A. Kajian Pustaka
5. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school- based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.
Konsep peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MBS) muncul dalam kerangka pendekatan manajemen berbasis sekolah. Pada hakikatnya, MBS
akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu program kemajuan pendidikan dan pelayanan kepada siswa-orang; dan kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi. Manajemen berbasis sekolahdiartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas, keluwesan- keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb) untuk meningkatka mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingat sekolah (pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dam mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolahmerupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan kepada keuntungan berikut:
a. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru;
b. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah;
d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan (Fattah, 2000).
Dalam pelaksanaannya di indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksanaanMBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat, seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat dan pengalaman-pengalaman pribadi dibidang pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini.
1. Tujuan MBS
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut dihrapkan dapat dijadikan laandasan dalam pengembangan pendidikan di indonesia yang bekualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat dalam rangka pemberdayaan keduanya, Sekolah difungsikan secara efektif dan efisien untuk memberikan layanan belajar kepada siswa dan orangtuanya, sedangkan masyarakat diberdayakan untuk ikut andil dalam berbagai penentuan kebijakan pendidikan.
MBS bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan ia sebagai alat atau instrumen untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan yang bermutu. Secara lebih konkrit, MBS merupakan suatu cara atau teknik untuk membuat siswa ”lebih betah” di sekolah karena mereka menikmati pembelajaran di sana dengan sangat lezat. Tidak seperti penerapan pembelajaran selama ini, yang kadang-kadang membuat siswa justru menjadi stress dengan belajar di sekolah dikarenakan apa yang diajarkan di sekolah tidak bisa membantu menyelesaikan permasalahannya dan tidak ada kaitan langsung dengan kehidupanya di masyarakat.
Oleh karena itu, dengan MBS yang salah satu implementasinya adalah penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) menjadikan siswa belajar dalam kondisi yang menyenangkan, kreatif, inspiratif dan menantang.
Untuk lebih spesifik, Sagala (2006 :133) menjelaskan beberapa tujuan MBS yaitu :
a. Menjamin mutu pembelajaran anak didik yang berpijak pada asas pelayanan dan prestasi hasil belajar
b. Meningkatkan kualitas transfer ilmu pengetahuan dan membangun karakter bangsa yang berbudaya.
c. Meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan pemberdayaan melalui kemandirian, kreativitas, inisiatif, dan inovatif dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya sekolah
d. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir aspirasi bersama.
e. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, dan
f. Meningkatkan kompetisi yag sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Kebijakan pengelolaan sekolah oleh semua unsur yang terkait mengacu pada standar pendidikan nasional.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarrakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
2. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah lebih dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga lebih dapat berkonsentrasi pada tugas.
MBS menekankan ketelibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, oarng tua, peseta didik dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan.
3. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan a. Kewajiban sekolah
Manajemen berbasis sekolah yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potansi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sistem pendidikan profesional. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dan tuntutan petanggungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat sekolah.
b. Kebijakan dan prioritas pemerintah
Pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional terutama yang
berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka, efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
Agar prioritas-prioritas pemerintah dilaksanakan oleh sekolah dan semua aktifitas sekolah ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga dapat belajar dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat pedoman umum tentang pelaksanaan MBS.
c. Peranan orang tua dan masyarakat
MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan membedayakan otoritas daerah setempat, serta menefisienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan partisipasi masyarakat dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen berbasis sekolah, orang tua dan masyaakatdapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan.
d. Peranan profesionalisme dan manajerial
Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru dan tenaga aministrasi dalam mengoperasikan sekolah.
Pelaksanaan MBS berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesional dan manajerial. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan MBS, kepala sekolah, guru dan tenaga administrasiharus memiliki kedua sifat tersebut yaitu frofesional dan manajerial.
e. Pengembangan profesi
Dalam MBS pemerintah harus menjamin bahwa semua unsur penting tenaga kependidikan (sumber manusia) menerima pengembangan profesi yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyedia jasa bagi tenaga kependidikan untuk MBS.
f. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi pendidikan akan memberikan wawasanbaru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap penningkatan efisiensi dan efektifitas kinerja sekolah, dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensifdan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah setempat.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan sumber daya dan administrasi.
4. MBS Sebagai Sumber Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan istilah yang sangat populer dalam era repormasi. Jika dikaitka dengan terminologi demokrasi, pembangkitan ekonomi kerakyatan, keadilan dan penegakan hukum, serta partisipasi politik.
Pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam peekonomiannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan kaum lain yang selama ini telah lebih mapan kehidupannya.
Pemberdayaan telah menambah pada bebagai bidang dan aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan, antara lain dikeluarkannya kebijakan MBS sebagai paradigma baru manajemen pendidikan. Manajemen berbasis sekolah merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS diharapkan para kepala sekolah, guru dan personel lain di sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.
Pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:
a. Masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tinddakan untuk meningkatkan kehidupannya dam memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik.
b. Mereka akan mengalami pengurangan perasaan dan ketidakmampuan dan mengalami peningkatan percaya diri
c. Seiring dengan tumbuhnya keterampilaan dan kepercayaan diri, masyarakat bekerja sama untuk berlaatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang aan berdampak pada kesejahteraan mereka.
Sedikitnya terdapat delapan langkah pemberdayaan, dalam kaitannya dengan MBS, yaitu:
a. Menyusun kelompok guru sebgai penerima awal atas rencana program pemberdayaan
b. Mengidentifikasi dan membangun kelompok peserta didik di sekolah
c. Memilih dan melatih guru dan tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dan implementasi manajemen berbasis sekolah
d. Membentuk dewaan sekolah, yang terdiri dari unsur sekolah, unsur masyarakat, di bawah pengawasan pemerintah
e. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan para anggota dewan sekolah f. Mendukung aktivitas kelompok yang tengah berjalan
g. Mengembangkan hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat h. Menyelenggarakan lokakarya untuk eveluasi.
i. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah 5. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
a. Strategi Implementasi MBS
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memedai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi.
b) Model MBS
Untuk memantapkan pemahaman tentang implementasi MBS, berikut disajikan MBS yang telah diimplementasikan di autralia (Satori, 1999).
1. Konsep pengembangan
Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan di Australia. Sesuai dengan namanya, MBS menempatkan sekolah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk enetapkan kebijakan menyangkut visi, misi dan tujuan/sasaran sekolah yang
membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program- program operatif lainnya.
2. Ruang lingkup kewenangan
Aspek kewenangan dalam MBSmeliputi:
a. Menyyusun dan mengembangkan kurikulum
b. Melakukan pengelolaan sekola; bentuk pengelolaan sekolah menggambarkan kadar pelaksanaan MBS.
c. Membuat perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban; pelaksanaan MBS tidak lepas dari accountability yang terdapat dilihat dari perencanaan sekolah dan pencapaiannya.
d. Menjamin dan mengusahakan sumber daya; dalam MBS dipraktekkan apa yang disebut dengan resources flexibility
3. jenis pengorganisasian MBS
pengorganisasian pengelolaan sekolah menggambarkan kadar kewenangan yang diberikan kepada sekolah.
4. Prospek Gaji Guru dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Guru merupakan pameran utama proses pendidikan yang sangat menentukan tercapai tidaknya tujuan. Hal ini lebih tersa lagi pada implementasi MBS. Dalam menjalankan tugasnya, guru memerlukan rasa aman secara psikologis melalui kepastian karir dan insentif sebagai imbalan atas pekerjaannya.
Jaminan ini harus ada meskipun negara dalam keadaan krisis.
Untuk membebankan gaji guru kepada daerah, perlu memperhatikan hal- hal berikut:
a. Pendapatan asli daerah (PAD)
b. Jumlah guru yang ada di daerah tersebut
c. Sumber daya alam apa bisa diandalkan untuk menambah PAD dari dana perimbangan pusat daerah.
6. Upaya Kepala Sekolah dalam Menjalankan Manajemen Berbasis