BAB II SEJARAH PERTUMBUHAN HUKUM
D. Nilai-Nilai Pertumbuhan Hukum Internasional
Pertumbuhan nilai-nilai hukum internasional dalam konsep hukum Islam didasarkan pada pandangan bahwa hukum internasional merupakan disiplin ilmu yang sudah tua sama tuanya dengan keberadaan ilmu dan agama itu sendiri. Ilmu merupakan hasil dari cipta rasa dan karsa manusia yang merupakan anugerah Tuhan kepada umat manusia melalui akal sehingga manusia dapat berfikir dan menghasilkan sesuatu. Manusia sebagai mahkluk yang memiliki kematangan akal manusia mempunyai kesanggupan untuk menghasilkan kebudayaan dan peradaban. Manusia dari masa kemasa dan dari tempat ke tempat berlainan, namun manusia memiliki kesamaan yakni ingin hidup tenang, damai dan aman melalui kerjasama dan interaksi satu dengan yang lain, melalui kerjasama itu hanya tercapai tujuan hidup yang diharapakan.
Melalui hubungan itu, lahirlah dasar-dasar pokok yang menentukan
batas-batas dalam berprilaku dalam komunitas untuk memelihara kepentingan-kepentingan mereka dan berusaha menjauhkan diri mereka dari kesempitan dan kesulitan.
Pandangan ini tentu relevan dengan ajaran Aristoteles yang mengatakan bahwa dimana ada manusia maka pasti ada hukum atau aturan. Apapun bentuk dan jenis hukum yang berlaku tergantung kepada jenis dan karakter manusianya dari jaman ke jaman dari waktu ke waktu. Dengan demikian, maka jelas bahwa hukum internasional sebagai disiplin ilmu dan hukum bertumbuh semenjak lahirnya masyarakat internasional. Masyarakat internasional bisa dalm bentuk bangsa, suku-suku seperti yang dikenal di Yunani Kuno konsep polis polis. Atas pandangan demikian, maka manusia sudah ada sejak zaman purbakala, dimana hubungan antara satu masyarakat dengan lainnya masih berlaku hukum rimba, dimana perang merupakan dasar hubungan. Hal ini bisa dibuktikan pada zaman dahulu penyerangan antar kabilah atau suku dengan tujuan utama menguasai suatu wilayah adalah hal yang lazim dan wajar kala itu termasuk hubungan dalam lingkup hukum internasional, cikal bakalnya sudah ada pada jaman purbakala khususnya pada peradaban mesir kuno pada masa Raja Fir’aun (Rameses II). Hukum internasional kala itu bersumberkan pada dimensi perjanjian internasional yang diadakan antara raja fir’aun dan raja kheta dari wilayah Asia Kecil. Bermula dari kekalahan raja Kheta akibat perang yang terjadi di perbatasan Mesir dalam hal ini di Suria menyebabkan kekalahan dari pihak Kerajan Anatolia. Kemudian raja Kheta meminta damai dan
membuat prjanjian perdamaian yang isinya bersedia menerima permintaan raja mesir diantaranya adalah permintaan pemberian hadiah dan kesetiaan terhadap raja firaun dan jika terdapat penentangan terhadap raja Fir’aun dan kemudian lari bersembunyi di wilayah raja Kheta maka harus dikembalikan. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Fir’aun jika ada penentangan terhadap Raja Kheta yang bersembunyi di kerajaan Mesir harus juga dikembalikan. Isi perjanjian tersebut ditulis diatas dua naskah yang kemudian ditulis di piring perak kemudian dikirimkan kepada Fir’aun bersama hadiahnya. Perjanjian tersbeut merupakan pangkal lahirnya undang-undang penyerahan penjahat perang, kalau pada masa nabi disebut perjanjain zimmi dan mu’ahidin, kalau konsep moderen disebut perjanjian ekstradisi.
Setelah runtuhnya kerajaan Mesir Kuno, kemudian munculah Romawi dan Yunani, kemudian mengalami keruntuhan, diantara batas keruntuhan itu lahirlah Islam pada abad 7 Miladiah.
Meski demikian, sebelum Islam lahir jelas sudah didahului agama- agama samawi yang dibawa oleh nabi dan rasul dan tidak bersifat umum. Dalam arti bahwa, agama-agama terdahulu itu hadir untuk mengobati dan memperbaiki cacat masyarakat tertentu. Oleh sebab itu, diutuslah nabi dan rasul untuk satu jaman dan kepada masing- masing masyarakat tertentu, diantaranya Nabi Musa untuk bangsa Mesir, Nabi Isa untuk bangsa Yahudi, Nabi Ibrahim untuk bangsa Palestina. Tiang agama samawi adalah keesaan dan budi pekerti yang baik menjauhi keburukan dan melaksanakan kebaikan.
Namun, lama kelamaan agama samawi tersebut mengalami
perubahan akibat tangan manusia, misalnya agama Nasrani mengatakan bahwa Isa Al-Masih anak Tuhan, dalam kesesatan itu, Allah mengutus Nabi Muhammad dengan membwa agama samawi yang terakhir yaitu islam dengan membawa dua dasar-dasar yakni aqidah dan akhlak dalam arti tataran hubungan dengan Tuhan dan hubungan sesame manusia. Dalam kurung waktu setengah abad akhirnya Islam berkembang ke seluruh dunia mulai Andalusia, Cina, dan perbatasan Timur. Di sisi lain raja-raja di Eropa sangat kecewa dengan pihak gereja yang melakukan perobahan-perobahan terhadap ajaran agama mereka, seperti menjual surat anpunan Tuhan, membuang orang yang tidak mematuhi gereja dengan sanksi tidak masuk syurga termasuk meremehkan dan melanggar perjanjian-perjanjian atas nama dan dalih Tuhan. Kemudian muncul pemimpin Italia Nicolo Maschaveli yang membolehkan melakukan perang dan menyerang negara tetangga dengan alasan kesatuan bangsa. Paham tersebut mempengaruhi Eropa sehingga meletuslah perang dimana-mana, setiap raja yang kuat bebas menentang atau memerangi raja lainnya dengan alasan mendirikan satu negara. Seluruh ahli huku internasional di Eropa mulai gelisah dengan politik Machaveli, sehingga muncul beberapa ahli hukum internasional umum yang menyuarakan larangan perang jika tidak sebab tertentu, perdamaian antarbangsa adalah hal yang diingini.
Adapun tokoh Barat adalah Vittoria, seorang pendeta Spanyol, Suerez juga seorang pendeta, Grotius seorang Belanda dengan gagasan utamanya adalah kebebasan laut. Meski, sebelum Groitius menggagas mengenai konsep hukum terkait kebebasan di
laut, Umar Bin Abdul Aziz sekitar 9 abad sebelum itu telah menetapkan kebebasan laut, dimana pada waktu Gubenrur Afrika Utama meminta ijin kepadanya untuk melarang pedagang asal Eropa memasuki pantai Arika atau diijinkan memarik bea cukai dan pajak. Langsung Khalfah menjawab bahwa lautan itu adalah bebas dengan demikian, perdagangan juga bebas. Hal ini didasarkan atas Firman Allah dalam Al-Quran bahwa dan dialah Allah yang menundukan lautan untukmu agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang menyegarkan dan kamu melihat kapal berlayar padanya dan supaya kamu mendapat keuntungan dan supaya kamu bersyukur. Selanjutnya Allah kembali berfirman bahwa tidaklah serupa dua jenis laut yang satu tawar dan yang satu asin, masing-masing kamu dapat memakan daging yang mneyegarkan dan kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu mencari karuniaNYA dan supaya kamu bersyukur.
Dengan demikian, maka Islam adalah agama yang bersifat umum membawakan nas-nas hukum umum, dilakukan perincin melalui hadits dan ijtihad pada ulama (doktrn) melalui pemikiran akal manusia dengan memperhatikan keadaan dan masa.
Keluwesan hukum Islam menentukan hukum Islam mampu mengikuti dinamika kehidupan manusia darti jaman ke jaman. Hal ini juga relevan dengan hukum internasional sebagai ajaran yang berlaku umum tidak bersifat khusus untuk bangsa tertentu saja tapi berlaku secara general dan universal.