• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Analisis Data

Dalam dokumen SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NOBEL INDONESIA (Halaman 59-64)

BAB III METODE PENELITIAN

3.5 Metode Analisis Data

Menurut (Ghozali, 2011:173) Regresi dengan metode estimasi ordinary least square (OLS) akan memberikan hasil best linear unbiased estimator (BLUE) jika memenuhi asumsi klasik. Terdapat asumsi yang mendasari model regresi linear dengan menggunakan metode OLS (perangkat kuadrat terkecil biasa). Jika asumsi-asumsi tersebut diterima begitu saja mungkin menyebabkan pengambilan keputusan yang menyesatkan, oleh karena itu perlu dilakukan uji asumsi klasik.

3.5.2 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011:160). Uji statistic ini premetrik kolmogrov-smirnov, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Uji Asyim.sig < taraf signifikan (α = 5%), maka residual berdistribusi tidak normal.

2. Uji Asyim.sig > taraf signifikan (α =5%), maka residual berdistribusi normal.

3.5.3 Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dan residual suatu pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka heteroskedastisitas.

Menurut Ghozali (2011:139-143), untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan uji glejser. Uji glejser dilakukan denagn meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistic mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen ditandai dengan nilai profitabilitas tingkat kesalah (sig) lebih kecil dari taraf sigifikansi yang telah ditentukan (taraf signifikansi 5%).

3.5.4 Regresi Berganda

Menurut Sugiyono (2006:275), analisis digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan ( naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila 2 atau lebih variabel independen sebagai faktor predictor dimanipulasi (dinaik turukan nilainya). Jadi analisis regresi berganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2. Teknik ini bermanfaat untuk mendeteksi pengaruh variabel bebas (variabel independen) terhadap variabel terikat (variabel dependen). Model persamaan regresi linear berganda yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan : Y = Harga saham b0 = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi Variabel Operating Profit Margin (OPM) β2 = Koefisien Regresi Variabel Return On Asset (ROA)

Y = b0 +β1X1 + β2X2 + β3X3 + e

β3 = Koefisien Regresi Variabel Return on Equity (ROE) X1= Operating Profit Margin (OPM)

X2= Return On Asset (ROA) X3= Return on Equity (ROE) e = Erof of term

3.5.5 Uji Hipotesis

1. Pengujian koefisien Parsial (Uji T)

Uji Parsial menggunakan uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai t hitung dan nilai kritis sesuai dengan tingkat signifikan yang di gunakan yaitu 0,05.

Pengambilan didasari nilai probabilitas yang dapat dari hasil pengolahan data melalui program SPSS statistik parametik sebagai berikut:

Ho = Variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Ha = Variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen.

Dasar pengambilan keputusan dalam uji t dengan menggunakan SPSS sebagai berikut :

a. Apabila t value > t tabel dan p value < 0,05, maka hipotesis alternative (Ha) diterima.

b. Apabila t value < t tabel dan p value > 0,05, maka hipotesis alternative (Ha) tidak diterima.

2. Pengujian Koefisien Regresi Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui hubungan antara semua variabel bebas dan variabel terikat, apakah variabel bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh bersama-sama terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini pengujian hipotesis secara simultan dimaksudkan untuk mengukur besarnya pengaruh Rasio Keuangan terhadap Harga Saham sebagai variabel terikatnya. Kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Jika F hitung > F tabel, maka secara simultan variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

b. Jika F hitung < F tabel, maka secara simultan variabel independen (X) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Sukiyanto (2011:55), koefisien determinasi (R2) merupakan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Nilai koefisien determinasi adalah nilai antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil ini berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat sangat terbatas. Begitupun sebaliknya, nilai R2 yang tinggi semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya.

3.6 Definísi Variabel

Variabel peneltian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh seorang peneliti dangan tujuan untuk dipelajari sehingga

didapatkan informasi mengenai hal tersebut dan ditariklah sebuah kesimpulan Sesuai dengan judul penelitian, maka terdapat beberapa variabel dalam penelitian ini, yaitu :

1) Kinerja keuangan adalah gambaran hasil kerja perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditentukan

2) Harga saham adalah penentuan harga suatu saham oleh para pelaku saham yang sedang dalam perdagangan saham

3) Operating Profit Margin adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan secara murni dari operasi perusahaan dan tidak terpengaruh oleh investasi yang lain.

4) Return On Asset adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh harta/kekayaannya untuk menghasilkan laba/keuntungan.

5) Return On Equity adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan yang diperoleh pemilik modal atas modal yang telah dikeluarkan untuk perusahaan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pada Desember 1922 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda

2. Pada tahun 1914-1918 Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I

3. Pada tahun 1925-1942Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.

4. Pada awal tahun 1939 Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup

5. Pada tahun 1942-1952 Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II

6. Pada tahun 1956 Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif

7. Pada tahun 1956-1977 Perdagangan di Bursa Efek vakum

8. Pada tanggal 10 Agustus 1977 Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama

9. Pada tahun 1977-1987 Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

10. Pada tahun 1987 Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia

11. Pada tahun 1988-1990 Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat

12. Pada tanggal 2 juni 1988 Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer

13. Pada bulan Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal

14. Pada tanggal 16 juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya

15. Pada tanggal 13 juli 1992 Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ 16. Pada tanggal 22 mei 1995 Sistem Otomasi perdagangan di BEJ

dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems)

17. Pada tanggal 10 November 1995 Pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996

18. Pada tahun 1995 Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya

19. Pada tahun 2000 Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia

20. Pada tahun 2002 BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)

21. Pada tahun 2007 Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) 22. Pada tanggal 2 maret 2009 Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru

PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG VISI

Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.

MISI

Menyediakan infrastruktur untuk mendukung terselenggaranya perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien serta mudah diakses oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders)

JAJARAN DIREKSI 1.Direktur Utama :

Inarno Djajadi

2.Direktur Penilaian Perusahaan : I Gede Nyoman Yetna

3.Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa:

Laksono W. Widodo

4.Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan : Kristian S. Manullang

5.Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko:

Fithri Hadi

6.Direktur Pengembangan : Hasan Fawzi

7.Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia : Risa E. Rustam

JAJARAN KOMISARIS 1.Komisaris Utama :

John Aristianto Prasetio, Garibaldi Thohir 2.Komisaris :

Hendra H. Kustarjo, Lydia Trivelly Azhar, M. Noor Rachman Gambar 4.1.1 Struktur Organisasi BEI

Gambar 4.1.2 Struktur Pasar Modal Indonesia

4.1.2 Deskripsi Variabel

4.1.3 Operating Profit Margin (OPM)

OPM menggambarkan “pure Profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Menurut Lukman Syamsuddin (2009:61), jumlah dalam OPM ini dikatakan murni (pure) karena benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban kepada pemerintah berupa pajak.

Gitman (2008:67) juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa OPM mengukur presentase dari setiap penjualan yang tersisa setelah semua biaya dan beban selain bunga, pajak, dan deviden saham preferen. Semakin tinggi rasio OPM, maka semakin baik pula operasi suatu perusahaan.

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut diatas, maka akan di sajikan tabel operating profit Margin (OPM) sesuai dengan yang di catat pada laporan keuangan perusahaan dan tahunya masing-masing.

Tabel 4.1.3 Data Rasio Keuangan (OPM) pada perusahaan perbankan

No Nama Perbankan

Tahun 2014

%

2015

%

2016

%

2017

% 1 Bank Central Asia 46.86 40.87 51.24 54.23 2 Bank Negara Indonesia 40.00 30.93 32.51 35.75 3 Bank Rakyat Indonesia 37.75 35.72 36.13 35.77 4 Bank Tabungan Negara 12.23 16.93 19.56 20.20 5 Bank Danamon

Indonesia

14.10 13.95 18.58 21.83

6 Bank Mandiri 41.47 36.80 24.26 34.18

7 Bank Tabungan Pensiunan Nasional

19.45 17.94 18.24 13.63 8 Bank Mayapada

Internasional

15.76 17.38 17.12 12.83

9 Bank Mega 8.73 14.05 19.60 114.94

10 Bank Nusantara Parahyangan

11.63 8.30 1.74 86.46

Sumber : Data Primer diolah, 2019 (www.idx.co.id)

Berdasarkan tabel berikut 4.1.3 diatas, nilai tertinggi rasio OPM ada pada bank Mega pada tahun 2017 yaitu 114.94. Untuk tahun sebelumnya yaitu 2016 sebesar 19.60. kemudian kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya disebabkan oleh meningkatnya operating profit dari 1.545.423 (2016) menjadi 9.853.627 (2017). Serta meningkatnya laba setelah pajak yaitu dari 1.158.000 (2016) menjadi 9.549.585 (2017)

Nilai terendah pada rasio OPM terdapat pada bank Nusantara Parahyangan pada tahun 2016 yaitu 1.74, dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2015 yaitu 8.30. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya operating profit dari 87.009 (2015) menjadi 16.485 (2016).serta menurunnya laba setelah pajak yaitu dari 66.867 (2015) menjadi 8.109 (2016).

4.1.4 Return On Assets (ROA)

Return On Assets dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan yang memadai (reasobable return) dari aset yang dikuasainya. Rasio ini merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik perusahaan telah memakai dananya. Oleh karena itu, Return On Assets kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi unit-unit bisnis di dalam suatu perusahaan multinasional (Henry Simamora, 2000:530). Menurut Brigham dan Houston (2001), pengembalian atas total aktiva (ROA) dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total aktiva

Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva (atau pendanaan) yang diberikan pada perusahaan (Wild, Subramanyam, dan Halsey, 2005:65).

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut diatas, maka akan di sajikan tabel Return On Assets (ROA) sesuai dengan yang di catat pada laporan keuangan perusahaan dan tahunya masing-masing.

Tabel 4.1.4 Data Rasio Keuangan (ROA) pada Perusahaan Perbankan

No Nama Perbankan

Tahun 2014

%

2015

%

2016

%

2017

%

1 Bank Central Asia 2.99 3.03 3.05 3.11

2 Bank Negara Indonesia 2.60 1.80 1.89 1.94 3 Bank Rakyat Indonesia 3.02 2.89 2.61 2.58

4 Bank Tabungan Negara 0.79 1.08 1.22 1.16

5 Bank Danamon Indonesia

1.37 1.31 1.60 2.33

6 Bank Mandiri 2.42 2.32 1.41 1.91

7 Bank Tabungan Pensiunan Nasional

2.49 2.16 2.05 1.49

8 Bank Mayapada Internasional

1.20 1.38 1.35 0.90

9 Bank Mega 0.90 1.54 1.64 11.60

10 Bank Nusantara Parahyangan

1.02 0.78 0.11 9.28

Sumber : Data Primer diolah, 2019 (www.idx.co.id)

Berdasarkan tabel berikut 4.1.4 diatas, nilai tertinggi rasio ROA ada pada bank mega pada tahun 2017 yaitu 11.60, untuk tahun sebelumya yaitu 2016 sebesar 1.64.kemudian kenaikan disebabkan oleh naiknya total assets dari

70.531.682 (2016) menjadi 82.297.010 (2017). Serta meningkatnya laba setelah pajak yaitu dari 1.158.000 (2016) menjadi 9.549.585 (2017).

Nilai terendah rasio ROA terdapat pada bank nusantara parahyangan pada tahun 2016 yaitu 0.11, dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu 0.78.

penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya total assets dari 8.613.114 (2015) menjadi 7.705.782 (2016). Serta menurunnya laba setelah pajak yaitu dari 66.867 (2015) menjadi 8.109 (2016).

4.1.5 Return On Equity (ROE)

Profitabilitas pada penelitian ini diproyeksikan Return On Equity (ROE).

Hal ini didasarkan alasan karena ROE dapat memberikan informasi seberapa besar modal atau ekuitas para pemegang saham digunakan untuk memperoleh laba bersih setelah pajak. Rasio ini juga dapat menunjukkan efisiensi penggunaan ekuitas para pemegang saham. Semakin tinggi ROE berarti posisi pemilik perusahaan semakin kuat. ROE diformulasikan sebagai berikut.

(Kasmir, 2012:205).

Kasmir (2012:204) menyatakan ROE menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi nilai ROE, berarti kinerja perusahaan dalam pencapaian laba semakin baik hal tersebut akan direspon oleh investor dengan permintaan saham perusahaan yang mengalami peningkatan sehingga akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan yang meningkat pula.

Selain itu, tingginya nilai ROE akan menyebabkan pembagian dividen dapat dilakukan perusahaan.

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut diatas, maka akan di sajikan Return On Equity (ROE) sesuai dengan yang di catat pada laporan keuangan perusahaan dan tahunya masing-masing.

Tabel 4.1.5 Data Rasio Keuangan (ROE) pada Perusahaan Perbankan

No Nama Perbankan

Tahun 2014

%

2015

%

2016

%

2017

% 1 Bank Central Asia 21.19 20.12 18.30 17.75 2 Bank Negara Indonesia 17.75 11.65 12.78 13.65 3 Bank Rakyat Indonesia 24.82 22.46 17.86 17.36 4 Bank Tabungan Negara 9.35 13.35 13.69 13.98 5 Bank Danamon

Indonesia

8.12 7.22 7.68 10.59

6 Bank Mandiri 19.70 17.70 9.55 12.61

7 Bank Tabungan Pensiunan Nasional

15.50 12.59 11.50 8.27 8 Bank Mayapada

Internasional

15.27 14.22 11.63 7.91

9 Bank Mega 8.61 9.14 9.44 73.10

10 Bank Nusantara Parahyangan

8.48 5.59 0.68 61.85

Sumber : Data Primer diolah, 2019 (www.idx.co.id)

Berdasarkan tabel berikut 4.1.5 diatas, nilai tertinggi rasio ROE ada pada bank mega pada tahun 2017 yaitu 73.10, untuk tahun sebelumya yaitu 2016 sebesar 9.44. kemudian kenaikan disebabkan oleh naiknya total equity dari 12.265.681 (2016) menjadi 13.064.616 (2017). Serta meningkatnya laba setelah pajak yaitu dari 1.158.000 (2016) menjadi 9.549.585 (2017).

Nilai terendah rasio ROE terdapat pada bank nusantara parahyangan pada tahun 2016 yaitu 0.68, dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu 5.59.

penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya total equity dari 1.195.493

(2015) menjadi 1.197.510 (2016). Serta menurunnya laba setelah pajak yaitu dari 66.867 (2015) menjadi 8.109 (2016).

4.1.6 Uji Asumsi Klasik 4.1.7 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011:160). Uji statistic ini premetrik kolmogrov-smirnov, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Uji Asyim.sig < taraf signifikan (α = 5%), maka residual berdistribusi tidak normal.

b. Uji Asyim.sig > taraf signifikan (α =5%), maka residual berdistribusi normal.

Tabel 4.1.7 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 40

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation 2793.82525654 Most Extreme Differences

Absolute .147

Positive .147

Negative -.063

Kolmogorov-Smirnov Z .928

Asymp. Sig. (2-tailed) .356

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber : Data Primer Diolah, 2019.

Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmgorov smirnov diketahui nilai signifikansi 0,356 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual BERDISTRIBUSI NORMAL.

4.1.8 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi yang terjadi ketidaksamaan varian dan residual pada suatu pengamatan kepengamatan yang lainnya. Untuk mengetahui model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mengetahui heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot. Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik scatter plot seperti mengumpul ditengah, menyempit kemudian melebar ataupun sebaliknya.

Menurut Ghozali (2011:139-143), untuk mengetahui ada tidakmya heteroskedastisitas dilakukan uji glejser Uji glejser dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen ditandai dengan nilai probabilitas tingkat kesalahan (Sig.) lehih kecil dari taraf sigifilkansi yang telah ditentukan (taraf signifikansi 5 % ). Adapun grafik scatter plot dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 4.1.8 Uji Heterokedastisitas Sumber : Data Primer Diolah, 2019

Untuk menguji ada tidaknya gejala heteroskedastisitas, menurut Sunyoto (2009:83) dapat diketahui dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Homokedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil pengolahan data anatara ZPRED dan SRESID menyebar dibawah ataupun di atas titik origin (agka 0) pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur.

2) Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya mempunyai pola yang teratur, baik menyempit, melebur maupun bergelombang- gelombang.

Berdasarkan gambar diatas maka dapat dilihat bahwa titik-titik data menyebar di atas dan dibawah atau di sekitar angka nol pada sumbu Y serta penyebarannya tidak membentuk pola-pola tertentu, hal ini berarti data bebas dari heteroskedastisitas. .

4.1.9 Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Sugiyono (2016: 275), analisis digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel

dependen (kriterium), bila 2 atau lebih variabel independen sebagai faktor Predictor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi linier berganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2. Teknik ini bermanfaat untuk mendeteksi pengaruh variabel bebas (variabel independen) terhadap variabel terikat (variabel dependen).

Tabel 4.1.9 Hasil Uji Regresi Linear Berganda Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 2347.390 853.983 2.749 .009

OPM 5.254 .637 2.307 8.248 .000

ROA -21.595 11.744 -.920 -1.839 .074

ROE -4.223 1.698 -1.141 -2.488 .018

a. Dependent Variable: HARGA SAHAM Sumber : Data Primer Diolah, 2019

Dari hasil analisis regresi tersebut maka dapat diketahui persamaan regresi berganda sebagai berikut.

Y = 2347.390 + 5.254 (X1) – 21.595 (X2) – 4.223 (X3) + 853.983 Keterangan :

Y = Harga saham b0 = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi Variabel Operating Profit Margin (OPM) β2 = Koefisien Regresi Variabel Return On Asset (ROA)

β3 = Koefisien Regresi Variabel Return on Equity (ROE) X1= Operating Profit Margin (OPM)

X2= Return On Asset (ROA)

X3= Return on Equity (ROE) e = Erof of term

Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa :

1. Pada model regresi ini nilai konstanta sebesar 2347.390 menunjukkan bahwa variabel independen (OPM, ROA, dan ROE) diasumsikan sama dengan nol maka harga saham meningkat sebesar 2347.390.

2. Nilai koefisien regresi variabel OPM (X1) sebesar 5.254. Pada penelitian ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan OPM (X1) satu satuan akan meningkatkan harga saham sebesar 5.254, dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.

3. Nilai koefisien regresi variabel ROA (X2) sebesar–21.595. Pada penelitian ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan ROA (X2) satu satuan akan menurunkan harga saham sebesar –21.595, dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.

4. Nilai koefisien regresi variabel ROE (X3) sebesar –4.223. Pada penelitian ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan ROE (X3) satu satuan akan menurunkan harga saham sebesar –4.223, dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.

4.1.10 Uji Hipotesis

4.1.11 Uji Hipotesis Parsial (Uji t)

Uji t merupakan pengujian untuk menunjukkan pengaruh secara parsial terhadap variabel bebas yang ada di dalam model terhadap variabel terikat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas

dalam menjelaskan variabel terikat. Maka pengaruh tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1.11 Hasil Hipotesis Parsial (t) Kinerja

Keuangan

T hitung T tabel Nilai Signifikan

Keterangan

OPM 8.248 1.688 0,000 Diterima

ROA -1.839 1.688 0,074 Ditolak

ROE -2.488 1.688 0,018 Diterima

Sumber : Data Primer Diolah,2019

Berdasarkan tabel 4.1.11 diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengujian Hipotesis Pertama

Pengaruh Operating Profit Margin (OPM) terhadap perubahan harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Berdasarkan hasil perhitungan secara parsial pengaruh Operating Profit Margin (OPM) terhadap perubahan harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI diperoleh nilai t hitung sebesar 8.248 dan t tabel 1.688 pada taraf signifikansi 5%. Oleh karena itu nilai t hitung lebih besar dari t tabel (8.248 >

1.688) dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai t positif menunjukkan bahwa variabel Operating Profit Margin (OPM) berpengaruh terhadap harga saham perusahaan perbankan yang terdaftar pada BEI. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.

2. Pengujian Hipotesis Kedua

Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap perubahan harga saham pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Berdasarkan hasil perhitungan secara parsial pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap perubahan harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI diperoleh nilai t hitung sebesar -1.839 dan t tabel 1.688 pada taraf signifikansi 5%. Oleh karena itu nilai t hitung lebih besar dari t tabel (-1.839 >

1.688) dengan taraf signifikansi sebesar 0,074 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel Return On Asset (ROA) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan yang terdaftar pada BEI. Dengan demikian H0 diterima dan H2 ditolak.

3. Pengujian Hipotesis Ketiga

Pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap perubahan harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Berdasarkan hasil perhitungan secara parsial pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap perubahan harga saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI diperoleh nilai t hitung sebesar -2.488 dan t tabel 1.688 pada taraf signifikansi 5%. Oleh karena itu nilai t hitung lebih besar dari t tabel (-2.488 >

1.688) dengan taraf signifikansi sebesar 0,018 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel Return on Equity (ROE) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Dengan demikian H0 ditolak dan H3 diterima.

Dalam dokumen SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI NOBEL INDONESIA (Halaman 59-64)

Dokumen terkait