• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen yang meliputi gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) dan variabel dependen yaitu kejadian hipertensi.

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square yang digunakan untuk menguji hipotesis hubungan yang signifikan antara gaya hidup (aktifitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) terhadap kejadian hipertensi di RSUD

Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis penelitian berdasarkan tingkat signifikansi (nilai p) adalah:

a. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.

b. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.

Selanjutnya juga mengetahui besar risiko (Odds Ratio/OR) paparan terhadap kasus dengan menggunakan tabel 2 x 2 sebagai berikut:

Tabel 3.5. Odd Ratio/ OR Penyakit

Paparan Kasus (+) Kontrol (-) Total

Terpapar a b a+b

Tidak Terpapar c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d

Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus OR = a.d / b.c, dengan Confidence Interval (CI) 95%. Hasil interpretasi nilai OR adalah sebagai berikut : a. Jika OR lebih dari 1 dan 95% CI tidak mencakup nilai 1, menunjukkan bahwa

variabel yang diteliti mempengaruhi hipertensi.

b. Jika OR lebih dari 1 dan 95% CI mencakup nilai 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti bukan merupakan yang mempengaruhi hipertensi.

c. Jika OR kurang dari 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor protektif.

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama- sama variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel bebas yang paling besar

pengaruhnya terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji Regresi Logistik Ganda. Analisis regresi logistik untuk menjelaskan pengaruh beberapa variabel bebas secara bersamaan dengan variabel terikat. Prosedur yang dilakukan terhadap uji regresi logistik, apabila masing-masing variabel bebas dengan hasil menunjukkan nilai p<0,25 pada analisis bivariat tetapi secara biologis bermakna, maka variabel tersebut dapat dilanjutkan dalam model multivariat.

Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan metode Enter. Semua variabel kandidat dimasukkan bersama-sama untuk dipertimbangkan menjadi model dengan hasil menunjukkan nilai p<0,05. Variabel terpilih dimasukkan ke dalam model dan nilai p yang tidak signifikan dikeluarkan dari model, berurutan dari nilai p tertinggi.

Uji Regresi Logistik Berganda (Multiple Logistic Regression ), dengan rumus sebagai berikut (Riyanto, 2009) :

P (X) = _________1_________

1 + e - ( a+β1X1+β2X2+…..βiXi)

Keterangan :

P (X) : Probabilitas Hipertensi Βo : Koefisien Regresi X1 : Aktivitas fisik X2 : Pola makan X3 : Istirahat

X4 : Riwayat merokok

Selanjutnya untuk mengetahui kasus hipertensi yang dapat dicegah dengan memperbaiki faktor gaya hidup yang dominan, maka dilakukan perhitungan Population Attribute Risk (PAR).

PAR = (�−1)

(�−1)+1

Keterangan:

p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan r = Odds Ratio variabel yang paling dominan

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi terletak di lokasi yang strategis yaitu di tengah kota dan mudah dijangkau. RSUD Dr.

H. Kumpulan Pane berdiri tahun 1958 yang sebelumnya bernama Rumah Sakit Kota Praja. Dibangun di atas areal tanah seluas 11.675 m2 dengan luas bangunan 3.296 m2 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 233/Menkes/

S.K./VI/1983 UPTD RSU Kota Tebing Tinggi ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas C Non Pendidikan (Profil RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, 2012).

Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan mengenang jasa salah seorang dokter pribumi pertama yang berpraktek di Kota Tebing Tinggi dan merupakan tokoh masyarakat yang banyak bergerak di bidang kesehatan, maka nama rumah sakit dirubah menjadi RSUD Dr. H. Kumpulan Pane. Perubahan ini ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1013/Menkes/Sk/IX/2007 Tanggal 6 Desember 2007, tentang Perubahan Nama Rumah Sakit. Pada Tanggal 28 Juli 2009 RSUD Dr. H. Kumpulan Pane telah ditetapkan menjadi Kelas B Non Pendidikan berdasarkan Surat Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 581/Menkes/VII/2009 dengan status kepemilikan adalah

Pemerintah Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara (Profil RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, 2013).

4.2. Karakteristik Penderita

Karakteristik penderita pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Secara rinci karakteristik penderita yang menjadi responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan

Karakteristik Penderita Status Responden Kasus

n %

Kontrol n % 1. Umur

a. 20-34 tahun 5 7,1 5 7,1

b. 35-55 tahun 29 41,4 29 41,4

c. 56-70 tahun 36 51,5 36 51,5

Total 70 100 70 100

2. Jenis Kelamin

a. Laki- laki 27 38,6 27 38,6

b. Perempuan 43 61,4 43 61,4

Total 70 100 70 100

3. Pendidikan

a. Dasar/Menengah 41 58,6 44 82,9

b. Tinggi 29 41,4 26 37,1

Total 70 100 70 100

Tabel 4.1. (Lanjutan) 3. Pekerjaan

a. PNS/ Pensiunan PNS 15 21,4 22 31,4 b. POLRI/TNI/Pensiunan 2 2,9 3 4,2 c. Pegawai Swasta/Wiraswasta 27 38,6 24 34,3

d. Petani 9 12,9 6 8,6

f. Buruh 8 11,3 2 2,9

g. Lain-lain 9 12,9 13 18,6

Total 70 100 70 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 56-70 tahun, dengan rincian responden kasus 36 orang (54,4%) dan responden kontrol juga 36 orang (51,4%). Sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan, dengan rincian responden kasus 43 orang (61,4%) dan kontrol juga 43 orang (61,4%). Variabel pendidikan pada kelompok kasus yang berpendidikan dasar/ menengah sebanyak 41 orang (58,6,2%) dan pendidikan tinggi sebanyak 29 orang (41,4%). Pada kelompok kontrol pendidikan dasar/menengah yaitu sebanyak 44 orang (82,9%) dan responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 26 orang (37,1%). Pada variabel pekerjaan pada kelompok kasus lebih banyak pada responden yang mempunyai pekerjaan wiraswasta sebanyak 27 orang (38,6%), dan pada kelompok kontrol juga lebih banyak pada responden yang pekerjaan wiraswasta sebanyak 24 orang (34,3%).

Tabel 4.2. Distribusi Gaya Hidup Penderita di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane

Tebing Tinggi

Gaya Hidup Status Responden Kasus

n %

Kontrol n % 1. Aktifitas fisik

a. Tidak cukup 40 57,1 33 47,1 b. Cukup 30 42,9 37 52,9 Total 70 100 70 100 2. Pola Makan

a. Tidak baik 49 70 15 21,4 b. Baik 21 30 55 78,6

Total 70 100 70 100

3. Kebiasaan istirahat

a. Tidak cukup 27 38,6 13 28,6

b. Cukup 43 61,4 57 71.4

Total 70 100 70 100

3. Kebiasaan Merokok

a. Ya 15 21,4 5 7,1

b. Tidak 55 78,6 65 92,9

Total 70 100 70 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada variabel aktifitas fisik pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan aktifitas yang tidak cukup sebanyak 40 orang (57,1%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden dengan aktifitas yang cukup sebanyak 37 orang (52,9%). Pada variabel pola makan pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan pola makan yang tidak baik sebanyak 49 orang (70%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden dengan pola makan yang baik sebanyak 55 orang (78,6%). Variabel

kebiasaan istirahat pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan kebiasaan istirahat yang cukup sebanyak 43 orang (61,4%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden dengan kebiasaan istirahat yang cukup sebanyak 57 orang (81,4%). Variabel kebiasaan merokok pada kelompok kasus lebih banyak pada responden dengan kebiasaan tidak merokok sebanyak 55 orang (78,6%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak pada responden yang tidak merokok sebanyak 65 orang (92,9%).

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu gaya hidup (aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok) dengan variabel dependen yaitu kejadian hipertensi, serta untuk mengetahui variabel mana yang masuk ke dalam model analisis multivariat. Uji statistik yang dilakukan pada analisis bivariat ini adalah uji chisquare dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Setelah melakukan wawancara dengan responden dan menguji hasil wawancara tersebut dengan uji statistik chi square maka hubungan antar variabel dapat dilihat pada Tabel 4.3. di bawah ini:

Tabel 4.3. Pengaruh Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane Tebing Tinggi Variabel Kejadian Hipertensi

Kasus Kontrol Nilai p OR

n % n % (95% CI)

Gaya Hidup Aktifitas fisik

Tidak cukup 40 57,1 33 47,1 0,310 1,49

Cukup 30 42,9 37 52,9 0,76-2,91

Total 70 100 70 100

Pola Makan

Tidak baik 49 70 15 21,4 0,000 8,55

Baik 21 30 55 78,6 3,97-18,41

Total 70 100 70 100

Kebiasaan istirahat

Tidak cukup 27 38,6 13 28,6 0,015 2,75

Cukup 43 61,4 57 71.4 1,27-5,95

Total 70 100 70 100

Kebiasaan Merokok

Ya 15 21,4 5 7,1 0,030 3,54

Tidak 55 78,6 65 92,9 1,21-10,37

Total 70 100 70 100

Berdasarkan Tabel 4.3. hasil analisis pengaruh aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 40 orang (50,4%) dengan aktifitas fisik tidak cukup, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 33 orang (47,1%) dengan aktifitas fisik tidak cukup. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 30 orang (42,9%) dengan aktifitas fisik cukup, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 37 orang (52,9%) dengan aktifitas fisik cukup. Hasil uji statistik chi square

diperoleh nilai p=0,310 < 0,05, artinya tidak ada pengaruh antara variabel aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi.

Berdasarkan hasil statistik pengaruh pola makan dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 49 orang (70%) dengan pola makan tidak baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 15 orang (21,4%) dengan pola makan tidak baik. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 21 orang (30%) dengan pola makan baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 55 orang (78,6%) dengan pola makan baik. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,05, artinya ada pengaruh antara variabel pola makan dengan kejadian hipertensi, dengan OR sebesar 8,55 (95%CI = 3,97-18,41), menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi 8,5 kali kecenderungan dengan pola makan tidak baik dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi.

Hasil pengaruh istirahat dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 27 orang (38,6%) yang tidak cukup istirahat, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 15 orang (18,6%) yang tidak cukup istirahat. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 43 orang (61,4%) yang cukup istirahat, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 57 orang (81,4%) yang cukup istirahat. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,000 < 0,15, artinya ada pengaruh antara variabel istirahat dengan kejadian hipertensi dengan OR sebesar 2,75 (95%CI = 1,27-5,95), menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi 2,7 kali kecenderungan dengan istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang menderita hipertensi.

Hasil analisis pengaruh riwayat merokok dengan kejadian hipertensi diperoleh bahwa kelompok kasus ada sebanyak 15 orang (21,4%) dengan riwayat merokok, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 5 orang (7,1%) dengan riwayat merokok. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 55 orang (78,6%) dengan tidak riwayat merokok, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 65 orang (92,9%) dengan tidak riwayat merokok. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,030 <

0,05, artinya ada pengaruh antara variabel riwayat merokok dengan kejadian hipertensi dengan OR sebesar 3,54 (95%CI = 1,21-10,37), menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi 3,5 kali kecenderungan dengan riwayat merokok dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi.

4.4. Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui 3 variabel (tiga) yaitu pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi, maka dapat diidentifikasi secara keseluruhan 3 (tiga) variabel tersebut dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena nilai pada bivariat dengan binary logistik hasil output pada tabel block 1 didapatkan hasil omnibus test pada bagian bloc dengan p value nya <0,25 sehingga ketiga variabel dapat dilanjutkan ke analisis multivariat. Analisis multivariat merupakan analisis untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu : pola makan, kebiasaan istirahat dan kebiasaan merokok dengan variabel terikat yaitu kejadian hipertensi, serta mengetahui variabel dominan yang memengaruhi.

Dari hasil uji multivariat dengan mempergunakan regresi logistik ganda diperoleh bahwa variabel bebas yaitu, pola makan, istirahat dan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu kejadian hipertensi. Sedangkan variabel aktifitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.

Tabel 4.4. Pengaruh Pola Makan, Istirahat dan Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Variabel B P value Exp (B) 95% CI

Pola Makan 3,361 0,000 8,01 6,22 - 13,36

Istirahat -1,992 0,022 2,13 1,12 - 2,74

Kebiasaan Merokok 0,693 0,315 2,00 1,51 - 7,72

Constant -3,160 0,003 0,04

Berdasarkan Tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa variabel kebiasaan merokok akan dikeluarkan dari model karena memiliki nilai p>0,05, oleh karena itu variabel yang masuk kedalam kandidat model selanjutnya adalah variabel pola makan dan kebiasaan istirahat dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.5. Pengaruh Pola Makan dan Istirahat terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Variabel B P value Exp (B) 95% CI

Pola Makan 3,361 0,000 8,11 6,22 - 13,36

Istirahat -1,667 0,040 2,18 1,13 - 2,92

Constant -2,425 0,000 0,00

Hasil analisis uji regresi logistik ganda juga menunjukkan bahwa variabel gaya hidup yaitu pola makan dengan p value 0,000 (p<0,05), dan istirahat dengan p value 0,040 (p<0,05) berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Hasil analisis uji regresi logistik ganda

menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian hipertensi di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi adalah variabel pola makan dengan nilai OR sebesar 8,110 (95% CI = 6,224-13,361) artinya bahwa responden yang menderita hipertensi 8,1 kali kecenderungan mempunyai pola makan tidak baik dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan variabel tersebut memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap kejadian hipertensi di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

Pada tabel 4.5. juga terlihat bahwa variabel istirahat menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh terhadap kejadian hipertensi di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ganda, variabel istirahat diperoleh nilai OR sebesar 2,189 (95% CI = 1,138-2,927), menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi 2,2 kali kecenderungan mempunyai istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda tersebut dapat ditentukan model persamaan regresi logistik ganda yang dapat menafsirkan variabel bebas yaitu gaya hidup (pola makan, istirahat dan kebiasaan merokok) berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi adalah sebagai berikut :

Model persamaan regresi logistik yang diperoleh adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 atau Y = -3,361 + 1,113X1 -1,667X2

Keterangan :

Y = Variabel dependen (kejadian hipertensi) X1 = Pola makan

X2 = Istirahat

Hasil persamaan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa jika pola makan (X1) dan istirahat (X2), ditingkatkan ke arah yang lebih baik, maka hal ini akan menyebabkan penurunan angka kejadian hipertensi RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Dapat dihitung ramalan probalilitas (risiko) responden untuk menderita hipertensi dapat dihitung dengan persamaan berikut :

y = -2,425 + 3,361 (pola makan) + (-1,667) (istirahat)

= -2,425 + 3,361 (1) - 1,667(1) y = -0,731

Dengan nilai probalilitasnya adalah : p = 1/(1+e-y) = 1/ (1+2,7-(-0,731)) = 0,33

Dengan demikian, probabilitas untuk menderita hipertensi adalah 33%.

Artinya semakin buruk pola makan dan kebiasaan istirahat maka angka kejadian hipertensi akan meningkat sebesar 33%.

4.5. Population Attribute Risk (PAR) Rumus untuk menghitung PAR :

PAR = (�−1)

(�−1)+1

PAR = 0,7(8,1−1)

0,7(8,11)+1 x 100 PAR = 83

Dimana, p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan = 0,7 r = Rasio odd variabel yang paling dominan (pola makan) = 8,1

Sehingga dari hasil perhitungan PAR yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa hampir 83% kasus dengan hipertensi dapat dicegah dengan memperbaiki faktor resiko yaitu pola makan yang tidak baik.

PAR = 0,21(2,2−1)

0,21(2,21)+1 x 100 PAR = 20

Dimana, p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan = 0,21 r = Rasio odd variabel yang paling dominan (pola makan) = 2,2

Sehingga dari hasil perhitungan PAR yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa hampir 20% kasus dengan hipertensi dapat dicegah dengan memperbaiki faktor resiko yaitu kebiasaan istirahat yang tidak baik.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan

Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa mayoritas penderita hipertensi ada pada kelompok umur 56 - 70 tahun yaitu sebanyak 36 orang (51,5%), 29 orang (41,4%) pada kelompok umur 30 – 55 tahun dan 5 orang (7,1%) pada kelompok umur 20 – 34 tahun. Hal ini berarti bahwa umur mereka sudah tergolong dewasa akhir dimana pada usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Pada jenis kelamin penderita hipertensi mayoritas responden yang perempuan yaitu sebanyak 43 orang (61,4%) dan laki-laki 27 orang (38,6%). Hal ini dikarenakan pada wanita setelah mengalami menopause, wanita tidak dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan HDL, dimana HDL berperan penting dalam pencegahan aterosklerosis. Pada tingkat pendidikan, mayoritas responden yang berpendidikan dasar/menengah yaitu sebanyak 41 orang (58,6%) dan pendidikan tinggi sebanyak 29 orang (41,4%). Hal ini berarti bahwa sebagian besar pendidikan penderita masih tergolong rendah, sehingga pemahaman mereka tentang kesehatan masih kurang.

Tingkat pendidikan seseorang memengaruhi kemampuan seseorang dalam menerima informasi dan mengolahnya sebelum menjadi perilaku yang baik atau buruk sehingga

berdampak terhadap status kesehatannya. Pada pekerjaan, mayoritas responden yang bekerja yaitu sebanyak 61 orang (87,1%) dan tidak bekerja sebanyak 9 orang (12,9%). Hal ini terjadi karena pekerjaan dapat membuat stress yang mempengaruhi tekanan darah.

5.2. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Hipertensi

5.2.1. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Hasil penelitian tentang variabel aktifitas fisik diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus dengan proporsi tertinggi pada aktifitas fisik yang tidak cukup sebesar 57,1% dan aktifitas cukup sebesar 42,9%. Hasil tersebut menunjukkan pada kelompok kasus ada perbedaan proporsi aktifitas fisik kategori cukup dan tidak cukup dengan selisih 14,2%. Sedangkan pada kelompok kontrol proporsi tertinggi dengan aktifitas fisik cukup sebesar 52,9%. Dimana nilai p value 0,310 dengan OR sebesar 1,495 (95% CI = 0,768-2,911). Uji statistik menunjukkan variabel aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik yang tidak cukup belum tentu akan lebih memungkinkan untuk mengalami kejadian hipertensi, sebaliknya bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik yang cukup belum tentu akan mengurangi kemungkinan untuk mengalami kejadian hipertensi. Hal ini mungkin dapat disebabkan faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap kejadian hipertensi,

seperti pola makan kebiasaan istirahat dan ada kegiatan lain yang membuat tubuh mengeluarkan energi.

Aktifitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat. Aktifitas fisik mingguan apapun disamping kegiatan hidup rutin sehari-hari mempunyai daya proteksi terhadap kematian kardiovaskuler.

Aktifitas fisik sudah memberi dampak proteksi, asalkan dilakukan secara rutin hampir setiap hari, yang terpenting adalah keteraturan. Pada penelitian ini dapat kita lihat pada kelompok kasus lebih banyak responden tidak cukup melakukan aktifitas fisik dari > 30 menit setiap hari, hal ini membuktikan responden masih kurang dalam melakukan kegiatan olah raga setiap hari, gerak jalan dan melakukan kegiatan aktifitas sehari-hari, namun responden lebih banyak melakukan kegiatan rumah dan berkebun dalam sehari. Aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha.

Semakin ringan kerja jantung, semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga tekanan darah akan menurun.

Seiring dengan majunya dunia teknologi memudahkan semua kegiatan sehingga menyebabkan kita kurang bergerak (hypokinetic), seperti penggunaan remote kontrol, komputer, lift dan tangga berjalan, tanpa dimbangi dengan Aktifitas fisik yang memadai. Kondisi demikian ini pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit akibat kurang gerak. Gaya hidup duduk terus-menerus dalam bekerja

(sedentary) dan kurang aktivitas/gerak ditambah dengan adanya faktor risiko berupa merokok, pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung, pembuluh darah, kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparto (2010) di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar, Surakarta yang menyatakan bahwa ada tidak terdapat hubungan yang bermakna tentang kebiasaan melakukan aktifitas fisik terhadap kejadian hipertensi ( α =0,05) diperoleh nilai p = 0,732.

Artinya bahwa kebiasaan melakukan aktifitas fisik kemungkinan bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.

Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah selain dapat membantu mengurangi berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manan dan Rismayanti (2012) di Bangkala Kabupaten Jeponto Makassar yang menyatakan bahwa aktifitas fisik merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan OR = 2,67. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang kurang beraktifitas fisik/ olahraga berisiko 2,67 kali menderita hipertensi dibanding dengan responden yang sering melakukan aktifitas fisik. Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian Sunita (2003) bahwa latihan fisik secara teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Lewa,

dkk (2010), mengatakan bahwa lansia yang tidak melakukan aktivitas fisik akan meningkatkan risiko kejadian hipertensi sistolik terisolasi sebesar 2,33 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang melakukan aktivitas fisik dan bermakna.

5.2.2. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Hasil penelitian tentang variabel pola makan diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus dengan persentase tertinggi pada pola makan yang tidak baik sebesar 70% dan pola makan baik sebesar 30%, sedangkan pada kelompok kontrol persentase tertinggi pada pola makan yang baik sebesar 78,6% dan pola makan tidak baik sebesar 21,4%. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value = 0,000 (p<0,05), artinya variabel pola makan berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dengan OR sebesar 8,556 (95% CI = 3,976-18,410). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang menderita hipertensi 8,5 kali kecenderungan dengan pola makan tidak baik dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi.

Pola makan adalah cara bagaimana kita mengatur asupan gizi yang seimbang serta yang di butuhkan oleh tubuh. Pola makan yang sehat dan seimbang bukan hanya menjaga tubuh tetap bugar dan sehat tapi juga bisa terhindar dari berbagai penyakit termasuk hipertensi. Pola makan yang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi karena pengkonsumsian makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak- otak, makanan dan minuman yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini dikarenakan makanan diatas tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan

Dokumen terkait