i
TAFSIR AL-QUR’AN TENTANG POLIGAMI:
PERBANDINGAN PENAFSIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN WAHBAH AZ-ZUHAILI
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Fakultas Ushuluddin Adab Dan Humaniora Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Oleh:
Mudrikatul Choiriyah NIM: U20171011
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
JUNI 2022
ii
iii
TAFSIR AL-QUR’AN TENTANG POLIGAMI:
PERBANDINGAN PENAFSIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN WAHBAH AZ-ZUHAILI
SKRIPSI
Telah di uji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Hari : Rabu Tanggal : 29 Juni 2022
Tim Penguji
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. M.Khusna Amal,S.Ag.,M.Si Fitah Jamaludin, M.Ag NIP. 1972120819980310 NIP.199003192019031007 Anggota :
1. H. Mawardi Abdullah, Lc.,M.A. ( ) 2. Prof. Dr. M.Khusna Amal, S.Ag.,M.Si ( )
Menyetujui
Dekan Fakultas Ushuludd in, Adab dan Humaniora.
Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag.,M.Si NIP. 1972120819980310
iv Motto
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji,
kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”(QS. Al-Nahl:10)1
1 Departemen Agama Indonesia, Al-Quran dan terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema),267.
v
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah segala puji dan syukur yang sangat mendalam kepada Allah SWT. Yang telah memberikan banyak sekali nikmat kesempatan serta kemudahan kepada peneliti. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Rasa syukur juga tidak hentinya penulis haturkan kepada sosok manusia mulia, sosok panutan, suri tauladan bagi seluruh umat manusia Nabi Muhammad SAW.
Dengan segala kerendahan hati, peneliti persembahkan skripsi ini kepada:
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak sekali kenikmatan, kemudahan juga kesempatan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Untuk Kedua orang tuaku tercinta, Abah Achsin Adnan dan Ummi Imroatul Jamilah yang tiada hentinya memberikan dukungan doa, tenaga serta pikiran sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepada orang yang sangat aku cintai, Bapak Mardikan, Almh. Ummi Misriah Nur Aini dan Almh. Bude Markunah terimakasih atas segala cinta dan kasih sayangnya.
4. Keluargaku tercinta, mbak Churil Aini, mbak Heni R Jannah, adik Ridho, mas Ghofur, mas Toni serta keluarga besarku yang tidak mampu kutulis namanya satu-persatu disini. Terimakasih atas segala kasih sayang, dukungan serta pengorbanan yang tiada henti kepada penulis.
5. Dan yang terakhir, untuk diriku sendiri yang telah berjuang sejauh ini.
Meskipun terlambat, tapi aku menghargai prosesku.
vi
KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا الله مسب
Segenap puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, karunia ilmu dan hidayahNya kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan upaya semaksimal mungkin, peneliti berusaha menyajikan yang terbaik untuk terwujudnya skripsi yang berjudul “Tafsir Al-Qur’an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili”.
Peneliti menyadari akan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan peneliti, sehingga tidak mustahil jika banyak kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca senantiasa peneliti harapkan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Selanjutnya peneliti ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terutama kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E.,M.M sebagai Rektor UIN KH Achmad Siddiq Jember
2. Bapak Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag.,M.Si sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora
3. Bapak H. Mawardi Abdullah, Lc.,MA sebagai ketua Program Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir
vii
4. Bapak Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaga di tengah kesibukannya serta atas arahan selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Segenap dosen, pegawai dan civitas akademika di lingkungan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora yang telah banyak membantu dan memberikan pengalaman selama proses belajar di UIN KHAS Jember, baik dari ilmu yang diberikan maupun pelayanan.
6. Kedua orang tua tercinta Abah ummi yang kasih sayangnya tiada henti tercurahkan untuk putrinya dan keluarga tercinta yang selalu membantu peneliti melalui do’a, materi, tenaga, pikiran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
7. Pengasuh Pondok Pesantren mahasiswa Al-Khozini dan teman-teman pondok 8. Sahabat-sahabatku terkasih Nadia Habibatul, Nikmatul Kholifah, Nurul
Sa’adah, Diana Rahmawati, Qurrota A’yun yang telah memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.
9. Rumah belajar serta pengabdian, segenap keluarga besar PKPT IPNU IPPNU UIN KHAS Jember, PC IPNU IPPNU Lumajang, kawan-kawan Departemen Kaderisasi PC IPNU IPPNU Lumajang yang telah memberikan banyak motivasi selama ini.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2017.
Jember, 29 Juni 2022 Peneliti
Mudrikatul Choiriyah
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Pedoman transliterasi arab-latin ini sesuai dengan SKB Mentri Agama RI, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543/1987 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan Transliterasinya ke dalam huruf latin dapat dilihat pada tabel berikut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ا
Alif Tidakdilambangkan Tidak dilambangkan
ب
Ba B Beت
Ta T Teث
Tṡ T Es (dengan titik diatas)
ج
Jim J Jeح
Ḥa Ḥ Ha (dengan titik dibawah)
خ
Kha Kh Ka dan haد
Dal D Deذ
Żal Ż Zet (dengan titik diatas)
ر
Ra R Erز
Zai Z Zetix
س
Sin S Esش
Syin Sy es dan yeص
Ṣad Ṣ es (dengan titik dibawah)
ض
Ḍad Ḍ de (dengan titik dibawah)
ط
Ṭa Ṭ te (dengan titik dibawah)
ظ
Ẓa Ẓ zet (dengan titik dibawah)
ع
‘Ain ‘_ Koma terbalik diatas
غ
Gain G Geف
Fa F Efق
Qaf Q Qiك
Kaf K Kaل
Lam L Elم
Mim M Emن
Nun N Enو
Wau W Weه
Ha H Hax
ء
Hamzah _’ Apostrofي
Ya Y YeHamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa di beri tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).
B. Vokal
Vocal bahasa arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap diftong. Transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf latin Nama
َ ا Fathah A A
َ ا Kasrah I I
َ ا Dammah U U
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َي ل Fathah dan ya Ai A dan I
َيو ل Fathah dan wau Au A DAN u
Contoh:
َ فيي ك: kaifa َيليو ح: haula
xi ABSTRAK
Mudrikatul Choiriyah, 2022. Tafsir al-Qur’an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili
Kata Kunci: Poligami, Penafsiran Muhammad Abduh, Penafsiran Wahbah Az- Zuhaili
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami-istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan.Salah satu bentuk perkawinan dalam Islam adalah poligami. Istilah poligami ini adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
ayat Al-Qur’an yang membahas tentang poligami adalah pada QS. Al-Nisa’ ayat 3 dan 129. Ayat ini merupakan ayat yang banyak diperdebatkan pemaknaannya oleh umat Islam. Para ulama, tokoh pemikir hukum Islam kontemporer seperti Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili. Ia menafsirkan ayat ini dengan berbagai metode dan pendekatan intelektual mereka yang pada akhirnya menimbulkan kesimpulan yang berbeda-beda.
Untuk mengetahui perbedaan penafsiran tentang poligami perspektif Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili, fokus masalah yang diteliti ialah:
1)Pemikiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili tentang ayat poligami.
2)Persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az- Zuhaili. Landasan teori menggunakan pendekatan tafsir muqaran dengan membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang poligami sebagai bahan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, juga didukung dengan penelitian kepustakaan library research.
Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa: 1)Muhammad Abduh dalam pembahasan poligami mengaitkan dengan QS. Al-Nisa’ ayat 3 dan 129 di dalam kitab tafsirnya bahwa poligami memiliki batasan karena tujuannya adalah menjaga hak-hak anak yatim dan peringatan kepedulian terhadap otang-orang yang tidak berdaya. Poligami merupakan solusi, Syarat utamanya adalah mampu berlaku adil. Jika tidak mampu berbuat adil, maka poligami adalah haram. Adil yang dimaksud adalah keadilan yang bersifat lahiriah, bukan bathiniyah sehingga untuk mewujudkan adil yang dimaksudkan ini sangatlah tidak mungkin. Wahbah Az-Zuhaili menyimpulakan bahwa poligami adalah sebagai solusi ketika dalam keadaan dan kondisi tertentu. Pada kesimpulannya, poligami boleh dilakukan asalkan dengan dua syarat. Pertama, adanya sikap keadilan bagi istri (segi materi berupa nafkah, perlakuan yang baik). Kedua adanya pemberian nafkah. Adil dalam hal kasih sayang bukan hal yang dituntut . Sehingga dalam hal ini, Wahbah Az-Zuhaili sangat melonggarkan praktik poligami. 2)persamaan penafsiran tentang poligami dalam pandangan dua mufasir ini ialah sepakatt bahwa poligami memiliki batasan 4, syarat adil sangat diperhatikan. Perbedaan penafsiran dua tokoh tentang poligami yang paling terlihat adalah Muhammad Abduh yang terkesan mengharamkan poligmi karena ketatnya persyaratan yang harus dilalui, sedangkan Wahbah Az-Zuhaili terkesan melonggarkan, hal ini juga dilatar belakangi oleh berbedanya kondisi sosial politik yang dimiliki oleh dua tokoh.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
MOTTO ...iv
PERSEMBAHAN ...v
KATA PENGANTAR ...vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ...viii
ABSTRAK ...xi
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR TABEL ...xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ...1
B. Fokus Penelitian ...7
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Manfaat Penelitian ...7
E. Definisi Istilah ...8
F. Sistematika Pembahasan ...10
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ...12
A. Kajian Terdahulu ...12
B. Kajian Teori ...17
BAB III METODE PENELITIAN ...28
A. Jenis Penelitian ...28
xiii
B. Sumber Data ...28
C. Metode Pengumpulan data ...29
D. Metode Analisis Data ...29
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ...31
A. Biografi Muhammad Abduh ...31
1. Lahir dan Pendidikan ...31
2. Karya-karya ...35
3. Pemikiran Muhammad Abduh ...38
4. Penafsiran ...43
5. Kondisi Sosio-Historis ...48
B. Biografi Wahbah Az-Zuhaili ...51
1. Lahir dan Pendidikan ...51
2. Karya-karya ...54
3. Pemikiran Wahbah Az-Zuhaili ...57
4. Penafsiran ...59
5. Kondisi Sosio-Historis ...67
C. Perbandingan Penafsiran ...68
D. Analisis Penafsiran ...72
BAB V PENUTUP ...76
A. Kesimpulan ...76
B. Saran ...78
DAFTAR PUSTAKA ...79
xiv Lampiran :
A. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN B. BIOGRAFI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ...14 Tabel 2.2 ...22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk Allah yang paling sempurna dari pada makhluk lainnya, hal ini dikarenakan manusia dilengkapi dengan akal, sedang makhluk yang lain tidak. Manusia juga diberikan kenikmatan oleh Allah dengan hidup berpasang-pasang, sehingga sudah menjadi kodrat manusia untuk menikah.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami-istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Tidaklah Allah SWT menciptakan Nabi Adam kecuali diciptakan pula Hawwa sebagai pasangan hidupnya, lalu mereka menjadi suami-istri dalam ikatan pernikahan.2Penjelasan tersebut sejalan dengan firman Allah Swt pada QS. Al-Nisa’ ayat 1
Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya
2Ahmad Sarwat, Ensiklopedia fikh Indonesia 8: pernikahan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019),45.
2
kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”3
Pernikahan adalah sunnah Rosulullah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa, tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah.4 Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk mendapat keturunan, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan.
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarki tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhoi, dengan ucapan ijab kabul dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat.5 Menikah berarti merupakan bentuk usaha untuk taat kepada Allah dengan mengikuti sunnah Rosul dan juga usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan manusia secara umum, seperti kebutuhan untuk saling menjaga, saling menyayangi, juga kebutuhan dalam memperoleh keturunan, oleh karena itu disebutkan bahwa pernikahan merupakan suatu bentuk ibadah terlama yang dilakukan seorang hamba.
3Departemen Agama Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema),77.
4Muhammad At-tihami, Merawat cinta kasih menurut syariat Islam (Surabaya: Ampel Mulia, 2004), 18.
5Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly,M.A, Fiqh Munakahat (Jakarta:Prenadamedia Group,2003), 8.
3
Maka sangat dianjurkan bagi seseorang yang sudah mampu untuk menikah agar terhindar dari kemaksiatan, untuk segera menikah dengan wanita yang mereka senangi, sebagaimana yang telah disebutkan didalam Al- Qur’an surah Al-Nisa ayat:3
Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”6
Salah satu bentuk perkawinan dalam Islam adalah poligami. Istilah poligami ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.7 Kebolehan dalam berpoligami ini bukan berarti mempermudah seseorang untuk berpoligami, karena dalam kenyataannya banyak orang yang mengambil jalan untuk berpoligami sebagai solusi terakhir dan bertujuan untuk keharmonisan rumah tangga, malah menjadi suatu hal yang banyak menciderai hak-hak perempuan, merendahkan martabat kaum perempuan dengan menempatkannya sebagai objek, bukan sebagai subjek yang setara dengan kaum lelaki dalam perkawinan. Juga dalam
6Departemen Agama Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema), 77.
7“Kamus Besar Bahasa Indonesia,” KBBI Web, Mei 29, 2021, https://kbbi.web.id/poligami.
4
prakteknya bukan lagi menunjukkan bahwa poligami dilakukan dengan tujuan pemeliharaan anak yatim seperti yang dilakukan oleh Nabi, yang ini banyak menjadi alasan dasar dilaksanakannya poligami adalah sebagai “tuntunan Nabi”.
Terdapat ayat didalam Al-Qur’an yang kebanyakan menjadi dasar tentang pembolehan poligami.
اَم اْومحِكْناَف ىٰمٰتَيْلا ِفِ اْو مط ِسْقمت الََّا ْ متُْفِخ ْنِاَو و ًة َدِحاَوَف اْوملِدْعَت الََّا ْ متُْفِخ ْنِاَف ۚ َعٰب مرَو َثٰلمثَو ٰنْٰثَم ِءۤا َسِ نلا َنِ م ْ مكَُل َبا َط
ۗاْوملْومعَت الََّا ىٰنْٰدَا َ ِلِٰذ ۗ ْ مكُمناَمْيَا ْتَكَلَم اَم ْوَا
Artinya:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”8
Ayat diatas merupakan ayat yang banyak diperdebatkan oleh umat Islam. Para ulama, tokoh pemikir hukum Islam kontemporer menafsirkan ayat ini dengan berbagai metode dan pendekatan intelektual mereka yang pada akhirnya akan menimbulkan kesimpulan yang berbeda-beda.
Pada masa modern seperti saat ini, perbolehan poligami masih di perdebatkan, bahkan ketika pembahasan poligami ini diangkat oleh para ulama kontemporer masih menimbulkan pendapat yang berbeda.Salah satu ulama tafsir kontemporer yang membahas tentang poligami adalah Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili.
Menurut Muhammad Abduh setelah mengutip Al-Qur’an surat Al- Nisa’ ayat 3 didalam kitab tafsir karyanya, Islam memang membolehkan
8Departemen Agama Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahan (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema),77.
5
berpoligami, tetapi dengan persyaratan dan batasan yang ketat antara lain mampu berlaku adil terhadap istri. Poligami hanya bisa dilakukan oleh seorang suami dalam hal-hal tertentu, misalnya ketidakmampuan seorang istri untuk mengandung atau melahirkan. Di luar itu, menurut beliau poligami tidak boleh atau haram dilakukan.9 Pendapat Muhammad Abduh tentang alasan bolehnya berpoligami ini juga dikutip oleh Khairuddin Nasution, adalah:
pertama kebolehan berpoligami harus sejalan dengan kondisi dan tuntunan zaman. Kedua, syarat bisa berbuat adil merupakan syarat yang sangat berat.
Sampai-sampai Allah sendiri mengatakan, kalaupun manusia berusaha keras untuk berbuat adil, manusia tidak akan mampu, khususnya dalam hal pembagian cinta dan pelayanan batin. Ketiga, bahwa suami tidak bisa memenuhi berbagai persyaratan poligami, harus melakukan monogami.10 Dari ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk berpoligami, Abduh menilai sangat kecil kemungkinan untuk memenuhi berbagai persyaratan tersebut. Apalagi tindakan poligami itu acapkali diikuti oleh akibat-akibat negatif, sehingga bagi Abduh praktik poligami ini sangat tidak mungkin dilakukan pada zaman modern ini. Dari sini dapat dipahami bahwa poligami menurut Muhammad Abduh merupakan suatu tindakan yang tidak boleh atau haram.
Sedang menurut Wahbah Az-Zuhaili maksud dari surat Al-Nisa’ ayat 3 adalah seandainya kalian takut terjerumus berbuat dzalim kepada anak-anak
9U Abdurrohman,”Penafsiran Muhammad Abduh terhadap Alquran surat Al-Nisa’ ayat 3 dan 129 tentang poligami,” jurnal Al-‘adalah 14, no 1, (Maret 2017): 29.
10Khaharuddin Nasution, Riba dan Poligami: sebuah studi atas pemikiran Muhammad Abduh (Jogjakarta: AC Demika,1996), 103.
6
yatim serta kalian tidak mampu untuk berbuat adil dalam urusan mas kawin mereka atau saat menikah dengan mereka atau kalian tidak mampu memberikan pertolongan kepada mereka, maka takutlah kalian untuk mendzolimi perempuan. Dan hendaklah kalian menyedikitkan jumlah istri kalian serta cukup untuk menikahi empat orang wanita saja. Apabila kalian takut tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istri yang lebih dari satu, maka cukuplah kalian untuk menikahi satu orang istri saja.11 Adapun batasan- batasan yang digunakan oleh Wahbah Az-Zuhaili terhadap kebolehan berpoligami adalah terpenuhinya keadilan diantara para istri; maksudnya keadilan yang dapat diwujudkan dan dilakukan oleh manusia, yaitu mampu menyamaratakan di antara para istri dari segi materi yang berkaitan dengan nafkah, pergaulan yang baik serta tempat untuk bermalam.12 Di sini dapat dilihat bahwa Wahbah Az-Zuhaili cenderung mempermudah syarat kebolehan poligami.
Alasan yang mendasari penulis memilih Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili dalam pembahasan poligami ini adalah dikarenakan keduanya merupakan pemikir tafsir kontemporer dalam pembahasan yang sama namun memiliki hasil pemikiran yang berbeda, yang tentunya terdapat banyak latar belakang yang membuat kedua mufassir ini berbeda pendapat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam pandangan Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili tentang poligami
11Wahbah Az-Zuhaili, Budi Permadi, Abdul Hayyie Al-Kattani, Fiqh al Islam wa Adillatuhu (Jakarta:Gema Insani, 2010),166.
12Nurullina Wahidatus Salam, “komparasi pandangan Asghar Ali dan Wahbah Az-Zuhaili tentang konsep poligami” (skripsi, UIN Surabaya, 2018),9.
7
dalam penafsirannya dengan judul “Tafsir Al-Qur’an tentang poligami : perbandingan penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis ingin membahas lebih lanjut tentang “tafsir Al-Qur’an tentang poligami:
perbandingan penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili”
Dengan fokus penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pemikiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili tentang ayat poligami?
2. Bagaiamana persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan pemikiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili tentang ayat poligami
2. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang tasir. Agar hasil penelitian ini betul-betul jelas dan berguna untuk mempertimbangkan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian dapat menambah khazanah pengetahuan
8
ilmu keagamaan khususnya mengenai tafsir Al-Qur’an tentang poligami khususnya dalam penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili
b. Menjadi Tambahan Refrensi penelitian ilmiah tentang poligami dalam penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili. Serta diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis
Menambah wawasan, pengetahuan, dan keilmuan bagi peneliti khususnya dalam memahami fenomena poligami
b. Bagi Instasi UIN KHAS Jember
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan refrensi bagi pihak UIN KHAS Jember, mahasiswa yang ingin mengembangkan kajian penelitian yang berkaitan dengan pembahasan ini.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah kontribusi karya ilmiah di lingkungan kampus UIN KHAS Jember
c. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang kajian tafsir secara lebih luas dan dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian berikutnya.
E. Definisi Istilah
Untuk menghindari terjadinya berbagai pemahaman dalam penelitian ini, maka akan diuraikan pengertian dan istilah sebagai berikut:
9
1. Penafsiran
Penafsiran lebih singkat disebut Tafsir yang secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan ”daraba – yadribu” dan
“nasara – yansuru” dikatakan: “fasara yafsiru” dan “yafrusu, fasran” dan
“fassarahu”, artinya “abanahu” (menjelaskan).13Adapun secara istilah tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal lain yang melengkapinya.14
2. Poligami
Poligami disisni dapat dipahami sebagai suatu keadaan di mana seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang secara bersamaan. seorang suami dapat saja beristri dua orang, tiga orang, empat orang, atau bahkan lebih, dalam waktu bersamaan.15
3. Perbandingan
Perbandingan yang dimaksudkan disini ialah membandingkan dua variable untuk menemukan persamaan dan perbedaan atau dalam bahasa lain disebut studi komparatif. Adapun studi komparatif dalam penelitian
13Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,2013),455.
14Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an ,456.
15H.A. Rodli Makmun, M.Ag., Evi Muafiah, M.Ag., Lia Amalia, M.Psi., “Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur” (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 15.
10
ini adalah membandingkan dengan mencari persamaan dan perbedaan antara pemikiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili.
F. Sistematika pembahasan
Guna mempermudah pembaca dalam memahami isi penelitian ini dan agar penelitian ini lebih tersusun maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam empat bab. Adapun kerangka sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab satu, Pendahuluan. Memuat tentang latar belakang penelitian yang menjelaskan alasan pemilihan judul ini, fokus kajian, tujuan dan manfaat penelitian, Definisi istilah, sistematika pembahasan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan arah supaya penelitian ini tetap konsisten sistematis sesuai dengan rencana riset.
Bab dua, Kajian Pustaka yang berisi tentang penelitian terdahulu dan kajian teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam melakukan penelitian.
Bab tiga, Metode Penelitian. Pada Bab ini dibahas tentang metode penelitian yang mencakup jenis penelitian, sumber data dan metode analisisnya.
Bab empat, Penyajian Data dan Analisis Data. Berisi tentang biografi kedua tokoh serta hal yang berkaitan dengan tokoh. Lalu perbandingan kesamaan dan perbedaan dari penafsiran ayat-ayat poligami kedua tokoh dalam kitab tafsirnya, Muhammad Abduh dalam kitab tafsir Al-Manar dan Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab tafsir Al-Munir.
11
Bab lima, Penutup. Terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian dan juga saran-saran dari penulis.
12 BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Kajian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang hendak dilakukan, sehingga dapat diketahui secara jelas orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan.16
1. Skripsi yang ditulis oleh Sri Juwita yang berjudul “Reinterpretasi Ayat Poligami Dalam Tinjauan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd”. Skripsi ini diajukan pada Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2018. Pada penelitian ini penulis membahas tentang penafsiran ulang ayat poligami dalam tinjauan teori hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd yang mana dalam menafsirkan ayat poligami Nasr Hamid Abu Zayd melakukan analisis linguistik dan kritik historis agar dapat menemukan makna yang dikehendaki Al-Qur’an. Metode yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif yakni studi analisis isi atas sumber-sumber pustaka.17
2. Skripsi dari Nurullina Wahidatus Salam dengan judul “Komparasi Pandangan Asghar Ali Engineer dan Wahbah Az-Az-Zuhaili Tentang Konsep Poligami”. Skripsi ini diajukan pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel pada tahun 2018. Pada penelitian ini penulis
16Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Institut Agama Islam Negeri Jember, 52.
17Sri Juwita, “Reinterpretasi Ayat Poligami dalam Tinjauan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd”
(Skripsi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,2018)
13
menghadirkan dua tokoh pemikir Komntemporer yang memiliki corak berbeda. Asghar Ali Engineer memiliki corak histori-kontekstual sedang Wahbah Az-Zuhaili lebih cenderung tidak memiliki corak tertentu dan tidak fanatik pada satu madzhab maka dengan itu akan terbaca sedikit banyak perbedaan. Penelitian menggunakan library research yang menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif normatif.
Pada penelitian ini penulis mencari perbedaan dan persamaan pemikiran dua tokoh tentang poligami.18
3. Skripsi dari Edi Suhendra Fakultas Syari’ah dan Hukum pada tahun 2019 Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, yang mengangkat judul
“Studi Analisis Terhadap Konsep Poligami Menurut Muhammad Abduh”. Didalam penelitian ini penulis membahas secara mendalam dan menganalisis hukum Islam Muhammad Abduh tentang konsep poligami yang mana pemikiran beliau ini dianggap banyak terjadi ketidak sesuaian dengan pendapat jumhur ulama. Adapun data yang dianalisa adalah data primer berupa kitab tafsir Al-Qur’an dan juga buku sumber pustaka lain yang berkaitan.19
4. U. Abdurrohman melakukan penelitian yang berjudul “Penafsiran Muhammad Abduh tentang Al-Qur’an surat Al-Nisa’ ayat 3 dan 129 tentang Poligami”. Artikel ini diterbitkan dalam Jurnal Al-‘Adalah pada tahun 2017. Pada penelitian ini menjelaskan pandangan Muhammad
18Nurullina Wahidatus Salam, “Komparasi Pandangan Asghar Ali Engineer dan Wahbah Az- Zuhaili tentang konsep poligami” (Skripsi,UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018) .
19Edi Suhendra, “Studi analisis terhadap konsep poligami menurut Muhammad Abduh” (Skripsi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2019).
14
Abduh sebagai salah satu pemikir tafsir Kontemporer yang juga merupakan pelopor dan pendiri aliran tafsir al-adab al-ijtima’i yaitu corak penafsiran Al-Qur’an yang menekankan pada keindahan bahasa (sastra) sekaligus mengarah pada kritik sosial dan perbaikan masyarakat berdasarkan kaidah Qur’ani. Penelitian ini penulis mengupas metode tafsir yang digunakan Muhammad Abduh dalam menafsirkan ayat poligami hingga hukum poligami menurut Muhammad Abduh.20
5. Tesis karya Nurul Husna tahun 2013 dengan judul “Pandangan Mufassir Klasik dan Modern Terhadap Poligami”. Pada penilitian tesis ini penulis berinisiatif untuk meneliti beberapa pandangan mufassir klasik dan modern terhadap poligami untuk mengentengahi pendapat masyarakat yang hanya memandang poligami dari sisi negatif tanpa menilik ke sisi lain. fokus penelitian ini ditujukan kepada beberapa tafsir yaitu tafsir bi al ma’tsur (tafsir Al-Qur’an Al-‘Azim) oleh Ibnu Kasir. Kemudian tafsir modern (Al Manar, Al Misbah, dan Al Azhar ) oleh Muhammad Rasyid Ridha, Quraish Shihab dan Hamka.21
20U Abdurrohman,”Penafsiran Muhammad Abduh terhadap Alquran surat Al-Nisa ayat 3 dan 129 tentang poligami”,jurnal Al-‘adalah,vol.14,nomor 1,2017: 43.
21Nurul Husna, “Pandangan Mufassir Klasik dan Modern Terhadap Poligami” (Tesis, IAIN Sumatera Utara Medan, 2013), 114.
15
Tabel 2.1
Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
No Judul Persamaan Perbedaan
1. “Reinterpretasi ayat poligami dalam tinjauan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zyd”
1. Membahas tema yang sama, yaitu Poligami 2. Penelitian
tersebut termasuk penelitian yang bersifat
kepustakaan (library research)
1. Sumber data yang berbeda. Pada penelitian ini penulis menggunakan kitab yang ditulis oleh Nasr Hamid Abu Zayd 2. Teori
Hermeneutika yang digunakan oleh Nasr Hamid Abu Zayd 3. Penelitian ini
menggunakan metode content analysis dan pada metode penafsiran menggunakan metode penafsiran kontekstual 2 “Komparasi pandangan
Asghar Ali Engineer dan Wahbah Az-Zuhaili tentang konsep poligami"
1. Mengangkat tema yang sama, yakni pembahasan Poligami 2. Menghadirkan
dua tokoh pemikir dalam membahas tema yang sama yang kemudian akan di komparasikan 3. Menggunakan
penelitian kepustakaan (library
research) yang menggunakan metode kualitatif
1. Menggunakan 2 tokoh pemikir kontemporer yang berbeda
2. Pembahasan lebih ditekankan
kepada“konsep poligami” dari pandangan 2 tokoh 3. Bukan
menggunakan rujukan kitab tafsir
16
3 “Studi Analisis Terhadap Konsep Poligami
Menurut Muhammad Abduh”
1. Penelitian ini mengangkat pendapat tokoh yang sama, yakni Muhammad Abduh 2. Sama-sama
menganalisa tentang konsep poligami 3. Menggunakan
kitab tafsir Al- Qur’an Al- Hakim sebagai rujukan utama 4. Penelitian ini
termasuk penelitian yang bersifat
kepustakaan (library research)
1. menggunakan 1 analisis tokoh sebagai subjek penelitian
4 “Penafsiran Muhammad Abduh tentang Al-
Qur’an surat Al-Nisa’
ayat 3 dan 19 tentang poligami”
1. Sama-sama mengkaji poligami dari Al-Qur’an surat Al-Nisa’
1. Tidak banyak memaparkan tentang tafsiran yang dikaji 5 “Pandangan Mufassir
Klasik dan Modern Terhadap Poligami”
1. Sama-sama membahas tentang
poligami dalam perspektif penafsir 2. Menggunakan
metode
penelitian kajian literatur atau studi
kepustakaan
1. Menggunakan 5 pandangan dari mufassir tentang poligami
17
B. Kajian Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Poligami a. Pengertian poligami
Poligami merupakan dua penggalan kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu poli atau polus yang berarti banyak dan gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Jika kedua kata ini digabungkan (poligamein) akan bermakna perkawinan yang memiliki banyak pasangan.22
Poligami juga dianggap saduran dari bahasa Inggris “poligami”
yang berarti seseorang yang memiliki pasangan lebih dari satu, baik laki-laki maupun perempuan.23
Dalam hukum Islam, poligami (
تاجوزلا ديدعت
) berarti seorang pria yang menikahi lebih dari satu perempuan dengan batasan yang diperbolehkan hanya sampai empat saja. Pengertian umum yang berlaku di masyarakat dewasa ini demikian pula dengan fiqh pernikahan, poligami diartikan dengan seorang laki-laki yang kawin lebih dari satu wanita. Artinya, poligami yang dimaksud masyarakat selama ini adalah poligini.24Didalam hukum Indonesia, pengertian dari poligami ini tertuang pada undang-undang Nomor 1 tahun 1974, poligami adalah perkawinan
22Siti Musda Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama, 2004),43.
23Abdul Mutakabbir, Reinterpretasi Poligami (Menyingkap Makna, Syarat, Hingga Hikmah Poligami dalam Al-Qur’an (Yogyakarta:CV Budi Utama, 2019), 19,
https://www.google.co.id/books/edition/Reinterpretasi_Poligami_Menyingkap_Makna/p8qsDwA AQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=poligami+adalah&printsec=frontcover
24Abdul Mutakabbir, Reinterpretasi Poligami (Menyingkap Makna, Syarat, Hingga Hikmah Poligami dalam Alquran), 20.
18
yang mengacu pada beberapa persyaratan dan alasan. Persyaratan bahwa suami sudah mendapat persetujuan dari istri dan dibenarkan dalam persidangan di pengadilan. Kebolehan poligami yang ditegaskan dalam undang-undang no 1/1974, secara otomatis menuntut keharusan adanya prinsip keadilan seorang suami dalam memanagemen rumah tangganya. Menurut undang-undang tersebut suami sebelum melakukan poligami harus benar-benar menjamin bisa berlaku adil kepada istri- istrinya.25
b. Sejarah poligami
Sebelum Islam datang, praktik poligami sudah banyak dilakukan di berbagai negara, bukan hanya di negeri Arab seperti yang selama ini dipahami masyarakat luas, tetapi ternyata praktik poligami sudah membudaya di Negara-negara lain seperti Rusia, Polandia, Jerman, Belgia, Belanda dan lain-lain. Dengan demikian sebenarnya bukan Islam yang mula-mula membawa sistem poligami.26
Di Negara Arab sendiri, bangsa Arab telah berpoligami jauh sebelum Islam datang, disebutkan bahwa bangsa Arab Jahiliyyah bisa kawin dengan sejumlah perempuan dan tidak diberlakukan secara adil, bahkan dalam sebagian besar kejadian, poligami itu seolah-olah bukan
25Tri Puspita sari, “Poligami dalam Al-Qur’an” (Studi Komparasi Kitab Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Fi Zilal Quran)” (Skripsi, IAIN Ponorogo,2020), 19.
26Sayid Sabiq, Fikih Sunah (Bandung: Al Maarif, 1997),169,
https://www.google.co.id/books/edition/Ringkasan_Fikih_Sunnah_Sayyid_Sabiq/WBXeDwAAQ BAJ?hl=id&gbpv=1&dq=fiqih+sunnah+sayyid+sabiq&printsec=frontcover.
19
seperti perkawinan. Karena perempuan itu dapat dibawa, dimiliki dan diperjual-belikan sekehendak hati orang laki-laki.27
Seorang tokoh Najman Yasin dalam kajiannya tentang perempuan pada abad Hijriah (abad ketujuh Masehi) memaparkan bahwa masyarakat Arab jahiliyah (pra Islam) mempraktikkan perkawinan yang tidak beradab yaitu poliandri dan poligami baik laki- laki dan perempuan dengan memaknai sistem sebagai berikut:
a) Pernikahan yang berlangsung selama sehari
b) Pernikahan Istibda yaitu pernikahan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan keturunan, dalam pernikahan ini biasanya sang suami menyuruh istrinya digauli laki-laki lain dan suami tidak akan menyentuhnya karena untuk memastikan siapa yang menghamili istrinya, jika istri hamil karena laki-laki tersebut dan bila si laki- laki menyukainya maka istrinya boleh dinikahi. Jika tidak, sang istri akan kembali kepada suaminya lagi.
c) Pernikahan perempuan yang mempunyai suami lebih dari satu, biasanya dua sampai sembilan orang laki-laki. Apabila perempuan itu hamil, dia akan menentukan siapa suami yang akan menjadi ayah dari anak yang dikandungnya.
d) Perempuan yang boleh digauli banyak laki-laki dan tidak terbatas jumlahnya. Ketika perempuan itu hamil dan melahirkan seorang anak, perempuan itu akan mengumpulkan semua laki-laki yang
27Abdurrohman I Doi, Karakteristik Hukum Islam Dan Perkawinan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 260
20
pernah menggaulinya disuatu tempat dan si anak akan berjalan mengarah kepada salah satu diantara mereka, cara itulah untuk menentukan siapa ayah dari anak tersebut.
e) Pernikahan warisan, yaitu pernikahan atas perintah seorang ayah kepada anak laki-lakinya untuk menikahi ibu kandungnya setelah ayahnya meninggal.
f) Pernikahan paceklik, yaitu pernikahan karena terhimpit kebutuhan ekonomi miskin sehingga sang suami menyuruh istrinya untuk menikah dengan laki-laki lain sampai dia kaya, dan setelah istri sudah kaya, maka kembali kepada suaminya yang pertama.
g) Pernikahan tukar-guling, yaitu suami istri mengadakan saling bertukar pasangan dengan pasangan lain.Praktik pernikahan pra Islam ini ada yang berlangsung hingga masa Nabi, bahkan hingga masa Khulafaur Rosyidin.28
Maka ketika Allah mengutus Nabi Muhammad yang membawa Risalah, Islam hadir dengan memberi batasan dan syarat yang harus dipenuhi bagi pelaku poligami. Dengan adanya batasan jumlah istri agar menjadi kemaslahatan keturunan, pranata sosial dan kesiapan kaum lelaki.
Maka dari itu, jelas bahwa Islam tidaklah memulai poligami, tidak memerintahkan dan tidak pula menganjurkan. Islam hanya memperbolehkan poligami dalam suasana tertentu.
28Puspita sari, “Poligami dalam Al-Qur’an (Studi komparasi kitab Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Fi Zilal Qur’an)” (skripsi, IAIN Ponorogo, 2020), 21.
21
Pada awal Islam hadir, banyak kalangan sahabat yang mempunyai istri lebih dari empat. Ketika mereka masuk Islam, Nabi memerintahkan untuk menceraikan beberapa istri dan menyisakan empat istri sesuai dengan ajaran Islam.
c. Faktor pendorong poligami
Pada dasarnya, ketika seseorang melakukan pernikahan maka pernikahan yang di impikan adalah pernikahan yang harmonis, penuh kasih sayang dan abadi sampai ajal menjemput. Pun juga dalam posisi seorang istri, pernikahan yang diharapkan adalah monogami bukan poligami, meskipun Islam memperbolehkan adanya poligami.
Tidak diharapkannya sebuah praktik poligami, tidak menutup kemungkinan bahwa didalam suatu pernikahan terjadi poligami, bahkan didalam data statistik web Direktori Putusan Mahkamah Agung tentang pengajuan izin poligami, terdapat 4840 pengajuan yang masuk29, hal ini membuktikan bahwa ada banyak seseorang yang ingin melakukan poligami.
Diantara faktor-faktor terjadinya poligami adalah:
a) Dalam UUP yang berkenaan dengan poligami diatur pada pasal 3, pasal 2, pasal 5 dan pasal 65. Menuangkan syarat substantif untuk dapat berpoligami:
Istri yang tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang istri
29 Direktori Putusan Mahkamah Agung,” oktober 28, 2015,
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/search.html/?q=%22Poligami%22
22
Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Istri yang tidak dapat melahirkan keturunan
b) Didalam hasil penelitian yang dilakukan Idha Apriliyana Sembiring, faktor terjadinya poligami sebagai berikut:30
Tabel 2.2
Penelitian Idha Apriliyani tentang Faktor Pendorong Poligami
No Jawaban suami Jawaban istri
1. Tidak ada keturunan Kebutuhan seksual suami
2. Kebutuhan seksual Ada wanita lain 3. Mengikuti sunnah
Rosul
Tidak ada keturunan 4. Istri kurang merawat
diri
Mengikuti sunnah Rosul
5. Penyakit istri yang tidak dapat sembuh
Kurang pelayanan istri 6. Ketertarikan dengan
wanita lain
Masalah ekonomi 7. Kurang pelayanan istri Penyakit istri tidak
dapat disembuhkan 8. Pengaruh adat dan
budaya
Pengaruh adat dan budaya
9. - Takdir
Sumber: Data jawaban pelaku poligami 2017
c) Menurut Musthafa Al-Maraghi hal-hal yang diperbolehkan untuk berpoligami:
Bila seorang suami memiliki istri yang mandul sedangkan ia mengharapkan anak
Bila istri sudah tua dan tidak haid sedangkan suami berkeinginan mempunyai anak dan mampu memberi nafkah dan menjamin kebutuhan anaknya
30Idha Apriliyana Sembiring, “Berbagai Faktror Penyebab Poligami Di Kalangan Pelaku Poligami Di Kota Medan,” Jurnal Equality 12, no 2(Agustus 2017):113.
23
Seorang yang memiliki nafsu tinggi sedangkan istri kebalikannya, atau sang istri memiliki masa haid lebih dari bulannya sedangkan suami tidak tahan dan agar terhindar dari zina
Seorang wanita yang lebih banyak dari laki-laki akibat peperangan.31
2. Macam-macam metode penafsiran
Di dalam penelitian, selalu menggunakan metode untuk mempermudah suatu penelitian agar mencapai tujuan yang di inginkan. Di dalam penelitian tafsir pun demikian, metode penelitian tafsir adalah suatu metode atau cara yang di pakai peneliti dalam melakukan penelitian terhadap kitab-kitab tafsir.
Metode penafsiran Al-Qur’an menurut Abdul Al-Hayy Al-Farmawi terdiri dari 4 metode yaitu:32
1) Tafsir Tahlili
Tafsir Tahlili merupakan metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengikuti tertib susunan/urutan surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri dengan sedikit banyak melakukan analisis didalamnya.
32 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta:Rajawali pers, 2013), 379.
24
2) Tafsir Ijmali
Tafsir Ijmali merupakan penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Qur’an melalui pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.
3) Tafsir Muqorron
Tafsir Muqorron merupakan tafsir yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki redaksi yang berbeda padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan.
Teori ini menurut peneliti cocok untuk digunakan dalam penelitian ini.
4) Tafsir Maudhu’i
Tafsir Maudhu’i merupakan tafsir yang membahas tentang masalah- masalah Al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna dan tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut dengan metode tauhidi (kesulitan) untuk kemudian melakukan penalaran (Analisis) terhadap isi kandungannya menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsurnya serta menghubungkannya santara satu dengan yang lain dengan korelasi yang bersifat komprehensif.
3. Metode Tafsir Muqorron a. Pengertian
Menurut Abd Hayy Al Farmawi tentang Tafsir Muqorron adalah Penafsiran Al-Qur’an dengan cara menghimpun sejumlah ayat-
25
ayat Al-Qur’an Kemudian ayat-ayat tersebut dikaji-diteliti- dibandingkan dengan pendapat beberapa mufassir, baik penafsir dari golongan salaf maupun khalaf. Beliau juga berpendapat tafsir muqorron ini digunakan untuk membandingkan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an tentang suatu masalah dan membandingkan ayat-ayat Al- Qur’an dengan hadis Nabi. Kemudian setelah ditelilti itulah akan ditemukan jawaban dari tujuan yang ingin dicapai ketika meneliti, dalam artian dapat mengetahui letak perbedaan dan penafsiran para mufasir tentang suatu ayat.
Menurut Ali Hasan Al-‘Aridl tafsir muqorron adalah penafsiran yang ditempuh seorang penafsir dengan cara mengambil sejumlah ayat Al-Qur’an kemudian mengemukakan penafsiran para ulama terhadap ayat ayat tersebut yang mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi kecenderungan masing-masing.
Menurut Quraish Shihab tentang Tafsir Muqorron sebagaimana yang dikutip oleh Nawir Yuslem adalah membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an antara satu dan lainnya yang memiliki kesamaan redaksi dalam dua masalah atau dua kasus yang berbeda atau yang memiliki redaksi yang berbeda bagi satu masalah atau kasus yang sama atau yang diduga sama atau membandingkan ayat-ayat Al- Qur’an dengan hadis-hadis Nabi yang secara lahiriah bertentangan,
26
serta membandingkan antara pendapat-pendapat para ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an.33
b. Penerapan tafsir muqorron
1) Perbandingan ayat dengan ayat yang redaksinya sama atau mirip 2) Perbandingan antara ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW 3) Perbedaan pendapat antara para ahli tafsir34
c. Langkah-langkah
Berikut merupakan langkah-langkah yang ditempuh penafsiran dengan menggunakan metode moqorron:
1) Mengumpulkan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an
2) Mengemukakan penjelasan para mufassir (kalangan salaf atau kholaf)
3) Membandingkan kecenderungan tafsir masing-masing mufassir 4) Menjelaskan diantara para mufassir yang dipengaruhi oleh
madzhab tertentu35
d. Kelebihan metode tafsir muqorron
1) Membuka pintu untuk bersikap toleran terhadap pendapat orang lain
2) Dibanding dengan metode tafsir lain, metode muqorron akan memberikan penafsiran yang lebih luas karena didalam penafsiran satu ayat dapat ditinjau dari segi kelimuan mufassir
33Syahrin Pasaribu, “Metode Muqorron dalam Al-Qur’an,” Wahana Inovasi, no.1(Juni 2014):44.
34Syahrin Pasaribu, “Metode Muqorron dalam Al-Qur’an,” Wahana Inovasi, no.1(Juni 2014):55.
35Idmar Wijaya, “Tafsir Muqorron” jurnal UIN Palembang, (juni 2016): 15.
27
3) Membuat penafsir akan lebih obyektif dan berhati-hati dalam menganalisa dikarenakan beragamnya pendapat dari penafsiran mufassir
e. Kekurangan metode tafsir muqorron 1) Kurang pas bagi pemula.
2) Metode ini kurang tepat jika digunakan dalam penelitian pemecahan permasalahan yang ada di masyarakat, karena metode ini lebih mengutamakan perbandingan dari pada pemecahan masalah.
3) Metode muqâran terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran- penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru. sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.36
36Syahrin Pasaribu, “Metode Muqorron dalam Al-Quran,” Wahana Inovasi, no.1(Juni 2014):46
28 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini masuk dalam kategori penelitian pustaka (library research), yaitu menurut Mirzaqon dan Purwoko (2017) adalahdengan mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, kisah-kisah sejarah dan sebagainya.37
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis-faktual38 yang berkaitan dengan pemikiran tokoh. Penulis menggunakan pendekatan ini karena obyek yang dibahas berkaitan dengan penafsiran tokoh. Tetapi, pada skripsi ini penulis hanya membahas satu topik yaitu “poligami” dalam penafsiran kedua tokoh.
B. Sumber Data
Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu berasal dari beberapa refrensi yaitu Buku-buku, Kitab, dan Jurnal atau penelitian terdahulu sebagai sumber dari penyusunan penelitian ini. Adapun sumber data yang diambil dari penelitian ini berasal dari sumber data beriikut :
1. Sumber data primer
Data primer dalam penelitian ini adalah kitab tafsir karya Muhammad Abduh (Al-Manar) dan kitab tafsir karya Wahbah Az-Zuhaili (Al-Munir).
37Milya sari, “Penelitian kepustakaan (Library research) dalam penelitian Pendidikan IPA”
Natural sciance 111, no 2 (juni 2020): 42
38Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi penelitian Filsafat, (Yogyakarta:Kanisius, 1990), 61.
https://www.google.co.id/books/edition/Metodologi_penelitian_filsafat/MrnxzQEACAAJ?hl=id
29
2. Sumber data sekunder
Data sekunder ialah data pendukung dari data primer. Data sekunder ini diperoleh dari sumber sumber yang lain dengan cara menganalisis berbagai refrensi, buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Data pengumpulan ini diperoleh melalui pengumpulan data kepustakaan (library research) sehingga teknik yang digunakan adalah dokumentasi. Dengan cara mengumpulkan berbagai literatur, kitab, jurnal, buku, dan majalah yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Data yang diperoleh kemudian ditelaah dan diteliti selanjutnya diklasifikasikan sesuai dengan keperluan pembahasan ini. Kemudian data tersebut disusun secara sistematis sehingga menjadi suatu pembahasan yang jelas dan mudah difahami.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan adalah:
1. Deskriptif. Yaitu proses mengumpulkan data, menganalisis data, interpretasi data, dan juga diakhiri dengan kesimpulan. Dalam hal ini, penulis mencoba mendeskripsikan dan meredaksikan kedua penafsiran tokoh yang diangkat dalam kitab tafsirnya yang menjelaskan tentang poligami pada QS. Al-Nisa’ secara sistematis dan mendalam
30
2. Holistika39. Penulis berupaya menyajikan pemikiran-pemikiran kedua tokoh secara komprehensip. Dengan cara menggali unsur apa saja yang mempengaruhi pemikiran kedua tokoh, baik lingkungan. Latar belakang, dan sebagainya
3. Interpretasi. Yaitu menafsirkan pemikiran secara objektif. Pada metode ini digunakan dengan harapan dapat memahami data yang sudah terkumpul untuk menangkap maksud yang dimaksud kedua tokoh.
4. Komparatif (Muqorron). Pada metode ini penulis berusaha melakukan perbandingan antara dua penafsiran untuk mengetahui penafsiran para mufasir yang berkaitan dengan poligami, lalu membandingkan persamaan dan perbedaannya. Setelah mendapatkan uraian data selanjutnya penulis akan mengkaji, memahami lalu mempertimbangkan secara rasional dan diakhiri dengan kesimpulan.
39 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:Kanisius,1990),46,
https://www.google.co.id/books/edition/Metodologi_penelitian_filsafat/MrnxzQEACAAJ?hl=id
31 BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
A. Muhammad Abduh 1. Lahir dan pendidikan
Syekh Muhammad Abduh lahir di pedalaman Mesir pada tahun 1849 M. Ayahnya yang bernama Abduh Hasan Khairulloh berasal dari Turki dan telah lama tinggal di Mesir lalu menikahi ibu Muhammad Abduh yang bernama Junaidah Uthman ketika sedang dalam perantauan di Mesir. Ibunya menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai kepada sahabat Nabi yaitu khalifah Umar bin Khattab. 40 Muhammad Abduh dibesarkan dalam lingkungan yang taat beragama.
Dalam sebuah refrensi, ayahnya tersebut beristri dua. Maka dari faktor itulah, Abduh merasakan berada pada suasana poligami dalam keluarga.
Sedari kecil Muhammad Abduh sudah di bimbing untuk belajar menulis dan membaca Al-Qur’an agar dikemudian hari dapat menghafalkan Al-Qur’an. Setelah mahir dalam menulis dan membaca Al- Qur’an, Muhammad Abduh diserahkan kepada seorang guru untuk mulai dilatih menghafal Al-Qur’an, hingga pada dua tahun kemudian Muhammad Abduh sudah mampu menghatamkan Al-Qur’an.41 Pada perjalanan intelektualnya, Muhammad Abduh yang sedari awal sudah diasuh dalam lingkungan keluarga yang cinta akan keilmuan,hal tersebut membuatnya lebih mudah belajar banyak tentang ilmu agama. Selanjutnya
40Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 58.
41Muhammad Asrori, Studi Islam Kontemprer, (Malang: UIN Malang Press, 2009), 169.
32
ketika berumur belasan tahun, Muhammad Abduh dikirim ke Thanta untuk berguru kepada Syekh Ahmad.
Muhammad Abduh menimba ilmu bahasa arab, nahwu, shorof, fiqh dan sebagainya di Thanta selama dua tahun. Kemudia ia mengakhiri masa menuntut ilmunya disana karena merasa tidak mendapatkan apa-apa, dengan adanya metode disana yang kurang sesuai dengan dirinya. Ia mengatakan:
“Satu setengah tahun saya belajar di Masjid Syekh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah, guru-guru mulai mengajak kita dengan dengan menghafal istilah-istilah tentang nahwu atau fiqih yang tidak kita ketahui artinya. Guru-guru tidak merasa penting apakah kita mengerti atau tidak mengerti arti-arti istilah itu.” Metode yang digunakan saat itu adalah metode menghafal diluar kepala.42
Setelah keluar dari perjalanan menuntut ilmunya di Thanta, Muhammad Abduh pergi bersembunyi dirumah salah satu pamannya.
Setelah tiga bulan disana, ia dipaksa untuk kembali ke Thanta. Akhirnya, karena merasa bahwa apa yang dilakukannya ini hanya sia-sia, ia pulang ke kampung halamannya dan berniat ingin bekerja sebagai petani.43
Di usia ke-16 tahun, Muhammad Abduh memutuskan untuk menikah dan berniat bekerja sebagai petani. Tetapi tidak lama setelah ia menikah, ia dipaksa oleh kedua orang tuanya kembali belajar ke Thanta.
Karena desakan dari orang tuanya, iapun pergi meninggalkan kampung halamannya ke Thanta. Ketika dalam perjalanan ia memutuskan untuk berhenti ke Kanish Urin, tempat tinggal kerabat ayahnya, ia menemui
42Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 60.
43Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, 62.
33
pamannya bernama Syekh Darwisy Khadr, seorang alim yang banyak mengadakan perjalanan ke Mesir untuk belajar berbagai ilmu agama Islam dan ilmu tasawuf di Libya dan Tripoli.44
Selama berada di Kanish Urin, Muhammad Abduh belajar kepada Syekh Darwisy dengan mengkaji buku bersama. Dengan tekunnya Syekh Darwisy mengajarkan ilmunya kepada Muhammad Abduh sehingga membuat Abduh yang mulanya sudah tidak berhasrat dalam belajar menjadi kembali tergugah dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Karena semangat menuntut ilmunya kembali, ia memutuskan untuk pergi menuntut ilmu.
Pada bulan Syawal 1282 H, bertepatan dengan bulan Februari 1886 M, Muhammad Abduh pergi ke Al-Azhar Mesir. Ketika berada di Mesir, Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani seorang mujtahid dan mujaddid yang sangat alim bersama dengan Syeikh Hasan Al-Tawil. Saat menemui Jamaluddin, Abduh banyak berdiskusi tentang ilmu tasawuf, tafsir filsafat, sejarah hukum ketatanegaraan dan lain-lain.
Dari banyaknya diskusi itu, Abduh merasa kagum dengan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani yang sangat maju dan menguasai banyak ilmu.
sejak saat itu Abduh selalu berada di samping Jamaluddin Al-Afghani dan menjadi muridnya yang paling setia.
Karena ketekunan Abduh dalam belajar dibawah bimbingan Jamaluddin Al-Afghani, Abduh mulai menulis karangan-karangan untuk
44Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam : sejarah pemikiran dan gerakan, 63.
34
harian Al-Ahram yang pada waktu itu baru saja didirikan. Ia menulis surat kabar tersebut setelah belajar ilmu filsafat, logika, dan teologi dari Jamaluddin Al-Afghani.45
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar dengan memperoleh gelar Al-‘Alim di tahun 1877, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, universitas Dar Al-Ulum, juga dikediamannya. Pada tahun 1879 Al- Afghani diusir dari Mesir karena dituduh menentang Khadewi Taufik, Muhammad Abduh saat itu juga ikut dituduh dan pada akhirnya dibuang keluar kota Kairo. Pada tahun 1880 Abduh diperbolehkan kembali ke kota Kairo kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir: Al-Waqai’ Al-Misriyah Di bawah pimpinan Muhammad Abduh yang didalamnya tidak hanya menyiarkan berita-berita resmi, tetapi juga artikel-artikel tentang kepentingan nasional Mesir.46
Pada tahun 1884, bersama dengan Al-Afghani, Muhammad Abduh menerbitkan Al-Urwah Al-Wusqa, tetapi umur majalah ini tidak lama karena isi dari majalah yang memuat gebrakan-gebrakan supaya umat Islam bangkit dari tidurnya menuai banyak penolakan dari Inggris dan Belanda. Selanjutnya pada tahun 1895 Abduh diangkat menjadi anggota Majlis A’la Al-Azhar. Sebagai anggta majlis, ia membawa perubahan dan perbaikan ke dalam tubuh Al-Azhar. Pada tahun 1899 ia diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi ini dipegangnya sampai ia meninggal d