap Pembinaan Akhlak Islami Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Ma’rang Kabupaten Pangkep. Menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan akhlak siswa di Madrasah Aliyah Negeri Pangkep pada umumnya sudah cukup baik, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang mempunyai akhlak yang kurang baik di antaranya bolos sekolah, meninggalkan jam pelajaran, berbicara kurang sopan, dan berkelahi. Kenakalan siswa di Madrasah Aliyah Negeri Pangkep mendapat bimbingan yang bijak, perhatian dan kontrol baik dari guru maupun orang tua. Upaya yang dilakukan oleh guru di Madrasah Aliyah Negeri Pangkep dalam pembentukan akhlak siswa baik melalui tindakan preventif, kuratif, maupun represif, cukup efektif.14
Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas tentang pembinaan akhlak yang dilakukan oleh guru beserta peranannya. Perbedaannya adalah penelitian terdahulu membahas tentang peran guru secara umum. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan membahas tentang peran khusus guru akidah akhlak dalam pembinaan terhadap peserta didik.
14Muhammad Ilham Rustam, “Peran Guru terhadap Pembinaan Akhlak Islami Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Ma’rang Kabupaten Pangkep”, Skripsi (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar, 2019), h. 5.
3. Aan Arifyawan dalam skripsinya yang berjudul: Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membimbing Akhlak Siswa Studi Kasus di SMP Negeri 1 Bandungan Kabupaten Semarang. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak siswa SMP Negeri 1 Bandungan di antaranya adalah memberikan nasehat, membangun pembiasaan, memberikan teladan, menyediakan fasilitas yang mendukung, dan berkomunikasi dengan berbagai pihak. Sedangkan permasalahan yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam di antaranya adalah kurangnya kesadaran dari siswa, fasilitas dan sarana yang kurang lengkap, serta pengaruh dari lingkungan pergaulan.15
Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yakni sama-sama mengupayakan tentang perbaikan akhlak siswa dan menggunakan metode penelitian yang sama. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu membahas tentang upaya guru pendidikan agama islam sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus ke peranan guru akidah akhlak dalam pembinaan akhlak mulia.
4. Dwi Stiyowati dalam skripsinya pada tahun 2018 yang berjudul: Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Pendidikan Karakter Untuk membentuk Akhlak peserta Didik di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur. Sifat penelitiannya bersifat deksriptif kualitatif. Hasil analisis data diketahui bahwa peran guru akidah akhlak di Madrasah Aliyah Miftahul Huda guru akidah akhlak
15Aan Afriyawan, “Upaya Guru Pendidikan Agamaa Islam dalam Membimbing Akhlak Siswa di SMP Negeri 1 Bandungan Kabupaten Semarang”, Skripsi (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2016), h. 5.
14
sebagai pembimbing secara langsung yang membimbing jalannya do’a pada awal dan akhir pelajaran, membimbing kegiatan ekstra keagamaan.
Peranan guru sebagai mediator dan fasilitator, guru memberikan contoh dalam kedisiplinan, berpakaian, mengucapkan salam dan menyapa setiap kali bertemu dengan guru yang lain dan berbicara sopan dengan muridnya.
Faktor pendukung pendidikan karakter dalam membentuk akhlak peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Miftahul Huda adalah tenaga pendidik yang profesional, guru di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda sudah memenuhi standar nasional dengan berijazah S-1 yang sesuai dengan bidangnya. Faktor penghambat yaitu kurangnya perhatian dari orang tua, dan kesibukan orang tua dalam melaksanakan kegiatannya terkadang sampai melupakan tugas untuk mendidik anaknya.16
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas tentang peran guru akidah akhlak dalam ruang lingkup pendidikan. Sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian terdahulu lebih fokus pada pendidikan karakter untuk membentuk akhlak peserta didik sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih berfokus pada pembinaan akhlak mulia bagi peserta didik melalui pemberian bimbingan.
5. Ela Dwie Evanti dalam skripsinya pada tahun 2019 yang berjudul: Peran Guru dalam Menanamkan Akhlak Siswa di MTs Riyadlatul Ulum Bumiharjo 39B Batanghari Lampung Timur. Jenis penelitian ini adalah kualitatif lapangan, yang mengambil lokasi di MTs Riyadlatul Ulum Bumihargo 39 Batanghari Lampung Timur. Hasil penelitian ini
16Dwi Stiyowati, “Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Pendidikan Karakter Untuk Membentuk Akhlak Peserta Didik di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur”, Skripsi (Lampung: IAIN Metro Lampung, 2018), h.
20.
menyimpulkan bahwa peran yang dilakukan oleh guru akidah akhlak dalam menanamkan akhlak siswa di MTs Riyadlatul Ulum Bumiharjo 39B Batanghari lampung Timur melalui tiga cara, yaitu: 1) Menjadi teladan terdiri seperti memberi contoh perbuatan baik merupakan alat pendidikan yang menyenangkan, memberi contoh yang baik dan memuji siswa atas prestasi atau kemajuan yang diperoleh dapat menumbuhkan semangat siswa untuk lebih giat dalam melakukan sesuatu yang lebih baik lagi. 2) Memberi bimbingan terdiri dari: menanamkan sifat jujur, saling menghargai, menghormati, dan disiplin. 3) Latihan pembiasaan yaitu mengucap salam dan berjabat tangan, berdoa dan membaca Al-Qur’an sebelum mata pelajaran dimulai.17
Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengangkat tema yang sama tentang penanaman akhlak bagi siswa.
Adapun perbedaannya yaitu pada penelitian terdahulu berfokus pada peran guru secara umum dalam menanamkan akhlak siswa sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan lebih berfokus pada peran guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia peserta didik.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Pada prinsipnya, tujuan penelitian merupakan jawaban atas rumusan masalah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menggambarkan kondisi akhlak peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa
b. Mengungkapkan upaya-upaya guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia peseta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa
17Ela Dwi Evanti, “Peran Guru dalam Menanamkan Akhlak Siswa di MTs Riyadlatul Ulum Bumiharjo 39B Batanghari Lampung Timur”, Skripsi (Lampung: IAIN Metro, 2019), h. 6.
16
c. Menggambarkan peran guru akidah akhlak dalam membina akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir
2. Kegunaan Penelitian
Setelah mengetahui tujuan penelitian maka diharapkan penelitian ini menjadi karya tulis ilmiah yang bermanfaat. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan mengenai peranan guru akidah akhlak dalm pembinaan akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Swasta Abnaul Amir Gowa.
b. Kegunaan Praktis
1. Manfaat bagi sekolah, yaitu:
a) Sebagai upaya untuk menyumbangkan pemikiran dalam rangka meningkatkan efektifitas dalam pembinaan akhlak mulia.
b) Sebagai acuan untuk mengetahui peranan guru akidah akhlak dalam pembinaan akhlak mulia peserta didik.
c) Sebagai upaya peningkatan kualitas bagi sekolah sesuai dengan objek penelitian yang diteliti dalam karya ilmiah ini.
2. Manfaat bagi pendidik, yaitu:
a) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi tenaga pendidik agar dapat diterapkan dengan baik dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun diluar kelas sesuai dengan objek yang diteliti.
b) Sebagai bahan motivasi bagi tenaga pendidik agar bisa membina akhlak mulia peserta didik secara keseluruhan.
3. Manfaat bagi peneliti, yaitu:
a) Penelitian ini memberikan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman dalam menyusun karya ilmiah.
b) Sebagai penambah wawasan keilmuan mengenai peranan guru akidah akhlak dalam pembinaan akhlak mulia peserta didik di Madrasah Aliyah Abnaul Amir Gowa.
18 BAB II
TINJAUAN TEORETIS A. Pembinaan Akhlak
1. Pengertian Pembinaan Akhlak
Pembinaan berasal dari bahasa arab “bana” yang berarti membina, membangun, dan mendirikan. Menurut H.M Arifin, pembinaan adalah usaha manusia untuk secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan kepribadian serta kemampuan anak, baik secara formal maupun nonformal.1
Sedangkan menurut A. Mangunhardjana, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepas hal hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal hal baru yang belum dimiliki dengan tujuan untuk membantu orang yang menjalaninya dengan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.2
Pola pembinaan peserta didik mencakup 3 hal yakni pembinaan keislaman dan akhlakul karimah, pembinaan keilmuan, pengembangan diri dan keterampilan. Pembinaan keislaman mengedepankan keteladanan dengan penerapan tata tertib, sedangkan pembinaan keilmuan lebih dikembangkan pada kurikulum madrasah, dan kegiatan pengembangan diri masih mencari pola yang sesuai dengan berbagai keterbatasan lahan, kurikulum, dll.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “Khulqun” yang artinya tingkah laku, perangai tabiat, watak, moral dan budi pekerti. Sedangkan menurut istilah akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu
1H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 30.
2Mangunhardjana, Pembinaan Arti Dan Metode (Jogjakarta: Kanius, 1986), h. 12.
baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut dengan akhlak yang terpuji atau akhlak mahmudah. Akan tetapi bahwa tindakan spontan itu berupa perbuatan yang jelek, maka disebut dengan akhlak madzmumah.3
Akhlak dalam Islam dihidupkan dengan kekuatan ruh tauhid dan ibadah kepada Allah, sebagai kewajiban dan tujuan hidup dari perputaran roda sejarah manusia di dunia. Manusia yang berakhlak layaknya seperti mutiara yang membedakannya dengan makhluk lainnya sebab keindahan akhlak adalah kunci utama hidup menjadi tenang dan sebab mendapat keridhoan dari sang pencipta.
Menurut defenisi lain pengertian akhlak diartikan sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa dan mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.4
Dari sudut pandang terminologi, pengertian akhlak yang dikemukakan oleh para ulama memberikan batasan pengertian bahwa akhlak adalah:
a. Ilmu yang memberikan batasan antara baik dan buruk, antara yang terpuji dengan yang tercela, dan segala hal yang berkaitan dengan perbuatan manusia mulai dari perkataan dan tingkah lakunya secara lahir dan batin.
b. Merupakan ilmu yang mengajarkan tatakrama pergaulan manusia dan menyatakan tujuan akhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.5
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu diketahui dengan baik definisi akhlak itu seperti apa karena ada sebagian orang yang tidak bisa membedakan atau bahkan keliru mengartikan antara akhlak, etika, dan moral. Ketiganya berbicara tentang nilai dan prinsip moral yang dianut oleh masyarakat tertentu sebagai
3Rosihan Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 26.
4Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 3.
5St. Aisyah BM, Antara Akhlak, Etika, dan Moral (Cet. I; Alauddin University Press, 2014), h. 8.
20
pedoman dan kriteria dalam berperilaku, akibatnya nilai baik dan buruk menjadi relatif karena disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan opini umum.
Perkembangan akhlak merupakan fokus perhatian pertama dalam Islam.
Oleh karena itu, pembinaan akhlak merupakan hal yang pening untuk diterapkkan dalam dunia Pendidikan. Jadi, pembinaan akhlak peserta didik adalah usaha, Tindakan, dan kegiatan yang dilakukan oleh guru secara efektif dan efisien untuk membentuk akhlak peserta didik menjadi lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.
2. Langkah-Langkah Pembinaan Akhlak
Menurut Anugrah yang dikutip oleh Yuni Fitri mengatakan bahwa langkah langkah pembinaan akhlak yang dilaksanakan dengan menggunakan metode IDT (Ikhtiar, Doa, Takwa) yang dilakukan secara menyeluruh dari awal peserta didik datang ke sekolah sampai kembali ke rumah masing-masing adalah dengan cara:
a. Menanamkan Nilai-Nilai Agama
Pembinaan akhlak dilakukan dengan menanamkan nilai nilai agama Islam kepada peserta didik pada saat proses belajar mengajar sesuai dengan materi yang disampaikan tentang pentingnya mengetahui, memahami, dan mengamalkan nilai nilai agama bersadarkan perintah Allah swt.
b. Memberikan Contoh Perbuatan yang Baik
Pembinaan akhlak dapat dilihat dari sikap dan sopan santun, tutur kata, lemah lembut, dan ramah terhadap sesama. Hal tersebut bermaksud agar peserta didik dapat menerapkan kegiatan yang baik dalam kehidupan sehari hari. Selain itu guru akidah akhlak juga membiasakan tingkah laku yang baik seperti mengucapkan salam dengan guru yang lain, orang tua, dan juga kepada peserta didik sehingga dapat menerapkan perilaku yang baik dan membiasakannya dari kecil hingga dewasa dan menjadi akhlak yang tertanam dalam diri peserta didik.
c. Mengadakan Kegiatan-Kegiatan Keagamaan
Dalam mengadakan kegiatan pembinaan akhlak dapat dicontohkan misalnya dengan memperingati hari besar Islam (PHBI). Melaksanakan maulid Nabi Muhammad saw, Isra’ Mi’raj, dan tahun baru Islam. Dengan kegiatan keagamaan tersebut peserta didik akan selalu mengingat dan meneladani sunnah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah dalam kehidupan sehari hari sebagai bentuk realisasi pembinaan akhlak dengan metode IDT (Ikhtiar, Doa, Takwa).6
3. Dasar dan Tujuan Pembinaan Akhlak Peserta Didik
Dasar pembinaan akhlak tidak terlepas dari al Qur’an dan Hadis yang memberi pandangan yang mengacu kepada kehidupan dunia ini, pada dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam. Pendidikan tidak dapat berjalan tanpa melihat al-Qur’an. Apabila suatu ajaran atau penjelasannya tidak ditemukan didalam al-Qur’an maka harus dicari didalam sunnah. Apabila tidak ditemukan didalam keduanya, barulah digunakan ijtihad.7 Dengan demikian guru dapat membimbing dan membina peserta didik sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Allah swt dan Rasulullah saw.
Adapun tujuan pembinaan akhlak peserta didik adalah:
a. Untuk meningkatkan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt dan menghindari perbuatan yang tercela.
b. Agar peserta didik dapat berakhlak mulia baik terhadap Allah swt, sesame manusia, dan lingkungan masyarakat.
c. Sebagai wujud dari amar ma’ruf nahi munkar yang telah diperintahkan Allah swt kepada manusia sebagai seorang hamba.
6 Yuni Fitri, “Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Membina Akhlak Peserta Didik”, Skripsi (Sumatera Barat: Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, 2022), h.32.
7Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) h. 16.
22
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa membina akhlak adalah membangun dan membangkitkan kembali psikis atau keadaan jiwa seseorang sehingga terbentuk tingkahlaku yang sesuai dengan ajaran Islam.
B. Macam-Macam Akhlak
Berdasarkan sifatnya akhlak terbagi menjadi dua bagian pertama akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak mulia dan yang kedua akhlak madzmumah (akhlak tercela).
a. Akhlak Terpuji (akhlak mahmudah)
Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang spontan dilakukan dan tidak dilebih-lebihkan. Akhlak yang baik dalam ajaran agama Islam yaitu menjalankan kewajiban dan menjauhi larangannya. Misalnya berperilaku yang baik dan sopan tanpa mengenal usia, rajin beramal, jujur dalam ucapan, amanah, menjaga lisan, bertanggung jawab, dan sifat positif lainnya. Kemuliaan akhlak seseorang bukan hanya membawa berkah dalam dirinya tapi juga menjadi modal utama dalam membangun generasi Islami.
Adapun macam-macam akhlak mahmudah adalah sebagai berikut:
1) Disiplin
2) Menghormati Guru
3) Ikhlas (berbuat semata-mata karena Allah) 4) Amanah (dapat dipercaya)
5) „Adl (adil) 6) „Afw (pemaaf)
7) Wafa‟ (menepati janji)
8) „Iffah (menjaga kehormatan diri) 9) Haya‟ (punya rasa malu)
10) Qana‟ah (merasa cukup dengan pemberian Allah), dll.8
Mengenai hal ini, akhlakul karimah yang akan difokuskan untuk diteliti ialah tentang kedisiplinan dan menghormati guru. Disiplin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila berdasar atas kesadaran diri sendiri. Disiplin yang tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak akan dapat bertahan lama. Disiplin tumbuh atas dasar kesadaran diri sendiri yang demikian itulah diharapkan selalu tertanam dalam diri peserta didik. Disiplin dalam belajar berkaitan erat dengan kepatuhan peserta didik terhadap peraturan tertentu, baik yang diterapkan oleh diri sendiri mapun orang lain. Disiplin merupakan modal utama dalam menghasilkan perilaku yang positif dan produktif. Positif yakni sadar akan tujuan yang akan dicapai, sedangkan produktif adalah melakukan kegiatan yang bermanfaat.9
Seorang peserta didik dituntut untuk menghormati gurunya. Sebab semua tugas yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia dengan sebaik-baiknya karena setiap orang akan mempertanggung-jawabkannya dihadapan Allah swt, termasuk seorang pelajar yang tengah menuntut ilmu. Salah satu cara menghormati guru adalah tidak kencang berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak memulai percakapan dengannya kecuali tanpa izinnya, tidak banyak bicara disisinya, tidak menanyakan sesuatu ketika ia bosan serta menjaga waktu. Kesimpulannya peserta didik harus berusaha mendapat ridhanya, menghindari kemarahannya, dan patuh kepadanya dalam hal kebaikan, jangan sampai melakukan sesuatu yang mendorong ke arah kemaksiatan.10
8Didik Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h.
224.
9Tu’u Tulus, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 13.
10Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), h. 95.
24
b. Akhlak Tercela (akhlak madzmumah)
Akhlak tercela disebut juga akhlakul madzmumah yaitu sifat dan tingkah laku yang buruk terhadap Allah, sesama manusia dan makhluk lain serta lingkungan agar setiap muslim menghindari sikap tercela karena ini sangat merusak kehidupan manusia, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat maupun kehidupan bernegara. Akhlak tercela merupakan sikap berlebihan, berperilaku buruk, takabbur, ingkar janji, khianat, tidak bersyukur, sombong, serakah, tidak tahu malu, munafik, bangga diri, dan sebagainya. Akhlak tercela adalah perangai yang tercermin dari tutur kata, tingkah laku yang kurang baik. Al-Qur’an memberi peringatan untuk menjauhi akhlak yang buruk atau tercela yang dapat merusak iman seseorang dan pada akhirnya akan melahirkan tindakan-tindakan yang buruk.11
Adapun macam-macam akhlak madzmumah adalah sebagai berikut:
1) Bakhil (kikir) 2) Kizb (dusta)
3) Khianah (berkhianat)
4) Zulm (zalim atau berbuat aniaya) 5) Hasad (dengki)
6) Takabur (sombong) 7) Isr‟af (berlebih-lebihan) 8) Kasal (malas) dll.12
Memahami macam-macam akhlak dalam Islam sebagaimana yang dijelaskan di atas, dapat dikemukakan bahwa pembagian akhlak dalam Islam
11M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2007), h. 55.
12Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, h. 225.
mengacu pada keimanan sebagai motif utama manusia berperilaku. Seseorang termotivasi untuk berakhlakul karimah karena meyakini bahwa perbuatannya disaksikan Allah swt dan akan mendapat balasannya.
Adapun dua faktor yang memengaruhi akhlak yaitu:
a) Faktor Internal, meliputi beberapa hal:
1) Insting atau Naluri
Insting adalah karakter yang melekat dalam jiwa seseorang yang dibawanya sejak lahir dan merupakan faktor utama yang memunculkan sikap dan perilaku dalam dirinya.
2) Adat/Kebiasaan
Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan seseorang secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.
3) Keturunan
Maksudnya adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada anak. Jadi sifat-sifat yang ada pada anak merupakan pantulan sifat dari orang tuanya karena keluarga adalah tempat belajar paling utama bagi seorang anak.13 b) Faktor Eksternal, meliputi beberapa hal:
1) Lingkungan Alam, merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
2) Lingkungan Pergaulan, mulai dari keluarga dan tempat tinggal. Sebelum seorang anak bergaul dengan lingkungan sekitarnya, ia lebih dulu menerima pengalaman-pengalaman dari keluarga dekatnya sebagai bekal dalam pergaulannya.
13Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern (Bandung: Marja, 2012), h. 27-28.
26
3) Lingkungan Sekolah/Tempat Kerja, dimana individu melakukan sebagian aktivitasnya ditempat tersebut, dan berpotensi untuk memberikan pengaruh terhadap karakter atau perilakunya.14
Berdasarkan penjelasan di atas, faktor dari dalam diri peserta didik dapat berpengaruh terhadap akhlak seperti kondisi psikologis yang diperoleh dari keturunan. Sedangkan faktor dari luar yang dapat berpengaruh terhadap akhlak peserta didik seperti lingkungan sosial, keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
C. Peranan Guru Akidah Akhlak dalam Pembinaan Akhlak 1. Pengertian Guru Akidah Akhlak
Guru menurut Hamdan Ihsan dan Fuad Ihsan adalah pendidik atau orang dewasa yang bertanggung jawab dalam memberi bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.15 Sedangkan kata guru apabila dipandang dari perspektif Islam yakni, orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan potensi peserta didik, seperti potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Menurut Zakiah Daradjat guru adalah pendidik profesional karena ia telah merelakan dirinya memikul tanggung jawab pendidikan yg terpikul dipundak orang tua. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa guru adalah sesorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan mereka dalam melaksanakan peranannya membimbing muridnya di mana ia harus sanggup
14Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern, h. 28-30.
15Hamdan Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 93.
menilai diri sendiri tanpa melebihkannya, serta sanggup berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain. Pendapat ini didukung oleh Hadari Nawawi, yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta ikut bertanggung jawab dalam membantu peserta didik mencapai kedewasaan masing-masing. Dengan kata lain guru tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan peserta didik untuk menjadi orang yang dewasa.16
Guru akidah akhlak adalah orang yang mengajar di madrasah untuk mewujudkan peserta didik yang Islami. Dalam lingkungan sekolah guru akidah akhlak memiliki peranan yang cukup besar dalam membina akhlak ke dalam diri peserta didik. Bertujuan agar terbentuknya perilaku atau karakter yang dapat dijadikan pegangan bagi peserta didik guna menghadapi pengaruh-pengaruh negatif terhadap lingkungan luar. Jadi, guru akidah akhlak merupakan seseorang yang melakukan kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran (menjadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara).
Secara etimologi akidah berakar dari kata „aqada-ya‟qidu-aqdan- aqidatan‟. Aqdan artinya simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh. Relevansi arti kata Aqdan dan akidah adalah keyakinan itu tersimpul kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Sedangkan pengertian etimologis, akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia bersadasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Jadi akidah adalah setiap setiap perkara
16Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 266.
28
yang dibenarkan oleh jiwa dan hati, serta menjadi keyakinan yang tidak ada keraguan di dalamnya.17
Akidah akhlak merupakan salah satu materi pendidikan agama Islam.
Dalam materi akidah akhlak dijelaskan tentang dasar-dasar keimanan terhadap Allah swt, dan juga nilai-nilai tauhid lainnya. Kemudian dalam materi akhlak dikaji dan dijelaskan tentang konsep akhlak serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pembahasan tentang akidah dan akhlak menjadi penting agar peserta didik memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh atas keimanan, dan pada saat yang sama dia juga mampu mewujudkan nilai-nilai keimanannya dalam kehidupan masyarakat dalam bentuk akhlak yang baik.
Pendidikan akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, dan pembiasaan.
Akidah dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat. Akidah sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam menghadapi kehidupan, karena akidah menjadi landasan terciptanya akhlak yang baik terhadap seseorang. Akhlak yang baik terwujud atas perjuangan antara akal dan nafsu yang saling mendominasi sehingga dari waktu ke waktu berubah menjadi kebiasaan dan perangai yang tetap. Perilaku yang baik menjadi salah satu bukti dari keimanan yang kuat. Oleh karena itu, akidah dan akhlak seringkali disandingkan karena memiliki keterikatan yang erat satu sama lain.18
17Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam (Yogyakarta: LPPI, 2013), h. 1.
18Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Republika Penerbit, 2018), h. 60.
Dalam proses belajar mengajar guru harus bisa memposisikan diri sesuai dengan status dan profesinya. Guru dituntut untuk bisa menerapkan dan mengeluarkan potensi dirinya sebagai seorang pendidik terutama saat menyampaikan bahan ajar yang ditandai dengan penguasaan materi dan cara menjelaskan yang lugas sehingga peserta didik dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan. Dengan kata lain bahwa untuk menjadi seorang pendidik maka ia juga harus terdidik dalam artian seseorang yang berkarakter, sebab mendidik berarti mentransfer nilai-nilai pada peserta didik yang kemudian diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa guru akidah akhlak adalah guru yang berperan penting serta bertanggung jawab dalam memberikan didikan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan peserta didiknya agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt untuk menjadikannya pribadi yang cerdas, terampil, unggul dan berakhlak mulia yang berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadis.
2. Syarat-Syarat Menjadi Guru Akidah Akhlak
Dalam usaha menjalankan tugasnya dengan baik dan sempurna, serta menguasai ilmu yang akan disampaikan kepada peserta didiknya seorang guru tentunya perlu keahlian khusus dalam bidangnya, begitu pula halnya dengan guru akidah akhlak yang merupakan seorang pendidik Islam yang beriman, bertakwa kepada Allah swt, ikhlas, berakhlak yang baik, mempunyai kecakapan mendidik, bertanggung jawab, mempuyai sifat teladan, serta memiliki kompetensi keguruan yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan bahan ajar, dan kompetensi tata cara mengajar.19
19Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 37.
30
Menjadi seorang guru khususnya guru agama adalah tanggung jawab yang besar di dunia terlebih lagi di akhirat. Oleh karena itu syarat-syarat yang harus terpenuhi meliputi syarat personal, syarat sosial, dan syarat profesional.
Menurut Zuhairini dkk, syarat personal pendidik adalah sebagai berikut:
a. Mempunyai ijazah formal.
b. Sehat jasmani dan rohani.
c. Berakhlak yang baik.20
Adapun syarat sosial menurut Siswanto yaitu pribadi yang telah merupakan satuan dari masyarakat, atau individu yang berhasil dengan baik dalam bersosialisai dan menyesuaikan diri. Jadi kompetensi sosial seorang guru adalah kemampuan guru dalam berintegrasi dengan masyarakat sehingga dirinya diterima sebagai salah seorang anggota masyarakat dilingkungannya.
Menurut Suwarno syarat profesional adalah:
1) Kedewasaan 2) Identifikasi norma 3) Identifikasi dengan anak 4) Knowledge
5) Skill 6) Attitude.21
Dalam dunia pendidikan guru agama tidak hanya menyampaikan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan karena yang terpenting adalah bagaimana seorang guru mampu menjadi figur yang baik untuk dijadikan tauladan dalam setiap aktivitas dan perilaku sehari-hari. Maka jelaslah bahwa unsur kepribadian guru agama mempunyai peran yang utama dalam terwujudnya tujuan pendidikan
20Zuhairini dkk, Metode Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h.
33.
21Suwarno, Pengantar Umum pendidikan (Bandung: Aksara Baru, 1984), h. 89-90.
agama. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa setiap guru mempunyai pribadi masing-masing yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi yg mereka miliki. Ciri inilah yang membedakan seorang guru agama dengan yang lainnya. Kepribadian merupakan sesuatu yang abstrak, hanya bisa dilihat melalui keterampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan ketika menghadapi suatu persoalan.22 Oleh karena itu guru agama harus mencerminkan kepribadian muslim dari seluruh aspeknya yakni tingkah laku yang berlandaskan perintah Allah swt.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa seorang guru agama harus memenuhi syarat sebagai guru agama, agar dapat berhasil dalam menjalankan tugasnya. Di antaranya adalah tak terlepas dari akhlak yang mulia sebagai bekal utama.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Akidah Akhlak
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa guru akidah akhlak merupakan manusia yang berprofesi sebagai pengajar, mendidik anak bangsa dengan ilmu agama, yang memang sudah memjadi kewajiban dan tanggung jawabnya. Di lingkungan sekolah seorang guru agama Islam khususnya guru akidah akhlak memiliki peran yang penting dalam membina akhlak mulia dan pembentukan kepribadian peserta didik. Hal ini bertujuan agar terbentuknya karakter Islami yang dapat menjadi pegangan ketika berada di lingkungan luar.
Namun pelajaran tidak ada artinya jika tidak dibarengi dengan kesungguhan hati dalam mewujudkannya dalam hidup keseharian.
Tanggung jawab merupakan salah satu nilai karakter yang perlu ditanamkan dalam pribadi setiap insan, guna menjadi insan yang berkepribadian baik. Lebih jelasnya tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan terhadap diri
22Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta:
Reneka Cipta, 2000), h. 39.