• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Garis Potong (Secant)

Dalam dokumen Pengantar Metode Numerik (Halaman 65-81)

BAB 2 SOLUSI PERSAMAAN NON-LINIER

2.7 Metode Garis Potong (Secant)

galat lebih kecil dari toleransi, sehingga diperoleh hasil iterasi sebagai berikut:

n xi f(xi) f'(x

i) xi+1 f(xi+1) |๐œบ๐’•| tol

0 1 -2 2 2 1 0,1547

0,00 01

1 2 1 4 1,75

0,062 5

0,010 363

0,00 01 2

1,7 5

0,06 25 3,5

1,7321 43

0,000 319

5,3E- 05

0,00 01

Berdasarkan tabel hasil iterasi diperoleh akar persamaan adalah 1,732143 pada iterasi ke-2 karena nilai galat relatif sudah lebih kecil dari toleransi yang diberikan, sehingga iterasi dihentikan.

๐‘ฅ๐‘–+1= ๐‘ฅ๐‘–โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)(๐‘ฅ๐‘–โˆ’๐‘ฅ๐‘–โˆ’1)

๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘–โˆ’1)

Metode secant menggunakan dua nilai hampiran akar sebelumya ( ๐‘ฅ๐‘–โˆ’1 dan ๐‘ฅ๐‘– ) untuk menentukan hampiran akar selanjutnya ( ๐‘ฅ๐‘–+1 ), tetapi tidak memperhatikan perubahan tanda dari ๐‘“(๐‘ฅ) . Nilai ๐‘ฅ๐‘–โˆ’1adalah absis titik perpotongan garis lurus yang menghubungkan dua titik yaitu ๐‘ฅ๐‘–, ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–) dengan ๐‘ฅ๐‘–โˆ’1, ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–โˆ’1)

Illustrasi.

Gambar 2.6 Metode Secant Keterangan gambar:

Nilai xo dan x1 adalah nilai hampiran awal

Nilai ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3 adalah nilai hampiran yang diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus metode Secant

Langkah-langkah Metode Secant

1. Menentukan fungsi yang akan dihampiri nilai akarnya.

2. Menentukan xo dan x1 sebagai hampiran awal.

3. Mensubstitusi nilai xo dan x1 ke fungsi.

4. Menghitung nilai hampiran akar dengan rumus Secant, yakni:

5. Menampilkan hasil setelah iterasi memenuhi kriteria penghentian iterasi.

Contoh:

1) Carilah salah solusi dari persamaan: ๐‘ฅ2โˆ’ 3 = 0 menggunakan metode Secant dengan ๐‘ฅ0 = 1 dan ๐‘ฅ1 = 2 (toleransi 0,0001) !

Solusi:

Iterasi 0 (Perhitungan awal).

๏ƒผ Diketahui ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ2 โˆ’ 3 dengan ๐‘ฅ0 = 1 dan ๐‘ฅ1 = 2, sehingga diperoleh:

๐‘“(๐‘ฅ0) = ๐‘ฅ02โˆ’ 3 = 12โˆ’ 3 = โˆ’2 ๐‘“(๐‘ฅ1) = ๐‘ฅ12 โˆ’ 3 = 22 โˆ’ 3 = 1

๏ƒผ Penentuan nilai hampiran baru ( ๐‘ฅ๐‘–+1 ) , yakni:

๐’™๐’Š+๐Ÿ = ๐’™๐’Šโˆ’๐’‡(๐’™๐’Š)(๐’™๐’Šโˆ’๐’™๐’Šโˆ’๐Ÿ)

๐’‡(๐’™๐’Š)โˆ’๐’‡(๐’™๐’Šโˆ’๐Ÿ)

๐‘ฅ๐‘–+1 = ๐‘ฅ๐‘–โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)(๐‘ฅ๐‘–โˆ’๐‘ฅ๐‘–โˆ’1)

๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘–โˆ’1) ๐‘ฅ2 = ๐‘ฅ1โˆ’๐‘“(๐‘ฅ1)(๐‘ฅ1โˆ’๐‘ฅ0)

๐‘“(๐‘ฅ1)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ0) = 2 โˆ’1(2โˆ’1)

1โˆ’(โˆ’2)= 2 โˆ’1

3= 1,666667

Dengan ๐‘“(๐‘ฅ2) = ๐‘ฅ22โˆ’ 3 = (1,666667)2โˆ’ 3 = โˆ’0,22222

๏ƒผ Penentuan galat, yakni:

Diketahui bahwa solusi eksak dari persamaan: ๐‘ฅ2โˆ’ 3 = 0 adalah 1,732051, maka galat ditentukan sebagai berikut:

|๐œ€๐‘ก| = |nilai eksakโˆ’nilai hampiran nilai eksak | =

|1,732051โˆ’1,666667

1,732051 | = 0,03775

Diperoleh bahwa galat lebih besar dari toleransi, yakni 0,03775 > 0,0001 sehingga dilakukan pengulangan perhitungan (dilanjutkan ke iterasi 1).

Iterasi 1 (Pengulangan perhitungan pertama).

๏ƒผ Diketahui nilai hampiran ๐‘ฅ1 = 2 dan ๐‘ฅ2 = 1,666667 dengan

๐‘“(๐‘ฅ1) = ๐‘ฅ12โˆ’ 3 = 22โˆ’ 3 = 1

๐‘“(๐‘ฅ2) = ๐‘ฅ22โˆ’ 3 = (1,666667)2 โˆ’ 3 =

โˆ’0,22222

๏ƒผ Penentuan nilai hampiran baru (๐‘ฅ๐‘) , yakni:

๐‘ฅ3 = ๐‘ฅ2 โˆ’๐‘“(๐‘ฅ2)(๐‘ฅ2โˆ’๐‘ฅ1)

๐‘“(๐‘ฅ2)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ1) = 1,666667 โˆ’

(โˆ’0,22222)(1,666667โˆ’2)

(โˆ’0,22222)โˆ’1 = 1,727273

dengan ๐‘“(๐‘ฅ3) = ๐‘ฅ32โˆ’ 3 = (1,727273)2โˆ’ 3 = โˆ’0,01653

๏ƒผ Penentuan galat, yakni:

|๐œ€๐‘ก| = |nilai eksakโˆ’nilai hampiran nilai eksak | =

|1,732051โˆ’1,727273

1,732051 | = 0,002759

Diperoleh bahwa galat lebih besar dari toleransi, yakni 0,002759 > 0,0001 sehingga dilanjutkan ke iterasi 2.

Langkah-langkah yang sama dilakukan untuk iterasi 2 dan iterasi selanjutnya hingga diperoleh galat lebih kecil dari toleransi, sehingga diperoleh hasil iterasi sebagai berikut:

n x(i-1) xi f(x(i-1)) f(xi) x(i+1) f(x(i+1))

|๐œบ๐’•| tol

0 1 2 -2 1 1,666667 -0,22222

0,03775 0,0001 1 2 1,666667 1 -0,22222 1,727273 -0,01653

0,002759 0,0001 2 1,666667 1,727273 -0,22222 -0,01653 1,732143 0.000319

5,3E-05 0,0001

Berdasarkan tabel hasil iterasi diperoleh akar persamaan adalah 1,732143 pada iterasi ke-2 karena nilai galat relatif sudah lebih kecil dari toleransi yang diberikan, sehingga iterasi dihentikan.

RANGKUMAN

1. Metode pencarian akar adalah metode pencarian nilai-nilai dari variabel bebas yang membuat fungsi bernilai nol. Metode pencarian akar pada metode numerik dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a) Metode Pengurung

Tebakan akar dalam metode pengurung selalu berada "dalam kurung" atau berada pada kedua sisi dari nilai akar dan diperlukan dua tebakan awal untuk menentukan hampiran nilai akar persamaan fungsi. Teorema yang mendasari metode ini adalah: โ€œDiketahui ๐‘“: [๐‘Ž, ๐‘] โ†’ โ„ adalah kontinu, dimana ๐‘Ž, ๐‘ โˆˆ โ„ dan ๐‘Ž < ๐‘ . Jika ๐‘“(๐‘Ž). ๐‘“(๐‘) < 0 , maka terdapat ๐‘ โˆˆ (๐‘Ž, ๐‘) sedemikian sehingga ๐‘“(๐‘) = 0โ€. Beberapa metode numerik yang tergolong dalam metode pengurung adalah Metode Bagi Dua (Bisection Method) dan Metode Interpolasi Linier/ Posisi Palsu (False Position Method).

b) Metode Terbuka

Pada metode terbuka, pencarian hampiran nilai akar persamaan fungsi dimulai dari suatu nilai tunggal variabel bebas, atau dua nilai yang tidak perlu mengurung akar.Beberapa metode

numerik yang tergolong dalam metode terbuka adalah Metode Newton- Raphson dan Metode Garis Potong (Secant Method).

2. Metode grafik adalah metode sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan perkiraan akar dari fungsi dan untuk memperoleh tebakan awal. Ada dua metode grafik yang dapat dilakukan untuk mendapatkan tebakan awal dari akar persamaan ๐‘“(๐‘ฅ) = 0, yakni:

a) Metode Grafik Tunggal

Pada metode grafik tunggal, tebakan awal dipilih yang dekat dengan absis dari titik perpotongan atau akar persamaan ๐‘“(๐‘ฅ) = 0.

b) Metode Grafik Ganda

Metode grafik ganda digunakan untuk persamaan fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) = 0 yang penjabaran fungsinya dapat didekomposisi menjadi pengurangan dua buah fungsi, yaitu ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘“1(๐‘ฅ) โˆ’ ๐‘“2(๐‘ฅ) = 0.

3. Metode bisection adalah suatu metode yang mengasumsikan bahwa interval selalu dibagi dua sama lebar. Langkah-langkah metode bisection, yakni:

a) Pilih ๐‘ฅ๐‘Ž dan ๐‘ฅ๐‘ sebagai taksiran akar.

Kemudian periksa apakah benar ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) < 0

b) Cari taksiran nilai akar baru (๐‘ฅ๐‘) dengan rumus: ๐‘ฅ๐‘ =๐‘ฅ๐‘Ž+๐‘ฅ๐‘

2 .

c) Lakukan evaluasi untuk menentukan pada interval mana akar berada dengan menggunakan kriteria berikut:

i. Jika ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) < 0 : akar berada pada bagian interval bawah, maka ๐‘ฅ๐‘ = ๐‘ฅ๐‘ dan kembali ke langkah 2. Pada kondisi ini akar di daerah interval ๐‘ฅ๐‘Ždan ๐‘ฅ๐‘.

ii. Jika ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) > 0 : akar berada pada bagian interval atas, maka ๐‘ฅ๐‘Ž = ๐‘ฅ๐‘ dan kembali ke langkah 2. Pada kondisi ini akar di daerah interval ๐‘ฅ๐‘ dan ๐‘ฅ๐‘ iii. Jika ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) = 0 : akar setara

dengan ๐‘ฅ๐‘, hentikan perhitungan.

4. Metode false position adalah metode pencarian akar persamaan dengan memanfaatkan kemiringan dan selisih tinggi dari dua titik batas interval yang mengurung akar. Langkah-langkah metode false position:

a) Pilih ๐‘ฅ๐‘Ž dan ๐‘ฅ๐‘ sebagai taksiran akar.

Kemudian periksa apakah benar ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) < 0

b) Cari taksiran nilai akar baru (๐‘ฅ๐‘) dengan rumus:

๐‘ฅ๐‘= ๐‘ฅ๐‘Žโˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž) [ ๐‘ฅ๐‘โˆ’๐‘ฅ๐‘Ž

๐‘“(๐‘ฅ๐‘)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž)] atau ๐‘ฅ๐‘ =

(๐‘“(๐‘ฅ๐‘)๐‘ฅ๐‘Žโˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž)๐‘ฅ๐‘) ๐‘“(๐‘ฅ๐‘)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž)

c) Lakukan evaluasi untuk menentukan pada interval mana akar berada:

i. Jika ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) < 0 : akar berada pada bagian interval bawah, maka ๐‘ฅ๐‘ = ๐‘ฅ๐‘ dan kembali ke langkah 2. Hal ini menandakan akar di daerah interval ๐‘ฅ๐‘Ždan ๐‘ฅ๐‘.

ii. Jika ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) > 0 : akar berada pada bagian interval atas, maka ๐‘ฅ๐‘Ž = ๐‘ฅ๐‘ dan kembali ke langkah 2. Hal ini menandakan akar di daerah interval ๐‘ฅ๐‘ dan ๐‘ฅ๐‘.

iii. Jika ๐‘“(๐‘ฅ๐‘Ž). ๐‘“(๐‘ฅ๐‘) = 0 : akar setara dengan ๐‘ฅ๐‘, hentikan perhitungan.

5. Metode Newton Raphson adalah metode yang menggunakan satu titik awal ๐‘ฅ๐‘– sebagai nilai akar pertama dengan nilai fungsi ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–) . Ide dari metode Newton- Raphson adalah menghitung akar yang merupakan titik potong antara sumbu X dengan garis singgung pada kurva di titik [๐‘ฅ๐‘–, ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)] . Langkah-langkah metode Newton- Raphson:

a) Menentukan fungsi ๐‘“(๐‘ฅ) yang akan dicari akarnya.

b) Menentukan turunan fungsi: ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) c) Menginput nilai hampiran awal ๐‘ฅ0.

d) Menghitung nilai hampiran akar dengan : ๐‘ฅ๐‘–+1 = ๐‘ฅ๐‘–โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ๐‘–)

e) Menampilkan hasil setelah iterasi memenuhi kriteria penghentian iterasi.

6. Metode secant adalah metode yang menggunakan dua nilai hampiran akar sebelumya (๐‘ฅ๐‘–โˆ’1dan ๐‘ฅ๐‘–) untuk menentukan hampiran akar selanjutnya (๐‘ฅ๐‘–+1), tetapi tidak memperhatikan perubahan tanda dari ๐‘“(๐‘ฅ) . Nilai ๐‘ฅ๐‘–โˆ’1 adalah absis titik perpotongan garis lurus yang menghubungkan dua titik yaitu ๐‘ฅ๐‘–, ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–) dengan ๐‘ฅ๐‘–โˆ’1, ๐‘“(๐‘ฅ๐‘–โˆ’1) . Langkah-langkah Metode Secant:

a) Menentukan fungsi yang akan dihampiri nilai akarnya.

b) Menentukan xo dan x1 sebagai hampiran awal.

c) Mensubstitusi nilai xo dan x1 ke fungsi.

d) Menghitung nilai hampiran akar dengan:

๐‘ฅ๐‘–+1 = ๐‘ฅ๐‘–โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)(๐‘ฅ๐‘–โˆ’๐‘ฅ๐‘–โˆ’1)

๐‘“(๐‘ฅ๐‘–)โˆ’๐‘“(๐‘ฅ๐‘–โˆ’1)

e) Menampilkan hasil setelah iterasi memenuhi kriteria penghentian iterasi.

7. Terdapat beberapa kriteria penghentian iterasi, diantaranya:

a) Jika galat relatif (๐œ€๐‘ก) sudah lebih kecil dari toleransi (ฮต) yang diberikan:

|๐œ€๐‘ก| = |๐‘ฅcbaruโˆ’๐‘ฅclama

๐‘ฅcbaru | < ๐œ€

b) Jika iterasi sudah mencapai iterasi maksimal: ๐‘›๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘  = ๐‘

c) Jika nilai fungsi hampirannya sudah lebih kecil dari toleransi yang diberikan: |๐‘“(๐‘ฅ๐‘)| <

๐œ€

LATIHAN

1. Gunakan metode bisection untuk mencari salah satu akar persamaan:

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ4โˆ’ 2๐‘ฅ3โˆ’ 4๐‘ฅ2+ 4๐‘ฅ + 4 dengan toleransi 0,01 pada interval berikut:

a) [โˆ’2,0] b) [0,2] c) [1,2]

Bandingkan hasil yang diperoleh.

2. Gunakan metode false position untuk mencari salah satu akar dari persamaan: ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ3+ ๐‘ฅ2โˆ’ 3๐‘ฅ โˆ’ 3 pada interval [1,2] dengan toleransi 0,0001.

3. Tentukan hampiran nilai x menggunakan metode Newton-Raphson untuk persamaan ๐‘ฅ2+ 10 cos ๐‘ฅ pada toleransi 0,0005 dengan nilai awal:

a) 1 b) 3

Bandingkan hasil yang diperoleh.

4. Tentukan nilai dari โˆš10 menggunakan metode Newton-Raphson dengan toleransi 10โˆ’8!

(Petunjuk. Tentukan terlebih dahulu fungsi ๐‘“(๐‘ฅ))

5. Carilah solusi dari persamaan: ๐‘ฅ2โˆ’ 7 = 0 menggunakan metode secant dengan ๐‘ฅ0 = 2 dan ๐‘ฅ1= 3 (toleransi 0,0001).

6. Perhatikan gambar berikut!

Gunakan salah satu metode numerik untuk menentukan akar persamaan ๐‘ฅ โˆ’ sin(๐‘ฅ) โˆ’1

2= 0 yang disajikan pada gambar di atas. Sertakan alasan penggunaan metode.

7. Tuliskan persamaan dan perbedaan antara false position dan secant.

BAB 3

SOLUSI SISTEM PERSAMAAN LINIER

Tujuan:

Mahasiswa mampu

menerapkan pemikiran logis, kritis, dan sistematis dalam memahami konsep teoretis metode numerik yang terkait dengan penentuan solusi sistem persamaan linier.

Mahasiswamenunjukkan kinerja mandiri dan rasa tanggung jawab dalam

menerapkan konsep

teoretismetode numerik dalam menyelesaikan soal yang terkait dengan penentuan solusi sistem persamaan linier.

โ€œComing together is a beginning, staying together

is progress and working together is successโ€

(Henry Ford-pendiri Ford Motor Company)

Sistem persamaan linier ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dengan n persamaan dan n peubah memiliki bentuk umum sebagai berikut:

๐‘Ž11๐‘ฅ1+ ๐‘Ž12๐‘ฅ2+ ๐‘Ž13๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘1 ๐‘Ž21๐‘ฅ1+ ๐‘Ž22๐‘ฅ2+ ๐‘Ž23๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘2 ๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1 + ๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2+ ๐‘Ž๐‘›3๐‘ฅ3 + โ‹ฏ + ๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘๐‘›

Untuk menyelesaikan sistem persamaan linier tersebut dapat dilakukan dengan menuliskan sistem persamaan linier ke dalam bentuk notasi matriks, seperti berikut:

[

๐‘Ž11 ๐‘Ž12 ๐‘Ž13 โ€ฆ ๐‘Ž1๐‘› ๐‘Ž21 ๐‘Ž22 ๐‘Ž23

โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›1 ๐‘Ž๐‘›2 ๐‘Ž๐‘›3

โ€ฆ

โ€ฆ

โ€ฆ ๐‘Ž2๐‘›

โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›๐‘›

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2

โ€ฆ ๐‘ฅ๐‘›

] = [ ๐‘1 ๐‘2

โ€ฆ ๐‘๐‘›

] , dengan

[

๐‘Ž11 ๐‘Ž12 ๐‘Ž13 โ€ฆ ๐‘Ž1๐‘› ๐‘Ž21 ๐‘Ž22 ๐‘Ž23

โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›1 ๐‘Ž๐‘›2 ๐‘Ž๐‘›3

โ€ฆ

โ€ฆ

โ€ฆ ๐‘Ž2๐‘›

โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›๐‘›

] adalah matriks koefisien dan

[ ๐‘1 ๐‘2

โ€ฆ ๐‘๐‘›

] adalah matriks konstanta.

Sistem persamaan linier dalam bentuk notasi matriks dapat diselesaikan dengan metode langsung (metode analitik) atau metode iterasi (metode numerik).

3.1 Metode Langsung (Metode Analitik)

Metode langsung (metode analitik) dalam menentukan solusi sistem persamaan linier kurang efisien untuk menyelesaikan sistem persamaan linier yang besar. Beberapa metode langsung yang dapat diterapkan, yakni:

3.1.1 Eliminasi Gauss

Pada eliminasi Gauss, sistem persamaan linier ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dibentuk menjadi sistem persamaan segitiga atas ๐‘ˆ๐‘‹ = ๐‘Œ yang setara, kemudian solusi X diselesaikan memakai metode substitusi mundur.

Berikut ini contoh persamaan segitiga atas dalam bentuk matriks:

[

๐‘Ž ๐‘ ๐‘

0 ๐‘‘ ๐‘’

0 0 ๐‘“

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3] = [

๐‘ฆ1 ๐‘ฆ2 ๐‘ฆ3

]

Ide dari metode eliminasi Gauss adalah memanipulsi persamaan-persamaan yang ada dengan menghilangkan salah satu variabel dari persamaan- persamaan tersebut, sehingga tersisa satu persamaan dengan satu variabel (sistem persamaan segitiga atas).

Kemudian hasilnya disubtitusikan ke persamaan lain untuk memperoleh penyelesaian.

Pembentukan ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ menjadi sistem persamaan segitiga atas ๐‘ˆ๐‘‹ = ๐‘Œ dapat dilakukan dengan operasi baris elementer (OBE), yaitu:

1) Pertukarkan dua baris

2) Kalikan suatu baris dengan skalar yang tidak nol

3) Jumlahkan suatu baris dengan hasil kali pada baris yang lain.

Contoh:

1) Tentukan solusi sistem persamaan linier berikut dengan metode eliminasi Gauss

2๐‘ฅ1โˆ’ 7๐‘ฅ2 + 4๐‘ฅ3 = 9 ๐‘ฅ1+ 9๐‘ฅ2 โˆ’ 6๐‘ฅ3 = 1

โˆ’3๐‘ฅ1+ 8๐‘ฅ2+ 5๐‘ฅ3 = 6 Solusi.

Diketahui sistem persamaan linier:

2๐‘ฅ1โˆ’ 7๐‘ฅ2 + 4๐‘ฅ3 = 9 ๐‘ฅ1+ 9๐‘ฅ2 โˆ’ 6๐‘ฅ3 = 1

โˆ’3๐‘ฅ1+ 8๐‘ฅ2+ 5๐‘ฅ3 = 6

Bentuk matriks dari sistem persamaan linier ini adalah:

[

2 โˆ’7 4

1 9 โˆ’6

โˆ’3 8 5

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3] = [

9 1 6

]

Sistem persamaan akan dibentuk menjadi sistem persamaan segitiga atas menggunakan OBE:

[

2 โˆ’7 4

1 9 โˆ’6

โˆ’3 8 5

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 9 1 6

], kalikan baris ke-3 dengan 1

3 kemudian jumlahkan baris ke-2 dengan hasilnya:

[

2 โˆ’7 4

0 35

3 โˆ’13

3

โˆ’3 8 5

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 9 3 6

], kalikan baris ke- 1 dengan 3

2 kemudian jumlahkan baris ke-3 dengan hasilnya:

[

2 โˆ’7 4

0 35

3 โˆ’13

3

0 โˆ’5

2 11

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 9 3

39 2

], kalikan baris ke-2 dengan 3

14 kemudian jumlahkan baris ke-3 dengan hasilnya:

[

2 โˆ’7 4

0 35

3 โˆ’13

3

0 0 141

14

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 9 3

282 14

], kalikan baris ke- 2 dengan 3 dan kalikan baris ke-3 dengan 14:

[

2 โˆ’7 4

0 35 โˆ’13

0 0 141

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 9 9 282

]

Diperoleh sistem persamaan segitiga atas, yakni:

2๐‘ฅ1โˆ’ 7๐‘ฅ2+ 4๐‘ฅ3 = 9 35๐‘ฅ2โˆ’ 13๐‘ฅ3 = 9

141๐‘ฅ3 = 282, dimana ๐‘ฅ3 = 2

Dengan subtitusi mundur diperoleh: ๐‘ฅ1 = 4 dan ๐‘ฅ2 = 1

๏œ Solusi sistem persamaan linier adalah๐‘ฅ1 = 4 , ๐‘ฅ2 = 1, dan ๐‘ฅ3 = 2

3.1.2 Eliminasi Gauss Jordan

Eliminasi Gauss Jordan merupakan pengembangan dari eliminasi Gauss. Pada eliminasi Gauss Jordan, matriks koefisien dirubah menjadi matriks identitas, yakni bentuk ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dirubah menjadi bentuk ๐ผ๐‘‹ = ๐‘Œ , dimana I adalah matriks identitas. Berikut ini contoh bentuk ๐ผ๐‘‹ = ๐‘Œ:

[

1 0 0 โ€ฆ 0

0 1 0

โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ 0 0 0

โ€ฆ

โ€ฆ

โ€ฆ 0

โ€ฆ 1

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2

โ€ฆ ๐‘ฅ๐‘›

] = [ ๐‘1 ๐‘2

โ€ฆ ๐‘๐‘›

]

Contoh:

1) Tentukan solusi sistem persamaan linier berikut dengan metode eliminasi Gauss Jordan.

2๐‘ฅ1โˆ’ 7๐‘ฅ2 + 4๐‘ฅ3 = 9 ๐‘ฅ1+ 9๐‘ฅ2 โˆ’ 6๐‘ฅ3 = 1

โˆ’3๐‘ฅ1+ 8๐‘ฅ2+ 5๐‘ฅ3 = 6 Solusi.

Diketahui sistem persamaan linier:

2๐‘ฅ1โˆ’ 7๐‘ฅ2 + 4๐‘ฅ3 = 9 ๐‘ฅ1+ 9๐‘ฅ2 โˆ’ 6๐‘ฅ3 = 1

โˆ’3๐‘ฅ1+ 8๐‘ฅ2+ 5๐‘ฅ3 = 6

Bentuk matriks dari sistem persamaan linier ini adalah:

[

2 โˆ’7 4

1 9 โˆ’6

โˆ’3 8 5

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 9 1 6

]

Sistem persamaan akan dibentuk menjadi ๐ผ๐‘‹ = ๐‘Œ menggunakan OBE:

[

2 โˆ’7 4

1 9 โˆ’6

โˆ’3 8 5

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3] = [

9 1 6

] , kalikan baris ke- 1 dengan 1

2 diperoleh:

[

1 โˆ’7

2 2

0 35

3 โˆ’13

3

โˆ’3 8 5

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [

9 2

3 6

] , kalikan baris ke- 1 dengan โˆ’1 kemudian jumlahkan baris ke-2 dengan hasilnya dan kalikan baris ke-1 dengan 3 kemudian jumlahkan baris ke-3 dengan hasilnya:

[

1 โˆ’72 2 0 25

2 โˆ’8

0 โˆ’5

2 11]

[ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [

9 2

โˆ’7 2 39

2 ]

, kalikan baris ke-2

dengan 2

25 diperoleh:

[

1 โˆ’72 2 0 1 โˆ’16

25

0 โˆ’5

2 11 ] [

๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [

9 2

โˆ’7 25 39 2]

, kalikan baris ke-2

dengan 7

2 kemudian jumlahkan baris ke-1 dengan hasilnya dan kalikan baris ke-2 dengan 5

2 kemudian jumlahkan baris ke-3 dengan hasilnya:

[

1 0 โˆ’625

0 1 โˆ’16

25

0 0 47

5 ] [

๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [

88 25

โˆ’7 25 94 5]

, kalikan baris ke-3

dengan 5

47 diperoleh:

[

1 0 โˆ’6

25

0 1 โˆ’16

25

0 0 1

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3] = [

88 25

โˆ’7 25

2

], kalikan baris ke-3 dengan 6

25 kemudian jumlahkan baris ke-1 dengan hasilnya dan kalikan baris ke-3 dengan 16

25 kemudian jumlahkan baris ke-2 dengan hasilnya:

[

1 0 0 0 1 0 0 0 1

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3

] = [ 4 1 2

]

Solusi sistem persamaan linier adalah ๐‘ฅ1 = 4 , ๐‘ฅ2 = 1, dan ๐‘ฅ3 = 2

3.1.3 Eliminasi Gauss Jordan dengan Pivoting Pada sistem persamaan linier dikenal adanya persamaan pivot (persamaan tumpuan), yakni persamaan pada baris pertama.

๐‘Ž11๐‘ฅ1+ ๐‘Ž12๐‘ฅ2 + ๐‘Ž13๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘1 โ†’ persamaan pivot dengan ๐‘Ž11 adalah elemen pivot ๐‘Ž21๐‘ฅ1+ ๐‘Ž22๐‘ฅ2 + ๐‘Ž23๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘2

๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1+ ๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2+ ๐‘Ž๐‘›3๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘๐‘›

Jika elemen pivot = 0 (sangat kecil), maka akan muncul pembagian dengan nol. Oleh karena itu perlu dilakukan proses pivoting, yakni mempertukarkan baris-baris yang ada dalam sistem persamaan linier, sehingga elemen pivot adalah elemen terbesar.

Contoh:

1) Tentukan solusi sistem persamaan linier berikut.

0,0003๐‘ฅ1 + 3๐‘ฅ2 = 2,0001 ๐‘ฅ1+ ๐‘ฅ2 = 1

Solusi.

Diketahui sistem persamaan linier:

0,0003๐‘ฅ1 + 3๐‘ฅ2 = 2,0001 ๐‘ฅ1+ ๐‘ฅ2 = 1

Bentuk matriks dari sistem persamaan linier ini adalah:

[0,0003 3 1 1] [๐‘ฅ1

๐‘ฅ2] = [2,0001 1 ]

Elemen pivotnya adalah 0,0003 sehingga perlu dilakukan pivoting, yakni dengan menukar baris ke-1 dengan ke-2 diperoleh:

[ 1 1

0,0003 3] [๐‘ฅ1

๐‘ฅ2] = [ 1

2,0001] , kalikan baris ke-1 dengan -0,0003 kemudian jumlahkan baris ke-2 dengan hasilnya:

[1 1

0 2,9997] [๐‘ฅ1

๐‘ฅ2] = [ 1

1,9998] , kalikan baris ke-2 dengan 1

2,9997 diperoleh:

[1 1 0 1] [๐‘ฅ1

๐‘ฅ2] = [ 1

0,67] , kalikan baris ke-2 dengan -1 kemudian jumlahkan baris ke-1 dengan hasilnya:

[1 0 0 1] [๐‘ฅ1

๐‘ฅ2] = [0,33 0,67]

๏œ Solusi sistem persamaan linier adalah ๐‘ฅ1 = 0,33 dan๐‘ฅ2 = 0,67

Seperti telah dinyatakan sebelumnya bahwa metode langsung memiliki keterbatasan dalam menangani sistem persamaan linier yang besar, sehingga diperlukan metode numerik untuk mengatasinya. Selanjutnya, akan dibahas mengenai

metode iterasi yang merupakan metode numerik dalam menyelesaiakan sistem persamaan linier.

3.2 Metode Iterasi

Metode iterasi dimulai dari penentuan nilai awal vektor ๐‘ฅ0 sebagai suatu penyelesaian awal untuk x.

Sistem persamaan ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dituliskan menjadi

๐ผ๐‘‹ = (๐ผ โˆ’ ๐ด)๐‘‹ + ๐ต, sehingga sistem persamaan untuk iterasi ke-k adalah:

๐ผ๐‘‹(๐‘˜) = (๐ผ โˆ’ ๐ด)๐‘‹(๐‘˜โˆ’1)+ ๐‘ ; dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ dan ๐‘ฅ0adalah tebakan awal.

Beberapa metode iterasi yang dapat diterapkan adalah iterasi Jacobi dan iterasi Gauss Seidel.

3.2.1 Iterasi Jacobi

Misalkan terdapat sistem persamaan ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dengan elemen-elemen diagonal semuanya tidak nol, yakni:

๐‘Ž11๐‘ฅ1+ ๐‘Ž12๐‘ฅ2 + ๐‘Ž13๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘1 ๐‘Ž21๐‘ฅ1+ ๐‘Ž22๐‘ฅ2 + ๐‘Ž23๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘2 ๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1+ ๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2+ ๐‘Ž๐‘›3๐‘ฅ3+ โ‹ฏ + ๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘ฅ๐‘› = ๐‘๐‘›

Jika ๐‘Ž๐‘–๐‘– = 0 atau nilainya kecil, maka harus diadakan pengaturan sehingga ๐‘Ž๐‘–๐‘– โ‰  0 (dilakukan penukaran baris-baris dan kolom-kolom). Persamaan pertama pada sistem persamaaan linier dapat diselesaikan untuk ๐‘ฅ1, persamaan kedua untuk ๐‘ฅ2 dan seterusnya yang dituliskan sebagai berikut:

๐‘ฅ1 = ๐‘1โˆ’๐‘Ž12๐‘ฅ2โˆ’๐‘Ž13๐‘ฅ3โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›

๐‘Ž11

๐‘ฅ2 = ๐‘2โˆ’๐‘Ž21๐‘ฅ1โˆ’๐‘Ž23๐‘ฅ3โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›

๐‘Ž22

โ‹ฎ

๐‘ฅ๐‘› =๐‘๐‘›โˆ’๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1โˆ’๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž๐‘›๐‘›โˆ’1๐‘ฅ๐‘›โˆ’1

๐‘Ž๐‘›๐‘›

Proses iterasi untuk memperoleh nilai hampiran ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› dimulai dengan menentukan tebakan awal untuk nilai x tersebut, yakni ๐‘ฅ๐‘–(0). Berdasarkan tebakan awal ini akan diperoleh nilai ๐‘ฅ๐‘–(1) dan iterasi berlanjut hingga diperoleh nilai ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜). Kondisi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘ฅ1(๐‘˜)= ๐‘1โˆ’๐‘Ž12๐‘ฅ2(๐‘˜โˆ’1)โˆ’๐‘Ž13๐‘ฅ3(๐‘˜โˆ’1)โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž11

๐‘ฅ2(๐‘˜) =๐‘2โˆ’๐‘Ž21๐‘ฅ1(๐‘˜โˆ’1)โˆ’๐‘Ž23๐‘ฅ3(๐‘˜โˆ’1)โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž22

โ‹ฎ

๐‘ฅ๐‘›(๐‘˜)=๐‘๐‘›โˆ’๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1(๐‘˜โˆ’1)โˆ’๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2(๐‘˜โˆ’1)โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž๐‘›๐‘›โˆ’1๐‘ฅ๐‘›โˆ’1(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž๐‘›๐‘›

Secara umum dapat dituliskan:

dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘–(0)adalah tebakan awal, dan ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜) adalah nilai hampiran ke-k untuk ๐‘˜ = 1,2, โ€ฆ

Berikut ini langkah-langkah Iterasi Jacobi:

a) Menentukan sistem persamaan.

๐’™๐’Š(๐’Œ)=

๐’ƒ๐’Šโˆ’ ๐’‹=๐Ÿ๐’ ๐’‚๐’Š๐’‹๐’™๐’‹(๐’Œโˆ’๐Ÿ) ๐’‹โ‰ ๐’Š

๐’‚๐’Š๐’Š

b) Menentukan penyelesaian awal/tebakan awal (๐‘ฅ๐‘–(0))

c) Menentukan iterasi maksimum atau toleransi d) Membentuk sistem persamaan menjadi ๐‘ฅ๐‘–(๐‘›) =

๐‘๐‘–โˆ’ ๐‘›๐‘—=1๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—(๐‘›โˆ’1) ๐‘—โ‰ ๐‘–

๐‘Ž๐‘–๐‘– , dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ

e) Iterasi dihentikan jika memenuhi kriteria konvergen, yakni:

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max |๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | < toleransi f) Menampilkan hasil

Contoh:

1. Tentukan solusi sistem persamaan linier berikut menggunakan iterasi Jacobi dengan ๐‘ฅ๐‘–(0) = 0 dan toleransi 0,01!

10๐‘ฅ1โˆ’ ๐‘ฅ2+ 2๐‘ฅ3 = 6

โˆ’๐‘ฅ1+ 11๐‘ฅ2โˆ’ ๐‘ฅ3+ 3๐‘ฅ4 = 25 2๐‘ฅ1 โˆ’ ๐‘ฅ2 + 10๐‘ฅ3โˆ’ ๐‘ฅ4 = โˆ’11 3๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ3+ 8๐‘ฅ4 = 15

Solusi:

Sistem persamaan linier diubah ke dalam bentuk:

๐‘ฅ1 =6+๐‘ฅ2โˆ’2๐‘ฅ3

10 ๐‘ฅ2 = 25+๐‘ฅ1+๐‘ฅ3โˆ’3๐‘ฅ4

11

๐‘ฅ3 = โˆ’11โˆ’2๐‘ฅ1+๐‘ฅ2+๐‘ฅ4

10

๐‘ฅ4 = 15โˆ’3๐‘ฅ2+๐‘ฅ3

8

Karena ๐‘ฅ1(0) = ๐‘ฅ2(0)= ๐‘ฅ3(0)= ๐‘ฅ4(0) = 0, maka:

Iterasi 1 (Pengulangan perhitungan pertama).

๐‘ฅ1(1)= 6+๐‘ฅ2(0)โˆ’2๐‘ฅ3(0)

10 = 0,6 ๐‘ฅ2(1) =25+๐‘ฅ1(0)+๐‘ฅ3(0)โˆ’3๐‘ฅ4(0)

11 = 2,2727 ๐‘ฅ3(1) =โˆ’11โˆ’2๐‘ฅ1(0)+๐‘ฅ2(0)+๐‘ฅ4(0)

10 = โˆ’1,1

๐‘ฅ4(1) =15โˆ’3๐‘ฅ2(0)+๐‘ฅ3(0)

8 = 1,875

Penentuan galat pada iterasi 1, yakni:

|๐œ€1| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|0,6โˆ’0

0,6 | = 1

|๐œ€2| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|2,2727โˆ’0

2,2727 | = 1

|๐œ€3| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|โˆ’1,1โˆ’0

โˆ’1,1 | = 1

|๐œ€4| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|1,875โˆ’0

1,875 | = 1

Diperoleh bahwa max

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›|๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | =

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max(1; 1; 1; 1) = 1 > toleransi , sehingga dilanjutkan ke iterasi 2.

Lebih lanjut proses iterasi Jacobi disajikan pada tabel berikut:

iterasi x1 x2 x3 x4 |๐œบ๐Ÿ| |๐œบ๐Ÿ| |๐œบ๐Ÿ‘| |๐œบ๐Ÿ’| tol

0 0 0 0 0

1 0,6 2,2727 -1,1 1,875 1 1 1 1 0,01

2 1,0473 1,7159 -0,8052 0,8852 0,4271 0,3245 0,3661 1,1181 0,01 3 0,9326 2,0533 -1,0493 1,1309 0,1229 0,1643 0,2326 0,2172 0,01 4 1,0152 1,9537 -0,9681 0,9738 0,0813 0,0510 0,0839 0,1613 0,01 5 0,989 2,0114 -1,0103 1,0214 0,0265 0,0287 0,0417 0,0465 0,01 6 1,0032 1,9922 -0,9945 0,9944 0,0142 0,0096 0,0159 0,0271 0,01 7 0,9981 2,0023 -1,002 1,0036 0,0051 0,0050 0,0074 0,0091 0,01 8 1,0006 1,9987 -0,999 0,9989 0,0025 0,0018 0,0029 0,0047 0,01

Berdasarkan hasil iterasi diperoleh solusi sistem persamaan linier adalah

๐‘ฅ1 = 1,00; ๐‘ฅ2 = 1,998; ๐‘ฅ3 = โˆ’0,999; ๐‘ฅ4 = 0,9989

karena max

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›|๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | =

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max(0,0025; 0,0018; 0,0029; 0,0047) = 0,0047 < toleransi

3.2.2 Iterasi Gauss Seidel

Iterasi Gauss Seidel merupakan modifikasi dari iterasi Jacobi, yaitu setiap nilai ๐‘ฅ๐‘– yang baru dihasilkan segera dipakai pada persamaan berikutnya untuk

menentukan nilai yang lainnya. Kondisi ini dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘ฅ1(๐‘˜)= ๐‘1โˆ’๐‘Ž12๐‘ฅ2(๐‘˜โˆ’1)โˆ’๐‘Ž13๐‘ฅ3(๐‘˜โˆ’1)โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž11

๐‘ฅ2(๐‘˜) =๐‘2โˆ’๐‘Ž21๐‘ฅ1(๐‘˜)โˆ’๐‘Ž23๐‘ฅ3(๐‘˜โˆ’1)โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž1๐‘›๐‘ฅ๐‘›(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž22

โ‹ฎ

๐‘ฅ๐‘›(๐‘˜)=๐‘๐‘›โˆ’๐‘Ž๐‘›1๐‘ฅ1(๐‘˜)โˆ’๐‘Ž๐‘›2๐‘ฅ2(๐‘˜)โˆ’โ‹ฏโˆ’๐‘Ž๐‘›๐‘›โˆ’1๐‘ฅ๐‘›โˆ’1(๐‘˜)

๐‘Ž๐‘›๐‘›

Secara umum, sistem persamaan tersebut dapat dituliskan:

dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘–(0)adalah tebakan awal, dan ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜) adalah nilai hampiran ke-k untuk ๐‘˜ = 1,2, โ€ฆ

Penggunaan nilai ๐‘ฅ๐‘– yang baru diperoleh pada persamaan berikutnya mengakibatkan konvergensi pada iterasi Gauss Seidel lebih cepat dibandingkan iterasi Jacobi.

Langkah-langkah Iterasi Gauss Seidel, yakni:

1) Menentukan sistem persamaan.

2) Menentukan penyelesaian awal (๐‘ฅ๐‘–(0))

3) Menentukan iterasi maksimum atau toleransi ๐’™๐’Š(๐’Œ)= ๐’ƒ๐’Šโˆ’ ๐’‚๐’Š๐’‹๐’™๐’‹

๐’Šโˆ’๐Ÿ (๐’Œ)

๐’‹=๐Ÿ โˆ’ ๐’๐’‹+๐Ÿ๐’‚๐’Š๐’‹๐’™๐’‹(๐’Œโˆ’๐Ÿ)

๐’‚๐’Š๐’Š

4) Membentuk sistem persamaan menjadi ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜)=

๐‘๐‘–โˆ’ ๐‘–โˆ’1๐‘—=1๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—(๐‘˜)โˆ’ ๐‘›๐‘—+1๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž๐‘–๐‘– , dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ 5) Iterasi dihentikan jika memenuhi kriteria

konvergen, yakni: max

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›|๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | < toleransi 6) Menampilkan hasil

Contoh:

1) Tentukan solusi sistem persamaan linier berikut dengan iterasi Gauss Seidel dengan ๐‘ฅ๐‘–(0) = 0 dan toleransi 0,01!

10๐‘ฅ1โˆ’ ๐‘ฅ2+ 2๐‘ฅ3 = 6

โˆ’๐‘ฅ1+ 11๐‘ฅ2โˆ’ ๐‘ฅ3+ 3๐‘ฅ4 = 25 2๐‘ฅ1โˆ’ ๐‘ฅ2+ 10๐‘ฅ3โˆ’ ๐‘ฅ4 = โˆ’11 3๐‘ฅ2โˆ’ ๐‘ฅ3+ 8๐‘ฅ4 = 15

Solusi:

Sistem persamaan linier diubah ke dalam bentuk:

๐‘ฅ1 =6+๐‘ฅ2โˆ’2๐‘ฅ3

10 ๐‘ฅ2 = 25+๐‘ฅ1+๐‘ฅ3โˆ’3๐‘ฅ4

11

๐‘ฅ3 = โˆ’11โˆ’2๐‘ฅ1+๐‘ฅ2+๐‘ฅ4

10

๐‘ฅ4 = 15โˆ’3๐‘ฅ2+๐‘ฅ3

8

Karena ๐‘ฅ1(0)= ๐‘ฅ2(0) = ๐‘ฅ3(0) = ๐‘ฅ4(0)= 0, maka:

Iterasi 1 (Pengulangan perhitungan pertama).

๐‘ฅ1(1) =6+๐‘ฅ2(0)โˆ’2๐‘ฅ3(0)

10 = 0,6

๐‘ฅ2(1) =25+๐‘ฅ1(1)+๐‘ฅ3(0)โˆ’3๐‘ฅ4(0)

11 = 2,3273 ๐‘ฅ3(1) =โˆ’11โˆ’2๐‘ฅ1(1)+๐‘ฅ2(1)+๐‘ฅ4(0)

10 = โˆ’0,9873 ๐‘ฅ4(1) =15โˆ’3๐‘ฅ2(1)+๐‘ฅ3(1)

8 = 0,8789

Penentuan galat pada iterasi 1, yakni:

|๐œ€1| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|0,6โˆ’0

0,6 | = 1

|๐œ€2| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|2,3273โˆ’0

2,3273 | = 1

|๐œ€3| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|โˆ’0,9873โˆ’0

โˆ’0,9873 | = 1

|๐œ€4| =

|nilai hampiran sekarangโˆ’nilai hampiran sebelumnya nilai hampiran sekarang | =

|0,8789โˆ’0

0,8789 | = 1

Diperoleh bahwa max

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›|๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | =

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max(1; 1; 1; 1) = 1 > toleransi , sehingga dilanjutkan ke iterasi 2.

Lebih lanjut proses iterasi Gauss Seidel disajikan pada tabel berikut:

iterasi x1 x2 x3 x4 |๐œบ๐Ÿ| |๐œบ๐Ÿ| |๐œบ๐Ÿ‘| |๐œบ๐Ÿ’| tol

0 0 0 0 0

1 0,6 2,3273 -0,9873 0,8789 1 1 1 1 0,01

2 1,0302 2,0369 -1,0145 0,9843 0,4176 0,1425 0,0268 0,1072 0,01 3 1,0066 2,0036 -1,0025 0,9984 0,0234 0,0167 0,0119 0,0140 0,01 4 1,0009 2,0003 -1,0003 0,9998 0,0057 0,0016 0,0022 0,0015 0,01

Berdasarkan hasil iterasi diperoleh solusi sistem persamaan linier adalah ๐‘ฅ1 = 1,0009;

๐‘ฅ2 = 2,0003 ; ๐‘ฅ3 = โˆ’1,0003 ; ๐‘ฅ4 = 0,9998

karena max

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›|๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | =

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max(0,0057; 0,0016; 0,0022; 0,0015) = 0,0057 < toleransi

Iterasi pada Jacobi dan Gauss Seidel bisa saja tidak konvergen (menuju suatu nilai tertentu) jika matriks tidak diagonal utama (Kaw, 2011). Suatu matriks dikatakan diagonal utama jika koefisien pada diagonal utama lebih besar atau sama dengan jumlah koefisien pada baris itu. Kondisi ini dituliskan sebagai berikut:

๐ด๐‘ฅ = ๐‘ โ†” [

๐‘Ž11 ๐‘Ž12 ๐‘Ž13 โ€ฆ ๐‘Ž1๐‘› ๐‘Ž21 ๐‘Ž22 ๐‘Ž23

โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ

๐‘Ž๐‘›1 ๐‘Ž๐‘›2 ๐‘Ž๐‘›3

โ€ฆ

โ€ฆ

โ€ฆ ๐‘Ž2๐‘›

โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›๐‘›

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2

โ€ฆ ๐‘ฅ๐‘›

] = [ ๐‘1 ๐‘2

โ€ฆ ๐‘๐‘›

] ,

matriks A dikatakan diagonal utama jika untuk setiap i berlaku |๐‘Ž๐‘–๐‘–| โ‰ฅ ๐‘›๐‘—=1|๐‘Ž๐‘–๐‘—|

๐‘—โ‰ ๐‘–

, atau untuk paling sedikit satu

i berlaku |๐‘Ž๐‘–๐‘–| โ‰ฅ ๐‘›๐‘—=1|๐‘Ž๐‘–๐‘—|

๐‘—โ‰ ๐‘–

. Jadi jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka proses iterasi bisa konvergen atau bisa tidak konvergen.

Contoh:

1) Tentukan apakah sistem persamaan linier berikut membentuk matriks diagonal utama.

๐‘ฅ1+ ๐‘ฅ2 + ๐‘ฅ3 = 3 2๐‘ฅ1+ 3๐‘ฅ2 + 4๐‘ฅ3 = 9 ๐‘ฅ1+ 7๐‘ฅ2 + ๐‘ฅ3 = 9 Solusi.

Sistem persamaan linier dapat dibentuk dalam notasi matriks, yakni:

[

1 1 1 2 3 4 1 7 1

] [ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3] = [

3 9 9

]

Akan ditunjukkan apakah matriks keofisien membentuk diagonal utama. Untuk itu, tinjau matriks [1 1 1

2 3 4 1 7 1

] dengan kondisi:

|๐‘Ž11| = |1| = 1 < |๐‘Ž12| + |๐‘Ž13| = |1| + |1| = 2

|๐‘Ž22| = |3| = 3 < |๐‘Ž21| + |๐‘Ž23| = |2| + |4| = 6

|๐‘Ž33| = |1| = 1 < |๐‘Ž31| + |๐‘Ž32| = |1| + |7| = 8 Berdasarkan kondisi tersebut diketahui bahwa matriks keofisien bukan diagonal utama.

Meskipun dilakukan pertukaran baris pada sistem persamaan, matriks keofisien tetap tidak memenuhi kondisi diagonal utama yang disyaratkan.

RANGKUMAN

1. Sistem persamaan linier ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dengan n persamaan dan n peubah dapat dituliskan ke dalam bentuk notasi matriks dan dapat diselesaikan dengan metode langsung (metode analitik) atau metode iterasi (metode numerik).

2. Metode langsung (metode analitik) adalah metode penentuan solusi sistem persamaan linier yang umum digunakan pada sistem persamaan yang tidak terlalu besar. Beberapa metode langsung yang dapat diterapkan, yakni:

a) Eliminasi Gauss

Konsep dasar eliminasi Gauss adalah mengubah sistem persamaan linier ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ menjadi sistem persamaan segitiga atas ๐‘ˆ๐‘‹ = ๐‘Œ.

Pembentukan ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ menjadi sistem persamaan segitiga atas ๐‘ˆ๐‘‹ = ๐‘Œ dapat dilakukan dengan operasi baris elementer (OBE), yaitu:

i. Pertukarkan dua baris

ii. Kalikan suatu baris dengan skalar yang tidak nol

iii. Jumlahkan suatu baris dengan hasil kali pada baris yang lain.

b) Eliminasi Gauss Jordan

Pada eliminasi Gauss Jordan, matriks koefisien dirubah menjadi matriks identitas, yakni bentuk ๐ด๐‘ฅ = ๐‘ dirubah menjadi bentuk ๐ผ๐‘‹ = ๐‘Œ, dimana I adalah matriks identitas.

c) Eliminasi Gauss Jordan dengan Pivoting Persamaan pivot (persamaan tumpuan), yakni persamaan pada baris pertama. Proses pivoting, yakni mempertukarkan baris-baris yang ada dalam sistem persamaan linier, sehingga elemen pivot adalah elemen terbesar.

3. Metode iterasi adalah metode numerik untuk mengatasi keterbatasan metode analitik dalam menangani sistem persamaan linier yang besar.

Metode iterasi dimulai dari penentuan nilai awal vektor ๐‘ฅ0 sebagai suatu penyelesaian awal untuk x. Beberapa metode iterasi yang dapat diterapkan, yakni:

a) Iterasi Jacobi

Proses iterasi Jacobi dilakukan untuk memperoleh nilai hampiran ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘› dimulai dengan menentukan tebakan awal untuk nilai x tersebut, yakni ๐‘ฅ๐‘–(0). Berdasarkan tebakan awal ini akan diperoleh nilai ๐‘ฅ๐‘–(1) dan iterasi berlanjut hingga diperoleh nilai ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜) . Langkah-langkah Iterasi Jacobi:

i. Menentukan sistem persamaan.

ii. Menentukan penyelesaian awal/tebakan awal (๐‘ฅ๐‘–(0))

iii. Menentukan iterasi maksimum atau toleransi

iv. Membentuk sistem persamaan menjadi ๐‘ฅ๐‘–(๐‘›) =

๐‘๐‘–โˆ’ ๐‘›๐‘—=1๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—(๐‘›โˆ’1) ๐‘—โ‰ ๐‘–

๐‘Ž๐‘–๐‘– ,

dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘–(0)adalah tebakan awal, dan ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜) adalah nilai hampiran ke-k untuk ๐‘˜ = 1,2, โ€ฆ

v. Iterasi dihentikan jika memenuhi kriteria konvergen, yakni:

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max|๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | < toleransi vi. Menampilkan hasil

b) Iterasi Gauss Seidel

Iterasi Gauss Seidel merupakan modifikasi dari iterasi Jacobi, yaitu setiap nilai ๐‘ฅ๐‘– yang baru dihasilkan segera dipakai pada persamaan berikutnya untuk menentukan nilai yang lainnya.

Langkah-langkah Iterasi Gauss Seidel, yakni:

i. Menentukan sistem persamaan.

ii. Menentukan penyelesaian awal (๐‘ฅ๐‘–(0)) iii. Menentukan iterasi maksimum atau

toleransi

iv. Membentuk sistem persamaan

menjadi ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜)=

๐‘๐‘–โˆ’ ๐‘–โˆ’1๐‘—=1๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—(๐‘˜)โˆ’ ๐‘›๐‘—+1๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ฅ๐‘—(๐‘˜โˆ’1)

๐‘Ž๐‘–๐‘– , dimana ๐‘› = 1, 2, โ€ฆ , ๐‘ฅ๐‘–(0)adalah tebakan awal, dan ๐‘ฅ๐‘–(๐‘˜) adalah nilai hampiran ke-k untuk ๐‘˜ = 1,2, โ€ฆ

v. Iterasi dihentikan jika memenuhi kriteria konvergen, yakni:

1โ‰ค๐‘–โ‰ค๐‘›max |๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’๐‘ฅ๐‘–๐‘—โˆ’1

๐‘ฅ๐‘–๐‘— | < toleransi vi. Menampilkan hasil

4. Iterasi Jacobi dan Gauss Seidel bisa saja tidak konvergen jika matriks tidak diagonal utama.

Matriks [

๐‘Ž11 ๐‘Ž12 ๐‘Ž13 โ€ฆ ๐‘Ž1๐‘› ๐‘Ž21 ๐‘Ž22 ๐‘Ž23

โ€ฆ โ€ฆ โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›1 ๐‘Ž๐‘›2 ๐‘Ž๐‘›3

โ€ฆ

โ€ฆ

โ€ฆ ๐‘Ž2๐‘›

โ€ฆ ๐‘Ž๐‘›๐‘›

] dikatakan diagonal utama jika jika |๐‘Ž๐‘–๐‘–| โ‰ฅ ๐‘›๐‘—=1|๐‘Ž๐‘–๐‘—|

๐‘—โ‰ ๐‘–

.

LATIHAN

1. Manakah dari sistem persamaan berikut yang memiliki diagonal utama:

a) [

12 6 0

2 โˆ’3 2

0 6 13

] b) [

7 5 โˆ’1

1 โˆ’4 1

0 2 โˆ’3

]

2. Gunakan metode iterasi untuk mentukan solusi sistem persamaan linier berikut dengan nilai awal [๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ3] = [1 2 1].

12๐‘ฅ1 + 7๐‘ฅ2 + 3๐‘ฅ3 = 22 ๐‘ฅ1+ 5๐‘ฅ2 + ๐‘ฅ3 = 7 2๐‘ฅ1+ 7๐‘ฅ2 โˆ’ 11๐‘ฅ3 = โˆ’2

3. Tentukan solusi sistem persamaan linier berikut dengan iterasi Jacobi dan iterasi Gauss Seidel dengan ๐‘ฅ๐‘–(0) = 1 dan toleransi 0,5. Kemudian bandingkan hasil yang diperoleh.

4๐‘ฅ1+ 2๐‘ฅ2+ ๐‘ฅ3 = 11

โˆ’๐‘ฅ1+ 2๐‘ฅ2 = 3 2๐‘ฅ1+ ๐‘ฅ2+ 4๐‘ฅ3 = 16

4. Susunlah suatu formula pada Microsoft Excel untuk menerjemahkan langkah-langkah pada iterasi Gauss Siedel! Kemudian tentukan solusi sistem persamaan linier berikut

4๐‘ฅ1+ ๐‘ฅ2โˆ’ ๐‘ฅ3 = 3

๐‘ฅ1+ 6๐‘ฅ2โˆ’ 2๐‘ฅ3+ ๐‘ฅ4โˆ’ ๐‘ฅ5 = โˆ’6 ๐‘ฅ2+ 5๐‘ฅ3โˆ’ ๐‘ฅ5+ ๐‘ฅ6 = โˆ’5 2๐‘ฅ2+ 5๐‘ฅ4โˆ’ ๐‘ฅ5โˆ’ ๐‘ฅ7โˆ’ ๐‘ฅ8 = 0

โˆ’๐‘ฅ3โˆ’ ๐‘ฅ4 + 6๐‘ฅ5โˆ’ ๐‘ฅ6โˆ’ ๐‘ฅ8 = 12

โˆ’๐‘ฅ3โˆ’ ๐‘ฅ5 + 5๐‘ฅ6 = โˆ’12

โˆ’๐‘ฅ4+ 4๐‘ฅ7โˆ’ ๐‘ฅ8 = โˆ’2

โˆ’๐‘ฅ4โˆ’ ๐‘ฅ5 โˆ’ ๐‘ฅ7 + 5๐‘ฅ8 = 2

5. Dalamsuatu kondisi, ditemukan bahwahubungan antara biaya operasimobilterhadap kecepatanmengikutibentuk fungsi kuadrat.

Gunakandata yangditunjukkan di bawah iniuntuk memperoleh suatu sistem persamaan. Kemudian gunakansistem persamaan tersebut untuk menentukanbiaya operasimobilsaatkecepatan 60km/jamdan80 km/jam.

Kecepatan (km/jam)

Biaya operasi per km (dalam ribu)

10 20 50

22 20 20

Petunjuk.๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘Ž๐‘ฅ2+ ๐‘๐‘ฅ + ๐‘, dimana x adalah kecepatan dan ๐‘“(๐‘ฅ) adalah biaya operasi.Gunakanlah metode numerik untuk menentukannya.Sertakan alasan penggunaan metode.

6. Suatu perusahaan perumahan meminjam Rp 2.250.000.000,00 dari tiga bank yang berbeda untuk memperluas jangkauan bisnisnya. Suku bunga dari ketiga bank tersebut adalah 5%, 6%, dan 7%. Tentukan berapa pinjaman perusahaan tersebut terhadap masing-masing bank jika bunga tahunan yang harus dibayar perusahaan tersebut adalah Rp 130.000.000,00 dan banyaknya uang yang dipinjam dengan bunga 5% sama dengan dua kali uang yang dipinjam dengan bunga 7%?

Gunakanlah metode numerik untuk menentukannya! Sertakan alasan penggunaan metode.

BAB 4

INTERPOLASI

4.1 Polinomial Taylor

Kebanyakan metode-metode numerik yang diturunkan berdasarkan pada penghampiran fungsi ke dalam bentuk polinom (suku banyak). Fungsi yang

Tujuan:

Mahasiswa mampu menerapkan

pemikiran logis, kritis, dan sistematis dalam memahami konsep teoretismetode interpolasi.

Mahasiswamenunjukk an kinerja mandiri dan rasa tanggung jawab dalam menerapkan konsep teoretismetode interpolasi dalam menyelesaikan soal.

โ€œPembelajaran tidak didapat dari kebetulan semata. Ia harus dicari dengan semangat dan disimak dengan tekunโ€

(Abigail Adams-Ibu Negara Amerika Serikat

kedua)

bentuknya kompleks menjadi lebih sederhana bila dihampiri dengan polinom, karena polinom merupakan bentuk fungsi yang paling mudah dipahami kelakuannya.

Sebuah fungsi dapat diekspansikan menjadi polinomial orde ke-n yang dikenal sebagai Deret Taylor.

Deret Taylor merupakan konsep yang berguna untuk menurunkan suatu metode numerik. Deret Taylor memberikan nilai hampiran bagi suatu fungsi pada suatu titik berdasarkan nilai fungsi dan turunannya pada titik yang lain. Deret ini merupakan representasi fungsi matematika sebagai jumlahan tak hingga dari suku-suku yang nilainya dihitung dari turunan fungsi tersebut di suatu titik. Deret ini dapat dianggap sebagai limit polinomial Taylor. Bila deret tersebut terpusat di titik nol, deret tersebut dinamakan sebagai Deret Mclaurin.

Teorema Deret Taylor (Bartle, 2000).Andaikan ๐‘› โˆˆ โ„• , misalkan ๐ผ โ‰” [๐‘Ž, ๐‘] dan ๐‘“: ๐ผ โ†’ โ„ sedemikian sehingga ๐‘“ dan semua turunannya ๐‘“โ€™, ๐‘“โ€, ๐‘“โ€™โ€, โ€ฆ , ๐‘“(๐‘›) kontinu pada selang ๐ผ dan ๐‘“(๐‘›+1) ada pada selang [๐‘Ž, ๐‘].Jika ๐‘ฅ0 โˆˆ [๐‘Ž, ๐‘], maka untuk nilai-nilai x di ๐ผ terdapat titik ๐‘ di antara ๐‘ฅ dan ๐‘ฅ0sedemikian sehingga:

๐’‡(๐’™) = ๐’‡(๐’™๐ŸŽ) + ๐’‡โ€ฒ(๐’™๐ŸŽ)(๐’™ โˆ’ ๐’™๐ŸŽ) + ๐’‡โ€ฒโ€ฒ(๐’™๐ŸŽ)(๐’™โˆ’๐’™๐ŸŽ)๐Ÿ

๐Ÿ! + โ‹ฏ + ๐’‡(๐’)(๐’™๐ŸŽ)(๐’™โˆ’๐’™๐ŸŽ)๐’

๐’! + ๐’‡(๐’+๐Ÿ)(๐’„)(๐’™โˆ’๐’™๐ŸŽ)(๐’+๐Ÿ)

(๐’+๐Ÿ)!

Dalam dokumen Pengantar Metode Numerik (Halaman 65-81)

Dokumen terkait