PENGARUH GREEN PRODUCT KNOWLEDGE DAN GREEN PERCEIVED RISK TERHADAP MINAT BELI YANG DIMEDIASI OLEH GREEN TRUST
(Studi Kasus pada Air Mineral Galon Le Minerale)
Oleh Ayu Fitriani NIM: 11170810000046
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1444 H/2022 M
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGARUH GREEN PRODUCT KNOWLEDGE DAN GREEN PERCEIVED RISK TERHADAP MINAT BELI YANG DIMEDIASI OLEH GREEN TRUST
(Studi Kasus pada Air Mineral Galon Le Minerale)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Ayu Fitriani NIM: 117081000046 Di Bawah Bimbingan
Leis Suzanawaty, S.E, M.Si NIP. 19720809 200501 2 004
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1444 H/2022 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Pada hari Jumat, 17 Juni 2022 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Ayu Fitriani 2. NIM : 11170810000046 3. Jurusan : Manajemen
4. Judul Skripsi : Pengaruh Green Product Knowledge dan Green Perceived Risk Terhadap Minat Beli yang Dimediasi Oleh Green Trust (Studi Kasus pada Air Mineral Galon Le Minerale)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juni 2022
1. Leis Suzanawaty, S.E, M.Si ( _________)
NIP. 197208092005012004 Penguji I
2. Deni Pandu Nugraha, M.Sc ( _________)
NIDN. 2012108503 Penguji II
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Ayu Fitriani 2. NIM : 11170810000046 3. Jurusan : Manajemen
4. Judul Skripsi : Pengaruh Green Product Knowledge dan Green Perceived Risk Terhadap Minat Beli yang Dimediasi Oleh Green Trust (Studi Kasus pada Air Mineral Galon Le Minerale)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2022
1. Murdiyah Hayati, S.Kom., M.M NIP. 19741003 200312 2 001
( )
Ketua
2. Leis Suzanawaty, S.E, M.Si NIP. 19720809 200501 2 004
( )
Pembimbing
3. Ela Patriana, M.M
NIP. 196905282008012010
( )
Penguji Ahli
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ayu Fitriani
NIM : 11170810000046
Jurusan : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakn karya orang laun tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 17 Agustus 2022 Yang Menyatakan
(Ayu Fitriani)
Materai Rp. 6.000
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Data Pribadi
1. Nama : Ayu Fitriani
2. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 05 Januari 2000
3. Alamat : Jl. H. Montong RT. 009/ RW. 003 Kel.
Ciganjur, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
4. Agama : Islam
5. Nama Ayah : Nurohim
6. Nama Ibu : Siti Malikhatun 7. Nomor telepon : 081808510980
8. Email : [email protected]
B. Pendidikan Formal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 – 2022
SMKN 37 Jakarta 2014 – 2017
SMPN 254 Jakarta 2011 – 2014
MI El Syifa 2005 – 2011
C. Pengalaman Organisasi
Wakil Ketua Umum KOPMA UIN Jakarta 2020
Ketua Divisi Inventaris KOPMA UIN Jakarta 2019
ABSTRACT
Plastic waste is a never-ending problem. The emergence of eco-recyclable packaging is still being debated in various circles. This study aims to analyze factors that influence purchase intention of green products using a study case of Le Minerale gallon. Several questionnaires were distributed to 100 respondents using purposive sampling technique. The analytical method used in this study is Partial Least Square (PLS). The results show that green product knowledge and green perceived risk directly affect green trust, green product knowledge and green trust directly affect green purchase intention, and green trust indirectly affects the relationship between green product knowledge and green perceived risk on green purchase intention. The implication is that company needs to inform clearly the solutions offered by green product, involve consumers in creating waste collection points, report the result of plastic management, and combine profit and social elements in their business.
Keywords: Green Product Knowledge, Green Perceived risk, Green Trust, and Green Purchase Intention
ABSTRAK
Sampah plastik kerap menjadi masalah yang tak kunjung usai. Lahirnya kemasan eco recyclable masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli green product dengan studi kasus galon Le Minerale. Sejumlah kuesioner disebarkan kepada 100 orang responden dengan teknik purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukan bahwa green product knowledge dan green perceived risk berpengaruh secara langsung pada green trust, green product knowledge dan green trust berpengaruh secara langsung pada green purchase intention, green trust dapat mempengaruhi hubungan green product knowledge dan green perceived risk terhadap green purchase intention secara tidak langsung. Implikasinya, perusahaan perlu menginformasikan dengan jelas solusi yang ditawarkan green product, melibatkan konsumen untuk membuat pos-pos pengumpulan sampah, melaporkan hasil pengelolaan plastik, serta menggabungkan unsur profit dan sosial dalam bisnisnya.
Kata Kunci: Green Product Knowledge, Green Perceived risk, Green Trust, dan Green Purchase Intention
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu merampungkan skripsi berjudul ”Pengaruh Green Product Knowledge dan Green Perceived Risk Terhadap Minat Beli yang Dimediasi Oleh Green Trust (Studi Kasus pada Air Mineral Galon Le Minerale)”. Skripsi ini ditunjukan sebagai syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama menyelesaikan studi serta penulisan skripsi, penulis mendapat banyak arahan, bantuan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga pada:
1. Kedua orang tua serta adik yang selalu memberikan perhatian, nasihat, serta doa tiada habis kepada penulis supaya dapat merampungkan skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Murdiyah Hayati, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Amalia, SE., MSM, selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Indo Yama, S.E., M.A.B., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan arahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Leis Suzanawaty, S.E., M.Si, selaku Dosen Pemimbing yang sudah menyisihkan tenaga, pikiran, serta waktu untuk membimbing penulis sehingga penyusunan skripsi dapat dilakukan dengan baik. Terimakasih Ibu yang penuh kesabaran memberi masukan, pengetahuan baru, serta
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat.
9. Corina dan Zahra yang menjadi tempat berkeluh kesah sekaligus mendorong penulis untuk tetap semangat. Terimakasih karena selalu ada di setiap waktu.
10. Ririn, Anis, Nabila, Ibna, Nadila, dan Bela yang tak pernah bosan menjadi tempat bertanya dan pengingat bagi penulis selama perkuliahan berlangsung. Terimakasih atas kenangan selama ini serta bantuan yang diberikan kepada penulis tanpa kenal pamrih.
11. Hanifatus dan Bahdin yang menjadi teman diskusi terutama dalam menyelesaikan tugas akhir. Terimakasih sudah banyak memberikan informasi dan menolong penulis saat mengerjakan skripsi.
Penulis sadar akan keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki sehingga masih terdapat banyak kekurangan dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu penulis mengharapkan masukan serta kritik. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat untuk siapa saja yang membutuhkannya.
Jakarta, 21 Juli 2022
Penulis (Ayu Fitriani)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
BAB II ... 16
A. Landasan Teori ... 16
B. Penelitian Terdahulu ... 37
C. Kerangka Berpikir ... 48
D. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis ... 51
BAB III... 58
A. Populasi dan Sampel ... 58
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 60
C. Data dan Sumber Data ... 61
D. Instrumen Penelitian ... 61
E. Metode Pengumpulan Data ... 62
F. Metode Analisis Data ... 63
G. Operasional Variabel ... 72
BAB IV ... 74
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 74
B. Temuan Hasil Penelitian ... 75
C. Pembahasan ... 104
BAB V ... 110
A. Simpulan ... 110
B. Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 115
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu ... 38
Tabel 3. 1 Skala Likert ... 62
Tabel 3. 2 Operasional Variabel ... 72
Tabel 4. 1 Hasil Uji Validitas Green Product Knowledge ... 76
Tabel 4. 2 Hasil Uji Validitas Green Perceived Risk... 76
Tabel 4. 3 Hasil Uji Validitas Green Trust ... 77
Tabel 4. 4 Hasil Uji Validitas Green Purchase Intention ... 77
Tabel 4. 5 Hasil Uji Reliabilitas Green Product Knowledge ... 78
Tabel 4. 6 Hasil Uji Reliabilitas Green Perceived Risk ... 78
Tabel 4. 7 Hasil Uji Reliabilitas Green Trust ... 79
Tabel 4. 8 Hasil Uji Reliabilitas Green Purchase Intention ... 79
Tabel 4. 9 Usia Responden ... 80
Tabel 4. 10 Jenis Kelamin Responden ... 80
Tabel 4. 11 Tempat Tinggal Responden ... 81
Tabel 4. 12 Pekerjaan Responden ... 82
Tabel 4. 13 Pendapatan Responden ... 82
Tabel 4. 14 Distribusi Pernyataan Responden ... 83
Tabel 4. 15 Distribusi Pernyataan Responden ... 84
Tabel 4. 16 Distribusi Pernyataan Responden ... 87
Tabel 4. 17 Distribusi Pernyataan Responden ... 88
Tabel 4. 18 Hasil Factor Loading Pertama ... 90
Tabel 4. 19 Hasil Factor Loading Kedua ... 91
Tabel 4. 20 Hasil Average Variance Extracted (AVE) ... 93
Tabel 4. 21 Hasil Cross Loading ... 93
Tabel 4. 22 Hasil Fornell-Larker Criterion ... 94
Tabel 4. 23 Hasil Heterotrait-Monotrait Ration (HTMT) ... 95
Tabel 4. 24 Hasil Composite Reliability ... 95
Tabel 4. 25 Hasil R-Square ... 97
Tabel 4. 26 Hasil Path Coefficient ... 98
Tabel 4. 27 Hasil Predictive Relevance (Q2) ... 99
Tabel 4. 28 Hasil Uji Hipotesis Path Coefficient ... 101
Tabel 4. 29 Hasil Uji Hipotesis Inderect Effect ... 103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Pendapatan Industri AMDK ... 3
Gambar 1. 2 Daftar Kekhawatiran Global Tahun 2020 ... 5
Gambar 1. 3 Poster Promosi Galon Le Minerale... 6
Gambar 1. 4 Impression Topik Galon Le Minerale di Twitter ... 9
Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir ... 50
Gambar 4. 1 Logo Le Minerale ... 74
Gambar 4. 2 Perancangan Outer Model ... 89
Gambar 4. 3 Hasil Outer Model ... 92
Gambar 4. 4 Perancangan Inner Model...97
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Salah satu sumber energi terpenting yang dibutuhkan semua mahluk hidup adalah air. Bagi manusia, air termasuk ke dalam komponen penting. Sebanyak 80% kebutuhan cairan berasal dari air dan baru diikuti makanan (Popkin., dkk., 2014). Untuk memenuhi kebutuhan tubuh, setiap orang memiliki takaran cairan yang berbeda- beda. Pada orang dewasa, konsumsi air yang dibutuhkan sekitar delapan gelas berukuran 230 ml atau 2 liter per hari (P2PTM Kemenkes RI, 2018). Namun, penelitian lain dikatakan bahwa asupan air minum per hari diukur dari berat badan dan aktivitas harian orang tersebut (Popkin dkk., 2006).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di tingkat rumah tangga, per tahun 2021, presentase konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) serta air isi ulang sebesar 35,85%. Sisanya berasal dari sumur ledeng 4,97%, sumur bor/pompa 0,66%, sumur terlindungi 9,08%, sumur tak terlindungi 4,45%, mata air terlindungi/tak terlindungi 0,35%, air permukaan 2,81%, dan air hujan 41,82%. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerangkan bahwa AMDK memiliki pangsa pasar terbesar dalam industri minuman ringan di Indonesia.
Market share AMDK mencapai 85% di tahun 2020.
Dilihat dari pendapatan menurut lembaga penyedia data, Statista, dalam lima tahun terakhir industri AMDK tumbuh hingga
40%. Sayangnya di tahun 2020 pertumbuhan air kemasan menurun, pendapatan AMDK menjadi 10,61 miliar USD dengan rata-rata konsumsi 91,3 L per kapita. Menurut penuturan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam webinar “Pola Konsumsi Air Bersih Masyarakat Era Pandemi Covid-19”, selama Covid-19 volume konsumsi AMDK di luar rumah turun hingga 24,1% dan volume konsumsi AMDK di rumah turun 2%. Hal ini disebabkan oleh penurunan ekonomi akibat PHK, pengurangan gaji, pembatasan aktivitas, dll.
Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) menjelaskan, produktivitas pabrik baru kembali membaik pada bulan Agustus 2020 hingga mencapai 50% - 60% berkat produksi AMDK galon. Berdasarkan survei Indonesia Water Institute (IWI) yang disampaikan lewat webinar “Pola Konsumsi Air Bersih Masyarakat Selama Covid-19”, di tahun 2020 terdapat transisi penggunaan air tanah ke AMDK & air pepipaan sebesar 65% dimana 88% responden menggunakan AMDK galon. Kondisi ini akhirnya mendorong pabrik untuk menjadikan produksi AMDK sebagai penggerak pertumbuhan.
Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) menyampaikan bahwa AMDK galon menyumbang hampir 70% dari total volume di tahun 2020. Industri AMDK dinilai masih memiliki peluang yang baik di masa depan. Pendapatan AMDK di tahun 2021 diprediksi pulih dengan rata-rata pertumbuhan 6,9% setiap tahunnya
berdasarkan prediksi Statista, sehingga pendapatannya akan mencapai 14,82 miliar USD di tahun 2025. Survei Indonesia Water Institute (IWI) mendata saat ini konsumsi AMDK mencapai 51 – 200 liter per bulan atau setara dengan 1 – 10 galon per bulan.
Gambar 1. 1 Pendapatan Industri AMDK Sumber: Statista
Berdasarkan siaran pers Badan POM, saat ini jumlah perusahaan produksi AMDK mencapai 1.032 dengan daftar produk sebanyak 7.780. Sekitar 99,5% produk diantaranya ialah produk lokal (BPOM RI MD) yang mana jenis AMDK terbesar merupakan air mineral sebanyak 6.092 atau 78,30%. Lalu produk demineral sebesar 1.492 atau 19,18%. Kemudian air mineral alami sebanyak 45 produk atau 0,58% serta air embun sebanyak 3 produk atau 0,04%. Sisanya, yaitu 1,90% adalah air minum pH tinggi atau sebanyak 148 produk.
Dari banyaknya produk AMDK yang dihasilkan, terdapat beberapa pemain terkenal yang sudah memiliki pangsa pasar cukup
besar. Survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Februari 2022, menjelaskan bahwa market share terbesar dipegang oleh merek Aqua, Le Minerale, dan Vit dengan masing- masing presentase 95,8%, 53,6%, dan 20,7%.
Dilihat dari analisis performa merek, TOP Brand Awereness mencatat setidaknya ada lima merek AMDK yang mudah dikenali konsumen baik untuk kategori offline maupun online dalam daftar TOP Brand Index fase 2 2020. Merek-merek tersebut diantaranya adalah Aqua dengan index 57,2%, lalu Le Minerale dengan index 12,5%, Ades dengan index 6,4%, Cleo dengan index 4,2%, dan Club dengan index 3,8%.
Berdasarkan data di atas, sektor AMDK dapat dikatakan memiliki pasar yang semakin besar, sayangnya pertumbuhan ini menimbulkan polemik sebab berpotensi mengancam lingkungan.
Ekploitasi yang dilakukan perusahaan AMDK menyebabkan penurunan air muka tanah dan sumber air terkontiminasi di bagian hulu pada beberapa daerah di Indonesia. Keadaan ini menyiratkan biaya yang lebih tinggi untuk mengakses air (Hesda, 2022).
Selain itu, berdasarkan laporan Center for International Environmental Law (CIEL) dalam “Plastic is Carbon: Unwrapping the “Net Zero” Myth” penggunaan plastik pada industry ini menguras bahan bakar fosil dan proses ektrasi serta pengangkutan bahan bakar tersebut menciptakan efek gas rumah kaca pada setiap tahap siklus
hidupnya hidupnya. Apabila diperhatikan, masalah ini berkaitan dengan kekhawatiran utama global seperti yang dilaporkan oleh perusahaan data, Kantar.
Perhatian masyarakat pada masalah lingkungan juga kian membesar di tahun 2020 karena adanya Covid-19. Dalam survei yang diikuti lebih dari 3000 responden di 8 negara, 70% diantaranya lebih sadar akan aktivitas manusia yang membahayakan iklim dan merusak lingkungan sehingga dapat mengancam manusia itu sendiri (BCG, 2020). Hal ini akhirnya memotivasi 40% masyarakat untuk merubah kebiasaan mereka di masa depan.
Berkaitan dengan meningkatnya atensi pada lingkungan, konsumen membebankan tanggung jawab lingkungan pada perusahaan di sektor manufaktur (Kantar, 2020). Sebuah studi
Gambar 1. 2 Daftar Kekhawatiran Global Tahun 2020 Sumber: Laporan Kantar 2020
16.90% 14.10% 9.70% 8.50% 8.40% 7% 6.80% 6.80% 6.50%
green innovation. Ini menandakan bahwa penciptaan inovasi produk ramah lingkungan bergantung pada upaya perusahaan dalam mengadopsi dan mempraktikan inovasi saat melihat dinamika pasar seperti tekanan dari konsumen (Lestari, dkk., 2021).
Dalam dunia pemasaran, usaha untuk merangsang perilaku ramah lingkungan disebut sebagai green marketing (Chen & Chang, 2012). Menurut Tiwari dkk. (2011) green marketing merupakan konsep pemasaran holistik, dimana produksi, konsumsi pemasaran, dan pembuangan produknya dilakukan dengan cara tidak merusak lingkungan serta menumbuhkan kesadaran akan pemanasan global, limbah padat tak terurai, hingga dampak polutan yang berbahaya.
Beberapa merek AMDK telah menerapkan strategi ini untuk menarik minat konsumen. Diantaranya Ades dengan kemasan yang mudah diremuk sehingga menghemat penggunaan plastik, Aqua melalui Recycling Business Unit (RBU) serta kemasan dari plastik daur ulang, dan yang terbaru adalah produk galon milik merek Le Minerale yang kemasannya eco recycleable.
Sumber: Website Le Minerale
Di tahun 2020 Le Minerale mengenalkan galon sekali pakai dengan tagline “Bikin Tenang, Bikin Nyaman” yang diklaim lebih praktis dan aman karena tidak perlu dikembalikan, kemasan selalu baru, serta anti rembes. Le Minerale mengatakan hadirnya galon ini diprakarsai oleh keinginan konsumen untuk mendapat kemasan produk higienis, kedap udara, aman dari pemalsuan serta bebas dari bisphenol-A (BPA) dengan kode segitiga 1 sehingga aman dikonsumsi. Selain itu jenis kemasan produk ini 100% eco recycleable.
Produk ini mendapat reaksi baik dari beberapa komunitas.
Dalam webinar bertajuk “Waste Management untuk Mendukung Circular Economy”, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) berpendapat galon sekali pakai merupakan bentuk penghematan plastik. Mereka menilai 19 liter air yang bisa dimuat dalam satu galon dapat menggantikan air kemasan dalam botol yang hanya berisi 500 milimeter. Menurut Lembaga Swada Masyarakat (LSM) Sahabat Daur Ulang, sampah plastik yang dihasilkan dari galon sekali pakai ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan berjenis PET dengan kode plastik daur ulang nomor satu. Hal ini juga disepakati oleh Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), sampah plastik dari AMDK menjadi sumber penghasilan bagi pemulung sebab nilainya yang tinggi serta mudah didapat.
Plastik PET yang biasa digunakan dalam AMDK memiliki
resin identification code 1 yang artinya plastik PET mudah didaur ulang sehingga memiliki nilai jual (Chandara., dkk, 2015). Sebagai salah satu produsen air mineral yang menggunakan jenis plastik PET, Le Minerale mencoba berpartisipasi dalam pengelolaan sampah plastik dengan menyusun road map sustainability plastik. Untuk mewujudkan program ini, Le Minerale bekerjasama dengan Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) dan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dalam pengelolaan sampah secara berkelanjutan yang dituangkan dalam nota kesepahaman.
Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) berperan melakukan penarikan galon dengan jumlah anggota binaan sebanyak 3,7 juta di 25 provinsi di seluruh Indonesia. Sementara Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) akan melakukan pengelolaan sampah. Le Minerale mengklaim bahwa hasil produk daur ulang ini dapat berupa jersey, bantal, bahan furniture, tumbler, mainan, hingga tas. Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) juga menyampaikan bahwa setiap tahun permintaan PET meningkat hingga 7% termasuk ketika pandemi Covid-19.
Gerakan daur ulang yang dilakukan Le Minerale merupakan bentuk dukungan ekonomi sirkular dalam mengatasi sampah plastik.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam siaran pers, target Indonesia bersih sampah di tahun 2025 dilakukan dengan mengurangi sampah sebanyak 30% dan upaya
penangan sampah sebesar 70% sehingga 100% sampah dikelola dengan baik.
Gambar 1. 4 Impression Topik Galon Le Minerale di Twitter Sumber: Netray
Sayangnya di sisi lain, inovasi produk Le Minerale ini juga mendapat kecaman. Berdasarkan platform analitik media sosial, Netray, Pembahasan mengenai galon sekali pakai mencapai 1,2 ribu tweet dengan sentiment negative untuk keyword Le Minerale dan galon sekali pakai meningkat hingga 880 tweet dari 1,7 ribu tweet selama seminggu. Hal ini berawal dari utas atau rangkaian tweet di Twitter yang berisi kekecewaan pada Le Minerale yang mendapat engagement hingga lebih dari 1000 replies, 23000 retweets, dan 59000 likes. Utas tersebut menyayangkan pilihan Le Minerale memproduksi kemasan sekali pakai lebih banyak ketika masyarakat sedang belajar mengurangi sampah plastik.
Pada laman www.change.org, terdapat petisi penolakan galon sekali pakai Le Mineral. Petisi tersebut meminta produsen untuk menghentikan produk galon sekali pakai sekaligus menarik produk yang telah beredar di masyarakat. Hingga bulan Oktober 2022, petisi ini telah didukung serta ditandatangani oleh lebih dari 50.076 orang.
Mewakili Pemerintah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehituanan (KLHK) dalam diskusi media “Tantangan dan Tentangan Sampah Plastik” lebih menyarankan penggunaan galon guna ulang yang lebih ramah lingkungan sesuai dengan Permen KLHK No. 75 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah.
Masalah yang dihadapi Le Minerale cukup disayangkan mengingat penerapan green marketing seharusnya bisa meningkatkan minat beli konsumen atau disebut juga green purchase intention (Chen
& Chang, 2012). Karatu & Mat (2015) menerangkan, green purchase intention merupakan sikap pro terhadap lingkungan dimana konsumen menunjukan kecemasannya pada lingkungan. Namun, untuk mendorong penggunaan green product, konsumen perlu memiliki pengetahuan tentang produk itu terlebih dulu (Wang, dkk., 2019).
Pengetahuan yang dimaksud berupa informasi yang berkaitan dengan produk tersebut, informasi mengenai fungsinya, serta informasi mengenai pembeliannya (Harahap, dkk., 2018).
Semakin banyak pengetahuan yang konsumen miliki mengenai green product maka semakin mereka memahami fungsi proteksi
lingkungan dan atribut green product (Wang, dkk., 2019). Dengan adanya pengetahuan ini, konsumen tentu akan berpikir mengenai manfaat yang mereka dapatkan serta kontribusi apa yang akan diberikan pada lingkungan ketika mengonsumsi produk tersebut (Wang, dkk., 2019). Pernyataan ini juga didukung teori keputusan pembelian, setelah melakukan pencarian informasi agar memiliki pengetahuan produk yang dibeli, konsumen akan mengevaluasi informasi tersebut terlebih dulu (Kotler & Keller, 2011).
Informasi yang didapat nantinya ditangkap oleh stimulus dan membawa pengaruh pada persepsi konsumen mengenai produk yang akan dibeli (Wulandari & Ekawati, 2015). Persepsi diartikan sebagai proses yang biasanya dilakukan individu untuk menentukan, mengatur, dan menafsirkan stimuli (Schiffman & Kanuk, 2000).
Persepsi yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, dalam kaitannya dengan keputusan pembelian konsumen dihadapi dengan persepsi risiko (Schiffman & Wisenblit, 2015).
Menurut Dewi & Rastini (2016), ketika melakukan pembelian, konsumen akan menanggung konsekuensi tak terduga sehingga mereka akan memperhatikan risiko pembelian. Dalam studi Peter &
Ryan (1976), dikatakan bahwa konsumen yang sangat menghindari risiko akan melihat produk dan brand dari sisi kerugian lebih dalam.
Meminimalkan risiko pada konsumen mengenai green product dapat membantu menghilangkan skeptisme serta meningkatkan kepercayaan
konsumen (Chen & Chang, 2012).
Kepercayaan pada green product atau green trust dihasilkan dari kredibilitas produk yang ramah lingkungan, kemampuan produk, serta dampaknya terhadap lingkungan (Chen, 2010). Besarnya kepercayaan konsumen pada suatu produk dapat memperkecil risiko yang dirasakan, hal ini akan memperbesar peluang konsumen untuk melakukan pembelian (Dewi & Rastini, 2016). Sehingga dapat dikatakan semakin kuat green trust maka akan semakin kuat pula penggunaan green product karena dianggap dapat meningkatkan kinerja lingkungan atau mengatasi masalah (Wang, dkk., 2019).
Penelitian terdahulu telah berupaya menemukan pengaruh hubungan green product knowledge, green perceived risk, dan green trust terhadap green purchase intentions, tetapi hasil studi literatur masih menunjukan adanya kontradiksi. Menurut Setyabudi & Adialita (2020), green product knowledge tidak berpengaruh pada green purchase intention. Sedangkan menurut Ojiaku dkk. (2018) dan Patak dkk. (2021), green product knowledge dapat mendorong green purchase intention. Dewi & Suprapti (2020) menyebutkan tingginya green trust akan mempengaruhi green purchase intention yang lebih besar. Sementara menurut Waskito (2015), green trust tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada green purchase intention. Di lain penelitian, green perceived risk yang rendah akan membawa green trust yang lebih tinggi pada produk (Tarabieh, 2021). Namun Waskito
(2015) menemukan bahwa green perceived risk tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada green trust. Selanjutnya, hasil studi Suprapto dan Efendi (2017) serta Zulfita & Mayvita (2018) menunjukan bahwa green perceived risk tidak berpengaruh dignifikan pada green purchase intention, tetapi penelitian milik Wasaya dkk.
(2020) dan Kresno & Wahyono (2019) mengatakan hal sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memutuskan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Green Product Knowledge dan Green Perceived Risk Terhadap Minat Beli yang Dimediasi Oleh Green Trust.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Apakah terdapat pengaruh langsung antara variabel green product knowledge (X1) dengan green trust (Y1)?
2) Apakah terdapat pengaruh langsung antara variabel green perceived risk (X2) dengan green trust (Y1)?
3) Apakah terdapat pengaruh langsung antara variabel green product knowledge (X1) dengan green purchase intention (Y2)?
4) Apakah terdapat pengaruh langsung antara variabel green perceived risk (X2) dengan green purchase intention (Y2)?
5) Apakah terdapat pengaruh langsung antara variabel green trust (Y1) dengan green purchase intention (Y2)?
6) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara variabel green product knowledge (X1) dengan green purchase intention (Y2) melalui green trust (Y1)?
7) Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara variabel green perceived risk (X2) dengan green purchase intention (Y2) melalui green trust (Y1)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menganalis pengaruh langsung antara variabel green product knowledge (X1) dengan green trust (Y1)
2) Menganalis pengaruh langsung antara variabel green perceived risk (X2) dengan green trust (Y1)
3) Menganalis pengaruh langsung antara variabel green product knowledge (X1) dengan green purchase intention (Y2)
4) Menganalis pengaruh langsung antara variabel green perceived risk (X2) dengan green purchase intention (Y2)
5) Menganalis pengaruh langsung antara variabel green trust (Y1) dengan green purchase intention (Y2)
6) Menganalis pengaruh tidak langsung antara variabel green product knowledge (X1) dengan green purchase intention (Y2) melalui green trust (Y1)
7) Menganalis pengaruh tidak langsung antara variabel green
perceived risk (X2) dengan green purchase intention (Y2) melalui green trust (Y1)
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi berbagai pihak sebagai berikut:
1) Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur baru bagi perusahaan untuk memahami tingkat pengetahuan konsumen akan produk ramah lingkungan serta persepsi risiko yang dimiliki sehingga dapat menjadi pertimbangan perusahaan di masa depan untuk membuat rencana yang unggul.
2) Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi referensi green marketing serta menjadi sumber informasi tambahan dalam membuat penelitian selanjutnya.
3) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis, terkhusus pada keilmuan green marketing.
Penelitian ini juga menjadi bentuk aplikasi teori yang telah dipelajari selama perkuliahan serta prasyarat menempuh gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Green Marketing
Konsep marketing telah mengalami evolusi sejak pertama kali muncul. Pada tahun 1960 tercetuslah konsep marketing yang berkaitan dengan ekologi, yaitu societal marketing (SMC). SMC menekankan bahwa barang dan jasa hanya akan tersedia untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan cara tidak merusak tatanan sosial. Konsep ini muncul karena meningkatnya kekhawatiran penggunaan sumberdaya alam yang berlebihan serta lingkungan yang semakin rusak akibat aktivitas manusia. Pada tahun 1970-an isu ini mulai direspon oleh beberapa perusahaan, diantaranya Johnson yang mengenalkan CFC bebas aerosol dan The Body Shop yang mengangkat masalah percobaan kosmetik pada hewan. SMC mendorong pemasaran untuk menciptakan konsumsi yang lebih bertangung jawab (Prothero, 1990).
Pada tahun 1975, American Marketing Association (AMA) menyelenggarakan diskusi mengenai green marketing dengan tema ecological marketing. Seminar ini melahirkan buku dengan judul yang sama seperti tema, ”Ecological Marketing”
(Situmorang, 2011). Ecological marketing mencangkup segala
masalah ekologi yang ada (Katrandjiev, 2016). Menurut Situmorang (2011), perhatian ekologi saat itu fokus pada masalah polusi dan penipisan sumber daya dengan lingkup industri dan produk yang cukup sempit. Konsep tersebut mengalami perkembangan hingga akhirnya melahirkan istilah green marketing pada akhir tahun 1980-an.
Awalnya istilah green marketing hanya dianggap sebagai penambah harga suatu barang. Sebagian besar industri berpikir bahwa konsumen mau membeli produk dengan harga yang kompetitif dan tidak akan mengaitkannya dengan unsur lingkungan. Industri merasa tekanan untuk membuat bisnis yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab datang dari pemerintah dan peraturan undang-undang, tidak ada sangkut pautnya dengan konsumen. Namun, mereka mulai menyadari bahwa terdapat perubahan persepsi serta perilaku konsumen. Fungsi marketer disini menganalisis perubahan sikap konsumen sekaligus mengenali peran yang dapat dimainkan perusahaan dalam melindungi lingkungan (Choudary & Gokarn, 2013).
Menurut Handayani & Prayogo (2017) istilah green disini berkaitan dengan solusi/program ramah lingkungan/upaya memperkecil kemungkinan buruk pada lingkungan sehingga dapat mengurangi pemanasan global. Oleh karena itu green marketing disimpulkan sebagai konsep pemasaran produk yang
menggunakan materil aman bagi lingkungan. Menurut Polansky
& Jay (1994), green marketing merupakan segala aktivitas yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia sedemikian rupa dengan meminimalkan dampak yang merugikan bagi lingkungan. Menurut Nadaf & Nadaf (2014) green marketing adalah proses pengembangan serta promosi produk dan jasa untuk memuaskan konsumen yang menyukai produk berkualitas, dapat berfungsi dengan baik, nyaman dengan harga terjangkau dan tidak merugikan lingkungan.
Menurut Polonsky & Jay (1994), perusahaan memiliki kebebasan memilih sumber daya alam. Namun, sumber daya alam jumlahnya terbatas sehingga diperlukan alternatif baru untuk memenuhi keinginan konsumen yang tidak akan habis. Green marketing memberi alternatif pada kegiatan pemasaran untuk mengelola sumber daya sekaligus memenuhi keinginan individu (Polonsky & Jay, 1994).
Green marketing dapat dipandang sebagai bagian marketing atau juga marketing philosophy. Sebagai bagian marketing, green marketing berkaitan dengan produk ramah lingkungan dan berposisi sebagai merek ramah lingkungan (Choudary & Gokarn, 2013). Green marketing juga memiliki unsur marketing seperti harga, promosi, produk, dan tempat (Cherian & Jacob, 2012). Sebagai philosophy, green marketing
berjalan paralel dengan konsep societal marketing yang mendukung pandangan bahwa mementingkan kepuasan pelanggan saja tidak cukup, marketer harus mempertimbangkan juga kepentingan ekologis lingkungan (Choudary & Gokarn, 2013).
Penerapan green marketing tidaklah mudah. Green marketing mengandung aktivitas yang luas seperti memodifikasi produk, mengganti proses produksi, memodifikasi iklan, mengganti kemasan, dll (Nadaf & Nadaf, 2014). Green marketing mengacu pada konsep pemasaran holistik dimana produksi, konsumsi, dan pembuangan produk dilakukan dengan cara yang etis supaya tidak merusak lingkungan dan dapat meningkatkan kesadaran pemanasan global, limbah padat yang tidak dapat terurai, dan dampak berbahaya dari polutan, dll (Singh & Singh, 2015). Oleh karena itu konsep ini tidak bisa diadopsi dalam waktu yang singkat, namun dalam jangka panjang green marketing akan memberi dampak positif bagi perusahaan (Handayani & Prayogo, 2017).
Green marketing membutuhkan pengeluaran yang banyak untuk R&D, dibutuhkan sertifikasi agar produk dapat diklaim sebagai produk organik, green product membutuhkan material yang bisa diperbarui serta didaur ulang dan itu memakan biaya yang besar, penggunaan material yang alami juga dapat
meningkatkan harga produk, serta ada kemungkinan gagal memenuhi ekspetasi green dari konsumen (Majid, dkk., 2016;
Nadaf & Nadaf, 2014; Choudary & Gokarn, 2013). Namun, green marketing dalam waktu yang panjang bisa mendorong pertumbuhan sustainability bersamaan dengan profitabilitas, menghemat biaya yang awalnya ditaksir lebih tinggi, membantu mengakses pasar baru dan mencapai keunggulan kompetitif, memberikan kebanggaan serta melibatkan karyawan dalam bekerja demi lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan (Nadaf & Nadaf, 2014).
Menurut Antony & Pakutharivu (2016) green marketing fokus melibatkan konsumsi green product. Karena itu perusahaan terdorong untuk melakukan upaya seperti menyebarluaskan informasi terkait lingkangan supaya konsumen teredukasi dengan hal-hal yang bisa merusak lingkungan dan sosial dalam jangka waktu yang lama sampai berubah menjadi green consumer (Majid, dkk., 2016). Hal ini sesuai dengan inti dari green marketing, yaitu menciptakan kesadaran kepada orang-orang tentang masalah lingkungan dan memikirkan bagaimana caranya membantu konsumen untuk beralih ke green product. Cherian &
Jacob (2012) berpendapat bahwa tujuan green marketing ialah memberi informasi kepada orang-orang dan memberi mereka pilihan untuk beralih ke green lifestyle.
Berbicara mengenai green consumer, menurut Handayani (2012) green consumer ialah orang yang memiliki kepekaan terhadap aspek ekologis suatu produk. Green consumer juga dapat diartikan sebagai orang yang menerapkan tindakan ramah lingkungan dan/atau orang yang membeli green product dibandingkan alternatif standar yang lain (Singh & Singh, 2015).
Menurut Handayani & Prayogo (2017) green consumer adalah pengguna akhir suatu barang, meskipun konsumen industri juga dapat dikatakan green consumer, tetapi fokusnya adalah individu atau konsumen rumah tangga. Kelompok ini biasanya memiliki gerakan khusus sebagai bentuk peduli lingkungan atau biasa disebut sebagai green consumerism (Handayani, 2012).
Consumerism memacu seseorang untuk mencari kesenangan serta kepuasan melalui konsumsi (Chakraborty &
Bagchi, 2018). Green consumerism menjadi gerakan lanjut dari consumerism global yang diawali dengan kesadaran konsumen tentang hak mereka mendapatkan produk yang aman, layak, serta ramah lingkungan (Kresno & Wahyono, 2019). Konsumen mulai berpikir untuk mengganti produk yang digunakan menjadi lebih aman bagi lingkungan, alhasil kebutuhan akan produk tersebut berjalan seiring dengan tumbuhnya isu lingkungan atau global warming (Kresno & Wahyono, 2019).
2. Green Product
Green product adalah produk ramah lingkungan atau produk yang dirancang dan diproses dengan teknik tertentu sehingga dampak buruknya terhadap lingkungannya lebih kecil, baik dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi (Panjaitan &
Sutapa, 2010). Definisi lain dari green product adalah produk ramah lingkungan yang dibuat dengan tujuan untuk mengantisipasi kerusakan yang berkelanjutan (Rusniati &
Rahmawati, 2019). Sebuah produk juga dapat dikatakan sebagai green product apabila terdapat tindak lanjut pasca konsumsinya seperti limbahnya dapat dikelola kembali, kemasan lebih sederhana, atau tidak menggunakan bahan beracun dalam produksinya sehingga dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan sekitar (Al-Gasawneh & Al-Adamat, 2020).
Green product dinilai tidak berbahaya karena produksinya mempertimbangkan aspek pemeliharaan lingkungan (Rusniati &
Rahmawati, 2019). Pertimbangan aspek lingkungan green product dapat meliputi pengurangan sampah yang sulit diurai, kemasan produk yang mudah didaur ulang, produk yang dapat digunakan kembali, pemilihan bahan baku yang tepat, dll (Rusniati & Rahmawati, 2019).
Klasifikasi green product pun dibuat dengan tujuan berbeda-beda (Fraccascia, dkk., 2018). Menurut Fraccascia dkk.
(2018) green product dapat dibagi berdasarkan karakteristik produk, tingkat pengaruhnya pada lingkungan, dan tipe perbaikannya pada lingkungan. Menurut Rahman (2019) atribut green product diantaranya terbuat dari bahan daur ulang dan diproduksi secara lokal, memiliki dampak negative yang lebih sedikit pada lingkungan daripada produk normal, menggunakan bahan ramah lingkungan, mengonsumsi lebih sedikit energi, dan mempertahakan produksi ramah lingkungan untuk memotivasi konsumen dalam membeli hingga menciptakan green behaviour.
Dalam penelitian Dangelico & Pujari (2010) dijelaskan bahwa fokus green product dibagi menjadi tiga berdasarkan dampaknya pada lingkungan, dilihat dari siklus hidup produk tersebut. Tiga jenis fokus itu ialah material, energi, dan polusi.
Berdasarkan material, produk/kemasannya dari bahan daur ulang, produk/kemasannya terbuat dari bahan yang bisa diperbaharui, produk/kemasannya dapat didaur ulang, dan produk/kemasannya biodegradable. Berdasarkan energi, ada efisiensi energi ketika produk digunakan, produk menggunakan sumber energi terbarukan, ada efisiensi energi ketika produksi, dan menggunakan sumber energi terbarukan ketika produksi.
Berdasarkan polusi, produk bisa mengurangi atau mencegah polusi dan mengurangi atau mencegah polusi selama proses produksi.
3. Green Product Knowledge
a. Definisi Green Product Knowledge
Product knowledge merupakan pemahaman konsumen akan suatu produk yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan petunjuk untuk menentukan tindakan selanjutnya (Ridwan, dkk., 2018).
Menurut Cheng & Deng (2016) product knowledge merupakan sebuah konstruk yang terdiri dari rasa familier dengan produk, informasi label, dan kepercayaan pada suatu institusi. Dalam kaitannya dengan green marketing, knowledge adalah informasi yang disimpan dalam ingatan konsumen yang mempengaruhi evaluasi dalam menerjemahkan informasi, pilihan, serta perilaku konsumen dalam mengonsumsi green product (Wang, dkk., 2019).
Menurut Wang dkk. (2019) green product knowledge adalah pengetahuan subjektif yang konsumen pahami tentang atribut lingkungan dan pengaruh green product terhadap lingkungan. Product knowledge berfungsi untuk melihat seberapa besar konsumen mengetahui dan memahami dampak lingkungan ketika membeli dan menggunakan produk yang dibeli (Harahap dkk, 2018).
Konsumen biasanya memiliki tiga jenis pengetahuan produk, diantaranya pengetahuan soal atribut atau karakteristik produk, dampak positif atau manfaat dalam menggunakan produk, dan nilai produk yang membantu memuaskan keinginan konsumen (Peter &
Olson, 2010). Berdasarkan tingkatannya, pengetahuan produk terbagi ke dalam empat tingkat (Peter & Olson, 2010). Pertama model, yaitu pengetahuan mengenai model yang spesifik tentang satu atau lebih fitur atau atribut suatu produk. Kedua merek, yaitu tanda pengenal suatu produk.
Ketiga bentuk produk, yaitu kategori yang lebih luas yang didalamnya terdapat beberapa merek lain yang memiliki kegunaan serupa. Keempat, kelas produk yaitu tingkat pengetahuan produk paling inklusif dan dapat mencangkup beberapa bentuk produk dan banyak merek serta model di dalam kategorinya.
Sumber utama pengetahuan konsumen berasal dari memori yang didasarkan pada persepsi serta pengalaman konsumen menggunakan produk (Suparlan, 2014).
Penelitian lain menjelaskan bahwa pengalaman saat menggunakan produk sering digunakan konsumen karena aksesibilitas memori terhadap informasi ini lebih besar (Park, dkk., 1994). Namun, konsumen juga akan mencari
informasi dari luar bila dirasa tidak cukup (Suparlan, 2014).
Perlu digaris bawahi, konsumen mempunyai pengetahuan yang berbeda untuk menafsirkan informasi baru dalam membuat pilihan (Wang, dkk., 2019). Tidak semua konsumen memiliki pengetahuan soal green product, perusahaan perlu menekankan posisi green product supaya dapat meyakinkan konsumen secara mendalam (Chen & Deng, 2016). Disini Marketer berperan mengedukasi konsumen tentang ketersediaan dan manfaat green product serta mendorong moral dan emosi konsumen saat melakukan kampanye (Ojiaku, dkk., 2018).
Konsumen yang memiliki pengetahuan produk tinggi menandakan bahwa mereka memiliki memori, pengakuan, analisis dan kemampuan logika yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen yang pengetahuan produknya lebih rendah (Lin & Lin, 2007). Konsumen tersebut cenderung mengandalkan petunjuk intrinsik dalam mempertimbangkan produk dan tidak terpengaruh stereotip karena sadar akan pentingnya informasi produk (Lin & Lin, 2007). Sedangkan konsumen dengan pengetahuan produk rendah cenderung menggunakan petunjuk ekstrinsik untuk mengevaluasi suatu produk
karena mereka tidak mengetahui cara menilai produk (Suparlan, 2014). Oleh karena itu, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen soal green product membuat mereka semakin yakin dengan fungsi dan atribut proteksi lingkungan green product tersebut (Ojiaku, dkk., 2018).
b. Pengukuran Green Product Knowledge
Pengukuran variabel green product knowledge menggunakan pengukuran dari studi Ojiaku dkk. (2018) dengan indikator sebagai berikut.
1) Tahu cara menemukan informasi terkait lingkungan pada green brands
2) Tahu produk yang memiliki keterkaitan dengan perlindungan lingkungan
3) Dapat memikirkan beberapa merek ketika berbicara tentang produk ramah lingkungan
4) Tahu produk yang terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang
5) Familier dengan green products
6) Takut membayangkan bahwa produk yang digunakan mengganggu lingkungan
7) Tahu tentang dampak lingkungan dari produk yang dibeli dan digunakan
4. Green Perceived Risk
a. Definisi Green Perceived Risk
Menurut Peter & Ryan (1976) perceived risk adalah ekspetasi kerugian yang berkaitan dengan pembelian dan menjadi penghambat dalam membeli. Sedangkan green perceived risk menurut Juliana, dkk. (2020) adalah persepsi subjektif konsumen tentang kemungkinan konsekuensi yang salah saat membeli produk ramah lingkungan. Cheng &
Chang (2013) mendefinisikan green perceived risk sebagai ekspetasi mengenai dampak negatif pada lingkungan yang berkaitan dengan perilaku pembelian. Oleh karena itu, keputusan pembelian konsumen bergantung pada risiko yang akan diterima dalam mengonsumsi green product (Dhewi, dkk., 2018).
Menurut Mitchell (2019) risiko merupakan persepsi kerugian yang ditentukan secara subjektif, semakin besar kemungkinan kerugian ini maka semakin besar risiko yang dianggap ada. Ariyanti & Iriani (2014) berpendapat bahwa secara umum, risiko mencangkup pengetahuan dan kepercayaan konsumen mengenai konsekuensi yang tidak disukai, termasuk respon negatif karena ada konsekuensi yang tidak menyenangkan. Schiffman dan Kanuk (2008)
berpendapat bahwa risiko terdiri dari ketidakpastian dan konsekuensi.
Ketidakpastian datang dari bebagai sumber (Mitchell, 1999). Pertama, dapat datang dari pengetahuan konsumen tentang kebutuhan mereka, tujuan membeli, tingkat penerimaan, dan tujuan yang seringkali tidak memadai. Kedua, konsumen tidak yakin tentang penentuan alternatif keputusan. Ketiga, konsumen tidak yakin dengan validitas atribut yang dinilainya. Keempat, konsumen memiliki persepsi dalam menilai hasil berdasarkan pengalaman mereka. Kelima konsumen mungkin kesulitan untuk menilai brand secara keseluruhan.
Risiko yang dipersepsikan bisa mempengaruhi perilaku konsumen (Dewi & Rastini, 2016). Semakin besar risiko, konsumen akan semakin ragu untuk membeli produk (Cheng dan Chang, 2013). Oleh karena itu, marketer memiliki peran untuk mempengaruhi persepsi konsumen soal dampak positif penggunaan produk melalui edukasi produk yang dapat digunakan konsumen untuk membuat penilaian yang positif dan menghindari dampak negatif (Ariyanti & Iriani, 2014).
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) ada beberapa tipe risiko yang dirasakan konsumen. Pertama risiko
fungsional, yaitu risiko bahwa produk tidak bekerja seperti yang diharapkan. Kedua risiko fisik, yaitu risiko yang ditimbulkan produk terhadap diri sendiri dan orang lain.
Ketiga risiko keuangan, yaitu risiko bahwa produk tidak seimbang dengan harganya. Keempat risiko sosial, yaitu risiko bahwa pilihan produk yang jelek dapat menimbulkan malu dalam lingkungan sosial. Kelima risiko psikologis, yaitu risiko bahwa pilihan produk yang jelek dapat melukai ego konsumen. Keenam risiko waktu, risiko bahwa waktu yang digunakan untuk mencari produk tersebut tidak bekerja sesuai harapan.
b. Pengukuran Green Perceived Risk
Pengukuran variabel green perceived risk menggunakan pengukuran dari studi Chen & Chang (2012) yang meneliti tentang pengaruh green perceived value dan green perceived risk terhadap green purchase intention yang dimediasi green trust pada konsumen di Taiwan. Chen &
Chang (2012) mengatakan bahwa persepsi nilai merupakan hal yang krusial dalam mempertahankan hubungan jangka panjang dengan konsumen karena akan mempengaruhi kepercayaan konsumen. Pemasar diminta memperkecil kemungkinan persepsi risiko karena akan membuat konsumen kesulitan mengidentifikasi nilai sesungguhnya
dari produk tersebut akibat informasi yang tidak simetris.
Pengukuran variabel green perceived risk mencakup lima indikator sebagai berikut (Chen dan Chang, 2012) :
1) Ada kemungkinan akan terjadi sesuatu yang salah dengan kinerja produk ini dalam hal menciptakan lingkungan yang lebih baik.
2) Ada kemungkinan produk ini tidak akan berfungsi dengan baik karena mengabaikan unsur pemeliharaan lingkungan
3) Ada kemungkinan konsumen harus bertanggung jawab saat terjadi kerusakan lingkungan jika menggunakan produk ini.
4) Ada kemungkinan produk ini menimbulkan dampak negatif pada lingkungan ketika digunakan.
5) Menggunakan produk ini akan merusak reputasi konsumen sebagai orang yang peduli pada lingkungan.
5. Green Trust
a. Definisi Green Trust
Kepercayaan merupakan tingkat kepercayaan diri seseorang bahwa pihak lain akan berperilaku sebagai yang diharapkan (Dewi & Rastini, 2016). Kepercayaan juga dapat diartikan sebagai harapan yang dipegang oleh konsumen
bahwa kata, janji, atau pernyataan dari perusahaan dapat diandalkan (Meilisa, 2020). Lee (2020) mendefinisikan kepercayaan sebagai keadaan psikologis individu yang mungkin melibatkan kognitif, afektif, dan perilaku. Lam dkk. (2016) mengatakan bahwa kepercayaan merupakan niat untuk menerima ketidakpastian berdasar persepsi positif atas perilaku atau niat pihak lain.
Sedangkan green trust adalah kesediaan menggunakan jasa atau merek yang diyakini memiliki dampak positif pada lingkungan (Dewi & Rastini, 2016).
Kepercayaan dapat berkembang ketika konsumen yakin terhadap reliabilitas dan integritas produsen atau layanan (Zaidi, dkk., 2019). Dalam studi lain, green trust berarti keyakinan atau harapan yang dihasilkan dari kredibilitas, kebajikan, dan kemampuan pihak lain akan tindakan pro- lingkungan dalam suatu produk (Lee, 2020). Chen (2010) juga mengatakan bahwa green trust merupakan kesediaan untuk bergantung pada produk, layanan, atau merek berdasarkan kepercayaan atau harapan yang dihasilkan dari kredibilitas, kebajikan, dan kinerja produk terhadap lingkungan.
Berdasarkan penelitian McKnight, dkk. (2002) integritas mengacu pada kejujuran dan menepati janji.
Kredibilitas mengacu pada kepedulian dan motivasi untuk bertindak demi kepentingan orang yang dipercaya. Terakhir, kinerja mengacu pada kemampuan untuk melakukan apa yang dibutuhkan orang yang dipercaya.
Penelitian lain berpendapat bahwa kepercayaan juga didasarkan pada reliabilitas dan niat baik dari suatu pihak (Chen, dkk., 2015). Menurut Dewi & Rastani (2016) jaminan akan kepuasan konsumen, perhatian, serta memberi informasi yang dibutuhkan oleh konsumen dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan nantinya perilaku ini menjadi penentu apakah konsumen akan mempercayai produk tersebut atau tidak.
b. Pengukuran Green Trust
Pengukuran variabel green trust menggunakan pengukuran dari studi Chen (2010) yang meneliti tentang green brand image, green satisfaction, dan green trust pada green brand equity. Menurut studi ini terdapat lima pengukuran green trust.
1) Komitmen merek terhadap lingkungan dapat diandalkan
2) Konsumen dapat mengandalkan kinerja produk ini dalam menciptakan lingkungan lebih baik secara umum
3) Klaim tentang lingkungan pada produk ini secara umum dapat dipercaya
4) Produk memiliki kepedulian lingkungan sesuai harapan konsumen
5) Produk ini memenuhi janji dan komitmen terhadap lingkungan
6. Green Purchase Intention
a. Definisi Green Purchase Intention
Purchase intention diartikan sebagai kemungkinan bahwa konsumen akan melakukan pembelian produk tertentu (Ridwan, dkk., 2019). Sedangkan green purchase intention adalah kemungkinan dan kesediaan konsumen yang tertarik pada masalah lingkungan dan sadar untuk memilih produk yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan produk konvensional yang dalam proses produksi cenderung memberikan dampak dan pengaruh buruk terhadap lingkungan (Ali & Ahmad, 2012). Green purchase intention juga didefinisikan sebagai kesiapan individu dalam melakukan green buying behaviour, terutama yang mempertimbangkan polusi lebih sedikit (Chen & Deng, 2016). Singkatnya, green purchase intention dikonsepkan sebagai kesediaan konsumen membeli produk ramah lingkungan dibandingkan produk
non-green lain dalam mempertimbangkan pembelian mereka (Hassan, 2014).
Niat yang dipertimbangkan pada green purchase secara positif mempengaruhi keputusan konsumen ketika membeli green product (Hassan, 2014). Menurut Vazifehdoust dkk. (2013) green purchase berarti praktik menerapkan kriteria lingkungan saat memilih produk atau layanan dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi lingkungan dan meningkatkan efisiensi sumberdaya.
Konsumen yang sadar akan lingkungan, hanya akan membeli green product, bersedia membayar lebih untuk produk ramah lingkungan, dan membeli produk yang akan menghemat air, mengehemat energi, dan mengurangi limbah padat (Ojiaku, dkk., 2018).
Terdapat lima tipe green consumer yang berdasarkan minat pembeliannya (Ginsberg & Bloom, 2004).
1) True blue greens, mereka memiliki penilaian pada lingkungan yang kuat dan bertindak atas kemauan sendiri untuk melakukan perubahan positif. Kelompok ini lebih waspada dalam menghindari penggunaan produk yang dibuat oleh perusahaan tidak ramah lingkungan.
2) Greenback Greens, kelompok ini tidak bertindak aktif seperti kelompok sebelumnya. Namun, mereka bersedia membeli produk ramah lingkungan dari produk pada umumnya.
3) Spourts, kelompok ini percaya bahwa pembelian suatu produk dapat memberi pengaruh pada lingkungan secara teori tetapi tidak mempraktikannya. Kelompok ini jarang membeli green product jika harus mengeluarkan banyak uang, tetapi mereka mampu membelinya dan dapat dibujuk.
4) Grouser, cenderung tidak memiliki pengetahuan tentang masalah lingkungan dan ragu bahwa tindakan mereka dapat membawa perubahan. Mereka percaya bahwa produk ramah lingkungan harganya terlalu mahal dan performanya kurang baik.
5) Basic browns, kelompok ini tidak peduli dengan masalah lingkungan dan sosial.
b. Pengukuran Green Purchase Intention
Pengukuran green purchase intention menggunakan pengukuran dari studi Lee (2017).
Pengukurannya mencangkup tiga item sebagai berikut.
1) Lebih memilih produk pro-environmental untuk dibeli
2) Akan memproritaskan produk pro-environmental saat berbelanja
3) Ingin membeli produk pro-environmental
4) Akan merekomendasikan produk pro-environmental kepada orang-orang di lingkungan sekitar
B. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa studi terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya milik Wang, dkk. (2019) yang membahas mengenai pengetahuan yang dapat mempengaruhi seluruh proses pengambilan keputusan konsumen. Pengetahuan produk juga dikonseptualisaskan sebagai unsur yang mendorong niat pembelian, namun temuan studi ini memperlihatkan hubungan yang tidak signifikan.
Penelitian lain, milik Setiabudi & Adialita (2020) yang menguji perngaruh green product knowledge pada green purchase intention menggunakan mediator green trust serta mediasi perceived price antara green trust dengan green purcase intention. Hasil penelitian studi ini menunjukan green trust memiliki peran penting dalam mempengaruhi green product knowledge terhadap green purchase intention. Oleh karena itu perusahaan perlu memberikan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat meyakinkan konsumen.
Referensi penelitian lain yang digunakan ialah milik Dewi &
Suprapti (2020) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari persepsi
risiko hijau, persepsi nilai hijau, dan kepercayaan hijau pada niat beli hijau untuk produk suplemen. Hasil analisis seluruh hubungan antar variabel dalam penelitian ini signifikan. Studi lain yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
No. Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
1. How Does Green Product
Knowledge Effectively Promote Green Purchase Intention?
Jurnal
Sustainability
Wang, dkk.
(2019)
Variabel green product knowledge berpengaruh signifikan pada green trust dan perceived consumer effectiveness, variabel green trust dan perceived
consumer effectiveness berpengaruh signifikan pada green purchase intention, variabel
perceived price dapat
memoderasi green trust
Variabel independen : Green product knowledge, green trust,
Variabel dependen : Green purchase intention
Variabel independen : Perceived
consumer
effectiveness Variabel moderasi : Perceived price Metode Analisis : SEM Lokasi : China
Responden : 236 orang
No. Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan terhadap green
purchase intention, serta variabel perceived price tidak dapat memoderasi perceived consumer effectiveness terhadap green purchase intention 2. Pengaruh Green
Product
Knowledge dan Perceived Price terhadap Green Purchase Intention Konsumen AMDK Merek Aqua dengan Botol 100%
Recycled
Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi
Setyabudi dan Adialita (2020)
Variabel green product knowledge berpengaruh signifikan pada green trust, variabel green product
knowledge tidak berpengaruh signifikan pada green purchase intention, variabel green trust
Variabel independen : Green product knowledge dan green trust
Variabel Dependen : Green purchase intention
Teknik sampel : Purposive sampling
Variabel moderasi : Perceived price
Metode analisis : Path
Lokasi : Bali dan Bandung Objek : AMDK botol
No. Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
Bisnis berpengaruh
signifikan pada green purchase intention, variabel green trust dapat memediasi green product knowledge, serta variabel perceived price dapat memoderasi green trust terhadap green purchase intention 3. Peran
Kepercayaan Memediasi Pengaruh Persepsi Nilai Hijau dan Persepsi Risiko Hijau Terhadap Niat Beli Produk (Studi pada Produk
Dewi dan Suprapti (2020)
Variabel persepsi nilai hijau dan persepsi risiko hijau
berpengaruh signifikan pada niat beli hijau dan kepercayaan hijau, serta variabel
Variabel independen : Pengaruh persepsi risiko dan
kepercayaan hijau
Variabel dependen : Niat pembelian produk hijau
Variabel independen :
Persepsi nilai hijau Lokasi : Depansar Bali Objek : Suplemen
No. Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan Suplemen Hijau
Merek Herbalife) Jurnal Manajemen, Startegi Bisnis, dan
Kewirausahaan
kepercayaan hijau
berpengaruh signifikan pada niat beli hijau.
Metode penelitian : PLS
Teknik sampel : Purposive sampling
nutrisi
4. The Relationship of Perceived Value, Perceived Risk, and Level of Trust Towards Green
Products of Fast Moving
Consumer Goods Purchase
Intention
Jurnal Ilmiah Bidang
Akuntansi dan Manajemen
Zulfikar &
Mayvita (2018)
Variabel green perceived value dan green perceived risk berpengaruh signifikan pada green trust, variabel green trust
berpengaruh signifikan pada green purchase intention, serta variabel green perceived value dan green perceived risk tidak
berpengaruh signifikan pada
Variabel independen : Green product knowledge dan green trust
Variabel dependen : Green purchase
intention
Variabel independen : Green
perceived Value
Metode penelitian : SEM
Lokasi : Banjarmasin Responden : 150 orang