• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Evaluasi Kurikulum

kuantitatif. Proses dan tekhnik pengolahan data yang diakui dalam model kuatitatif harus dilaksanakan.

9. Penulisan pelaporan sebagaimana halnya dengan analisis data, penulisan laporan harus dilakukan oleh evaluator dan tim evaluator. Format laporan harus disesuaikan dengan kesepakatan yang dilakukan pada waktu awal.

10. Pembahasan laporan dengan pemakai jasa ini diperlukan untuk melihat kelengkapan laporan. Dalam pembahasan ini jika pengguna jasa memerlukan tambahan informasi yang memang tercantum dalam kontrak maka adalah kewajiban evaluator untuk melengkapi laporan tersebut.

11. Penulisan laporan akhir adalah sebagai hasil dari revisi yang harus dilakukan evaluator ketika terjadi pembahasan laporan dengan pengguna jasa.30

evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah laku individu. Evaluasi yang berorentasi tujuan berkaitan erat dengan meteri dan tingkah laku individu. Evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum.

Model atau pedekatan antropologis dalam evaluasi ditunjukkan untuk mengevaluasi tingkah laku dalam suatu lembaga social. Dengan demikian, sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum sebab teori kurikulum juga merupakan teori dari evaluasi kurikulum. Ada beberapa model dalam evaluasi kurikulum, yaitu sebagai berikut:

1. Evaluasi kurikulum model penelitian (research evaluation model). Model evaluasi kurikulum yang menggunakan penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologi serta ekperimen lapangan. Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan adalah comparative approach, yaitu dengan mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak. Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologi dan serta eksperimen lapangan.

2. Model evaluasi kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal/objective oriented evaluation model). Dalam model ini, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain, tetapi diukur dengan seperangkat tujuan atau kompetensi tertentu. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan atau kompetensi tersebut. Model ini dikembangkan oleh

Micheal Scriven, yang cara kerjanya berlawanan dengan model evaluasi yang berorientasi pada tujuan. Menurut pendapat Scriven, seorang evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kerjanya. Cara dengan memperhatikan dan mengidentifikasi penampilan yang terjadi, baik hal-hal positiv yang diharapkan maupun hal-hal negatif yang tidak diinginkan.32

3. Model campuran multivariasi. Model campuran multivariasi adalah strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari beberapa model evaluasi kurikulum. Model ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan criteria khusus dari masing-masimg kurikulum.

4. Model evaluation program for innovate curriculums (EPIC).

Model ini menggambarkan keseluruhan program evaluasi kurikulum dalam sebuah kubus. Kubus ini memiliki tiga bidang, bidang pertama adalah perilaku (behavior) yang meliputi perilaku cognitive, affective, psychomotor. Bidang kedua adalah pembelajaran (instruction), yang meliputi organisasi, materi, metode fasilitas atau sarana dan pendanaan. Bidang ketiga adalah kelembagaan (institution) yang meliputi guru, murid, administrasi, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat.

5. Model CIPP (Contex, Input, Procces, and Product). Model ini mengemukakan bahwa untuk melakukan penilaian terhadap program pendidikan diperlakuakan empat macam jenis yaitu:

32 Wirawan, Evaluasi, ( Jakarta: Charisma, 2011 ), h. 80-84

a. Penilaian konteks (context) yang bekaitan dengan tujuan.

Penilaian konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan, populasi dan sample yang dilayani serta tujuan pembelajaran. Kebutuhan siswa apa saja yang belum terpenuhi, tujuan apa saja yang belum tercapai dan tujuan apa saja yang belum tercapai.

b. Penilaian masukan (input) yang berguna untuk pengambilan k eputusan desain. Maksud evaluasi ini adalah kemampuan siswa dan kemapuan sekolah dalam menunjang pendidikan.

c. Penilaian proses (process) yang membimbing langkah operasional dalam pembuatan keputusan. Penilaian ini menunjukkan pada kegiatan yang dilakukan dala program, apakah pelaksanaan kurikulum tetap sanggup melakukan tugasnya, siapa yang bertanggung jawab melaksanakannya, dan lain-lain.

d. Penilaian keluaran yang memberikan data sebagai tambahan erbuatan keputusan (product). Penilaian keluaran adalah tahap akhir serangkaian evaluasi program kurikulum, yang diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada siswa. 33 6. Model Ten Brink. Ten Brink mengemukakan adanya tiga

tahap evaluasi kurikulum yaitu: tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap penilaian.

7. Model Pendekatan Proses. Evaluasi kurikulum model pendekatan proses ini tumbuh dan berkembang secara kualitatif, yang menjadi pendekatan yang penting.

Karakteristik model ini adalah kriteria yang digunakan

33 Ibid., h. 92

untuk evaluasi tidak dikembangkan sebelum pelaksanaan (evaluator) berada di lapangan, sangat peduli dengan masalah yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum, dan evaluasi yang dilakukan terhadap kurikulum adalah merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah belah dalam bagian-bagian tertentu.

8. Model Evaluasi Kuantitatif. Model kuantitatif ditandai oleh ciri yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma positivisme. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, paradigma positivism menjadi tradisi keilmuan dalm evaluasi terutama melalui tradisi psikometrik.

9. Model Evaluasi Kualitatif. Ciri khas dari model evaluasi kualitatif adalah selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai fokus utama evaluasi. Oleh karena itu kurikulum dalam dimensi kegiatan atau proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi lain suatu kurikulum walaupun harus dikatakan bahwa perhatian utama terhadap proses dimensi lain. Model utama evaluasi kualitatif adalah studi kasus. Demikian kuatnya posisi studi kasus sebagai model utama dilingkungan evaluasi kualitatif sehingga setiap orang berbicara tentang model evaluasi kualitatif maka nama studi kasus segera muncul dalam kontak memorinya.