• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III.............................................................................................................. 58

F. Metode Analisis Data

Uji kualitas data diperlukan untuk mengukur variabel yang menggunakan intrumen penelitian berupa kuesioner atau angket.

Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui validitas dan keandalan instrumen yang digunakan supaya penelitian dapat memperoleh hasil olah data yang berkualitas.

a. Uji Validitas

Uji validitas data ditunjukan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid apabila pernyataan didalamnya mampu mengungkap sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2018). Uji signifikansi dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n – 2, dimana n adalah

jumlah sampel. Jika r hitung > r tabel, maka data yang diperoleh dapat dikatakan valid (Ghozali, 2018).

b. Uji Realiabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Kuesioner dapat dikatakan reliabel apabila jawaban responden terhadap pernyataan ialah konsisten dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan Cronbach Alpha, suatu konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 (Ghozali, 2018).

2. Metode Analisis Partial Least Square (PLS)

Analisis PLS adalah teknik statistika multivariat yang melakukan pembandingan antara variabel dependen berganda dan variabel independen berganda. PLS merupakan salah satu metode SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda Ketika terjadi permasalahan spesifik data (Abdillah &

Jogiyanto, 2015). PLS bertujuan membantu peneliti mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi estimasi. Besarnya nilai estimasi tergantung dari bagaimana outer model (model pengukuran) dan inner model (model struktural) dispesifikasi (Setiaman, 2020).

Dibandingkan dengan teknik SEM lain, PLS memiliki

beberapa keunggulan untuk menguji model prediksi. Diantaranya dapat digunakan untuk memprediksi model dengan landasan teori yang lemah, dapat diterapkan untuk ukuran sampel kecil, dapat digunakan untuk konstruk formaif maupun reflektif, dapat digunakan pada data dengan tipe skala berbeda, serta dapat digunakan pada data yang mengalami masalah asumsi klasik (seperti data tidak berdistribusi normal, masalah multikolineartas dan autokorelasi). Disamping kelebihan-kelebihan tersebut, PLS juga memiliki kelemahan, yaitu sulit menginterpretasi loading variable laten independent jika berdasar pada hubungan cross- product yang tidak ada (pada analisis faktor berdasarkan korelasi antar manifes variable independen), terbatas pengujian model estimasi statiskanya, dan nilai signifkasi tidak dapat diperoleh jika properti distribusi estimasinya tidak diketahui kecuali menggunakan bootstrap (Abdillah & Jogiyanto, 2015).

Sebelum memulai pengujian PLS, langkah pertama yang harus dilakukan ialah mempersiapkan data, kemudian menggambar model, lalu melakukan evaluasi model. Evaluasi model PLS terdiri dari dua tahap, yang pertama menguji model pengukuran (outer model). Untuk dapat melakukannya, terdapat dua jenis model pengukuran yang perlu dipilih terlebih dahulu, diantaranya model pengukuran reflektif dan model pengukuran formatif. Penelitian ini menggunakan model pengukuran reflektif,

yakni model pengukuran yang memiliki hubungan langsung dari konstruk menuju indikator dan memperlakukan indikator sebagai representasi error dari konstruk. Apabila evaluasi pertama mendukung kualitas pengukuran maka peneliti dapat melanjutkan evaluasi model struktural atau disebut juga inner model (Hair, dkk., 2019).

a. Outer Model (Model Pengukuran)

Outer model merupakan model pengukuran untuk menguji validitas dan reliabilitas model. Outer model menggambarkan hubungan antara indikator dengan variabel latennya (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Adapun persamaan model pengukuran dapat dituliskan sebagai berikut.

𝑋 = πœ†π‘₯ΞΎ + πœ€π‘₯ π‘Œ = πœ†π‘¦Ξ· + πœ€π‘¦ Keterangan :

X : Indikator untuk variabel laten eksogen (ΞΎ) Y : Indikator untuk variabel laten endogen (Ξ·) Ξ»π‘₯, λ𝑦 : Loading matrix yang menggambarkan koefisien

regresi yang menghubungkan variabel laten dan indikatornya.

Ξ΅

: Tingkat kesalahan (error) pengukuran

Terdapat tiga parameter yang digunakan dalam

validity, dan composite reliability.

1) Convergent Validity

Convergent vailidity adalah metrik yang mengukur sejauh mana indikator konstruk berkorelasi, sehingga dapat menjelaskan varian item. Uji validitas konvergen pada PLS yang memiliki indikator reflektif dinilai berdasarkan loading factor indikator-indikator yang mengukur konstruk tersebut (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Menurut Hair dkk. (2019), loading factor dianggap baik apabila nilainya di atas 0,7 karena menunjukkan bahwa kontruks menjelaskan lebih dari 50% varians indikator. AVE dapat diterima apabila nilainya 0,5 atau lebih tinggi (Hair, dkk., 2019).

Dengan demikiran, rule of thumb yang digunakan untuk validitas konvergen ialah outer loading > 0,7 dan AVE > 0,5.

2) Discriminant Validity

Metrik ini mengevaluasi sejauh mana suatu konstruk tidak berkorelasi dengan konstruk lainnya.

Uji validitas diskriminan dilakukan untuk semua pasangan konstruk reflektif dalam suatu model (Hair, dkk., 2019). Uji validitas diskriminan dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan

konstruktnya, yaitu lebih dari 0,7 (Abdillah &

Jogiyanto, 2015).

Selanjutnya, validitas diskriminan dinilai dengan membandingkan nilai Fornell-Larker Criterion untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model. Model yang memiliki viliditas diskriminan yang cukup ditunjukkan dari nilai Fornell-Larker Criterion pada setiap konstruk lebih besar dari korelasi antar kontruk lainnya (Setiaman, 2020). Namun, menurut Hair dkk. (2018) Fornell- Larker Criterion masih memiliki kelemahan sehingga diusulkan lah rasio korelasi heterotrait-monotrait (HTMT) dimana besarnya rasio harus dibawah 0,90.

3) Composite Reliability

Uji reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan dua metode yaitu cronbach’s alpha dan composite reliability. Namun, composite reliability dinilai lebih baik dalam mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk. Nilai composite reliability harus lebih besar dari 0,7 walaupun nilai 0,6 masih dapat diterima (Abdillah & Jogiyanto, 2015).

b. Inner Model (Model Struktural)

Inner model merupakan model struktural untuk

memprediksi hubungan kausalitas antara variabel laten (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Adapun persamaan inner model dituliskan sebagai berikut.

Ξ· = 𝛽0+ 𝛽η + 𝛀ξ + 𝜍 Keterangan :

Ξ· : Vektor variabel laten dependen (endogen) ΞΎ : Vektor variabel laten eksogen (independen)

𝜍 : Vektor residual (unexplained variance)

Dikarenakan PLS didesain untuk model rekrusif, maka dari itu hubungan antar variabel disebut juga dengan causal chain system. Bentuk persamaan causal chan system dapat ditulis sebagai berikut.

Ξ· = 𝛴𝛽𝑗𝑖η𝑖 + π›΄π›Ύπ‘—π‘–πœ‰π‘– + πœπ‘– Keterangan :

i, b : Indeks range sepanjang i dan b j : Jumlah variabel laten endogen

𝛽𝑗𝑖 : Koefisien jalur yang menghubungkan variabel endogen dengan endogen

𝛾𝑗𝑖 : Koefisien jalur yang menghubungkan variabel endogen dengan eksogen

𝜍 : Tingkat kesalahan pengukuran (inner residual variabel)

Kriteria penilaian dalam model struktural ini adalah koefisien determinasi (𝑅2), koefisien path,

predictive relevance (𝑄2), dan GOF. Nilai 𝑅2 mengukur variasi perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilainya maka semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan (Abdillah & Jogiyanto, 2015). Nilai 𝑅2 berkisar antarai 0 hingga 1 atau bahkan lebih tinggi dengan angka 0,25 menunjukkan lemah, 0,50 menunjukkan moderat, dan 0,75 menunjukkan kuat (Hair, dkk., 2018).

Evaluasi koefisien path menunjukkan kekuatan hubungan konstruk. Menurut Hair dkk. (2019), koefisien path berada di rentang +1 hingga -1. Dimana nilai +1 sampai 0 mengindikasikan hubungan yang positif, 0 mengindikasi tidak ada hubungan, dan 0 sampai -1 mengindikasi hubungan yang negatif.

Selain 𝑅2, paremeter lain yang dapat digunakan dalam mengukur model prediksi adalah 𝑄2. Menurut Hair dkk. (2018) nilai 𝑄2 harus lebih besar dari 0 untuk menunjukkan akurasi prediksi model struktural untuk konstruk tersebut. Nilai 𝑄2 yang lebih tinggi dari 0 menunjukkan nilai relevansi prediktif kecil, 0,25 nilai relevansi prediktif sedang, dan 0,50 relevansi prediktif besar (Hair, dkk., 2018).

Selanjutnya, validasi model dapat diukur dengan

Goodness-of-fit (GOF). GOF menunjukkan seberapa baik model yang dibuat oleh peneliti secara matematis mengobservasi matriks kovarians yang diamati pada indikator. GOF dapat memperlihatkan seberapa baik teori dalam menggambarkan realita seperti yang digambarkan oleh data (Hair, dkk., 2019). Nilai GOF berkisar antara 0 hingga 1, dimana 0,1 menunjukkan nilai GOF yang rendah, 0,25 menunjukkan nilai GOF yang moderat, dan 0,36 menunjukkan nilai GOF yang tinggi (Yamin &

Kurniawan, 2011). GoF dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

πΊπ‘œπΉ = βˆšπΆπ‘œπ‘šΜ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… Γ— 𝑅̅̅̅̅ 2

Terakhir, pengujian hipotesis pada PLS dapat mengunakan koefisien path yang menunjukkan tingkat signifikasi. Ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dilihat dengan membandingkan nilai T-table dan T- staticticss. Pengujian hipotesis dikerjakan dengan aplikasi SmartPLS melalui bootstrapring. Untuk tingkat keyakinan 95% atau alpha 5% maka nilai T-table untuk hipotesis two tailed adalah β‰₯1,96 dan untuk hipotesis one tailed adalah

β‰₯1,64. Nilai T-statictics yang lebih tinggi dari T-table menunjukkan bahwa hipotesis terdukung (Jogiyanto &

Abdillah, 2015).

Dokumen terkait