• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam-Macam Kisah Al-Qur`an

BAB I PENDAHULUAN

B. Macam-Macam Kisah Al-Qur`an

Kisah merupakan salah satu isi kandungan Al-Qur`an selain masalah akidah, syariat, dan akhlak. Secara umum macam-macam kisah yang terdapat dalam Al-Qur`an dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu:

1. Dari sisi tokoh atau pelaku dari sudut pandang tokoh atau pelaku, kisah-kisah Al-Qur`an terdiri dari tiga macam, yaitu:5

a. Kisah para nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan- tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad dan nabi-nabi serta Rasul lainnya.6 b. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa

yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampong halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang , putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain, orang-orang yang menangkap ikan

4 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, (Tangerang: Yayasan Masjid At- Taqwa, 2018), cet. ke-1, h. 276

5 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, h. 276

6 Manna‟ Kholil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur`an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2000), cet. ke-5, h. 436

pada hari Sabtu, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil (pasukan bergajah) dan lain-lain.7

c. Kisah yang berkaitan dengan kejadian yang terjadi pada masa Rasulullah seperti Perang Badar, Uhud, dalam surah Ȃli

„Imran, Perang Hunain, Tabuk dalam surah At-Taubah, Perang Al-Ahzab dalam surah Al-Ahzab, Hijrah, Al-Isrâ‟ dan semacamnya.8

2. Kedua, dari segi panjang pendeknya kisah. Dalam sudut ini kisah- kisah Al-Qur`an juga terdiri atas tiga macam juga, yakni:9

a. Kisah yang panjang. Contohnya kisah Nabi Yusuf as. Dalam surat yusuf yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf as., sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.

b. Kisah yang sedang seperti kisah Nabi Musa as., kisah Nabi Nuh as. Dan kaumnya, dan lain-lain.

c. Kisah yang pendek, yaitu kisah yang kurang dari sepuluh ayat., misalnya kisah Nabi Luth as., Nabi Shalih as., dan lain- lain.

3. Selain dari sudut pandang pelaku dan panjang pendeknya kisah, macam-macam kisah Al-Qur`an juga dapat dilihat dari segi konten atau isinya. Dari aspek ini macam-macam kisah Al-Qur`an terdiri atas beberapa segi, yaitu:

a. Dari segi pengungkapannya. Dalam mengungkapkan suatu kisah, Al-Qur`an menggunakan dua metode;

7 Manna al-Qaththan, Studi Pengantar Ilmu Al-Qur`an, (Jakarta Timur: Pustaka Al- Kautsar, 2015), cet. ke-12, h. 387-388

8 Anshori, Ulumul Qur`an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2013), cet. ke-1, h. 125

9 Hanafi, Segi-Segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1984), h. 15-16

21

1) Menyebut suatu kisah secara berulang-ulang dalam dalam beberapa tempat (surat atau ayat) dengan bentuk yang berbeda tanpa memberikan kesan membosankan.

Terkadang suatu kisah tersebut dikemukakan secara ringkas dan terkadang ditempat lain dikemukakan secara panjang. Atau terkadang di satu tempat ada bagian suatu kisah yang di dahulukan, sedang ditempat lain diakhirkan.

Contoh dalam metode ini adalah kisah Nabi Musa as.

Yang oleh Al-Qur`an disebutkan dalam beberapa surah.10 2) Kadang-kadang pula menyebut suatu kisah dalam surah

tertentu secara penuh dan kronologis. Contoh yang terakhir ini adalah kisah Nabi Yusuf as. Dalam surah Yusuf [12].

b. Dari segi urutan peristiwa yang dikemukakan. Dalam segi ini Al-Qur`an mengungkapkan suatu kisah dengan beberapa cara, yaitu:

1) Suatu kisah dimulai dengan terlebih dahulu dikemukakan intisari atau ringkasannya, setelah itu diuraikan perinciannya dari awal sampai akhir. Kisah yang menggunakan pola ini antara lain Ashab al-Kahfi dalam

10 Kisah Nabi Musa as., secara berulang-ulang diceritakan dalam beberapa surah; al- A‟raf [7]: 103-157, al-Baqarah [2]: 49-74, al-Qashash [28]: 1-43, al-Naml [27]: 7-12, Hȗd [11]: 96-99, dan lainya. Kisah ini dikemukakan oleh Al-Qur`an terkadang secara pendek dan terkadang secara sedang. Menurut Manna‟ Khalil al-Qathan penyajian secara berulang kisah- kisah dalam Al-Qur`an mengandung beberapa hikmah yaitu: a) Menunjukkan ketinggian Balaghah Al-Qur`an terlihat dari kemampuan mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda, b) Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-Qur`an terlihat dari mengemukakan suatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat di mana salah satu bentuk itu tidak dapat di tandingi oleh sastrawan Arab saat itu, c) Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang mantap dan melekat dalam jiwa, d) Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut menurut keadaan yang dihadapi Rasulullah saw. . Menurut Manna‟ Khalil al-Qathan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an,…, h. 438

surah al-Kahfi [18], yang dimulai dengan ringkasan secara garis besar, yaitu:







































































“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. Kemudian Kami bangun- kan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu)”. (QS. al- Kahfi [18]: 10-12)

Tiga ayat di atas merupakan ringkasan kisah, kemudian disusuli perinciannya berupa: latar belakang mereka mengapa masuk gua (ayat 13-16); keadaan mereka dalam gua (ayat 17-18); ketika mereka bangun dari tidur (ayat 19-20); sikap penduduk kota setelah mengetahui mereka (ayat 21); perselisihan penduduk kota tentang jumlah pemuda-pemuda itu (ayat 22).11

2) Suatu kisah diungkapkan dengan dimulai dari akhir cerita (klimaks cerita), kemudian kisah itu kembali diulangi dari awal sampai akhir. Kisah yang menggunakan pola ini antara lain kisah Nabi Musa as. Dengan Fir‟aun dalam

11 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, h 277-279

23

surah al-Qashash [28] yang berawal dari klimaks kisah berupa keganasan Fir‟aun, yaitu:12























































































“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir´aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir´aun telah berbuat sewenang- wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.

Sesungguhnya Fir´aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)” (QS. al- Qashash [28]: 3-5)

Setelah adegan klimak di atas, lalu dikisahkan secara rinci mulai dari Musa dilahirkan dan dibesarkan (ayat 7-13); ketika Musa dewasa diberi ilham dan hikmah sebagai persiapan untuk menjadi rasul (ayat 14-19);

pertemuannya dengan dua anak perempuan (ayat 23-28);

12 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, h. 279-280

Musa mendapat wahyu untuk menyeru Fir‟aun (ayat 29- 32); pembangkangan Harun sebagai pembantunya (ayat 33-37); kesombongan dan keganasan Fir‟aun (ayat 38-42);

Musa mendapat wahyu Taurat (ayat 43).13

3) Kadang-kadang pula suatu kisah diuraikan secara langsung tanpa didahului oleh pendahuluan dan kesimpulan. Kisah dalam kelompok ini biasanya dimulai dengan pertanyaan, seperti dalam surah al-Fîl [105]: 1-5.

















“apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?...”

Atau tidak didahului oleh pertanyaan, tetapi langsung menceritakan inti materi kisah, seperti kisah Nabi Musa as. Mencari ilmu dalam al-Kahfi [18]: 60-82, yang langsung dimulai dengan ayat:





























“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya:

"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun"…

Sekalipun pemaparan kisah ini tanpa dimulai pendahuluan, namun di dalamnya memuat dialog atau peristiwa yang mengandung minat pembaca atau pendengar untuk mengetahui kisah itu sampai tuntas. Pada

13 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, h. 280

25

kisah Musa ditampilkan adegan Khidir melubangi perahu (ayat 71); Khidir membunuh seorang pemuda (ayat 74);

Khidir membetulkan dinding rumah (ayat 77). Pembaca atau pendengar kisah akan terus bertanya-tanya mengapa Khidir berbuat demikian. Pertanyaan itu baru terjawab pada bagian akhir kisah.14

4) Kadang-kadang juga suatu kisah diungkap seperti drama dengan mengundang adanya keterlibatan imajinasi manusia. Kisah-kisah dalam kategori ini biasanya disusun secara garis besarnya saja, kemudian kelengkapannya diserahkan kepada imajinasi manusia. Misalnya kisah Nabi Ibrahim as. Dan Isma‟il ketika membuat Ka‟bah, yang di singgung dalam surah al-Baqarah [2]: 127:































“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Isma‟il (seraya berdoa):

“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-Baqarah [2]: 127)

Pada kalimat “Waidz yarfa‟u Ibrâhîm al- qawa‟idaminal-baiti wa Isma‟il” dalam imajinasi pembaca atau pendengar tergambar suatu pentas yang terdiri dari dua tokoh Ibrahim dan Ismail dengan latar tempat Baitullah (Ka‟bah). Juga terimajinasikan dalam hal adegannya bahwa peninggian pondasi itu dimulai dari pemasangan batu digunakan campuran yang bagus. Ismail

14 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, h. 281

berperan sebagai pembantu tukang tergambar sedang mencari batu, mengaduk bahan campuran yang dapat merekatkan batu, lalu memberikannya kepada tukang (Ibrahim). Imajinasi ini selain tergambar kalimat di atas, juga dari peng-„athaf-an lafal Ismail ke lafal Ibrahim yang diantarai oleh lafal al-Qawa‟ida lalu mereka berdoa.

Antara susunan kalimat berita dengan doa tidak digunakan kata penghubung ataupun lafal yad‟uwâni (keduanya berdoa) yang dapat menghubungkan doa dengan kalimat berita sebelumnya. Hal ini memberikan gambaran adegan semaca siaran langsung sehingga penonton dapat menyaksikan adegan-adegan itu secara hidup.15

c. Dilihat dari sudut dimulainya kisah dan perkembangan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi:

1) Ada kisah Al-Qur`an dimulai dari awal kelahiran tokohnya, seperti kisah Nabi Adam as., kisah Nabi Isa as., dan lain-lain.

2) Kadang suatu kisah dimulai dari tidak terlalu awal kelahiran akhir kehidupan tokohnya. Seperti kisah Nabi Yusuf as., demikian juga dengan kisah Nabi Ibrahim as.

3) Kadang-kadang pula kisah dimulai pada akhir perkembangan kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Nuh as., Nabi Hud as., dan lain-lain.

d. Dilihat dari segi penyebutan latar tempat dan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi:

1) Kisah yang ditunjukkan latar tempat, tokoh dan gambaran peristiwanya, seperti kisah Nabi Musa as. Dengan Fir‟aun,

15 M. Zainal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur`an, h. 281-282

27

kisah Nabi Ibrahim as., kisah Nabi Ismail as., kisah Nabi Syu‟aib as., kisah Nabi Nuh as., dan lain-lain.

2) Kisah yang mengemukakan peristiwa atau keadaan tertentu pelaku sejarah tanpa menyebutkan nama tokoh dan tempatnya, seperti kisah dua putra Nabi Adam as., yang melaksanakan kurban.

3) Kisah dalam bentuk dialog yang tidak menyebut pelaku dan tempatnya, seperti kisah dua orang pemilik kebun.16