BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
A. Biografi Muhammad Abduh
1. Lahir dan Pendidikan
Syekh Muhammad Abduh lahir di pedalaman Mesir pada tahun 1849 M. Ayahnya yang bernama Abduh Hasan Khairulloh berasal dari Turki dan telah lama tinggal di Mesir lalu menikahi ibu Muhammad Abduh yang bernama Junaidah Uthman ketika sedang dalam perantauan di Mesir. Ibunya menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai kepada sahabat Nabi yaitu khalifah Umar bin Khattab. 40 Muhammad Abduh dibesarkan dalam lingkungan yang taat beragama.
Dalam sebuah refrensi, ayahnya tersebut beristri dua. Maka dari faktor itulah, Abduh merasakan berada pada suasana poligami dalam keluarga.
Sedari kecil Muhammad Abduh sudah di bimbing untuk belajar menulis dan membaca Al-Qur’an agar dikemudian hari dapat menghafalkan Al-Qur’an. Setelah mahir dalam menulis dan membaca Al- Qur’an, Muhammad Abduh diserahkan kepada seorang guru untuk mulai dilatih menghafal Al-Qur’an, hingga pada dua tahun kemudian Muhammad Abduh sudah mampu menghatamkan Al-Qur’an.41 Pada perjalanan intelektualnya, Muhammad Abduh yang sedari awal sudah diasuh dalam lingkungan keluarga yang cinta akan keilmuan,hal tersebut membuatnya lebih mudah belajar banyak tentang ilmu agama. Selanjutnya
40Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 58.
41Muhammad Asrori, Studi Islam Kontemprer, (Malang: UIN Malang Press, 2009), 169.
32
ketika berumur belasan tahun, Muhammad Abduh dikirim ke Thanta untuk berguru kepada Syekh Ahmad.
Muhammad Abduh menimba ilmu bahasa arab, nahwu, shorof, fiqh dan sebagainya di Thanta selama dua tahun. Kemudia ia mengakhiri masa menuntut ilmunya disana karena merasa tidak mendapatkan apa-apa, dengan adanya metode disana yang kurang sesuai dengan dirinya. Ia mengatakan:
“Satu setengah tahun saya belajar di Masjid Syekh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah, guru-guru mulai mengajak kita dengan dengan menghafal istilah-istilah tentang nahwu atau fiqih yang tidak kita ketahui artinya. Guru-guru tidak merasa penting apakah kita mengerti atau tidak mengerti arti-arti istilah itu.” Metode yang digunakan saat itu adalah metode menghafal diluar kepala.42
Setelah keluar dari perjalanan menuntut ilmunya di Thanta, Muhammad Abduh pergi bersembunyi dirumah salah satu pamannya.
Setelah tiga bulan disana, ia dipaksa untuk kembali ke Thanta. Akhirnya, karena merasa bahwa apa yang dilakukannya ini hanya sia-sia, ia pulang ke kampung halamannya dan berniat ingin bekerja sebagai petani.43
Di usia ke-16 tahun, Muhammad Abduh memutuskan untuk menikah dan berniat bekerja sebagai petani. Tetapi tidak lama setelah ia menikah, ia dipaksa oleh kedua orang tuanya kembali belajar ke Thanta.
Karena desakan dari orang tuanya, iapun pergi meninggalkan kampung halamannya ke Thanta. Ketika dalam perjalanan ia memutuskan untuk berhenti ke Kanish Urin, tempat tinggal kerabat ayahnya, ia menemui
42Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 60.
43Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, 62.
33
pamannya bernama Syekh Darwisy Khadr, seorang alim yang banyak mengadakan perjalanan ke Mesir untuk belajar berbagai ilmu agama Islam dan ilmu tasawuf di Libya dan Tripoli.44
Selama berada di Kanish Urin, Muhammad Abduh belajar kepada Syekh Darwisy dengan mengkaji buku bersama. Dengan tekunnya Syekh Darwisy mengajarkan ilmunya kepada Muhammad Abduh sehingga membuat Abduh yang mulanya sudah tidak berhasrat dalam belajar menjadi kembali tergugah dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Karena semangat menuntut ilmunya kembali, ia memutuskan untuk pergi menuntut ilmu.
Pada bulan Syawal 1282 H, bertepatan dengan bulan Februari 1886 M, Muhammad Abduh pergi ke Al-Azhar Mesir. Ketika berada di Mesir, Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani seorang mujtahid dan mujaddid yang sangat alim bersama dengan Syeikh Hasan Al-Tawil. Saat menemui Jamaluddin, Abduh banyak berdiskusi tentang ilmu tasawuf, tafsir filsafat, sejarah hukum ketatanegaraan dan lain-lain.
Dari banyaknya diskusi itu, Abduh merasa kagum dengan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani yang sangat maju dan menguasai banyak ilmu.
sejak saat itu Abduh selalu berada di samping Jamaluddin Al-Afghani dan menjadi muridnya yang paling setia.
Karena ketekunan Abduh dalam belajar dibawah bimbingan Jamaluddin Al-Afghani, Abduh mulai menulis karangan-karangan untuk
44Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, 63.
34
harian Al-Ahram yang pada waktu itu baru saja didirikan. Ia menulis surat kabar tersebut setelah belajar ilmu filsafat, logika, dan teologi dari Jamaluddin Al-Afghani.45
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar dengan memperoleh gelar Al-‘Alim di tahun 1877, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, universitas Dar Al-Ulum, juga dikediamannya. Pada tahun 1879 Al- Afghani diusir dari Mesir karena dituduh menentang Khadewi Taufik, Muhammad Abduh saat itu juga ikut dituduh dan pada akhirnya dibuang keluar kota Kairo. Pada tahun 1880 Abduh diperbolehkan kembali ke kota Kairo kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir: Al-Waqai’ Al-Misriyah Di bawah pimpinan Muhammad Abduh yang didalamnya tidak hanya menyiarkan berita-berita resmi, tetapi juga artikel-artikel tentang kepentingan nasional Mesir.46
Pada tahun 1884, bersama dengan Al-Afghani, Muhammad Abduh menerbitkan Al-Urwah Al-Wusqa, tetapi umur majalah ini tidak lama karena isi dari majalah yang memuat gebrakan-gebrakan supaya umat Islam bangkit dari tidurnya menuai banyak penolakan dari Inggris dan Belanda. Selanjutnya pada tahun 1895 Abduh diangkat menjadi anggota Majlis A’la Al-Azhar. Sebagai anggta majlis, ia membawa perubahan dan perbaikan ke dalam tubuh Al-Azhar. Pada tahun 1899 ia diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi ini dipegangnya sampai ia meninggal dunia pada tahun 1905.
45Muhammad Asrori, Studi Islam kontemporer, (Malang: UIN Malang Press.2009), 177.
46Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 63.
35