BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
6. Validitas Data
Untuk mengetahui tingkat kesahihan data yang diperoleh dengan kenyataan yang terjadi di lapangan maka perlu adanya uji kesahehan data supaya data yang diperoleh memang benar-benar telah teruji
53 Ibid, h. 247.
32
kesahihannya. Upaya yang dapat dilakukan peneliti untuk menguji kesahihan data antara lain :54
a. Meningkatkan Ketekunan
Proses pengujian kesahihan data selanjutnya dapat peneliti lakukan dengan cara melakukan pengamatan secara lebih cermat atas data-data yang diperoleh, mengecek kembali data tersebut apakah ada yang salah atau tidak, dapat dipercaya atau tidak dengan cara membaca referensi dari berbagai referensi buku dan hasil penelitian atau dokumentasi terkait hasil temuan yang diteliti. Sehingga data hasil penelitian nantinnya memang benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Triangulasi
Triangulasi dimaksud di sini adalah pengecekan kembali data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan waktu.
1) Triangulasi sumber
Peneliti melakukan pengecekan kembali kesahihan data melalui beberapa sumber atau informan, misalnya peneliti tidak hanya menjadikan penjual beras sebagai informan tetapi juga, pembeli atau penendak, orang yang menyaksikan jual beli beras dengan menggunakan tebong, serta masyarakat di sekitar yang
54 Ibid, h. 270.
33
mengetahui dan dapat memberikan informasi mengenai objek yang diteliti baik itu ibu-ibu, bapak-bapak, mahasiswa ataupun remaja di sana.
2) Triangulasi Teknik
Peneliti mengecek kembali data yang telah diperoleh kepada informan yang sama dengan menggunakan teknik yang berbeda, misalnya peneliti menemukan data dari penjual dengan metode wawancara maka pada pengujian data ini peneliti menggunakan metode observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku dan cara penjual melakukan jual beli beras dengan menggunakan tebong tersebut.
3) Triangulasi Waktu
Peneliti dapat menguji kesahihan data dengan mencoba mengecek kembali data yang diperoleh pada informan yang sama dengan teknik-teknik yang telah digunakan pada waktu yang berbeda. Misalnya peneliti melakukan pengamatan di waktu pagi pada informan penjual maka peneliti dapat melakukan pengamatan kebali di waktu siang atau sore untuk mengecek apakah data yang diperoleh masih sama dengan data yang diperoleh sebelumnya.
c. Kecukupan Referensi
Untuk mendapatkan data yang valid tentu perlu adanya referensi-referensi yang dapat mendukung pembuktian
34
kesahihan data yang diperoleh oleh peneliti. Oleh karenanya peneliti selalu mengusahakan untuk terus mencari dan menambah referensi-referensi baik dari buku-buku, artikel- artikel dan lainnya agar data yang didapatkan dapat teruji kesahihan dan kreadibilitasnya.
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Desa Batujai
Setelah berakhirnya kerajaan Majapahit, maka keluarga besar dari Majapahit bubar dan berserakan meninggalkan Keraton Majapahit, di antaranya seorang keluarga raja bernama Seri Maha Raja Mas Mulia yang mengungsi ke Kelungkung Bali, karena memiliki hubungan keluarga dengan
35
Raja Kelungkung. Dari Kelungkung beliau hijrah ke Lombok (Rincung Lombo Barat) beserta pengikut/pengiringnya yang berasal dari Majapahit di tambah lagi dengan pengikutnya yang berasal dari Kelungkung. Tidak lama kemudian pindah ke Pujut Lombok Tengah bersama pengiringnya yang dari Majapahit, sedangkan pengikutnya yang berasal dari Kelungkung diam dan tinggal di Rincung sampai sekarang.55
Di kediaman beliau di Gunung Pujut ini terbentuk dan berkembang kerajaan kecil yang diperintah secara turun temurun seperti di bawah ini :56 a. Seri Maha Raja Mas Mulia e. Seri Maha Raja Mas Elem b. Seri Maha Raja Mas Mayang f. Raden Telem
c. Seri Maha Raja Mas Dipati g. Raden Hukum
d. Raden Pademi (keturunan Raden Pademi ini mekar lagi dan hijrah ke Desa-desa : Sengkol, Batujai, Sukarara, dan Bonjeruk).
Bahwa yang hijrah ke Desa Batujai Bernama Raden Lumbit, dari Raden Lumbit inilah cikal bakal dari keturunan dan pendiri Desa Batujai, yang diperkirakan membentuk pemerintahan pertama di Desa Batujai pada Tahun 1725.57
Desa Batujai merupakan sebuah desa yang cukup luas sehingga terbagi kedalam beberapa dusun, Di antaranya dusun Poen yang mana di dusun ini tempat berdiri kantor Desa Batujai, ada juga dusun Wage yang memiliki eler atau tempat menggiling padi, selanjutnya ada juga dusun
55 Monograpi desa Batujai
56 Ibid.
57 Ibid.
36
Keloka, Bunklotok, lakah dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I
Karang Dalem Lakah Batu Beduk
Ketangge Wage Kenyeling
Jomang Bunklotok Mengilok
Powen Sinte Waki
Lolat Keluncing Sorak
Gabak Petak
Batu Lajang Keloke
Dikutip dari monografi Desa Batujai
2. Letak dan Keadaan Desa
Desa Batujai merupakan wilayah dari Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kelurahan Semayan, Kelurahan Panji sari, Desa Puyung dan Sukara.
- Sebelah Timur : Desa Penujak dan Sasake - Sebelah Selatan : Desa Penujak dan Darek - Sebelah Barat : Desa Ungga dan Sukarara. 58
Desa Batujai mempunyai jarak : - Dari desa ke kecamatan : 0,50 km - Dari desa ke kabupaten : 6,00 km - Dari desa ke Propinsi : 36,00 km59
58 Ibid.
59 Ibid.
37
Desa Batujai mempunyai luas wilayah sebanyak 1.176 Ha, yang mana sebagian besar tanahnya terdiri dari tanah persawahan (tanah irigasi).
Tanah persawahan tersebut kemudian digarap sebagai ladang penghasilan.
Masyarakat Desa Batujai biasanya menanam padi sebanyak dua kali dalam setiap tahun, selanjutnya menanam biji-bijian atau tanaman lainnya yang menguntungkan di selain musim padi. Selain memiliki tanah persawahan, Desa Batujai juga memiliki macam-macam jenis tanah yang dapat dilihat melalui tabel di bawah ini.
Tabel II
Jenis Tanah Ukuran
Tanah sawah irigasi tekhnis 223 Ha Tanah sawah irigasi non tekhnis 222 Ha Tanah sawah tanah hujan 596 Ha Tanah kebun/pekarangan 68 Ha Tanah tegalan/lading 3 Ha
Lain-lain 41 Ha
Dikutip dari monografi Desa Batujai
3. Keadaaan Penduduk Desa Batujai
Data tentang jumlah penduduk desa Batujai Tahun 2013 berjumlah sekitar 15.006 jiwa. Di mana jumlah laki-laki 7.372 jiwa, sedangkan perempuan berjumlah 7.634 jiwa. Jumlah kepala keluarga
38
sebanyak 4.666 KK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.60
Table III
Usia Laki-laki Perempuan Usia Laki-laki Perempuan 0-12 Bln 1.804 orang 1.661 orang 39 Tahun 673 orang 675 orang
4 Tahun 517 orang 490 orang 44 Tahun 525 orang 596 orang 9 Tahun 607 orang 570 orang 49 tahun 511 orang 444 orang 14 tahun 680 orang 601 orang 54 Tahun 380 orang 376 orang 19 Tahun 600 orang 713 orang 59 Tahun 273 orang 275 orang 24 Tahun 684 orang 732 orang 64 Tahun 256 orang 279 orang 29 Tahun 694 orang 844 orang 69 Tahun 367 orang 338 orang 34 Tahun 605 orang 701 orang
Dikutip dari monografi Desa Batujai
4. Keadaan Ekonomi Masyarakat Desa Batujai.
Mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat desa Batujai adalah petani dan buruh tani. Hal ini dikarenakan besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki dengan banyak dan luasnya persawahan sekitar 1.041 Ha dari luas wilayah desa Batujai 1.176 Ha. Selain menjadi petani, Masyarakat Batujai juga ada yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lain-lain. Seperti yang diuraikan dalam tabel di bawah ini.61
Table IV
Jenis pekerjaan Jumlah
Petani 1971 orang
60 Dokumentasi, Buku III Daftar Isian Potensi Desa Dan Kelurahan (Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2013), h. 19.
61 Ibid. h. 20.
39
Buruh tani 1277 orang
Pegawai Negeri Sipil 256 orang Pengrajin industri rumah
tangga 16 orang
Pedagang keliling 38 orang
Peternak 214 orang
Montir 8 orang
TNI 32 orang
POLRI 33 orang
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 10 orang Pengusaha kecil dan menengah 16 orang
Notaris 1 orang
Dukun kampung terlatih 3 orang
Dosen swasta 5 orang
Pengusaha besar 38 orang
Karyawan perusahaan swasta 5 orang
Dikutip dari monografi Desa Batujai
5. Keadaan Sosial Masyarakat Batujai
Masyarakat desa Batujai memiliki organisasi yang tergabung dalam kelompok tani dan nelayan sebanyak 16 buah. Ini menandakan akan besarnya pengaruh dan potensi pertanian di desa Batujai. Selain itu desa
40
Batujai juga memiliki sebuah organisasi Badan Usaha Milik Desa, sebuah organisasi Perempuan dan 3 buah yayasan.62
B. Sistem Jual Beli Beras di Desa Batujai
Jual beli beras yang dilakukan oleh masyarakat Batujai terdiri dari beberapa mekanisme atau cara pelaksanaannya antara lain :
1. Ditinjau dari cara mendapatkan objeknya yaitu :63
a. Menjual beras dari hasil panen sendiri, yaitu seorang petani yang menanam padi di sawahnya, ketika sudah panen kemudian menjual hasil panennya tersebut ke penendak.
b. Menjual beras dari hasil buruh tani (merampek)64. Hal ini dilakukan oleh buruh tani yang mana menjual padi dari hasil pekerjaannya membantu petani memanen padinya. Jadi, padi tersebut diberikan oleh petani yang memiliki sawah ke pada buruh tani sebagai upah atas pekerjaannya.
c. Menjual dengan cara membeli beras terlebih dahulu dari petani asli atau buruh tani dengan niat untuk memperoleh keuntungan. Cara ini dilakukan oleh penendak.
2. Ditinjau dari alat penukarannya antara lain :65
a. Jual beli beras dengan menggunakan sisem barter, yaitu dengan cara menukarkan beras dengan barang yang dibutuhkan oleh si penukar.
62 Dokumentasi, Buku III Daftar Isian Potensi Desa Dan Kelurahan (Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2013), h. 25.
63 Wawancara dengan Inaq Mok, Tanggal 7 Februari 2020.
64 Bahasa Sasak yang berarti memanen padi. Merampek juga digunakan untuk mengungkapkan pekerjaan sebagai buruh tani.
65 Wawancara dengan Inaq Mok, Tanggal 7 Februari 2020.
41
Misalnya pihak yang memiliki beras menginginkan biji kedelai atau sayuran-sayuran, maka berasnya tersebut kemudian ditukar dengan itu sesuai dengan jumlah yang disetujui masing-masing pihak.
b. Jual beli beras dengan menggunakan alat penukaran berupa uang.
3. Ditinjau dari alat takarannya antara lain :66
a. Jual beli beras dengan menggunakan timbangan yang distandarkan oleh pemerintah (Dacin).67
b. Jual beli beras dengan menggunakan tebong.
C. Praktik Tebong Di Desa Batujai
Tebong merupakan alat tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat khususnya Masyarakat Batujai untuk menakar beras ketika hendak melakukan transaksi jual beli. Tebong ini memiliki dua ukuran, yaitu tebong kecil yang berukuran satu kilogram dan tebong besar yang berukuran tiga kilo gram. Tebong yang berukuran tiga kilogram jarang digunakan untuk menakar beras yang akan dijual atau dibeli, biasanya tebong yang berisi tiga kilo gram hanya digunakan sebagai alat untuk menaruh beras yang akan di takar dengan menggunakan dacin. Sedangkan tebong yang berukuran satu kilogram, biasanya digunakan untuk menakar beras yang akan dijual atau dibeli, selain juga bisa digunakan sebagai alat untuk menaruh beras ke dalam karung atau wadah untuk kemudian ditimbang. Tebong sangat memudahkan masyarakat dalam melakukan penakaran. Selain digunakan sebagai alat takaran, tebong juga biasa digunakan sebagai alat untuk mengambil beras, di
66 Ibid.
67 Wawancara dengan Sekdes Batujai, Tanggal 23 Juni 2020.
42
mana apabila melakukan transaksi jual beli beras dengan menggunakan neraca atau timbangan, maka beras tersebut diambil menggunakan tebong terlebih dahulu baru kemudian diukur.68
Masyarakat Batujai yang bekerja sebagai penendak merupakan masyarakat yang hanya memiliki pekerjaan itu saja, atau hanya bekerja dan mencari nafkah hidup sehari-hari hanya dari hasil transaksi jual beli beras yang dilakukannya. Jika tidak mendapatkan beras untuk dijual, artinya tidak ada petani yang menjual berasnya, maka penendak tidak memiliki barang untuk ditransaksikan. Sehingga penendak sangat menunggu dan bergantung dari petani untuk melangsungkan usahanya. Begitu pula jika tidak ada pembeli yang membeli berasnya, maka otomatis penghasilannya tidak ada.69
Menurut Lalu Musadat, S. Adm selaku Sekdes Batujai, tebong memang umum digunakan oleh Masyarakat Batujai karena merupakan alat tradisional baik untuk menakar beras ketika memasak atau menakar beras dalam transaksi jual beli. Tebong digunakan apabila membeli atau menjual beras dalam jumlah yang sedikit sedangkan apabila membeli atau menjual beras dalam jumlah yang banyak maka memakai alat timbangan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah atau neraca.70
Biasanya petani-petani yang menjual berasnya dalam jumlah kecil memiliki alasan untuk membayar ongkos transportasi ketika hendak menggiling padinya, di mana petani membutuhkan jasa untuk mengangkut
68 Wawancara dengan Inaq Piot, Tanggal 16 Juni 2020.
69 Wawancara dengan Ras (penendak), Tanggal 7 Juni 2020.
70 Wawancara dengan Sekdes Batujai, tanggal 16 Juni 2020.
43
padi yang akan digiling tersebut ke eler71, baik menggunakan dokar72 atau pun menggunakan sepeda motor. Selain untuk membayar upah angkut, petani juga biasanya menjual sebagian beras yang sudah digilingnya untuk dipakai membeli sayur mayur, lauk pauk dan kebutuhan rumah tangga lainnya.73
Menurut Inaq Piot selaku penendak, jual beli beras dengan menggunakan tebong biasanya digunakan apabila ada orang yang menjual atau membeli beras dalam jumlah kecil sehingga memudahkan dan memberikan kesempatan kepada pembeli atau penjual yang ingin membeli atau menjual berasnya dalam jumlah kecil tersebut, karena timbangan yang ada hanya timbangan yang dipakai untuk pengukuran dalam jumlah besar minimal 10 kilogram.74
Fatimah (selaku penjual beras ke penendak sekaligus orang yang menyaksikan transaksi jual beli dengan tebong) menjelaskan bahwa tebong digunakan oleh penendak ketika hendak menakar beras yang akan dibelinya dengan cara menakar hingga melebihi batas bibir tebong atau mojuk75. Sedangkan apabila membeli beras dari petani atau dari orang yang menjual beras, maka penendak menggunakan timbangan. Pengukuran beras yang menggunakan tebong dimaksudkan untuk memberikan hasil yang lebih banyak karena jumlahnya lebih dari satu kilogram jika menggunakan tebong
71 Bahasa sasak yang berarti tempat menggiling padi dengan menggunaan mesin penggiling padi. Untuk sampai ke eler.
72 Bahasa sasak yang berarti angkutan yang terbuat dari gerobak dengan menggunakan tenaga kuda.
73 Wawancara dengan Inah Anah, Tanggal 12 Juni 2020.
74 Wawancara dengan Inaq Piot, Tanggal 15 Januari 2020.
75 Bahasa sasak yang berarti penuh hingga melebihi batas takaran (kembung dan melimpah)
44
kecil, ini dikarenakan cara pengukurannya distrategikan agar kembung melebihi bibir tebong. Sehingga ketika menjualnya dengan menggunakan timbangan yang sesuai ukuran takarannya, maka akan memberikan sisa beras yang lebih dari satu kilo tersebut. Dengan begitu, penendak mendapat lebih banyak keuntungan, yakni dari kelebihan beras yang didapat dan dari keuntungan hasil penjualannya.76
Inaq Irok (penendak) menjelaskan bahwa, dia membeli beras dari petani terkadang seharga enam Ribu Rupiah hingga tujuh Ribu Rupiah.
Kemudian Inaq Irok menjual beras yang dibeli seharga enam ribu tersebut dengan harga enam ribu lima ratus rupiah sampai dengan tujuh ribu rupiah.
Terkadang juga Inaq Irok menjualnya dengan harga semula dari harga yang dibelinya. Artinya beras yang dibeli seharga enam ribu rupiah, ia jual kembali seharga enam ribu rupiah pula. Namun, Inaq Irok tetap mendapat keuntungan dari kelebihan atau sisa beras yang dibeli, karena takaran waktu menjual dan membeli berbeda. Di mana ketika membeli beras dari petani atau buruh tani menggunakan tebong yang jumlah ukuran berasnya lebih dari satu kilogram dalam setiap tebong. Sehingga ketika menjualnya dengan menggunakan takaran yang distandarkan, beras yang misalnya dalam akad jual beli dengan tebong berjumlah 5 kilo gram, bisa bertambah jumlahnya hingga 7 kilogram.77
Inaq Sul selaku penendak mengatakan bahwa ia melakukan transaksi jual beli beras dengan menggunakan dacin. Beras yang dibeli seharga enam
76 Wawancara dengan Fatimah, Tanggal 16 Juni 2020.
77 Wawancara dengan Inaq irok,Tanggal 16 Juni 2020.
45
ribu rupiah dijual dengan harga hingga tujuh ribu rupiah, namun terkadang juga menjualnya dengan harga semula yakni beras yang dibeli seharga enam ribu rupiah tersebut ia jual kembali dengan harga enam ribu rupiah. akan tetapi Inaq Sul tetap mendapat keuntungan dari sisa atau kelebihan beras yang dibeli. Di mana ukuran beras yang dijual lebih banyak dari pada ukuran ketika membelinya. Misalnya Inaq Sul membeli beras sebanyak dua puluh kilogram dengan menggunaan dacin, kemudian ketika menjual beras itu kembali, jumlahnya bisa bertambah beberapa kilogram dari ukuran semula.
Ini disebabkan karena cara menakar beras tersebut ketika menjual dan membelinya berbeda.
Ras (penendak) mengatakan bahwa ia membeli beras dari petani terkadang menggunakan modal pribadi tapi sering juga meminjam terlebih dahulu modal dari sesama penendak untuk kemudian diganti setelah beras yang dibeli tersebut laku terjual. Ras juga menerangkan bahwa ia melakukan transaksi jual beli beras dengan dua cara, yakni dengan menggunakan dacin dan tebong. Ia akan menggunakan dacin sebagai alat takarannya apabila membeli beras dalam jumlah yang banyak melebihi sepuluh kilogram.
Sedangkan apabila membeli beras dari petani dalam jumlah kecil, maka ia menggunakan tebong.78
Selain Ras, Inaq Ridwan (penendak) juga mengatakan bahwa ia menggunakan dua cara dalam menakar beras yaitu menggunakan dacin dan tebong, baik ketika menjual atau pun membeli. Di mana menggunakan dacin
78 Wawancara dengan Ras, Tanggal 12 Juni 2020.
46
ketika melakukan transaksi dalam jumlah yang besar, sedangkan menggunakan tebong dalam transaksi dalam jumlah yang kecil. Selain itu, ia juga menuturkan bahwa ketika menjual kembali beras yang telah dibelinya, baik menggunakan dacin maupun tebong sama-sama memiliki kelebihan atau sisa dari jumlah ketika membelinya. Misalnya Inaq Ridwan membeli beras sebanyak sepuluh kilo gram, baik menggunakan dacin atau tebong, yang apabila dijual kembali maka, yang tadinya berjumlah sepuluh kilogram bisa bertambah hingga 12 kilogram.
Inaq Sus (penendak) juga mengatakan bahwa, ia sudah biasa menggunakan tebong sebagai alat untuk menakar beras yang akan dijual atau dibelinya. Akan tetapi ia mengatakan bahwa tebong yang digunakannya setara ukurannya dengan timbangan yang telah distandarkan pemerintah atau yang biasa disebut dacin. Tebong yang digunakan oleh Inaq Sus katanya telah diatur agar hasil takarannya sama dengan hasil timbangan atau neraca yang distandarkan pemerintah.79
Inaq Mok (petani) mengungkapkan bahwa tebong memang masih biasa digunakan dalam melakukan transaksi jual beli, terutama oleh penendak. Biasanya penendak lebih suka menggunakan tebong dari pada timbangan atau dacin. Hal ini dikarenakan tebong memberikan keuntungan lebih banyak ketimbang menggunakan timbangan yang sesuai. Dalam melakuan penakaran dengan menggunakan tebong, penendak bisa mengatur posisi tangannya untuk menahan beras yang ditakarnya agar tidak jatuh atau
79 Wawancara dengan Inaq Sus, Tanggal 13 juni 2020.
47
tumpah dari tebong. Sehingga isinya lebih banyak dan bisa melebihi satu kilogram dalam setiap takaran.80
Inaq Eah (petani sekaligus buruh tani) menyatakan bahwa tebong selalu digunakan oleh penendak ketika hendak menakar beras yang dibelinya.
Di mana penendak itu sendiri yang akan menakar beras tersebut, sedangkan si pemilik beras hanya menyaksikan berasnya yang ditakar. Ketika melakukan penakaran, penendak sering kali berlebihan dalam melakukan penakaran,
“tidak jarang kami menegur penendak untuk mengurangi takarannya” tutur Inaq Eah. Setelah ditegur barulah kemudian penendak mengurangi takarannya. Akan tetapi jika dibiarkan, maka penendak tersebut tetap saja melakukan penakaran dengan cara yang berlebihan.81
Dari hasil observasi, peneliti mendapatkan bahwa tebong yang dikatakan berukuran satu kilo gram akan sesuai dengan jumlah satu kilo gram apabila cara pengukurannya sesuai. Di mana cara pengisian beras yang akan diukur ke dalam tebong tersebut didatarkan hingga ke bibir atau tepi tebong tanpa melekungkannya ke dalam atau mengembungkannya ke atas. Artinya, tanpa mengurangi isinya hingga kurang dari bibir tebong atau melebihi batas bibir tebong tersebut.82
Peneliti juga mendapatkan bahwa penendak kurang teliti dan berhati- hati dalam menakar beras yang akan dibelinya dengan menggunakan tebong.
Penendak kurang memperhatikan batas takaran pada tebong yang dikatakan
80 Wawancara dengan Inaq Mok, Tanggal 13 Juni 2020.
81 Wawancara dengan Inaq Eah, Tanggal 13 juni 2020.
82 Observasi, Tanggal 5 Juni 2020.
48
satu kilogram. Penendak hanya memperkirakan beratnya bahkan terkadang sengaja melebihkan takarannya.83
Selain itu, peneliti juga mendapatkan bahwa penendak ada juga yang menggunakan timbangan kecil yang distandarkan pemerintah, di mana timbangan tersebut dapat menakar beras dari satu kilogram hingga sepuluh kilogram. Selain timbangan yang berukuran kecil, ada pula penendak- penendak yang memiliki dan menggunakan timbangan yang berukuran besar, di mana timbangan atau dacin tersebut memiliki anak-anak timbangan yang digunakan untuk mengukur dan menyeimbangan takaran sesuai dengan jumlah yang diinginkan. Takaran yang berukuran besar tersebut dapat menakar dari dua kilogram hingga lima puluh kilo gram.
Penendak yang menggunakan dacin dalam melakukan penakaran, ada juga yang berbuat curang dengan cara menstrategikan dacin tersebut agar jumlah beras yang didapat lebih banyak. Begitu juga dengan penendak yang menggunakan tebong juga memiliki cara agar tebong tersebut dapat menampung beras yang lebih banyak yakni dengan cara memukul atau melengkungkan bagian bawah tebong (alasnya) agar semakin bawah, sehingga mampu menampung lebih banyak beras. 84
Dalam melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan tebong, baik petani selaku penjual dan penendak selaku pembeli sama-sama mengungkapkan akad ijab qabulnya dengan menggunakan akad kiloan, bukan menggunakan kata tebong atau setebong. misalnya penjual mengatakan
83 Observasi Tanggal 12 Juni 2020.
84 Wawancara dengan Fatimah, Tanggal 16 Juni 2020.
49
akan menjual berasnya sebanyak lima kilo gram, maka ia mengatakan lima kilogram dalam akadnya, bukan lima tebong.85
Menurut Inaq Eah, ia menggunakan akad kiloan ketika melakukan transaksi jual beli, bukan menggunakan akad tebong, “aneh bayah berask ne lime kilo arak jari ongkos ojek nani”. Inaq Eah mencontohkan.86
Inaq As (petani) juga menuturkan bahwa ia selalu menggunakan kata kiloan dalam melakukan transaksi jual beli beras baik menggunakan neraca atau dacin maupun menggunakan tebong, karena memang yang Inaq As maksud adalah menjual berasnya perkilo.87
Kata kilogram memang kata yang sering diucapkan dalam akad transaksi jual beli beras, baik menggunakan tebong maupun dacin. Entah penjual atau pembeli (dalam hal ini petani atau penendak) sama-sama bemaksud melakukan transaksi jual beli beras perkilogram. Misalnya, penendak membeli beras sebanyak sepuluh kilogram dengan menggunakna dacin, maka penendak mengatakan “yak bayah berasm arak sepulu kilo”, begitu juga jika penendak membeli beras dengan menggunakan tebong sebanyak sepuluh kilo, lafadz yang diucapkan sama dengan ketika menggunakan dacin yaitu “yak bayah berasm sepulu kilo”.88
Tabel V
Nama-nama penendak beras di desa Batujai.
85 Observasi, Tanggal 13 Juni 2020.
86 Wawancara dengan Inaq Eah, Tanggal 13 Juni 2020.
87 Wwancara dengan Inaq As, Tanggal 13 Juni 2020.
88 Wawancara dengan Inaq Irok, Tanggal 13 Juni 2020.