BAB I PENDAHULUAN
E. Ruang Lingkup
3. Macam-macam Jual Beli
19
Dalam Islam jual beli mencakup : ba’i muqayadah (jual beli barter), ba’i muthlaq (jual beli barang dengan uang), dan jual beli uang dengan uang.33
Sebuah hadits tentang lima macam jual beli yang dilarang dalam Islam berbunyi :34
َﻋ ْﻥ َﺍ ِﺱ َﻧ ِﻟﺎَﻣ ِﻥْﺑ َﺭ ٍﻙ
َﻲ ِﺿ ُﷲ َﻋ ْﻧ ُﻪ ُﻪﱠﻧَﺃ َﻗ َﻝﺎ : َﻬ َﻧ َﺭ ﻰ ْﻭ ُﺳ ُﻝ َﺻ ِﷲ
ُﷲ ﻰ ﱠﻠ
َﻋ َﻠ ْﻳ َﻭ ِﻪ َﺳ ّ ﻠ َﻡ ِﻥ َﻋ ُﻣ ْﻟﺍ َﺣ َﻗ ﺎ ِﺔ َﻠ َﻭ ُﻣ ْﻟﺍ َﺿﺎ َﺧ َﺭ َﻭ ِﺓ ُﻣ ْﻟﺍ َﻣ َﻼ َﺳ َﻭ ِﺔ ُﻣ ْﻟﺍ َﺑ ﺎ َﻧ ِﺓ َﺫ َﻭ ُﻣ ْﻟﺍ َﺯ ﺍ
َﺑَﻧ ِﺔ .
(ﻯﺭﺎﺧﺑﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ )
“Dari anas r.a. ia berkata, ”Rasulullah saw melarang muhaqallah, mukhadharah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah. (diriwayatkan oleh Imam Bukhari).
Istilah-istilah fiqh yang terdapat dalam hadits di atas memiliki pengertian yaitu :35
a. Muhaqallah ialah menjual tanaman yang masih di ladang (jual beli borongan) belum diketahui jumlahnya.
b. Mukhadharah adalah menjual buah-buahan yang masih belum matang dan belum pantas panen.
c. Mulamasah ialah jual beli secara sentuh menyentuh tanpa tidak dilihat barangnya.
d. Munabadzah ialah jual beli dengan cara lempar melempar, barang mana yang kena itulah yang jadi dibeli.
33 Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi (Mataram : LKIM IAIN Mataram, 2005), h.
203.
34 Al-Imam Abi Abdullah, Shahih…, h. 40.
35 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), h. 79. Baca juga, Sayyid Sabiq, Fiqh sunnah Jilid 12, (Bandung : PT. Alma’rif, 1978), cet. 1, h. 77.
20
e. Muzabanah ialah menjual buah yang basah dengan buah yang kering, atau sistem tukar menukar barang antara yang sudah jelas dengan yang belum jelas.
Dalam praktek jual beli beras dengan menggunakan tebong merupakan praktek jual beli dengan menggunakan sistem perkiraan atau taksiran dalam menentukan ukuran/takaran/berat barangnya, sedangkan harganya sudah diketahui dengan pasti. Contoh seseorang menjual beras 1 kg seharga Rp. 8000, kemudian menakarnya dengan tebong dengan menaksir beratnya. Hal ini bisa memberikan kesempatan kepada penjual atau pembeli yang menakar beras tersebut melakukan kecurangan dengan menambahkan atau mengurangi takaran yang mengakibatkan keuntungan padanya dan kerugian pada pihak lainnya. Selain itu akadnya juga menjadi tidak jelas apakah membeli beras 1 kg atau membeli beras seberat 1 tebong/setebong.
4. Jual Beli Gharar
Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak adanya objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.36
36 Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta : PT.
RajaGrafindo persada, 2004), h. 147. Lihat pula, Gghufron…, Fiqh Muamalah Kontekstual, h. 133.
21
Jual beli gharar menimbulkan resiko spekulatif dalam akadnya.37 Karena jual beli gharar mengandung ketidakjelasan dan kesamaran maka hal ini dilarang dalam Islam sebagaimana sabda Rasulullah saw :
ِﻥ َﻋ ِﻥ ْﺑﺍ َﻣ ُﻋ َﺭ َﺍ َﺭ ﱠﻥ ْﻭ ُﺳ َﻝ ِﷲ ﻡ.ﺹ َﻧ : َﻬ َﻋ ﻰ َﺑ ْﻥ ِﻊ ْﻳ ﱠﻧﻟﺍ ِﻝ ْﺧ َﺣ َﻳ ﻰ ﱠﺗ ْﺯ َﻭ ُﻫ
ﻩﺍﻭﺭ) .
(ﻱﺫﻣﺭﺗﻟﺍ
“Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw melarang menjual kurma sehingga jelas baiknya (kekuning-kuningan atau (kemerah-merahan).” (diriwayatkan oleh Tirmidzi). 38
Menurut Ibnu Jazi al-Maliki yang dikutip dari bukunya Rachmat Syafe’i, gharar yang dilarang ada 10 macam yaitu:39
a. Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam kandungan induknya.
b. Tidak diketahui harga dan barang.
c. Tidak diketahui sifat barang dan harga.
d. Tidak diketahui ukuran barang dan harga. Ini termasuk ke dalam jual beli dengan menggunakan tebong yang mana menggunakan sistem perkiraan di dalam mengukur atau menakar jumlah barangnya sehingga apabila terjadi kecurangan di dalam penakaran, mengakibatkan timbulnya gharar.
37 A. Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hokum-hukkum Allah (syariah), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 457.
38 Muhammad bin Isa bin Surah at Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, bab. 15, h. 13.
39 Rachmat, Fiqih…, h. 98. Lihat pula Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi, (Mataram : LKIM IAIN Mataram, 2005), h. 206.
22
e. Tidak diketahui masa yang akan datang, artinya tidak jelas kapan akan dilangsungkan jual beli tersebut, contohnya: “Saya jual kepadamu jika saya pergi ke Jakarta”
f. Menghargakan dua kali pada satu barang.
g. Menjual barang yang diharapkan selamat.
h. Jual beli husha’, contohnya: pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh wajib membeli.
i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempari, misalnya seseorang menjual bajunya dengan cara melempar bajunya, kemudian yang lain pun melempar bajunya, maka jadilah jual beli.
j. Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain, maka wajib membelinya.
Meskipun gharar adalah hal yang dilarang dalam ekonomi syariah, namun pada situasi tertentu, Islam tetap memperbolehkannya. Agar lebih jelas berikut uraian gharar yang diperbolehkan :
a. Adanya hajat, contohnya seperti iuran kesehatan meskipun belum pasti pemabayar iuran akan sakit.
b. Gharar dalam jumlah sedikit tetap diperbolehkan, contohnya seperti ongkos angkutan umum, biasanya diketahui ketika sudah sampai tujuan.40
c. Gharar dalam Akad Tabarru’, contohnya seperti pemberian sumbangan dalam kotak kardus.
40 Rachmat, Fiqih…, h. 98. Lihat pula Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi, (Mataram : LKIM IAIN
Mataram, 2005), h. 206.
23
d. Gharar bukan dalam inti objek akad, contohnya seperti jual beli pohon bebuah.
5. Konsep al-Urf (adat)
Al-Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya, baik ucapan, perbuatan atau pantangan-pantangan dan disebut juga adat. Menurut istilah ahli syara’, tidak ada perbedaan antara al-urf dan adat. Adat perbuatan, seperti kebiasaan umat manusia berjual beli dengan tukar-menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Al-urf ada dua macam yaitu adat yang benar dan adat yang rusak. Adat yang benar adalah kebiasaan yang dilakukan manusia yang tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan kewajiban. Adapun adat yang rusak adalah adat kebiasaan yang dilakukan manusia tetapi bertentangan dengan syara’, menghalalkan yang haram, atau membatalkan kewajiban, seperti kebiasaan memakan harta riba dan akad perjudian.41
Al-Jurjany berpendapat sebagaimana yang dikutip dalam bukunya Abdul Mudjib, bahwa al-‘Aadah ialah sesuatu (perbuatan/perkataan) yang terus-menerus dilakukan oleh manusia, karena dapat diterima oleh akal, dan manusia mengulang-ulangnya terus-menerus. Al-‘urf ialah sesuatu (perbuatan atau perkataan) yang jiwa merasa tenang dalam mengerjakannya, karena sejalan dengan akal (sehat) dan diterima oleh tabiat (yang sejahtera).42
Syarat penggunaan adat kebiasaan sebagai hukum antara lain :43 1. Tidak bertentangan dengan nash, baik al-Qur’an maupun al-Sunnah.
41 Abdul wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih,(Pustaka Amani : Jakarta, 2003), h.
117.
42 Abdul Mudjib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih, (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), h. 44.
43 A. Djazuli, I. Nurol Aen, Ushul Fiqh (Metodologi hokum islam), (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2000), h. 187.
24
2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemaslahatan termasuk di dalamnya tidak memberi kesempatan dan kesulitan.
3. Telah berlaku pada umumnya bagi kaum muslimin dalam arti bukan hanya yang biasa dilakukan oleh beberapa orang Islam saja.
4. Tidak berlaku dalam masalah mahdlah.
Perkataan dan perbuatan yang dapat dikatakan al-‘urf adalah perkataan dan perbuatan yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara’. Sehingga kegiatan muamalah yang tidak sesuai dengan syari’at tidak dapat dijadikan adat al-‘urf.44 Oleh karena itu, kebiasaan yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara’ dalam muamalah seperti jual beli dan lainnya adalah merupakan sumber hukum, sehingga apabila terjadi perselisihan perndapat maka penyelesaiannya harus dikembalikan pada adat atau kebiasaan yang berlaku. Sedangkan adat atau kebiasaan yang bertentangan dengan syara’, maka tidak dapat dijadikan dasar hukum.45
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (naturalistik) yang lebih menekankan pada fakta empiris di lapangan. Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena objek yang diteliti merupakan masalah alamiah yang berkaitan dengan interaksi sosial
44 Ibid. h. 45.
45 Ibid, h. 46.
25
manusia. Selain itu, alasan peneliti menggunakan pendekatan ini adalah untuk memperoleh data yang holistik, luas dan mendalam yang mengandung makna sebenarnya dari situasi sosial objek yang diteliti.
Sehingga penelitian tersebut dapat menghasilkan teori atau pengetahuan baru dalam kehidupan masyarakat.
2. Kehadiran Peneliti
Karena dalam pendekatan kualitatif, peneliti merupakan instrumen dalam penelitian maka, kehadiran peneliti merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dalam penelitian ini. Oleh karenanya peneliti harus hadir sendiri di lapangan agar memperoleh data yang valid.
Kehadiran peneliti dalam lokasi penelitian bertujuan agar peneliti dapat memperoleh data dengan menganalisa masalah situasi sosial baik yang berkaitan dengan tempat/lokasi, informan ataupun aktivitas dari informan itu sendiri. Dalam kehadirannya peneliti dapat saja ikut terlibat dalam kegiatan interaksi informan yang diteliti jika memang dibutuhkan.
Seperti ikut membantu dalam pelaksanaan praktek tebong atau ikut terlibat dalam transaksi praktek tebong tersebut secara lagsung. Hal ini dilakukan untuk lebih memantapkan penelitian dalam memperoleh data yang valid.
3. Sumber Data
Dalam bukunya Lexy J. Moleong, M.A, Lofland menjelaskan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
26
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lain. 46
Dalam penelitian ini, ada dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Adapun yang termasuk ke dalam data primer yaitu informan/partisipan itu sendiri melalui wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, baik informan yang melakukan praktek jual beli beras dengan menggunakan tebong seperti penjual dan pembeli atau penendak, orang yang menyaksikan, dan orang yang mengetahui serta dapat dijadikan sumber data. Selain itu, peneliti dapat pula menjadikan proses atau cara informan melakukan jual beli beras dengan menggunakan tebong sebagai data primer serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam hal ini segala aktivitas informan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dapat dijadikan sumber data.
Adapun yang dapat dijadikan sebagai data sekunder ialah data- data berupa buku-buku, artikel dan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, arsip, berkas, dokumen dan data statistik seperti data luas daerah, jumlah penduduk, pendapatan masyarakat dan data-data lainya yang diperlukan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data sangat diperlukan untuk keberhasilan dari penelitian. Selain itu pemilihan teknik
46 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 157.
27
pengumpulan data yang tepat untuk digunakan dalam penelitian sangat diperlukan dan diharuskan untuk memperoleh data yang valid dan reliabel. Teknik pengumpulan data yang digunakan seperti:
a) Observasi
Menurut pendapat Nasution dalam bukunya Sugiyono menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.
Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
Selanjutnya dalam bukunya Sugiyono, Masrshall berpendapat bahwa melalui observasi, peneliti belajar teentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.47
Karena objek yang diteliti merupakan masalah yang bersifat alamiah maka observasi sangat diperlukan agar dapat mengetahui dengan tepat objek yang sedang diteliti dengan pengamatan dan analisis yang mendalam. Apa yang tidak peneliti dapat dari wawancara kepada informan dapat peneliti temukan dari hasil observasi, seperti dalam jual beli beras menggunakan tebong maka peneliti akan mengamati dan menganalisa bagaimana cara melakukan jual beli dengan tebong tersebut sehingga dapat disimpulkan nantinya apakah hal tersebut dapat menghasilkan teori baru. Selain itu peneliti juga dapat mengamati perilaku dari informan yang melakukan praktek tebong, bagaimana hubungan antara penjual dan pembeli (penendak)48 yang melakukan praktek tebong, serta mengamati keberlangsungan akad dari praktek tebong tersebut.
47Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Alfabeta, 2014), h. 64.
48 Penendak adalah bahasa sasak yang berarti saudagar, tapi dalam hal ini, yang dimaksud adalah saudagar kecil-kecilan
28
Dalam observasi ini, peneliti dapat saja ikut berpartisipasi langsung dalam proses jual beli beras menggunakan praktek tebong sehingga dapat mengetahui dengan jelas proses dari jual beli yang dilakukan. Peneliti juga bisa secara langsung berterus terang sedang melakukan penelitian jika memang hal itu dibutuhkan demi mendapatkan data yang dibutuhkan atau bisa saja peneliti tidak berterus terang. Misalnya dalam praktek tebong ini, karena yang melakukan transaksi dominan ibu-ibu maupun nenek-nenek, maka diperlukan pendekatan dan perkenalan sesuai dengan situasi di lapangan.
b) Wawancara
Esterberg sebagaimana dikutip dalam bukunya Sugiyono berpendapat bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan maknanya dalam suatu topik tertentu.
Sedangkan Susan Stainback dalam bukunya Sugiyono mengemukakan bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak ditemukan melalui observasi.49
Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara semiterstruktur. Wawancara ini lebih bersifat bebas dari wawancara terstruktur. Tujuannya adalah untuk menemukan permasalah secara lebih terbuka, dimana nara sumber diminta pendapat dan ide- idenya.50
49 Sugiyono, Memahami Penelitian…, h. 72.
50 Ibid. h. 72.
29
Alasan peneliti menggunakan teknik wawancara adalah untuk mendapatkan informasi yang tidak didapatkan melalui observasi dari informan yang menjadi objek penelitian mengenai masalah yang akan diteliti. Misalnya dalam praktik tebong, peneliti dapat mencari informasi terkait alasan penjual dan pembeli melakukan praktik tebong, bagaimana perasaan penjual dan pembeli tersebut serta dapat menanyakan perihal keadaan dan situasi dari kedua belah pihak ketika melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan praktik tebong tersebut. Sehingga peneliti dapat mengetahui secara mendalam tentang informan yang diteliti.
c) Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya, karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.51
Dokumen yang mungkin dibutukan dalam penelitian ini misalnya arsip daerah terkait dengan jumlah penduduk desa Batujai,
51 Ibid. h. 82.
30
data-data terkait pekerjaan masyarakat desa batujai dan data-data lainnya yang diperlukan.
5. Teknik Analisis Data
Setelah terkumpul semua data-data yang diperlukan dan sudah tidak dapat lagi menemukan data baru (sudah jenuh) maka proses penelitian selanjutnya adalah menganalis data yaitu proses memilih data yang benar-benar dibutuhkan, mengklasifikasikan dan menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh baik dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga dapat dipahami dan ditarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan sehingga menjadi teori baru bagi dunia pengetahuan.
Teknik analisis data yang digunakan bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Kemudian hipotesis tersebut disimpulkan apakah diterima atau tidak, jika diterima maka hipotesis tersebut menjadi teori baru.52
Proses analisis data dilakukan sebelum terjun ke lapangan hingga telah terjun langsung, menganalisa data-data yang diperoleh di lapangan dengan cermat dan teliti sehingga hasil penelitian yang didapat benar- benar valid.
Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis data model Miles and Huberman yaitu teknik analisis data melalui tiga tahap,
52 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 245.
31
terdiri dari : data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan selanjutnya conclution drawing/verification. Setelah mendapatkan data-data jenuh untuk keperluan penelitian, peneliti akan merangkum dan memilih data-data yang pokok dan penting untuk dijadikan fokus penelitian, dalam hal ini peneliti hanya menfokuskan permasalahan pada praktek tebong, maka hal-hal yang tidak berkaitan dengan praktek tebong akan peneliti buang. Setelah memilih, merangkum dan membuang data- data yang tidak perlu, selanjutnya menyajikan data dalam bentuk naratif, sehingga dapat memudahkan peneliti dalam memahami apa yang terjadi dan merencanakan kegiatan selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.
Selanjutnya peneliti membuat suatu kesimpulan dari data-data yang sudah didapatkan secara valid, seperti halnya praktek tebong, maka peneliti akan menyimpulkan hasilpenelitian yang didapatkan mengenai pandangan Hukum Ekonomi Syariah terhadap praktek tebong tersebut.53
Alasan peneliti menggunakan teknik anasis data berdasarkan model Miles and Huberman ialah karena dirasa lebih mudah dan lebih cepat dipahami prosesnya.
6. Validitas Data
Untuk mengetahui tingkat kesahihan data yang diperoleh dengan kenyataan yang terjadi di lapangan maka perlu adanya uji kesahehan data supaya data yang diperoleh memang benar-benar telah teruji
53 Ibid, h. 247.
32
kesahihannya. Upaya yang dapat dilakukan peneliti untuk menguji kesahihan data antara lain :54
a. Meningkatkan Ketekunan
Proses pengujian kesahihan data selanjutnya dapat peneliti lakukan dengan cara melakukan pengamatan secara lebih cermat atas data-data yang diperoleh, mengecek kembali data tersebut apakah ada yang salah atau tidak, dapat dipercaya atau tidak dengan cara membaca referensi dari berbagai referensi buku dan hasil penelitian atau dokumentasi terkait hasil temuan yang diteliti. Sehingga data hasil penelitian nantinnya memang benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Triangulasi
Triangulasi dimaksud di sini adalah pengecekan kembali data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan waktu.
1) Triangulasi sumber
Peneliti melakukan pengecekan kembali kesahihan data melalui beberapa sumber atau informan, misalnya peneliti tidak hanya menjadikan penjual beras sebagai informan tetapi juga, pembeli atau penendak, orang yang menyaksikan jual beli beras dengan menggunakan tebong, serta masyarakat di sekitar yang
54 Ibid, h. 270.
33
mengetahui dan dapat memberikan informasi mengenai objek yang diteliti baik itu ibu-ibu, bapak-bapak, mahasiswa ataupun remaja di sana.
2) Triangulasi Teknik
Peneliti mengecek kembali data yang telah diperoleh kepada informan yang sama dengan menggunakan teknik yang berbeda, misalnya peneliti menemukan data dari penjual dengan metode wawancara maka pada pengujian data ini peneliti menggunakan metode observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku dan cara penjual melakukan jual beli beras dengan menggunakan tebong tersebut.
3) Triangulasi Waktu
Peneliti dapat menguji kesahihan data dengan mencoba mengecek kembali data yang diperoleh pada informan yang sama dengan teknik-teknik yang telah digunakan pada waktu yang berbeda. Misalnya peneliti melakukan pengamatan di waktu pagi pada informan penjual maka peneliti dapat melakukan pengamatan kebali di waktu siang atau sore untuk mengecek apakah data yang diperoleh masih sama dengan data yang diperoleh sebelumnya.
c. Kecukupan Referensi
Untuk mendapatkan data yang valid tentu perlu adanya referensi-referensi yang dapat mendukung pembuktian
34
kesahihan data yang diperoleh oleh peneliti. Oleh karenanya peneliti selalu mengusahakan untuk terus mencari dan menambah referensi-referensi baik dari buku-buku, artikel- artikel dan lainnya agar data yang didapatkan dapat teruji kesahihan dan kreadibilitasnya.
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Desa Batujai
Setelah berakhirnya kerajaan Majapahit, maka keluarga besar dari Majapahit bubar dan berserakan meninggalkan Keraton Majapahit, di antaranya seorang keluarga raja bernama Seri Maha Raja Mas Mulia yang mengungsi ke Kelungkung Bali, karena memiliki hubungan keluarga dengan
35
Raja Kelungkung. Dari Kelungkung beliau hijrah ke Lombok (Rincung Lombo Barat) beserta pengikut/pengiringnya yang berasal dari Majapahit di tambah lagi dengan pengikutnya yang berasal dari Kelungkung. Tidak lama kemudian pindah ke Pujut Lombok Tengah bersama pengiringnya yang dari Majapahit, sedangkan pengikutnya yang berasal dari Kelungkung diam dan tinggal di Rincung sampai sekarang.55
Di kediaman beliau di Gunung Pujut ini terbentuk dan berkembang kerajaan kecil yang diperintah secara turun temurun seperti di bawah ini :56 a. Seri Maha Raja Mas Mulia e. Seri Maha Raja Mas Elem b. Seri Maha Raja Mas Mayang f. Raden Telem
c. Seri Maha Raja Mas Dipati g. Raden Hukum
d. Raden Pademi (keturunan Raden Pademi ini mekar lagi dan hijrah ke Desa-desa : Sengkol, Batujai, Sukarara, dan Bonjeruk).
Bahwa yang hijrah ke Desa Batujai Bernama Raden Lumbit, dari Raden Lumbit inilah cikal bakal dari keturunan dan pendiri Desa Batujai, yang diperkirakan membentuk pemerintahan pertama di Desa Batujai pada Tahun 1725.57
Desa Batujai merupakan sebuah desa yang cukup luas sehingga terbagi kedalam beberapa dusun, Di antaranya dusun Poen yang mana di dusun ini tempat berdiri kantor Desa Batujai, ada juga dusun Wage yang memiliki eler atau tempat menggiling padi, selanjutnya ada juga dusun
55 Monograpi desa Batujai
56 Ibid.
57 Ibid.
36
Keloka, Bunklotok, lakah dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I
Karang Dalem Lakah Batu Beduk
Ketangge Wage Kenyeling
Jomang Bunklotok Mengilok
Powen Sinte Waki
Lolat Keluncing Sorak
Gabak Petak
Batu Lajang Keloke
Dikutip dari monografi Desa Batujai
2. Letak dan Keadaan Desa
Desa Batujai merupakan wilayah dari Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kelurahan Semayan, Kelurahan Panji sari, Desa Puyung dan Sukara.
- Sebelah Timur : Desa Penujak dan Sasake - Sebelah Selatan : Desa Penujak dan Darek - Sebelah Barat : Desa Ungga dan Sukarara. 58
Desa Batujai mempunyai jarak : - Dari desa ke kecamatan : 0,50 km - Dari desa ke kabupaten : 6,00 km - Dari desa ke Propinsi : 36,00 km59
58 Ibid.
59 Ibid.
37
Desa Batujai mempunyai luas wilayah sebanyak 1.176 Ha, yang mana sebagian besar tanahnya terdiri dari tanah persawahan (tanah irigasi).
Tanah persawahan tersebut kemudian digarap sebagai ladang penghasilan.
Masyarakat Desa Batujai biasanya menanam padi sebanyak dua kali dalam setiap tahun, selanjutnya menanam biji-bijian atau tanaman lainnya yang menguntungkan di selain musim padi. Selain memiliki tanah persawahan, Desa Batujai juga memiliki macam-macam jenis tanah yang dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.
Tabel II
Jenis Tanah Ukuran
Tanah sawah irigasi tekhnis 223 Ha Tanah sawah irigasi non tekhnis 222 Ha Tanah sawah tanah hujan 596 Ha Tanah kebun/pekarangan 68 Ha Tanah tegalan/lading 3 Ha
Lain-lain 41 Ha
Dikutip dari monografi Desa Batujai
3. Keadaaan Penduduk Desa Batujai
Data tentang jumlah penduduk desa Batujai Tahun 2013 berjumlah sekitar 15.006 jiwa. Di mana jumlah laki-laki 7.372 jiwa, sedangkan perempuan berjumlah 7.634 jiwa. Jumlah kepala keluarga