KUALITAS PELAYANAN (SERVICE QUALITY)
D. Mengelola Mutu Jasa
Walaupun mutu jasa yang lebih tinggi memberikan kepuasan pelanggan lebih besar, tetapi biayanya juga lebih besar. Sekalipun demikian, investasi dalam pelayanan biasanya menampakkan hasilnya berupa semakin banyak pelanggan yang tetap bertahan dan terjadi kenaikan penjualan. Tingkat pelayanan apa pun yang disampaikan, penyedia jasa perlu mendefinisikan dengan jelas dan memberitahukan tingkat itu kepada karyawan agar mereka mengetahui apa yang harus mereka sampaikan dan pelanggan mengetahui apa yang akan mereka peroleh.
Banyak perusahaan jasa melakukan investasi besar untuk mengembangkan sistem penyampaian jasa yang ramping dan efisien.
Mereka ingin memastikan bahwa pelanggan akan menerima pelayanan bermutu tinggi secara konsisten dalam setiap penyampaian pelayanan. Akan tetapi, tidak seperti produk manufaktur yang dapat menyesuaikan mesin dan input secara tepat, mutu jasa selalu bervariasi, tergantung pada interaksi antara karyawan dan pelanggan. Sekeras apa pun usaha mereka, bahkan perusahaan terbaik pun kadang-kadang akan terlambat menyampaikan jasa, daging steak hangus atau karyawan yang mengomel. Akan tetapi, walaupun tidak dapat selalu menghindari masalah pelayanan, perusahaan dapat mempelajari cara memulihkan keadaan. Cara memulihkan pelayanan yang baik dapat membuat pelanggan membeli lebih banyak dan menjadi setia daripada bila segala sesuatu berjalan mulus. Oleh karena itu, menurut Kotler (1996: 667), perusahaan sebaiknya mengambil langkah-langkah tidak hanya menyediakan pelayanan jasa yang lebih baik setiap kali, melainkan juga memulihkan keadaan dari pelayanan keliru, kalau terjadi, bisa melalui langkah-langkah berikut:
Langkah pertama adalah memberdayakan (empower) karyawan yang berbeda di garis depan dengan memberikan kepada mereka wewenang, tanggung jawab, dan insentif yang mereka butuhkan untuk memperhatikan, peduli dan mengurus kebutuhan pelanggan. Misalnya, Marriott mengirim sekitar 70.000 karyawan untuk mengikuti pelatihan pemberdayaan yang mendorong mereka untuk melakukan lebih dari sekedar tugas normalnya untuk penyelesaian masalah pelanggan. Karyawan yang sudah diberi kuasa seperti itu dapat bertindak dengan cepat dan efektif untuk mencegah masalah pelayanan yang mengakibatkan larinya pelanggan. The Marriott Desert Springs merevisi uraian pekerjaan untuk karyawan yang berhubungan dengan pelanggan. Langkah pertama dari posisi ini kini adalah memastikan bahwa “tamu kami memperoleh pelayanan dan keramahan luar biasa ketika menginap di tempat kami”. Karyawan yang terlatih diberi wewenang untuk melakukan apa pun yang diperlukan agar tamu tetap senang. Mereka juga diharapkan membantu manajemen mencari penyebab masalah tamu, dan menginformasikan kepada manajer cara memperbaiki pelayanan hotel secara keseluruhan dan kenyamanan tamu.
Hasil riset atas perusahaan jasa yang dikelola dengan baik menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan itu mempunyai beberapa persamaan dalam hal mutu pelayanan. Kesamaan yang utama adalah bahwa perusahaan jasa yang unggul “terobsesi pada pelanggan”. Mereka mempunyai strategi khusus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang mengakibatkan adanya kesetiaan dari pelanggan.
Langkah kedua, perusahaan jasa yang dikelola dengan baik mempunyai sejarah komitmen terhadap mutu dari manajemen puncak.
Manajemen di perusahaan, seperti Marriott, Disney, Delta, Federal Express,
dan McDonald‟s tidak hanya memperhatikan kinerja keuangan, tetapi juga kinerja pelayanan.
Langkah ketiga, penyedia jasa dengan standar terbaik menetapkan mutu pelayanan yang tinggi. Swissair misalnya, menargetkan 96 persen atau lebih penumpangnya menilai pelayannya baik atau superior. Citibank bertujuan menjawab panggilan telepon dalam waktu sepuluh detik dan surat pelanggan dalam dua hari. Standar mutu harus ditetapkan cukup tinggi, mereka mengejar pelayanan tanpa catat 100 persen.
Langkah keempat, perusahaan jasa terkemuka mengamati kinerja pelayanan dengan cermat, baik kinerja sendiri maupun pesaing. Mereka menggunakan metode, seperti belanja untuk membandingkan, survei pelanggan, serta formulir saran dan keluhan. Misalnya, General Electric mengirimkan 700.000 kartu tanggapan setiap tahun kepada rumah tangga yang memberi nilai kinerja karyawan yang melayani. Citibank secara teratur mengukur akurasi, kecepatan bereaksi, dan ketepatan waktu (accuracy, responsiveness, dan timeliness).
Perusahaan jasa yang baik juga mengkomunikasikan perhatian mereka mengenai mutu pelayanan kepada karyawan dan menyediakan umpan balik kinerja. Di Federal Express, pengukuran mutu dilakukan di mana saja.
Kalau karyawan masuk melewati pintu di pagi hari, mereka melihat persentase ketepatan waktu dari minggu sebelumnya. Siaran televisi khusus milik perusahaan memberikan rincian apa yang terjadi kemarin dan apakah ada masalah potensial untuk hari-hari mendatang.
Parasurman, Zeithmal, dan Berry membentuk model kualitas jasa yang menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang tinggi. Model ini seperti pada gambar di bawah ini, mengidentifikasi lima
kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang bermutu, yaitu sebagai berikut:
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Manajemen
Gambar 13 Model Kualitas Jasa
Tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. Manajer rumah sakit mungkin berpikir bahwa pasien
Penerjemahan persepsi menjadi spesifikasi kualitas jasa Kesenjangan 2
Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan pribadi
Penyampaian jasa (termasuk sebelum dan sesudah kontak)
Jasa yang diharapkan
Jasa yang diberikan
Pengalaman masa lalu
Komunikasi eksternal ke pelanggan
Persepsi manajemen mengenai harapan konsumen
Kesenjangan 5
Kesenjangan 4 Kesenjangan 1 Kesenjangan 3
Konsumen Pemasar
menginginkan makanan yang lebih baik, tetapi pasien mungkin lebih mementingkan daya tanggap perawat.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. Pengurus rumah sakit menyuruh perawat untuk memberikan pelayanan yang “cepat” tanpa menentukannya secara kuantitatif.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Para personil mungkin kurang terlatih atau tidak mampu atau tidak mau memenuhi standar, atau mereka dihadapkan pada standar yang berlawanan, seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan para pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat para wakil perusahaan dan iklan perusahaan. Jika suatu brosur rumah sakit memperlihatkan kamar yang indah, tetapi pasien tiba dan menemukan kamar yang tampak murahan dan tak terawat, maka komunikasi eksternal itu telah mendistorsi harapan pelanggan.
5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi bila memiliki persepsi yang keliru tentang kualitas jasa tersebut. Dokter mungkin terus mengunjungi pasien untuk menunjukkan kepeduliannya, tetapi pasien menganggapnya sebagai indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Para peneliti yang sama menemukan bahwa ada lima penentu kualitas.
Kelimanya disajikan secara berturut berdasarkan nilai pentingnya menurut
pelanggan (Berry, 1991: 216).
1. Keandalan : kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat
2. Daya tanggap: kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat
3. Kepastian : pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk meninmbulkan kepercayaan dan keyakinan
4. Empati : kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan
5. Berwujud : penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perusahaan jasa yang dikelola dengan sangat baik memiliki sejumlah persamaan: konsep strategis, sejarah komitmen manajemen puncak pada kualitas, standar yang tinggi, sistem untuk memantau kinerja jasa, sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan, dan penekanan pada kepuasan pelanggan dan karyawan.