Mahasiswa yang menjalankan aktivitas perkuliahan sambil bekerja harus diakui bisa memperoleh sejumlah keuntungan, terutama berupa bertambahnya penghasilan, pengalaman bekerja, dan kemandirian. Dampak negatifnya, mereka juga mengalami permasalahan dalam kehidupannya.
Mahasiswa yang juga pekerja harus menjalani peran lebih berat dibandingkan mahasiswa yang tidak bekerja. Menurut Felix sambil menjalankan perkuliahan mereka di kampus, mahasiswa tersebut juga dibebani dengan
105
tanggung jawab untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas di tempat kerja mereka (Akmal, 2019) Dalam kehidupan di kampus atau perkuliahan, mahasiswa harus mengemban berbagai macam tugas yang rumit, mulai dari memahami dan menguasai literatur ilmiah sampai dengan berkonsultasi dengan dosen untuk menanyakan topik-topik dan tugas-tugas perkuliahan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti berbagai masalah juga sering dihadapi oleh mahasiswa yang bekerja di tempat kerjanya termasuk kerja yang ajeg, perselisihan relasional dengan sesama rekan kerja dan dengan atasan, kompetisi, gaji yang kurang mencukupi, dan akumulasi beban kerja. Oleh karena itu, untuk mengatasinya perlu adanya strategi mahasiswa, seperti manajemen waktu dan biaya serta penyesuaian diri
Upaya mahasiswa yang bekerja sambil kuliah dalam mengatur aktivitasnya dengan cara manajemen waktu dan biaya. Dalam penelitian ini, mahasiwa yang bekerja sambil berkuliah di Kabupaten Bangka menerapkan manajemen waktu dan biaya yang berbeda-beda. Untuk memanajemen waktu mereka mempunyai solusi dan hambatannya masing-masing. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Rania selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah atas pertanyaan mengenai mengapa anda memilih pekerjaan full time atau part time? dan bagaimana cara anda untuk pembagian waktu kuliah dan pekerjaan? Ia menambahkan bahwa:
“Saya memilih pekerjaan part time, cara saya mengaturnya, yaitu aktivitas perkuliahan saya di waktu sore, sedangkan pada waktu kerja saya dimulai dari pagi sampai siang. Pada waktu kosong di malam hari dan di hari libur saya manfaatkan dengan mengerjakan tugas kuliah
106
atau belajar. Namun, terkadang sesekali saya tidak dapat mengatur waktu jika ada pekerjaan yang mendesak.”
Menurut Khoirun Nisa selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah, ia mengungkapkan bahwa:
“Saya memilih pekerjaan part time karena di akhir masa perkuliahan pasti ada skripsi sebagai syarat kelulusan. Walaupun tidak ada jadwal perkuliahan, saya gunakan untuk megerjakan skripsi yang harus diselesaikan. Namun, jika saya memilih pekerjaan full time akan sulit mengatur waktu dan aktivitasnya. Cara saya membagi waktu antara kuliah dan pekerjaan, yaitu dengan cara saya mengambil kelas kuliah pada sore hari atau malam hari. Saya bekerja dari pagi sampai siang, pada sore hari biasanya saya gunakan untuk membuat tugas kuliah dan malam hari saya menjalankan kelas kuliah. Terkadang, kelas kuliah yang saya ikuti mengadakan kelas online yang memudahkan mahasiswa yang bekerja dapat berkuliah dari rumah. Dalam hal ini, di kampus saya mempunyai kelas khusus untuk mahasiswa yang bekerja dan pengajaran yang dilakukan pun secara khusus, jam kuliahnya pun berbeda dengan jam kuliah pada umumnya.”
Selanjutnya, menurut Tera Utami sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah, ia menjelaskan bahwa:
“Saya memilih pekerjaan part time agar bisa membagi waktu antara kuliah dan bekerja, cara saya membagi waktunya dengan cara mengatur jadwal kerja saya dengan menyesuaikannya pada jam kuliah saya, jika kuliah saya di pagi hari maka saya dapat meminta shift pada atasan saya pada siang atau sore hari. Jika jadwal kuliah saya di siang hari atau sore hari, sedangkan jadwal kerja saya, saya shift menjadi pagi hari akan menyebabkan saya sering datang terlambat untuk kuliah dikarenakan jarak tempat kerja dengan kampus lumayan jauh.”
Berbeda dengan Juwanda selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah, ia lebih memilih bekerja dengan full time. Seperti yang dikatakannya bahwa:
107
“Saya memilih pekerjaan dengan full time karena sudah manajemen dari tempat saya bekerja. Pada saat itu saya terdesak, jadi saya memilih pekerjaan dengan full time. Sangat sulit bagi saya untuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Cara saya membagi waktunya biasanya berkomunikasi dengan atasan saya atau dosen saya agar mereka memahami serta memberi izin. Namun, dalam hal ini saya mengamati terlebih dahulu situasinya dan sifat dosennya. Jika dosen tersebut tipe orang yang memahami orang lain dan enak diajak berkomunikasi, maka saya akan meminta kepadanya untuk mengganti jadwal kuliah saya pada malam hari atau sore hari sepulang saya kerja atau menggantinya secara online, karena saya bekerja dari pagi sampai sore. Sebaliknya, jika dosennya tidak memberikan izin, maka saya meminta atasan saya untuk memberikan waktu sebentar untuk kuliah, beruntungnya saya mempunyai atasan yang enak diajak kerja sama dan memahami saya, karena beliau teman saya. Biasanya juga kalau saya hendak kuliah, saya menyelesaikan pekerjaan saya terlebih dahulu, setelah itu barulah saya meminta izin kepada atasan saya untuk berkuliah.”
Berdasakan hasil wawancara di atas, para mahasiswa memiliki jadwal yang padat dan harus membagi perannya antara kuliah dan bekerja dan hal tersebut pastinya memiliki dampak yang dirasakan mahasiwa ketika banyak tugas kuliah terhadap pekerjaan. Seperti yang dikatakan oleh Khoirun Nisa selaku mahasiswa yang bekerja smabil kuliah mengenai pertanyaan bagaimana dampak terhadap waktu yang anda rasakan ketika banyak tugas kuliah terhadap pekerjaan anda? Ia menjawab:
“Dampaknya saya merasa stress, mudah emosional, dan tidak bisa berpikir jernih. Pada akhirnya hal tersebut akan berdampak pada nilai kuliah saya dan saya menjadi tidak fokus dalam bekerja. Apalagi ditambah ada masalah dalam pekerjaan saya dan masalah lainnya. Saya menjadi mudah lelah dan mudah stress.”
108
Berikutnya untuk manajemen biaya, mahasiswa yang bekerja sambil kuliah di Kabupaten Bangka masing-masing memiliki cara mengelola uang dan mempunyai kendala masing-masing dalam mengelola keuangan mereka.
Seperti berdasarkan hasil wawancara dengan Tera Utami selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah mengenai pertanyaan bagaimana cara anda mengelola keuangan anda terhadap keinginan, perkuliahan dan pekerjaan? Ia pun menjawab:
“Saya mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya dan saya dapat mengatur keungan saya agar terhindar dari boros. Karena saya sudah terbiasa dari kecil diajarkan menabung oleh orang tua saya.
Maka dari itu saya pergunakan uang saya dengan sebaik-baiknya.”
Berbeda dengan cara yang dilakukan Tera Utami, cara yang dilakukan oleh Tiara Ruahna lebih memilih orang tuanya untuk mengatur atau mengelola uangnya. Seperti yang diungkapkannya bahwa:
“Untuk mengelola keuangan saya, saya memilih percaya kepada orang tua saya untuk menyimpannya dan mengaturnya. Khususnya biaya kuliah dan kebutuhan kuliah karena menurut saya hal ini efektif bagi saya agar saya terhindar dari perilaku konsumtif dan karena saya kesulitan dalam mengelola keuangan saya.”
Sedangkan, menurut Khoirun Nisa sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah, ia mengatakan bahwa:
“Saya masih kesulitan dalam mengelola keuangan saya karena saya memiliki perilaku yang konsumtif sehingga membuat saya boros.
Terkadag lebih besar pasak daripada tiang, maksudnya lebih besar pengeluaran dibandingkan dengan pemasukan.”
109
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Khoirun Nisa, Rania selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah ia juga memiliki hambatan dalam mengelola keuangannya, seperti yang ia ungkapkan bahwa:
“Saya belum bisa mengelola keuangan saya karena saya termasuk orang yang boros. Namun, saya boros dengan keuarga saya dan diri saya sendiri.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas mahasiswa yang bekerja sambil kuliah memiliki cara masing-masing untuk memanajemen waktu dan biaya.
Seperti yang dilakukan Tera Utami, Khoirun Nisa dan tera utami yang memilih pekerjaan part time agar lebih memudahkan mereka dalam membagi waktu. Sedangkan, hambatan mereka dalam memanajemen waktu mereka masih kesulitan dalam memanajemen waktu tersebut. Terkadang mereka harus mengorbankan perkuliahannya jika ada pekerjaan yang mendesak.
Begitu pula yang dialami Juwanda yang bekerja full time sehingga ia kesulitan dalam membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Disisi lain, ia memiliki solusi tersendiri untuk mengatasi hambatan yang ia alami.
Dampak yang ditimbulkan ketika banyak tugas kuliah terhadap pekerjaan mahasiswa membuat mahasiswa menjadi mudah stress dan lelah fisik. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Gadzella yang menyatakan bahwa pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, tingkatan stres dapat lebih tinggi karena mereka harus mengatur waktu dan tenaga agar dapat menjalani kewajiban dalam bidang akademik dan pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga perlu adanya strategi dalam mengatasinya (Masten, 2016)
110
Sedangkan, untuk manajemen biaya atau mengelola keuangan masih dirasa sulit bagi mahasiswa yang bernama Khoirun Nisa dan Rania karena perilaku konsumtif yang mereka miliki sehingga mereka menjadi boros. Oleh karena itu, perlu strategi untuk mengelola keuangan tersebut, seperti yang dilakukan oleh Tera Utami yang pandai mengelola keuangannya dengan cara menabung. Seperti halnya juga Tiara yang memiliki strategi tersendiri agar terhindar dari perilaku konsumtif dengan cara memilih percaya kepada orang tuanya untuk mengatur keuangannya agar terhindar dari perilaku konsumtif.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Okky Dikria yang mengungkapkan bahwa mahasiswa yang memiliki literasi keuangan yang baik akan selektif dalam berkonsumsi, mereka akan memprioritaskan untuk membeli apa yang dibutuhkan, dan mengesampingkan apa yang diinginkan karena mereka tahu bahwa mereka harus menghadapi kemungkinan- kemungkinan yang terjadi apabila mereka mengesampingkan prioritas.
Kemungkinan tersebut antara lain yaitu pembengkakan pengeluaran, tidak dapat menabung, tidak dapat menyisishkan sebagian uangnya untuk berinvestasi, memiliki sifat boros, dan yang paling parah yaitu tidak dapat memenuhi kebutuhannya (Dikria, 2016)
Upaya selanjutnya yang dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja sambil kuliah dalam mengatur aktivitasnya dengan cara penyesuaian diri.
Dalam penelitian ini, mahasiswa yang bekerja sambil berkuliah di Kabupaten Bangka menyesuaikan diri melalui pengendalian emosi, mekanime psikologis atau pertahanan diri dan pengalaman. Seperti halnya pengendalian emosi
111
yang diterapkan mahasiswa dalam wawancaranya dengan Tiara Ruahna selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah mengenai pertanyaan tentang cara mahasiswa mengendalikan emosinya pada saat kuliah maupun bekerja, ia menjawab bahwa:
“Mengerjakan dua kegiatan sekaligus, yakni bekerja sambil berkuliah membuat saya kesulitan dalam mengendalikan emosi saya, karena saya sering kelelahan saat bekerja, merasa bosan, dan merasa masalah yang saya hadapi begitu sulit karena saya harus menyelesaikannya sendiri. Untuk itu cara saya mengendalikan emosi saya pada saat kuliah dan bekerja. Saya lebih banyak bersabar dan berusaha untuk mengontrol emosi saya supaya saya juga tetap fokus menjalani kegiatan tersebut. Ketika ada waktu istirahat, saya mencari tempat agar membuat diri saya tenang dan meluapkannya dengan menangis. Sehingga hati saya menjadi lega dan pikiran saya dapat terkendali.”
Sama halnya dengan yang dilakukan Tiara, Anisa Apritama sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah mengungkapkan bahwa:
“Cara saya mengendalikan emosi saya dengan cara menyendiri, saya akan menjauh dari orang-orang di sekitar saya ketika saya sedang emosi. Hal ini saya lakukan agar saya bisa menenangkan pikiran saya dan megistirahatkannya sejenak karena menurut saya ketika kita emosi berarti kita sedang kelelahan baik secara fisik maupun psikis yang membuat kita mudah stress dan mengakibatkan mudah emosi. Jadi, perlu adanya waktu istirahat.”
Berbeda dengan Tera Utami, ia mengatakan bahwa:
“Saya dapat mengendalikan emosi saya ketika saya sedang berkuliah sehingga saya lebih fokus dalam melaksanakan kuliah saya.
Namun, saya sulit mengendalikan emosi saya saat sedang bekerja.
Menurut saya, kegiatan yang lebih melelahkan itu ketika bekerja dibandingkan ketika kita sedang mendengarkan dosen menerangkan materi di kelas. Oleh karena itu energi saya cepat terkuras pada saat
112
saya bekerja apalagi ditambah adanya tugas kuliah sehingga saya sulit mengendalikan emosi saya.”
Selain itu, mekanisme psikologis atau pertahanan diri setiap mahasiswa berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Anisa Apritama mengenai pertanyaan bagaimana sikap anda ketika ada orang lain yang berusaha membuat masalah terhadap anda baik di perkuliahan maupun ketika bekerja? Ia mengungkapkan bahwa:
“Sikap saya adalah dengan menghiraukan aksinya dan lebih memilih bersabar. Saya tidak akan terpancing oleh ulah orang tersebut dan tetap bersikap tenang agar pikiran pun teteap jernih sehingga tidak menimbulkan masalah.”
Sedangkan, menurut Tera Utami selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah. Ia mengatakan bahwa:
“Saya menyikapinya dengan tenang dan berusaha meluruskannya agar orang sekitar saya tidak salah paham kepada saya.
Saya akan berusaha menasehatinya agar ia tidak membuat masalah lagi.”
Selanjutnya, pengalaman sebagai salah satu bentuk yang termasuk ke dalam hasil penyesuaian diri. Dalam penelitian, mahasiswa yang bekerja sambil kuliah memilki pengalaman yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat diketahui dari kesesuaian pengalaman terhadap pekerjaan yang dilakukan, terbiasa dengan menempuh pendidikan sambil bekerja serta pekerjaan dilakukan berdasarkan keinginan atau keterpaksaan. Seperti halnya berdasarkan hasil wawancara dengan Khoirun Nisa selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah mengenai pertanyaan bagaimana cara anda memilih
113
pekerjaan? apakah sesuai dengan pengalaman anda? dan apakah anda sudah pernah menempuh bekerja sambil kuliah? Ia menjawab bahwa:
“Cara saya memilih pekerjaan dengan cara melihat bertanya tentang ada atau tida lowongan kerja part time kepada teman-teman saya yang sudah bekerja atau mencari lowonga kerja part time di sosial media saya. Pekerjaan saya ini sesuai dengan pengalaman kerja saya karena saya juga sudah berpengalaman dalam bekerja. Saya sudah pernah bekerja sambil menempuh pendidikan sebalumnya.”
Sama halnya dengan Khoirun Nisa, Tera Utami sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah mengungkapkan bahwa:
“Cara saya memiliki pekerjaan saya dapatkan dari kakak saya yang kebetulan mempunyai usaha di bidang fashion. Pekerjaan tersebut sesuai dengan pengalaman saya, karena saya dari kecil sering diajak berdagang oleh orang tua saya. Saya sudah bekerja sambil kuliah sebelumnya pada saat awal-awal semester.“
Berbeda dengan Tera Utami dan Khoirun Nisa, Rania selaku mahasiswa yang bekerja sambil kuliah menyatakan bahwa:
“Saya memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan saya, tapi karena saya berpikir pekerjaan tersebut tidak memberatkan saya pada akhirnya saya memilih pekerjaan tersebut walaupun tidak sesuai dengan potensi atau pengalaman yang saya punya. Saya sebelumnya belum pernah menempuh bekerja sambil kuliah sebelumnya. Pekerjaan ini saya ambil karena untuk mengisi waktu luang saya dan agar bisa membantu perkekonomian keluarga.”
Kemudian, Khoirun Nisa juga menambahkan mengenai pertanyaan mengapa anda memilih untuk berkuliah sambil bekerja? Ia menjelaskan bahwa:
“Saya memilih berkuliah sambil bekerja dikarenakan saya ingin berbagi ilmu yang saya dapatkan agar bisa lebih bermanfaat terhadap
114
orang lain dan karena kemarin di waktu pandemi saya tidak ada kegiatan dan kuliah pun dilaksanakan secara daring, maka dari itu saya memilih kuliah sambil bekerja.”
Berbeda dengan Khoirun Nisa, Tera Utami sebagai mahasiswa yang bekerja sambil kuliah mengungkapkan bahwa:
“Karena saya tidak mau hanya fokus kuliah saja tapi saya ingin menghasilkan pendapatan yang berasal dari diri sendiri agar saya bisa menjadi mandiri dan bisa membantu orang tua, dan bisa memenuhi hal yang saya inginkan.”
Sedangkan, menurut Juwanda sebagai mahasiwa yang bekerja sambil kuliah, ia menjelaskan bahwa:
“Saya bekerja karena faktor ekonomi keluarga saya kurang dan agar saya bisa memenuhi kebutuhan saya dan kuliah saya sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah saya sampai tuntas.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa beberapa mahasiswa seperti Tiara Ruahna dan Anisa Apritama mampu mengontrol emosinya dengan cara yang normal agar ia dapat merasa tenang dan tidak panik sehingga dapat menentukan penyelesaian masalahnya.
Namun, ada juga siswa yang bernama Tera Utami, Ia kurang bisa mengontrol emosinya karena kesulitan dalam beradaptasi. Selanjutnya, mahasiswa seperti Anisa Apritama dan Tera Utami, ia Mampu menghadapi masalah yang rasional dan mengarah langsung pada masalah. Kemudian, beberapa mahasiswa seperti Khoirun Nisa dan Tera Utami mempunyai kemampuan memanfaatkan pengalaman yang ia miliki sebagai bentuk penyesuaian diri yang normal sehingga pengalaman-pengalaman yang diperoleh dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sedangkan,
115
mahasiswa yang lainnya seperti Rania dan Juwanda yang kurang memiliki pengalaman.
Oleh karena itu, mahasiwa harus menanamkan kemampuan penyesuaian diri mereka agar mendapatkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Ghufron dan Rini yang menjelaskan bahwa penyesuaian diri yang sempurna terjadi jika manusia atau individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi. Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang berhasil apabila ia dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, bebas dari berbagai symptom yang mengganggu (seperti kecemasan kronis, kemurungan, depresi, obsesi atau gangguan psikosomatis yang dapat menghambat tugas seseorang), frustasi, dan konflik (Ghufron & Rini, 2010)
116 BAB V