BAB II KAJIAN TEORI
2. Metode Pembelajaran Al-Qur’an
Metode pembelajaran Al-Qur’an merupakan faktor dominan dalam menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, pendidik diharapkan dapat memberikan metode yang cocok dan efektif dalam pengajaran Al-Qur’an agar tidak mengalami kesulitan dan dapat mencapai tujuan pengajaran dengan seefektif mungkin.
Dalam meningkatkan baca tulis Al-Qur'an, banyak sekali metode yang digunakan. Metode-metode tersebut bertujuan agar anak didik dapat mudah dan cepat dalam belajar membaca Al-Qur'an dengan baik dan lancar, metode-metode tersebut di antaranya adalah:
a. Metode Baghdadiyah merupakan metode yang paling lama diterapkan di Indonesia, metode yang diterapkan dalam metode ini adalah hafalan, eja, modul, pemberian contoh terlebih dahulu.
b. Metode Tilawati adalah merupakan salah satu di antara metode pengajaran AlQur'an. Tilawati menawarkan suatu sistem
8 Umar Shihab, Kontekstualisasi Al-Qur’an Kajian Tematika Ayat Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Penamadani, 2005), hlm. 1
pembelajaran Al Qur'an yang mudah, efektif dan efesien demi mencapai kualitas bacaan, pemahaman dan implementasi Al- Qur’an. Titik berat pendidikan tidak hanya pada siswa melalui munaqasah tapi juga pada guru/ustadz dan ustadzah dibina.
Metode Tilawati menggabungkan metode pengajaran secara klasikal dan privat secara seimbang sehingga pengelolaan kelas lebih efektif. Ustadz atau ustadzah dapat mengajari siswa 15-20 orang tanpa mengurangi kualitas. Waktu pendidikan anak menjadi lebih singkat dengan kualitas yang diharapkan/standar.
c. Metode Iqro', Metode ini disusun oleh H. As'ad Humam, di Yogyakarta. Metode Iqro' ini disusun menjadi 6 jilid sekaligus dan ada pula yang dicetak menjadi 1 jilid. Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petunjuk mengajar dengan tujuan untuk memudahkan setiap anak didik yang akan menggunakannya, maupun guru yang akan menerapkan metode tersebut kepada siswa. Metode iqro’ ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca huruf Al-Qur’an dengan fasih). Bacaan langsung tanpa dieja. Artinya diperkenalkan nama-nama huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat individual.
d. Metode Qiraati
1) Pengertian Metode Qiraati adalah metode praktis membaca Al-Qur’an yang disusun oleh H. Dahlan Salim Zarkasyi di Semarang yang terdiri dari enam jilid dan ditambah dengan satu jilid Gharib yang memuat musykilat dan bacaan-bacaan asing di dalam Al-Qur’an. Secara umum metode pengajaran Al-Qur’an dengan menggunakan metode Qiraati dapat digunakan secara klasikal dan individual, guru menjelaskan
dengan memberi contoh materi pokok bahasan, selanjutnya siswa membaca sendiri-sendiri, membaca tanpa mengeja dan sejak permulaan belajar siswa ditekankan untuk membaca yang tepat dan cepat.9
Metode Qiraati merupakan metode dalam belajar mengajar membaca Al-Qur’an agar bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih dan benar yang sesuai dengan kaidah Qiraah dan ilmu tajwidnya. Adapun tujuan membaca Al-Qur’an adalah bisa membaca dan menulis Al-Qur’an dengan fasih (baik dan benar sesuai dengan kaidah qiro’ah dan tajwidnya).
Apabila dalam membaca dan menulis Al-Qur’an salah harokatnya saja, akan mengubah arti dalam ayat Al-Qur’an itu sendiri, maka sangat penting sekali belajar membaca dan menulis Al-Qur’an tidak mengalami kesalahan.10
Maka dapat disimpulkan bahwa Metode Qiraati adalah suatu metode membaca Al-Qur’an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah Ilmu Tajwid. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa metode Qiraati terdapat dua pokok yang mendasari yakni: membaca Al-Qur’an secara langsung dan pembiasaan dengan tartil sesuai dengan Ilmu tajwid.11
2) Sejarah Singkat Metode Qiraati
Metode Qiraati merupakan sebuah metode pembelajaran Al-Qur’an di kalangan masyarakat, khususnya
9 H. Dahlan Salim Zarkasyi, Metode Praktis Belajar Membaca Al-Qur’an Jilid I, (Semarang: Yayasan Pendidikan Al-Qur’an Raudhotul Mujawwidin), hlm. 2.
10 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al- Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 46.
11 H. M. Nur Shodiq Achrom, Koordinator Malang III, Pendidikan dan Pengajaran Sistem Qaidah Qiroati, (Ngembul Kalipare: Pondok Pesantren Salafiyah Sirotul Fuqoha’ II), hlm. 11
di Taman-Taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Metode Qiraati pertama kali disusun oleh H. Dahlan Salim Zarkasyi dari Semarang Jawa Tengah. Dengan metode ini banyak kaum muslimin yang mahir dalam membaca Al-Qur’an walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama untuk pengajarannya.
Pada pertengahan tahun 1986 umat Islam dibuat lega dengan adanya metode atau model pengajian anak-anak yang baru, yakni pendidikan Al-Qur’an anak-anak untuk usia 4 – 6 tahun yang dirintis oleh Ustadz H. Dahlan Salim Zarkasy, Semarang. Karena pendidikannya seperti Taman Kanak- kanak umum, maka lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ). Keberadaan TKQ ini tidak terlepas dari usaha Ustadz. H. Dahlan Salim Zarkasy dalam mencari metode belajar membaca Al-Qur’an yang telah dirintis dan diuji coba sejak tahun 1963.
H. Dahlan Salim Zarkasy berhasil menyusun metode praktis belajar membaca Al-Qur’an yang tersusun menjadi sepuluh jilid. Atas saran dua orang Ustadz, yakni Ustadz Joened dan Ustadz Sukri Taufiq metode ini diberi nama
“Metode Qiraati” yang berarti bacalah Al-Qur’an dengan tartil. Metode Qiraati ini langsung mengajarkan bunyi huruf, yakni huruf-huruf yang berharokat tanpa dieja dan mengenalkan nama-nama huruf secara acak serta langsung memasukkan bacaan yang bertajwid secara praktis bukan teoritis.
3) Visi dan Misi Qiraati
Adapun visi dari metode Qiraati adalah menyampaikan ilmu bacaan Al-Qur’an dengan benar dan tartil. Misi adalah membudayakan bacaan Al-Qur’an yang benar dan memberantas bacaan Al-Qur’an yang salah.12 Adapun amanah dari metode Qiraati yaitu:
a. Mengadakan Pendidikan Al-Qur’an untuk menjaga, memelihara kehormatan dan kesucian Al-Qur’an dari segi bacaan yang tartil.
b. Menyebarkan ilmu dengan memberi ujian memakai buku Qiraati hanya bagi lembaga-lembaga/guru-guru yang taat, patuh, amanah dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh koordinator.
c. Mengingatkan para guru agar berhati-hati jika mengajarkan Al-Qur’an.
d. Mengadakan pembinaan para guru/calon guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan pengajaran Al-Qur’an.
e. Mengadakan Tashih untuk calon guru dengan obyektif.
f. Mengadakan bimbingan metodologi bagi calon guru yang lulus tashih.
g. Mengadakan tadarus bagi para guru ditingkat lembaga atau MMQ yang diadakan oleh koordinator Menunjuk atau memilih koordinator, kepada sekolah dan para guru yang amanah/ profesional dan berakhlakul karimah,
12Nur Shodiq Achrom,Koordinator Malang III, Pendidikan dan Pengajaran Sistem Qoidah Qiroati, (Ngembul Kalipare: Pondok Pesantren Salafiyah Sirotul Fuqoha II), hlm.12-16.
Memotivasi para koordinator, kepada sekolah dan para guru senantiasa mohon petunjuk dan pertolongan kepada Allah SWT demi kemajuan lembaganya dan mencari keridlaan-Nya.
4) Prinsip Dasar Metode Qiraati
Prinsip dapat diartikan sebagai kebenaran yang menjadi pokok dasar seseorang untuk bertindak dalam melakukan sesuatu untuk dapat dijadikan salah satu tolak ukur dalam menentukan sesuatu.13Agar lebih efektif dan efisiennya metode Qiraati, prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan siswa adalah:
a. Prinsip yang harus dipegang oleh guru, Daktun (tidak boleh menuntun), Dalam hal ini ustadz-ustadzah hanya menerangkan pokok pelajaran, memberikan contoh yang benar, menyuruh siswa membaca sesuai dengan contoh menegur bacaan yang salah, menunjukkan kesalahan bacaan dan memberitahukan seharusnya bacaan yang benar.
b. Tiwagas (teliti, waspada dan tegas) Teliti artinya dalam memberikan contoh atau menyimak ketika siswa membaca jangan sampai ada yang salah walaupun sepele.
Waspada artinya dalam memberikan contoh atau menyimak siswa benar-benar diperhatikan ada rasa sambung dari hati ke hati. Tegas artinya dalam memberikan penilaian ketika menaikkan halaman atau jilid tidak boleh banyak toleransi, ragu-ragu ataupun segan, penilaian yang diberikan benar-benar obyektif.
13 Rony Gunawan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, hlm. 350
5) Prinsip yang harus dipegang oleh siswa
a. CBSA+M: Cara Belajar Siswa Aktif dan Mandiri Siswa dituntut keaktifan, konsentrasi dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya tentang bacaan Al-Qur’annya.
Sedangkan guru sebagai pembimbing, motivator dan evaluator saja.14
Menurut Zuhairini fenomena adanya CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) perlu dipertimbangkan untuk lebih mengembangkan potensi-potensi siswa secara individual.
Dalam hal ini guru bertugas memberikan bimbingan dan pengarahan kepada siswa secara aktif. Untuk itu dalam CBSA diharapkan yang aktif tidak hanya siswanya tetapi juga gurunya.15
b. LCTB: Lancar Tepat Cepat dan Benar, Lancar artinya bacaannya tidak ada yang mengulang-ngulang. Cepat artinya bacaannya tidak ada yang putus-putus atau mengeja. Tepat artinya dapat membunyikan sesuai dengan bacaan dan dapat membedakan antara bacaan yang satu dengan lainnya. Benar artinya hukum-hukum bacaan tidak ada yang salah.16
6) Tujuan Metode Qiraati
Tujuan adalah pedoman yang memberi arah ke mana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Dalam bukunya, Zakiyah Daradjat mengemukakan tujuan pendidikan yaitu
14 Nur Ali Usman, Pendidikan Al-Qur’an Metode Qiroati Dinamika dan Perkembangannya (Malang: Tim Pembina Pendidikan Al-Qur’an Metode Qiroati Koordinator Cabang Malang II), hlm. 3-4
15 Zuhairini, Abdul Ghafir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2004), hlm. 93.
16 Nur Ali Usman, Pendidikan Al-Qur’an Metode Qiroati Dinamika dan Perkembangannya, …, hlm. 4
tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lain.17 Dalam penggunaan sebuah metode juga perlu diperhatikan kedudukannya agar penggunaan metode tersebut dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.
Adapun tujuan pengajaran metode Qiraati sebagaimana yang sesuai dengan standar kompetensi lulusan Taman Pendidikan Al-Qur’an, antara lain:
a) Siswa memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dasar ilmu tajwid.
b) Siswa mampu menguasai teori ilmu tajwid.
c) Siswa mampu menghafalkan 28 surat pendek (QS. An- Nas sampai Al-A’la) dengan baik dan benar.
d) Siswa memiliki kemampuan menghafalkan 27 doa harian dengan baik dan benar.
e) Siswa mampu menghafalkan bacaan shalat fardhu dan shalat sunnah tertentu.
f) Siswa mampu mempraktekkan adzan dan iqamah, wudhu dan shalat wajib serta shalat sunnah tertentu dengan baik dan benar.
g) Siswa mampu menghafalkan 9 tema ayat pilihan dengan baik dan benar.
h) Siswa memiliki kemampuan menulis Arab dengan benar, baik dan indah.
17 Zakiyah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 30
i) Siswa mampu menguasai dasar-dasar Dinul Islam serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.18
7) Langkah-langkah Penerapan Metode Qiraati
Metode Qiraati adalah metode praktis yang sekaligus memasukkan bacaan tajwid. Oleh karena itu harus ada langkah-langkah dalam menerapakan metode Qiraati agar bisa membaca Al-Qur’an dengan tartil dan sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, langkah-langkah tersebut adalah:
a) Langsung membaca huruf-huruf hija’iyah yang berharokat tanpa mengeja.
b) Langsung praktek secara mudah dan praktis bacaan yang bertajwid, siswa tidak harus belajar ilmu tajwid untuk membaca dengan baik dan benar.
c) Materi pelajaran diberikan secara bertahap dari yang mudah menuju yang sulit.
d) Materi pelajaran diberikan sesuai modul, dan tidak boleh naik jilid sebelum jilid yang dipelajari bisa dikuasai.
e) Pelajaran yang diberikan selalu diulang-ulang dengan memperbanyak latihan agar siswa dapat lancar membaca.
f) Belajar sesuai dengan kemampuan dan kecerdasan siswa.
g) Pemakaian Qiraati harus melalui tahsis bacaan Al-Qur’an.
18 Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Standarisasi Nasional Mutu Pendidikan Al-Qur’an, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), hlm. 24-25
B. Baca Tulis Al-Qur’an
1. Pengertian Baca Tulis Al-Qur’an
Membaca pada hakikatnya adalah sesuatu yang rumit, yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual juga berpikir. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif.19
Kata “baca” memiliki banyak arti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “baca-membaca” adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis.20
Dalam literatur pendidikan Islam, istilah baca mengandung dua penekanan, yaitu: tilawah dan qori’ah. Istilah tilawah mengandung makna mengikuti (membaca) apa adanya baik secara fisik maupun mengikuti jejak dan kebijaksanaan, atau membaca apa adanya sesuai dengan aturan bacaan yang benar dan baik.21
Kemampuan membaca dimulai ketika anak sedang mengevaluasikan buku dengan cara memegang atau membolak balik buku. Pada umumnya, kegiatan membaca pada anak usia dini diharapkan agar anak mampu membentuk prilaku membaca,
19 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 126- 127.
20 Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Baru, (Jakarta:
Pustaka Poenix, 2007), hlm 96.
21 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, hingga Revisi Islamisasi Pengetahuan …, hlm. 125.
mengembangkan beberapa kemampuan sederhana dan keterampilan pemahaman, dan mengembangkan kesadaran huruf.22
Kata Tulis, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Tulis-bertulis” mengandung arti ada huruf (angka dan sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil, cat dan sebagainya) membuat huruf, angka dan sebagainya dengan pena, kalam, pensil kapur dan sebagainya; melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dan sebagainya dengan tulisan.
Menulis merupakan keterampilan. Keterampilan membutuhkan praktik. Semakin banyak praktik, kemahiran menulis akan semakin baik. Karena itulah ketika seorang penulis ditanya kiat- kiat menjadi penulis, dikemukakanlah tiga kunci, pertama menulis;
kedua menulis; dan kunci ketiga menulis.23
Secara bahasa, kata Al-Qur’an berarti “bacaan” atau
“kumpulan”. Al-Qur’an bukan sekedar bacaan, tetapi juga bahan kajian dan penelitian. Ini yang membedakan qiraah (reading) dan tilawah (reciting). Al-Qur’an yang dibaca dengan akal pikiran dinamakan Qiraatul Qur’an, sedangkan al-Qur’an yang hanya sekedar dibaca dengan lisan saja disebut dengan Tilawah Al-Qur’an.
Ada orang yang membaca Al-Qur’an (qira’ah) dan ada pula yang membacakannya (tilawah). 24
Kemampuan baca tulis Al-Qur’an adalah kecakapan atau potensi seseorang dalam melafalkan dan menulis ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengetahui aturan-aturan yang telah ditetapkan seperti
22 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 126.
23 Ratna Dewi Pudiastuti, Cara dan Tip Produktif Menulis Buku, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2014), hlm. 52
24 Moh. Ali Aziz, Mengenal Tuntas Al-Quran, (Surabaya: Imtiyaz, 2012), hlm. 1-2.
makharijul huruf, panjang pendek, kaidah tajwid, dan Gharib sehingga tidak terjadi perubahan makna.
Maka dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Baca Tulis Al-Qur’an adalah bahwa pembelajaran membaca dan menulis yang ditekankan pada upaya memahami informasi, tetapi ada pada tahap menghafalkan lambang-lambang dan mengadakan pembiasaan dalam melafalkan serta cara menuliskannya. Adapun tujuan dari pembinaan atau pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an ini agar dapat membaca kata-kata dengan kalimat sederhana dengan lancar dan tertib serta dapat menulis huruf dan lambang-lambang arab dengan rapi dan benar.