METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2016 di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Formulasi Sediaan Steril Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian adalah kapas, kain kasa, tisu, kaca objek, jarum ose, batang spreader, spatula, pembakar spirtus, alumunium foil, plastic wrap, kertas saring, pipet tetes, kaca objek, tabung reaksi, rak tabung reaksi, beaker glass, erlenmeyer, cawan petri, mikropipet (Thermo Scientific), tabung eppendorf, termometer, vortex, timbangan analitik (Ogawa Seiki), anaerobic jar (Oxoid), mikroskop optik, pH meter (Horiba, Jepang), autoklaf digital (Ogawa Seiki), inkubator (France Etuves), laminar air flow, lemari pendingin (GEA), dan oven (Memmert).
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan antara lain sampel limbah cair air rendaman kacang kedelai dari satu produsen tempe yang berlokasi di Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan, NaCl, kalsium karbonat (CaCO3), media MRS Agar (Merck), media MRS broth (Conda pronadisa), media SIM (Merck), pepton water (Merck), media blood agar, kristal violet, lugol, alkohol 96%, safranin, malakit hijau, aquadest, hidrogen peroksida (H2O2) 3%, minyak imersi, dan alkohol 70%
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Persiapan Alat dan Bahan yang Digunakan 3.3.1.1. Preparasi Alat
Peralatan gelas seperti cawan petri, batang spreader, batang pengaduk, erlenmeyer, beaker glass, tabung reaksi masing-masing dibungkus dengan kertas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hvs dan kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf digital pada suhu 121°C selama 15 menit.
3.3.1.2. Preparasi Sampel
Sampel berupa air rendaman kacang kedelai selama satu malam. Sampel yang diambil yaitu pada tahapan awal pembuatan tempe. Pembuatan tempe dimulai dari perebusan bahan baku kacang kedelai impor seberat kurang lebih 120 kg selama 2 jam menggunakan air sumur dilanjutkan dengan perendaman menggunakan air perebusnya selama 24 jam. Kedelai yang telah direndam ditiriskan dengan pengayak berlubang besar untuk selanjutnya dikupas menggunakan mesin penggiling dan dicuci dengan air mengalir. Kedelai yang telah dingin ditaburi dengan ragi kemudian dicetak dan dikemas menggunakan daun atau plastik.
3.3.1.3. Pembuatan Medium MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar)
Sejumlah 68,2 gram serbuk MRS ditimbang, media ini disuplementasi dengan CaCO3 sebanyak 1% dan kemudian dilarutkan dalam 1 liter air destilasi dan dipanaskan hingga mendidih. Lalu media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.
3.3.2. Isolasi Bakteri Asam Laktat
Sebanyak 1 mL dari sampel secara aseptis ditambahkan ke dalam 9 mL larutan pengencer yaitu pepton water steril (0,1%, b/v) dan dihomogenkan yang merupakan pengenceran ke-1. Kemudian, dilakukan pengenceran bertingkat sampai pengenceran ke-7. Diambil 0,1 mL cuplikan dari tiga seri pengenceran terakhir dan dikulturkan pada agar de Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) tersuplementasi CaCO3 1% menggunakan metode spread plate. Diinkubasi selama 48 jam pada inkubator suhu 37°C. Koloni yang tumbuh dihitung dan jumlah totalnya dihitung menggunakan metode total plate count (TPC).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3. Pemurnian
Koloni yang tumbuh dengan zona bening disekelilingnya dilakukan pemurnian sel dengan cara menggoreskan pada media MRSA tersuplementasi CaCO3 1% dengan metode kuadran diinkubasi selama 24 jam pada inkubator suhu 37°C agar diperoleh koloni tunggal untuk selanjutnya disubkultur kembali sebagai isolat tunggal murni.
3.3.4. Karakterisasi Isolat Bakteri Asam Laktat 3.3.4.1. Pengamatan Morfologi Bakteri Asam Laktat
Pengamatan morfologi dari bakteri asam laktat (BAL) meliputi:
a) Pewarnaaan Gram: diteteskan NaCl fisiologis pada kaca ojek isolat lalu diambil satu ose isolat dari agar miring. Isolat tersebut disebarkan pada kaca objek lalu difiksasi. Gentian violet diteteskan diatas preparat dan biarkan selama 1 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir. Cairan lugol diteteskan pada preparat kemudian dibiarkan kembali selama 1 menit. Preparat dicuci dan diteteskan dengan alkohol 96% selama 30 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir. Terakhir, preparat diteteskan dengan safranin dan dibiarkan selama 45-60 detik. Preparat dicuci dan dikeringkan untuk diamati dibawah mikroskop. Bakteri Gram positif akan berwarna ungu dan bakteri Gram negatif berwarna merah.
b) Pewarnaan endospora: Preparat yang telah difiksasi diletakkan diatas penangas air lalu ditutup dengan kertas saring. Malakit hijau diteteskan dan dibiarkan selama 5 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir. Dilakukan kembali pewarnaan dengan safranin kemudian biarkan selama 60 detik.
Preparat dicuci, hasilnya diamati dibawah mikroskop. Endospora akan berwarna hijau sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah (Harley, 2005) c) Uji motilitas dilakukan dengan media setengah padat, diambil sebanyak satu
ose isolat bakteri dan diinokulasikan secara vertikal pada media SIM (Sulfida Indol Motility). Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37° C. Hasil uji motilitas bakteri positif dapat dilihat dengan adanya pertumbuhan bakteri pada permukaan media atau tidak hanya bekas pada tusukan, sedangkan bakteri non motil tumbuh sepanjang tusukan (Harley, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.4.2. Pengamatan Fisiologi dan Biokimia Bakteri Asam Laktat
Pengamatan fisiologi dan biokimia dari bakteri asam laktat (BAL) meliputi:
a) Uji katalase dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) 3%.
Isolat diambil dari stok kultur dan diletakkan pada kaca objek. Satu sampai dua tetes H2O2 3% ditambahkan ke isolat. Jika terbentuk gelembung mengindikasikan bakteri positif katalase, dan jika tidak maka mengindikasikan bakteri negatif katalase (Harley, 2005).
b) Uji produksi gas dilakukan dengan menumbuhkan kultur isolat dalam media MRS broth dalam tabung reaksi yang diberi tabung durham dengan keadaan terbalik untuk menangkap gas yang dihasilkan. Lalu diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37° C (Romadhon, et al., 2012).
c) Ditumbuhkan pada temperatur yang berbeda-beda dengan menggunakan MRS broth kemudian diinkubasi selama 2x24 jam dengan seri temperatur 10°C, 37°C, dan 45°C. Adanya pertumbuhan diamati dengan adanya kekeruhan dalam tabung (Anastiawan, 2014).
d) Untuk pertumbuhan pada konsentrasi garam 4% dan 6.5%, satu ose kultur dimasukkan ke dalam MRS broth yang tersuplementasi NaCl masing-masing berkonsentrasi 4% dan 6.5%. Lalu diinkubasi pada temperatur 37°C selama 24 jam. Kekeruhan menandakan adanya pertumbuhan (Thakkar, et al., 2015).
3.3.5. Uji Keamanan Isolat Bakteri Asam Laktat
Isolat BAL diuji keamanannya dengan blood agar yang mengandung 5%
darah domba. Isolat dari agar miring diambil satu ose lalu diinokulasi ke media blood agar. Media tersebut kemudian diinkubasi secara anaerob pada suhu 37°C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan terhadap koloni yang tumbuh, jika terdapat zona jernih disekitar koloni maka menunjukkan reaksi positif beta hemolisis. Pada uji ini, Staphylococcus aureus digunakan sebagai kontrol positif (Thakkar, et al., 2015).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Isolasi Bakteri Asam Laktat
Pada tahap awal isolasi, sampel berupa air rendaman kacang kedelai dilakukan inokulasi ke dalam media MRSA tersuplementasi CaCO3 1%.
Didapatkan data total plate count (TPC) keseluruhan bakteri yang tumbuh sebanyak koloni/mL sedangkan TPC BAL sebanyak koloni/mL. Dari keseluruhan kultur bakteri yang tumbuh terpilih delapan isolat BAL yang memiliki karakteristik secara makroskopik berbeda, yaitu:
Tabel 4.1 Morfologi Koloni Isolat
Isolat Morfologi Koloni
Bentuk Warna Elevasi Tepian Diameter Koloni
ARK 5.1.a Bulat Krem Konveks Halus 3 mm
ARK 5.3.b Bulat Krem Konveks Halus 1 mm
ARK 6.1.c Bulat Putih pudar Rata Halus 4 mm
ARK 6.1.d Bulat Putih pucat Rata Halus 3 mm
ARK 6.2.e Bulat Putih pudar Rata Halus 3 mm
ARK 6.3.f Bulat Putih tulang Rata Halus 3 mm
ARK 7.2.g Bulat Krem Rata Halus 3 mm
ARK 7.3.h Bulat Putih Rata Halus 4 mm
4.1.2 Karakterisasi Isolat Bakteri Asam Laktat
Dalam mengkarakterisasi suatu mikroorganisme perlu mengetahui terlebih dahulu ciri utamanya yang meliputi ciri morfologi, susunan kimiawi dari sel, sifat biakan, metabolisme, sifat genetik dan patogenisitas. Untuk menentukan ciri tersebut, maka diperlukan beberapa uji morfologi, fisiologi, serta aktivitas biokimia (Lay dan Hastowo, 1992 dalam Candra, 2006). Pada pengujian ini digunakan Lactobacillus casei ATCC 393 sebagai strain acuan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.2.1 Morfologi Isolat Bakteri Asam Laktat
Kedelapan isolat yang diuji, memiliki karakteristik morfologi sel yang serupa yaitu berbentuk sel batang, tidak membentuk spora, dan tidak motil.
Namun, hasil pewarnaan Gram menunjukan isolat ARK 6.2.e adalah Gram negatif, sedangkan tujuh isolat lainnya adalah Gram positif. Persyaratan BAL adalah bakteri Gram positif sehingga isolat ARK 6.2.e tidak dilakukan uji selanjutnya. Untuk strain acuan, memiliki morfologi yang serupa yakni berbentuk sel batang, Gram positif, tidak membentuk spora, serta tidak motil.
4.1.2.2 Fisiologi dan Biokimia Isolat Bakteri Asam Laktat
Uji katalase yang dilakukan menunjukkan kedelapan isolat tidak menghasilkan enzim katalase dengan tidak terbentuknya gelembung setelah diteteskan H2O2. Untuk menentukan tipe fermentasi bakteri maka dilakukan uji produksi gas, tabung durham yang terbalik di dalam tabung berisi media akan menangkap gas yang dihasilkan. Dari uji produksi gas didapatkan hasil tujuh isolat yaitu ARK 5.1.a, ARK 5.3.b, ARK 6.1.c, ARK 6.1.d, ARK 6.3.f, ARK 7.2.g, dan ARK 7.3.h menghasilkan gas, sedangkan Lactobacillus casei tidak menghasilkan gas. Uji fisiologis meliputi ketahanan pada suhu dan konsentrasi NaCl berbeda-beda menunjukkan hasil yang seragam, baik ketujuh isolat maupun Lactobacillus casei tumbuh pada suhu 37° C dan 45° C serta konsentrasi NaCl 4%
dan 6,5%. Namun, pada suhu 10°C ketujuh isolat serta Lactobacillus casei tidak terdapat pertumbuhan.
4.1.3 Uji Keamanan Isolat Bakteri Asam Laktat
Untuk melihat keamanan dari isolat dilakukan uji aktivitas hemolisis dengan Staphylococcus aureus sebagai kontrol positif, ketujuh isolat serta Lactobacillus casei tidak menghasilkan zona disekitar koloni atau dapat dikatakan γ (gamma) hemolisis.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Karakteristik Isolat BAL dan Strain Acuan Pengamatan
Isolat L. casei ARK
5.1.a
ARK 5.3.b
ARK 6.1.c
ARK 6.1.d
ARK 6.3.f
ARK 7.2.g
ARK 7.3.h Morfologi Sel
Pewarnaan Gram + + + + + + + +
Bentuk Sel B B B B B B B B
Pewarnaan Endospora - - - -
Motilitas - - - -
Biokimia
Katalase - - - -
Tipe Fermentasi Ho He He He He He He He
Fisiologis Suhu:
- 10°C - - - -
- 37°C + + + + + + + +
- 45°C + + + + + + + +
NaCl:
- 4% + + + + + + + +
- 6,5% + + + + + + + +
Keterangan:
+ : menunjukkan hasil pewarnaan positif/motil/adanya pertumbuhan bakteri
- : menunjukkan hasil pewarnaan negatif/non motil/tidak adanya pertumbuhan bakteri B: Batang
Ho: Homofermentatif He: Heterofermentatif
4.2 Pembahasan
Tahap awal penelitian adalah dengan pengambilan sampel, dimana sampel yang diambil adalah air rendaman kacang kedelai selama semalaman. Sampel berupa cairan berwarna kekuningan dengan tekstur lengket dan bau asam. Sampel diencerkan beberapa kali untuk mengurangi populasi mikroba sehingga didapatkan koloni terpisah pada cawan yang memudahkan dalam proses penghitungan koloni (Harley, 2005). Jumlah koloni yang digunakan yaitu 30-30 koloni (Khedid, et al., 2006).
Pengenceran dilakukan sampai 10-7 dengan menggunakan pepton water 0,1% yang berfungsi untuk menjaga mikroba tetap hidup dengan nutrisi tetap tersedia. Tiga tingkat pengenceran terakhir yakni 10-5, 10-6, dan 10-7 diinokulasikan ke dalam media MRSA yang tersuplementasi CaCO3 1%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan metode spread plate, metode ini dipilih untuk memudahkan baik dalam penghitungan jumlah koloni, pengamatan, serta pengambilan koloni.
Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni pada penelitian ini mempunyai prinsip jika sel bakteri hidup ditumbuhkan pada media yang cocok, maka sel bakteri akan berkembang dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata sehingga bisa langsung dihitung (Collin, et al., 2004).
Jumlah koloni yang tumbuh terbanyak terdapat pada pengenceran 10-5 dan pada pengenceran 10-7 jumlah koloni yang tumbuh semakin sedikit. Setelah diamati secara makroskopik, dipilihlah delapan isolat yang memiliki karakteristik berbeda baik bentuk, ukuran, maupun warna yaitu isolat dengan kode ARK 5.1.a, ARK 5.3.b, ARK 6.1.c, ARK 6.1.d, ARK 6.2.e, ARK 6.3.f, ARK 7.2.g, dan ARK 7.3.h.
Isolat yang dipilih merupakan isolat yang memiliki zona bening disekitar koloni seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1, zona tersebut terbentuk karena produksi asam organik dari bakteri sehingga CaCO3 pada media MRSA terhidrolisis (Sun, et al., 2014; Pisol, et al., 2015). Kedelapan isolat ini dimurnikan terlebih dahulu dengan goresan kuadran untuk mendapatkan koloni murni yang terpisah sebanyak dua kali pemurnian. Koloni murni yang terpisah kemudian diinokulasi ke dalam media MRSA agar miring dengan luas permukaan yang lebih kecil sehingga kemungkinan kontaminasi lebih rendah untuk disimpan sebagai stok kultur.
Koloni Bakteri
Zona bening
Gambar 4.1 Hasil Isolasi BAL (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah didapatkan stok kultur, kedelapan isolat serta strain acuan dikarakterisasi dimana BAL memiliki ciri-ciri katalase negatif, Gram positif, non motil, dan tidak membentuk spora (Bulut, 2003; Surono, 2004; Sun, et al., 2014).
Pengamatan secara mikroskopik dilakukan terhadap bentuk dan struktur sel, salah satunya dengan pewarnaan Gram. Dalam hal ini, bakteri Gram positif ditandai dengan warna ungu pada sel bakteri karena mempunyai kandungan lipid yang lebih rendah, sehingga dinding sel bakteri akan lebih mudah terdehidrasi akibat perlakuan dengan alkohol 96%. Dinding sel yang terdehidrasi menyebabkan ukuran pori-pori sel menjadi kecil dan daya permeabilitasnya berkurang, sehingga zat warna ungu kristal yang merupakan zat warna utama tidak dapat keluar dari sel dan sel akan tetap berwarna ungu (Pelczar dan Chan, 2008).
ARK 6.1.d ARK 6.2.e
Lactobacillus casei
Keterangan:
ARK 6.1.d dan Lactobacillus casei: Gram positif berbentuk batang ARK 6.2.e: Gram negatif berbentuk batang
Isolat yang digunakan berumur 24 jam dan diamati dengan perbesaran (100x10)
Gambar 4.2 Hasil Pewarnaan Gram dan Bentuk Sel Bakteri (Sumber: Dokumen pribadi, 2016)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri Gram negatif terlihat berwarna merah karena kehilangan pewarna kristal violet pada waktu pembilasan dengan alkohol 96%, namun mampu menyerap pewarna tandingan yaitu safranin. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi dari pada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis dari pada dinding sel bakteri Gram positif (Pelczar dan Chan, 2008).
Berdasarkan hasil dari pewarnaan Gram kedelapan isolat beserta strain acuan menunjukkan karakteristik bakteri bentuk sel batang. Tujuh isolat serta strain acuan merupakan Gram positif dan satu isolat, ARK 6.2.e, merupakan Gram negatif.
Hasil uji pewarnaan spora menunjukkan ketujuh isolat bakteri serta strain acuan tidak membentuk spora. Spora bersifat tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim dan adanya bahan kimia beracun. Spora dibentuk oleh spesies bakteri yang termasuk dalam genera Clostridium dan Bacillus untuk mengatasi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi bakteri.
ARK 6.1.d Lactobacillus casei
Keterangan:
ARK 6.1.d dan Lactobacillus casei: tidak membentuk spora
Isolat yang digunakan berumur 24 jam dan diamati dengan perbesaran (100x10)
Gambar 4.3 Hasil Pewarnaan Endospora (Sumber: Dokumen pribadi, 2016)
Spora terbentuk dalam sel sehingga seringkali disebut sebagi endospora dan dalam sel bakteri hanya terdapat satu spora. Jika sel semakin tua, maka sel vegetatif akan pecah sehingga endospora akan terlepas dari sel dan membentuk
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spora bebas. Spora juga lebih tahan terhadap pewarnaan, akan tetapi sulit untuk melepaskan zat warna yang telah terserap ke dalamnya, sehingga tidak dapat mengikat zat warna lain yang diberikan berikutnya (counterstain). Prinsip pewarnaan ini digunakan untuk membedakan spora dari sel vegetatif (Fardiaz, 1987 dalam Candra, 2006).
Endospora memiliki selubung yang kompak sehingga menyebabkan zat warna sulit untuk berpenetrasi ke dalam dinding endospora, maka diperlukan pemanasan pada saat dilakukan pewarnaan. Metode pewarnaan yang umum untuk mewarnai endospora bakteri adalah pewarnaan Schaeffer-Fulton, dengan malakit hijau sebagai pewarna utama dan setelah dilakukan pembilasan dengan air digunakan safranin sebagai counterstain (Pratiwi, 2008). Dimana akan menghasilkan warna hijau pada bakteri dengan endospora dan akan berwarna merah untuk sel vegetatif.
Ketujuh isolat dan strain acuan memberikan hasil uji motilitas yaitu non motil, yang berarti bakteri tidak memiliki flagela. Hasil ini dapat dilihat dari tidak menyebarnya pertumbuhan bakteri pada media SIM, melainkan hanya tumbuh pada bekas tusukan jarum inokulum saja. Flagela merupakan filamen yang mencuat dari sel bakteri dan berfungsi untuk pergerakan bakteri. Flagela berbentuk panjang dan ramping. Gerakan flagela ini memungkinkan bakteri mendekati atau menjauhi rangsang (Pratiwi, 2008).
Gambar 4.4 Hasil Uji Motilitas (Sumber: Dokumen pribadi, 2016)
Katalase merupakan enzim yang dapat mengkatalisasi penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2) dan pada reaksi ini
Bakteri tumbuh di bekas tusukan jarum
inokulum
ARK 6.1.d Lactobacillus casei
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat diamati terbentuknya gelembung gas. Dengan terbentuknya gas mengindikasikan terdapat enzim katalase tersebut (Bulut, 2003). Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini menginaktifkan enzim dalam sel. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob pasti menguraikan bahan tersebut (Lay, 1994 dalam Dewi, 2013). Umumnya semua BAL tumbuh pada kondisi anaerob, namun tidak pada kondisi anaerob seperti biasanya, mereka tumbuh dengan adanya oksigen (O2) sebagai anaerob aerotoleran (Bulut, 2003).
Koloni bakteri Galembung
gas
Koloni bakteri
Keterangan:
A1 & A2: Isolat ARK 5.1.a tidak menghasilkan gelembung gas
(+): Staphylococcus aureus sebagai kontrol positif katalase menghasilkan gelembung gas L. casei: tidak menghasilkan gelembung gas
Gambar 4.5 Hasil Uji Katalase (Sumber: Dokumen pribadi, 2016)
Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada isolat bakteri. Hasil uji katalase menunjukkan hasil yang negatif pada kedelapan isolat dan strain acuan, dimana tidak terdapatnya gelembung gas yang terbentuk.
Pada uji ini digunakan Staphylococcus aureus yang sudah diketahui memiliki enzim katalase sebagai kontrol positif, hasil uji katalase pada bakteri ini menunjukkan terbentuknya gelembung gas setelah diteteskan H2O2 3% (Dewi, 2013).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji produksi gas dilakukan untuk melihat aktivitas metabolisme BAL, dimana dikelompokkan menjadi dua sub grup yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis yang menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari 1 molekul glukosa/heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO2 dan menghasilkan biomassa sel dua kali lebih banyak dari pada BAL heterofermentatif.
BAL heterofermentatif melalui jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase, selain menghasilkan asam laktat, juga menghasilkan etanol, CO2, asam asetat, dan mannitol serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase (Surono, 2004). Dapat disimpulkan bahwa karbon dioksida (CO2) hanya diproduksi oleh BAL heterofermentatif.
Dari hasil uji didapatkan strain acuan tidak memproduksi gas yang berarti memiliki tipe fermentasi homofermentatif. Sedangkan, tujuh isolat uji lainnya yakni ARK 5.1.a, ARK 5.3.b, ARK 6.1.c, ARK 6.1.d, ARK 6.3.f, ARK 7.2.g, dan ARK 7.3.h memproduksi gas atau termasuk ke dalam tipe fermentasi heterofermentatif.
Gas terperangkap
pada tabung durham
Tidak ada gas
ARK 5.3.b Kontrol negatif Lactobacillus casei
Keterangan:
ARK 5.3.b:Heterofermentatif; L. casei: Homofermentatif
Gambar 4.6 Hasil Uji Produksi Gas (Sumber: Dokumen pribadi, 2016)
Uji fisiologis selanjutnya adalah uji ketahanan hidup bakteri pada suhu yang berbeda-beda yaitu 10°, 37°, dan 45°C, didapatkan data yang seragam yakni tidak adanya pertumbuhan pada suhu 10°C dan tumbuh pada suhu 37° serta 45°C.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiap spesies mikroba memiliki rentang suhu pertumbuhan sendiri yang dapat ditentukan oleh sensitivitas panas dari enzim, membran, ribosom, dan komponen lainnya. Akibatnya, pertumbuhan mikroba memiliki karakteristik suhu yang berbeda-beda tergantung suhu umumnya, seperti suhu minimum, maksimum, dan optimum (Harley, 2005).
Suhu minimum pertumbuhan merupakan suhu terendah adanya pertumbuhan, suhu maksimum merupakan suhu tertinggi adanya pertumbuhan, dan suhu optimum adalah suhu saat laju reproduksi sel terjadi secara cepat. Suhu optimum pertumbuhan memiliki hubungan dengan suhu normal habitat mikroorganisme tersebut. Berdasarkan suhu, bakteri umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu psikrofilik, mesofilik, dan thermofilik (Harley, 2005).
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, BAL dapat dikelompokkan menjadi dua grup, yaitu mesofilik dan thermofilik. Bakteri mesofilik memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan 25°C dan suhu maksimum 37°-40°C. Bakteri thermofilik memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan antara 37°-45°C dan suhu maksimum antara 45°-52°C (Surono, 2004). Berdasarkan hasil pengamatan, ketujuh isolat beserta strain acuan masih dapat tumbuh pada suhu 45°C sehingga dapat disimpulkan ketujuh isolat beserta strain acuan merupakan bakteri thermofilik.
Uji ketahanan hidup bakteri pada konsentrasi garam berbeda-beda dilakukan untuk melihat karakteristik bakteri pada kondisi lingkungan dengan konsentrasi NaCl 4% dan 6,5%. Hasil yang didapatkan pada uji ini pun seragam yaitu ketujuh isolat serta strain acuan dapat hidup pada kedua konsentrasi tersebut.
Membran plasma selektif permeabel memisahkan antara bakteri dengan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan membran ini dapat dipengaruhi oleh perubahan tekanan osmotik. Tekanan osmotik adalah tekanan yang terjadi karena difusi air melaui membran yang permeabel secara differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Jika bakteri berada pada larutan hipotonik yaitu larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih rendah
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(tekanan osmotik lebih rendah) akan menyebabkan air bergerak ke dalam sel dan sel akan pecah (Harley, 2005).
Ketika bakteri ditempatkan pada larutan hipertonik yaitu larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi (tekanan osmotik yang lebih tinggi) dari pada yang lain maka air akan bergerak ke luar sel dan sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Saat bakteri ada pada larutan isotonis yaitu suatu larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut yang sama (tekanan osmotik yang sama) seperti larutan yang lain, sehingga tidak ada pergerakan air.
Pada kondisi ini tidak akan mengalami perubahan volume (Harley, 2005).
Kategori taksonomi bagi bakteri dimulai dari kingdom, divisi, kelas, order, famili, tribe, genus, spesies, dan subspesies. Meskipun spesies umumnya diberikan setelah nama genus merupakan bagian dari kesatuan taksonomi, tetapi strain mempunyai arti penting yang membedakan antara satu sama lain. Metode taksonomi untuk identifikasi BAL berdasarkan sifat morfologi, yaitu bentuk sel, pewarnaan gram, uji katalase, dan fisiologi secara umum hanya mampu mengelompokkan sampai dengan taraf genus dan tidak dapat mengidentifikasi sampai tingkat spesies (Surono, 2004)
Pada penelitian ini, kedelapan isolat yang diperoleh diharapkan memiliki karakteristik bakteri Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, dan tidak motil. Isolat ARK 6.2.e tidak memenuhi syarat pada hasil pewarnaan Gram.
Dimana pada hasil pewarnaan Gram satu isolat memiliki hasil negatif, sedangkan tujuh isolat lainnya memenuhi karakteristik dari bakteri asam laktat.
Berdasarkan hasil pengujian sifat morfologi dan fisiologi bakteri yang diisolasi dari limbah cair rendaman kacang kedelai, diduga jenis bakteri yang terdapat di dalamnya merupakan bakteri asam laktat. Dengan melakukan penelusuran pada buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, ketujuh isolat tersebut merupakan genus Lactobacillus, seperti dapat dilihat pada Tabel 4.3.